Anda di halaman 1dari 10

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS PERIODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN

Tugas makalah komunikasi

September 2017

TINDAKAN DAN PERAN SERTA DOKTER GIGI


DALAM PENCEGAHAN PENCABUTAN GIGI
GOYANG AKIBAT PERIODONTITIS KRONIS

NAMA : RAHMA MEDIKAWATY,drg


STAMBUK : J035171007

MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Telah diketahui bahwa masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia sampai saat ini
merupakan masalah klasik, ini ditandai dengan angka prevalensi karies gigi dan penyakit
periodontal masih tetap tinggi.1 Adanya anggapan dalam masyarakat bahwa bila seseorang
bertambah umur, maka giginya juga akan mengalami kerusakan sehingga pencabutan gigi
adalah wajar saja. Pendapat ini semakin berkembang apabila dokter gigi tidak mengubah cara
pandang tersebut dengan membuktikan bahwa gigi yang mengalami kegoyangan masih bisa
dipertahankan selama mungkin di dalam mulut dengan fungsi yang optimal.2
Gigi goyang adalah masalah dental yang disebabkan oleh banyak faktor seperti
kehamilan, status penyakit (lokal atau sitemik), trauma, inflamasi yang terjadi karena
penyakit ataupun cedera terhadap gingiva dan tulang yang mendukung gigi. Namun yang
paling sering terlibat adalah inflamasi yang disebabkan oleh plak dan tekanan oklusal yang
berlebih. Masalah ini menyebabkan nyeri akut pada gigi khususnya ketika gigi digunakan
untuk mengunyah dan memungkinkan terjadinya kehilangan gigi. Gigi yang goyang sering
terjadi pada pasien yang menderita periodontitis kronis, trauma oklusi, atau kombinasi
keduanya.6
Perkembangan teknik perawatan gigi yang mengalami kegoyangan akibat penyakit
periodontal akhir-akhir ini makin pesat, sehingga memungkinkan gigi yang sebelumnya
sudah harus dicabut saat ini dapat dipertahankan untuk difungsikan secara
optimal.2Menghilangkan semua faktor resiko terjadinya penyakit periodontal terutama plak
subgingiva dengan skeling, kuretase, root planning, dan melakukan immobilisasi gigi adalah
hal yang sangat penting dalam perawatan gigi goyang akibat penyakit periodontal.2
Komunikasi dokter gigi dan pasien memainkan peranan penting dalam keberhasilan
perawatan serta meningkatkan efektifitas pelayanan dan kepuasan pasien. Keberhasilan
perawatan kesehatan gigi pada pasien, selain dituntut keahlian teknis profesional dari dokter
gigi juga dituntut kemampuan non teknis berupa keahlian berkomunikasi dalam menghadapi
berbagai perilaku pasien dan dipengaruhi beberapa faktor-faktor lain. 5
I.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Dokter gigi mampu menjelaskan pada pasien mengenai kondisi penyakitnya dan
rencana perawatan yang akan diberikan sehingga pasien mendapatkan solusi /
alternatif perawatan untuk gigi yang goyang akibat periodontitis kronis
2. Dengan cara berkomunikasi yang baik dokter gigi berhasil mengubah pandangan
pasien untuk mengerti akan pentingnya mempertahankan gigi selama mungkin
didalam mulut dengan fungsi yang optimal.
BAB II
PEMBAHASAN

Periodontitis kronis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri anaerob
fakultatif gram negatif yang terdapat di dalam lapisan biofilm subgingiva. Bakteri ini
mempunyai kemampuan untuk mengaktifkan mekanisme pertahanan pejamu dalam
memperbaiki jaringan yang rusak pada waktu yang bersamaan, bakteri ini akan memproduksi
toksin yang akan menghancurkan epitel dan struktur periodontal yang mengenai jaringan
pendukung gigi sehingga menimbulkan inflamasi, kerusakan ligamentum periodontal,
kadang-kadang disertai munculnya supurasi dan hilangnya dukungan tulang alveolar.
Penyakit ini adalah penyakit multifaktorial dengan progres yang lambat dan tanpa
disertai rasa sakit. Biasanya pasien baru menyadari adanya masalah pada rongga mulut ketika
gusinya berdarah saat makan atau ketika menyikat, gigi yang menjadi renggang hingga
kegoyangan gigi, sehingga penderita yang datang memeriksakan giginya biasanya sudah
melibatkan jaringan periodontal yang lebih dalam. 8
Pengumpulan data pasien sebelum melakukan terapi periodontal sangat
mempengaruhi keberhasilan perawatan. Hal –hal yang perlu diperhatikan antara lain:7
1. Pemeriksaan kesehatan ( riwayat medis dan kesehatan gigi)
Riwayat medis meliputi : apakah sedang dalam penanganan dokter saat ini, riwayat
dirawat di rumah sakit, konsumsi obat tertentu, tendensi terhadap perdarahan
abnormal, alergi, informasi khusus wanita seperti menstruasi, pubertas, menopause,
dan kehamilan
Riwayat kesehatan gigi meliputi : kunjungan perawatan ke dokter gigi, oral hygiene
(pola, frekuensi dan metode penyikatan gigi), pernah atau tidak dirawat ortodonsia,
apakah ada nyeri pada gigi atau gusi (durasi dan penyebab), perdarahan pada gusi
(spontan atau pada saat penyikatan), bau mulut, area terselip makanan, apakah ada
gigi yang hilang atau goyang, kebiasaan buruk pasien (bruxism, clenching, merokok),
pemakaian protesa dan implan
2. Pemeriksaan klinis
Pertama pemeriksaan oral hygiene , kavitas gigi , dan nodus limpa. Kedua
pemeriksaan gigi dan implan meliputi penggunaan gigi (erosi,abrasi,atrisi), stain,
hipersensitivitas pada suhu/taktil, kontak proksimal, kegoyangan gigi, trauma oklusi,
migrasi gigi, sensitivitas pada perkusi dan oklusi. Ketiga pemeriksaan jaringan
periodontal meliputi jumlah plak dan kalkulus, kondisi gingiva, kedalaman poket
periodontal, kerusakan tulang alveolar, resesi gingiva, supurasi (abses periodontal)
3. Pemeriksaan penunjang
Meliputi pemeriksaan radiografis untuk melihat pola kerusakan tulang dan pelebaran
ruang ligamentum periodontal
Jika dikaji dari persepsi masyarakat tentang masalah kesehatan gigi dan mulut pada
umumnya masyarakat memiliki pola pikir (mind set) bahwa masalah kesehatan gigi dan
mulut bukan merupakan masalah yang dapat mengancam jiwa atau tidak menimbulkan hal-
hal yang fatal seperti kematian dan sebagainya.
Salah satu bentuk perilaku dalam mengatasi masalah kesehatan gigi dan mulut di
masyarakat adalah menolak rencana perawatan yang sudah diindikasikan terhadap dirinya,
misalkan takut sakit lagi, tidak memiliki waktu untuk perawatan yang berulang kali dan
alasan lain. Data yang dikumpulkan oleh Kent cit. Januar25 terhadap dokter gigi di Inggris
menemukan bahwa permasalahan yang paling banyak dialami dokter gigi adalah keputusan
menetapkan rencana perawatan, karena ikut sertanya penderita menetapkan perawatan
tersebut. Persoalan yang timbul adalah ketika jenis perawatan yang diinginkan atau yang
dipilih penderita justru merupakan perawatan kontra indikasi baginya. Dalam kondisi seperti
inilah justru peran komunikasi interpersonal untuk merubah perilaku khususnya kerangka
rujukan penderita menjadi sangat bermakna. 1

Menjelaskan Rencana Perawatan Pada Pasien


Sebagian dokter gigi merasa tidak mempunyai cukup waktu untuk berbincang-
bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Secara langsung hal ini akan
berpengaruh pada proses penegakkan diagnosa pada saat di ruang klinik. Kemudian dokter
gigi juga tidak memberikan cukup informasi dan edukasi sebelum pasien meninggalkan
ruang klinik, yang akan berakibat pada hasil pasca perawatan. Komunikasi itu dikatakan
efektif apabila dapat menghasilkan pemahaman pasien terhadap keadaan kesehatannya,
peluang serta kendala yang di hadapi, sehingga dapat bersama-sama dokter gigi mencari
alternatif terbaik untuk mengatasi permasalahannya. Rencana perawatan yang disusun
haruslah dijelaskan pada pasien. Dalam memberikan penjelasan mengenai rencana
perawatan ini, disarankan untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut ini:3
1. Utarakan penjelasan secara spesifik. Dalam memberikan penjelasan kepada pasien
harus secara gamblang dikatakan “Anda menderita gingivitis” atau “Anda menderita
periodontitis”, sesuai dengan diagnosa kasusnya. Kemudian pada pasien dijelaskan
mengenai kondisi penyakitnya yang sebenarnya, bagaimana cara perawatannya, dan
bagaimana perkiraan hasil perawatan yang akan dicapai. Harus dihindari penjelasan
yang mengambang seperti : “Ada masalah pada gusi anda”, atau” Ada sesuatu yang
harus dilakukan terhadap gusi anda”. Pasien tidak akan mengerti penjelasan yang
demikian, sehingga pasien akan mengabaikannya.
2. Mulailah penjelasan dengan hal-hal yang positif. Penjelasan hendaknya dimulai
dengan hal-hal yang positif, misalnya mengenai gigi yang masih mungkin untuk
dipertahankan dan dapat dipergunakan semaksimal mungkin. Jangan mulai penjelasan
dengan hal-hal yang kurang menguntungkan seperti: “Gigi ini harus dicabut”. Hal
yang demikian akan menimbulkan kesan negatif pada pasien yang akan mengurangi
motivasinya untuk menjalani perawatan.
3. Kemukakan keseluruhan perawatan yang direncanakan sebagai satu paket. Harus
dijelaskan kepada pasien bahwa perawatan periodontal membutuhkan perencanaan
jangka panjang
Rencana perawatan yang disusun bukanlah suatu rencana yang bersifat final.
Perkembangan yang terjadi selama perawatan berjalan yang belum terdeteksi sebelumnya,
bisa menyebabkan harus dimodifikasinya rencana perawatan yang telah disusun.
Sering sekali pasien meminta pendapat dokter gigi yang merawat mengenai keadaan
kasusnya. Mereka sering melontarkan pertanyaan seperti: “apakah gigi saya masih perlu
dipertahankan?”, “Bagaimana sekiranya dibiarkan saja, dan ditunggu sampai tiba saatnya
dicabut. Pasien harus diberitahu bahwa membiarkan saja gigi yang sudah tidak mungkin
dirawat sampai terlepas sendiri atau dicabut bila sudah goyang sekali adalah sikap yang salah,
dengan alasan:3
1. Gigi yang goyang akan menghalangi pengunyahan. Keadaan ini akan menjurus pada
kebiasaan menelan makanan sebelum dikunyah halus, akibatnya muncul gangguan
gastrointestinal. Karena tidak dapat mengunyah dengan baik, pasein biasanya akan
memilih-milih makanan yang lunak terutama karbohidrat.
2. Eksudat inflamasi dari poket periodontal akan merusak rasa makanan. Apabila
eksudat tersebut tercampur makanan dan tertelan, mukosa lambung akan teriritasi
sehingga menimbulkan gastritis
3. Daerah poket periodontal berpotensi sebagai sumber bakterimia karena dihuni
banyak bakteri
4. Tidak disingkirkannya penyakit periodontal tidak hanya berakibat hilangnya gigi yang
terlibat, tetapi akan memperpendek umur gigi lainnya.
Prosedur Perawatan gigi Goyang Akibat Periodontitis Kronis
Prosedur-prosedur dalam perawatan gigi goyang akibat periodontitis kronis meliputi:4
1. Pengendalian bakteri
Fase ini disebut juga ‘persiapan awal’ atau ‘terapi fase I’ meliputi :
a. Premedikasi. Sangat penting untuk mengetahui riwayat penyakit sistemik pasien.
Menurut penelitian Mc.Daniel, pasien usia dewasa enggan memberikan informasi
mengenai riwayat penyakit sistemik karena menganggap perawatan gigi dan
mulut tidak berkaitan dengan kondisi sistemik. Padahal sangat mungkin terdapat
kontra indikasi pemberian obat pada perawatan gigi dengan riwayat penyakit yang
diderita. Seperti pada pasien yang menderita endokarditis bakterial subakut,
penyakit jantung, hipertensi, dan kondisi sistemik lainnya.selain itu sedasi
sebelum prosedur dapat diberikan sesuai indikasi.
b. Tindakan darurat seperti perawatan abses periodontal, acute necrotizing ulcerative
gingivitis (ANUG), sakit gigi, dst
c. Instruksi dan motivasi pasien (DHE). Pasien diajarkan cara mengendalikan plak
bakteri oleh diri sendiri. Keberhasilan perawatan sangat bergantung pada kemauan
pasien untuk berperan aktif sebagai koterapis
d. Pencabutan gigi. Gigi-gigi yang memiliki prognosis buruk dan apabiladiambil
justru dapat memperbaiki prognosis gigi tetangganya sebaiknya dicabut.
e. Skeling dan root planing, yaitu menghilangkan kalkulus dan sementum yang
terkontaminasi bakteri dari permukaan mahkota dan akar gigi.
f. Kuretase gingiva yaitu pembuangan poket periodontal terbatas pada jaringan
gingiva saja dan tidak melibatkan struktur tulang yang mendasarinya.
g. Terapi antimikroba (lokal atau sistemik)
h. Perbaikan restorasi yang overhanging dan menghilangkan daerah retensi plak.
i. Perawatan ortodonsi sederhana
j. Penyesuaian oklusi misalnya pada kasus kelainan oklusal yang besar (plunger
cusp) sebaiknya diperbaiki sejak awal jika terlihat.
k. Evaluasi hasil perawatan. Eleminasi faktor etiologi misalnya skeling dan root
planing yang masih menyisakan pecahan plak bakteri sehingga memperlambat
proses penyembuhan. Perilaku pasien dan tanggung jawabnya dalam pengendalian
plak juga harus dievaluasi.

2. Terapi bedah (terapi fase II)


Ada 5 alasan dilakukannya prosedur bedah dalam perawatan periodontal, yaitu: 2
a. Prosedur bedah untuk mengurangi atau mengeliminasi poket melalui reseksi,
b. Untuk perawatan defect tulang
c. Sebagai akses dalam perawatan akar
d. perbaikan tepi gingiva, atau prosedur perlekatan baru. Termasuk juga prosedur
operasi untuk memperbaiki kelainan mukogingival atau pemasangan implan gigi
3. Perawatan Restoratif (Terapi Fase III)
Fase restoratif meliputi penyesuaian oklusal khusus, penambalan gigi, penggantian
gigi-gigi yang hilang dengan protesa cekat atau lepasan dan splinting permanen bila
diindikasikan
4. Pemeliharaan (Terapi Fase IV)
Fase pemeliharaan berlangsung seumur hidup pasien. Sebagian besar pasien yang
dirawat dengan periodontitis tingkat sedang hingga lanjut membutuhkan pemeliharaan
paling sedikit setiap 3 bulan. Lamanya waktu antar kunjungan “recall”ditentukan oleh
tingkat pengendalian penyakit yang dilakukan oleh pasien selama interval antar
kunjungan. Fase ini sering disepelekan baik oleh pasien maupun praktisi, padahal
faktor inilah yang menentukan keberhasilan atau kegagalan jangka panjang suatu
perawatan.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Di beberapa negara pencabutan gigi akibat penyakit periodontal masih merupakan
penyebab yang tinggi, namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan tentang perawatan
periodontal semakin lama semakin menurun.
Kualitas proses komunikasi interpersonal antara dokter gigi dengan penderitanya
merupakan salah satu instumen penting agar proses maupun hasil layanan medik gigi dan
mulut menjadi optimal. Pendapat ini didasari oleh beberapa fakta bahwa optimalisasi proses
dan hasil layanan medik gigi dan mulut sebagian besar tergantung pada respons penderitanya,
beberapa bentuk respons penderita yang dimaksud adalah:
 Jawaban penderita terhadap pertanyaan dokter giginyadalam rangka episode
administrasi medik, diagnosis, penetapan rencana perawatan, proses perawatan
maupun dalam kerangka membangun peran serta penderita.
 Informasi dari penderita tentang status dan riwayat penyakit gigi dan mulut,
pertanyaan tentang rencana dan proses perawatan, proses kesembuhan hasil
perawatan.
 Peran serta dan sifat kooperatif penderita terhadap seluruh proses perawatan gigi dan
mulut.
3.2 SARAN
Seorang dokter gigi yang baik harus memiliki kemampuan untuk memahami
karakteristik dari tiap pasien sehingga dapat menentukan metode komunikasi yang dapat
dengan mudah diterima pasien
Daftar pustaka

1. Soelarso Hanindio, Roesanto Heru Soebekti dan Achmad Mufid. 2005. “Peran
Komunikasi Interpersonal Dalam Pelayanan Kesehatan Gigi” dalam Majallah
Kedokteran Gigi (Dent.J) Vol 38 No 3 (hlm.124-129). Surabaya: Bagian Ilmu
Kesehatan Gigi Masyarakat
2. Thahir Hasanuddin. 2003. “Perawatan Gigi Goyang Akibat Penyakit
Periodontal”dalam Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi Vol 1 (hlm. 72-75). Makassar:
FKG Unhas.
3. Carranza FA,Jr. The treatment plan,in:Carranza FA Jr & Newman MG (eds), Clinical
Periodontology, 8th edition, Philadelphia, WB Saunders Co., 1996, p: 399-401
4. Fedi, Peter F, Arthur R Vernino, John L Gray. 2012. Silabus Periodonti. Jakarta:EGC.
Hlm 66-67
5. Astuti Novitasari Ratna, Julita Hendrartini, Niken Widyanti Sriyono. 2014. “Faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap komunikasi antara dokter gigi dan pasien dalam
pelayanan perawatan kesehatan gigi” dalam IDJ Vol 3 No 1(hlm 72). Yogyakarta:
FKG UMY.
6. Ginting Enamia Sanitin. 2009. “Manajemen gigi mobiliti akibat penyakit
periodontal”, http:www.repository.usu.ac.id. diakses tanggal 9 September 2017
7. Olivia Sandra. 2014. “Bagaimana Mengidentifikasi Penyakit Periodontal Pada Pasien
Anda”, http:www.iperi.org. diakses pada tanggal 9 September 2017
8. Nield-Gehrig Jill S., Donald E. Willmann. 2011. Foundation of Periodontics For The
Dental Hygienist. Philadelphia: Wolters Kluwer Health. Hal 256

Anda mungkin juga menyukai