Jurnal ini pertama kali di-submit pada tanggal 29 Juli 2019. Jurnal ini akan Muhammad Panatagama Syahid, adalah mahasiswa Universitas Bakrie,
masuk dalam rubrik khusus website: gooroe.com dan juga kanal artikel: Jakarta Selatan. Saat ini berkuliah di Fakultas Teknik dan Ilmu Konputer,
medium.com. Jurnal ini dissuport oleh tim Gooroe Ex Creaturae (Guru from Dengan jurusan Teknik Sipil di Universitas Bakrie. berlokasi di Kawasan
the creation) yang berusaha memberikan edukasi, insight, dan juga memberikan Rasuna Epicentrum Jl. HR Rasuna Said Kav C–22, Kuningan, Jakarta Selatan
konten-konten kreatif untuk khalayak umum. (e-mail:muhammad.panatagama.syahid@gmail.com)
Gooroe Ex Creaturae | II
II. METODE PENELITIAN Islam di Pulau Jawa, Sunan Kalijaga. Wayang yang telah
Dalam melakukan penelitian ini, digunakan pendekatan popular pada penduduk Jawa dijadikan suatu media atau sarana
kualitatif. Dalam pandangan Moleong, (Lexy Moleong, Metode dalam menyampaikan dakwah yang memuat konten ajaran
Islam dan shalawat kepada Nabi Muhammad. Implikasinya,
Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
dengan adanya Wayang ini penduduk tanah Jawa bisa
2000), hlm. 3) pendekatan ini adalah pendekatan yang
memberikan kontribusi dengan berkreasi dan berinovasi untuk
menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
mengonsepsikan dakwah. Wayang hanyalah satu diantara
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Secara banyak kebudayaan Indonesia untuk dijadikan sebagai contoh.
khusus menggunakan kualitatif fenomenologis. Penelitian Contoh lain seperti tari saman dari Aceh hingga Tifa Syawat
dalam pandangan fenomenologis bermaksud memaknai dari Kokoda, Papua juga bukti bahwa ada peran khusus
peristiwa yang berkaitan dengan situasi tertentu. Dalam kebudayaan dalam proses penyebaran agama Islam.
memaknainya, selanjutnya ada dua tahapan pendekatan yang
digunakan (1) filsafat ilmu, untuk menganalisa sisi ontologis, B. Teori dan Konsep Masuknya Islam ke Nusantara
epistemologis, dan aksiologi ilmu pengetahuan (Sumantri 1990, Islamisasi merupakan suatu proses yang sangat penting dalam
105). Lebih khusus lagi, tulisan ini lebih memfokuskan pada sejarah di Indonesia dan juga hal yang paling tidak jelas.
landasan ontologis terkait dengan struktur pengetahuan, Ketidakjelasan ini terletak pada pertanyaan kapan Islam datang,
melacak struktur teori (terutama pendekatan keilmuan) untuk dari mana Islam berasal, siapa yang menyebarkan Islam
merumuskan hubungan islam dengan kebudayaan serta pertama kali di Indonesia. Metamorfosa perkembangan Islam
sebaliknya. pada masa awal di Indonesia selalu menarik untuk dikaji dan
Kedua (2) pendekatan sosio-antropolinguistik, pendekatan diteliti. Hal tersebut dikarenakan Islam yang hadir di perairan
nusantara ini mampu dengan cepat beradaptasi sehingga tidak
yang menganalisis bahasa guna mencari makna tersembunyi
memunculkan benturan budaya dengan adat dan tradisi lokal
dibalik pemakaian istilah Islam Nusantara agar mendapatkan
yang sudah ada sebelumnya (M. Abdul Karim Sejarah
pemahaman sosial dan budaya penuturnya (Foley 2001, 4-5).
Pemikiran dan Peradaban Islam Karim hal.323).
Teori yang digunakan yaitu analisis wacana deskriptif (AWD), Tentang masuknya Islam di Indonesia ada pendapat dari para
teori struktur teori, teori akulturasi dan teori dakwah ahli sejarah dengan mengklasifikasikannya kedalam beberapa
antarbudaya. teori. Pertama, teori Arab. Teori ini menyatakan bahwa Islam
dibawa dan disebarkan ke Nusantara langsung dari Arab pada
III. HASIL DAN DISKUSI abad ke-7/8 M, saat Kerajaan Sriwijaya mengembangkan
A. Potret Masyarakat kekuasaannya. Tokoh-tokoh teori ini adalah Crawfurd, Keijzer,
Niemann, de Hollander, Hasymi, Hamka, Al-Attas,
Secara historis, kebudayaan dan agama yang berkembang di Djajadiningrat, dan Mukti Ali. Bukti-bukti sejarah teori ini
Nusantara (Indonesia sekarang) sejalan dengan tradisi mereka sangat kuat. Pada abad ke-7/8 M, selat Malaka sudah ramai
yang berjalan kental saat itu, yaitu menganut anismisme dan dilintasi para pedagang muslim dalam pelayaran dagang
dinamisme. Saat ini agama yang dianut penduduk Indonesia mereka ke negeri-negeri Asia Tenggara dan Asia Timur.
berkembang pesat dengan mayoritas penganut agama Islam. Berdasarkan berita Cina Zaman Tang pada abad tersebut,
Keberagaman agama yang ada di tanah air, bukan menjadi masyarakat muslim sudah ada di Kanfu (Kanton) dan Sumatera.
sebuah sekat untuk tetap menjalin interaksi sosial yang dinamis Ada yang berpendapat mereka adalah utusan-utusan Bani
baik hubungan antara individu, antar kelompok maupun antar Umayah yang bertujuan penjajagan perdagangan. Demikian
individu dengan kelompok manusia. Sejak dini masyarakat juga Hamka yang berpendapat bahwa Islam masuk ke
terus diberikan pengetahuan untuk menjunjung tinggi toleransi Indonesia tahun 674 M. Berdasarkan Catatan Tiongkok, saat itu
antar pemeluk agama untuk saling menghargai dan datang seorang utusan raja Arab bernama Ta Cheh atau Ta Shih
menghormati keyakinan yang dianutnya masing-masing (kemungkinan Muawiyah bin Abu Sufyan) ke Kerajaan Ho
sehingga jarang terjadi konflik antar pemeluk agama Ling (Kalingga) di Jawa yang diperintah oleh Ratu Shima. Ta-
dikarenakan relasi yang terjalin antar pemeluk agama selalu Shih juga ditemukan dari berita Jepang yang ditulis tahun 748
harmonis dan kekeluargaan yang tidak ada diferensiasi antara M. Diceritakan pada masa itu terdapat kapal-kapal Po-sse dan
satu dengan lainnya. Diferensiasi ini tidak dijadikan sebuah Ta-Shih KUo. Menurut Rose Di Meglio, istilah Po-sse
masalah yang signifikan dalam kehidupan sebagai warga neaga menunjukan jenis bahasa Melayu sedangkan Ta-Shih hanya
Indonesia karena sudah termaktub jelas juga dalam ideologi menunjukan orang-orang Arab dan Persia bukan Muslim India.
bangsa pada sila pertama, ketuhanan yang maha esa, dimana Juneid Parinduri kemudian memperkuat lagi, pada 670 M, di
semua orang berhak untuk menganut suatu agama yang Barus Tapanuli ditemukan sebuah makam bertuliskan HaMim.
diminati. Sebagaimana kita yakini bersama juga, adanya Semua fakta tersebut tidaklah mengherankan mengingat bahwa
jaminan kebebasan beragama sebagai salah satu amanat pada abad ke-7, Asia Tenggara memang merupakan lalu lintas
konstitusi Negara. perdagangan dan interaksi politik antara tiga kekuasaan besar,
Unsur budaya dan agama sangat penting dan terdapat dalam yaitu Cina di bawah Dinasti Tang (618-907), Kerajaan
setiap kebudayaan. Unsur penting ini dijadikan aset dalam Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah (660-749).
merekonstruksi terutama dalam mental spiritual penduduk. (Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia,
Salah satu unsur kebudayaan yang mungkin sering terdengar di hal.4).
masyarakat secara umum adalah kebudayaan wayang yang juga Kedua, teori Cina. Dalam teori ini menjelaskan bahwa etnis
mampu sebagai media dakwah oleh salah satu penyiar agama Cina Muslim sangat berperan dalam proses penyebaran agama
Gooroe Ex Creaturae | II
Islam di Nusantara. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya Nusantara melalui proses waktu yang panjang. Namun secara
pada teori Arab, hubungan Arab Muslim dan Cina sudah terjadi garis besarnya Azyumardi Azra mengemukakan pendapat
pada Abad pertama Hijriah. Dengan demikian, Islam datang dalam bukunya M. Abdul Karim yang berjudul Sejarah
dari arah barat ke Nusantara dan ke Cina berbarengan dalam Pemikiran dan Peradaban Islam menyatakan, (M. Abdul Karim
satu jalur perdagangan. Islam datang ke Cina di Canton Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam Karim hal. 326) ada
(Guangzhou) pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) empat tema pokok yang berkaitan dengan permulaan
dari Dinasti Tang, dan datang ke Nusantara di Sumatera pada penyebaran Islam di Nusantara yaitu; pertama, Islam dibawa
masa kekuasaan Sriwijaya, dan datang ke pulau Jawa tahun 674 langsung dari Arab; kedua, Islam diperkenalkan oleh para guru
M berdasarkan kedatangan utusan raja Arab bernama Ta dan penyiar profesional (maksudnya, mereka yang khusus
cheh/Ta shi ke kerajaan Kalingga yang di perintah oleh Ratu bermaksud menyebarkan Islam semacam zondiq); ketiga, pihak
Sima. (Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam di yang mulamula masuk Islam adalah penguasa. Kemudian
Indonesia, hal. 6) keempat, mayoritas para penyebar Islam profesional ini datang
Ketiga, teori Persia. Berbeda dengan teori sebelumnya teori di Nusantara pada abad ke-12 dan abad ke-13. Selanjutnya Azra
Persia lebih merujuk kepada aspek bahasa yang menunjukan menyatakan bahwa meskipun Islam sudah diperkenalkan ke
bahwa Islam telah masuk ke Nusantara dan bahasanya telah Nusantara sejak abad Pertama Hijriah, namun hanya setelah
diserap. Seperti kata “Abdas” yang dipakai oleh masyarakat abad ke-12 M pengaruh Islam tampak lebih nyata, dan proses
Sunda merupakan serapan dari Persia yang artinya wudhu. Islamisasi baru mengalami akselerasi antara abad ke-12 dan 16
Bukti lain pengaruh bahasa Persia adalah bahasa Arab yang M.
digunakan masyarakat Nusantara, seperti kata-kata yang
C. Strategi Penyebaran Islam di Nusantara
berakhiran ta’ marbūthah apabila dalam keadaan wakaf dibaca
“h” seperti shalātun dibaca shalah. Namun dalam bahasa Terlepas dari teori masuknya Islam ke Nusantara, strategi
Nusantara dibaca salat, zakat, tobat, dan lain-lain. (Hasbullah, penyebarannya-pun patut diuraikan. Strategi penyebarannya-
Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, hal. 8) pun bermacam-macam. Pertama, melalui jalur perdagangan.
Keempat, teori India. Teori ini menyatakan Islam datang ke Awalnya Islam merupakan komunitas kecil yang kurang
Nusantara bukan langsung dari Arab melainkan melalui India berarti. Interaksi antar pedagang muslim dari berbagai negeri
pada abad ke-13. Dalam teori ini disebut lima tempat asal Islam seperti Arab, Persia, Anak Benua India, Melayu, dan Cina yang
di India yaitu Gujarat, Cambay, Malabar, Coromandel, dan berlangsung lama membuat komunitas Islam semakin
Bengal (Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam di berwibawa, dan pada akhirnya membentuk masyarakat muslim.
Indonesia, hal. 9). Selain berdagang, para penyebar agama Islam dari berbagai
Kelima, teori Turki. Teori ini diajukan oleh Martin Van kawasan tersebut juga menyebarkan agama yang dianutnya,
Bruinessen yang dikutip dalam Moeflich Hasbullah. Ia dengan menggunakan sarana pelayaran.
menjelaskan bahwa selain orang Arab dan Cina, Indonesia juga Kedua, melalui jalur dakwah bi al-hāl yang dilakukan oleh
diislamkan oleh orang-orang Kurdi dari Turki. Ia mencatat para muballigh yang merangkap tugas menjadi pedagang.
sejumlah data. Pertama, banyaknya ulama Kurdi yang berperan Proses dakwah tersebut pada mulanya dilakukan secara
mengajarkan Islam di Indonesia dan kitabkitab karangan ulama individual. Mereka melaksanakan kewajiban-kewajiban
Kurdi menjadi sumber-sumber yang berpengaruh luas. syari‟at Islam dengan memperhatikan kebersihan, dan dalam
Misalkan, Kitab Tanwīr al-Qulūb karangan Muhammad Amin pergaulan mereka menampakan sikap sederhana. (Abdul
alKurdi populer di kalangan tarekat Naqsyabandi di Indonesia. Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, hal. 327)
Kedua, di antara ulama di Madinah yang mengajari ulama- Ketiga, melalui jalur perkawinan, yaitu perkawinan antara
ulama Indonesia terekat Syattariyah yang kemudian dibawa ke pedagang Muslim, muballigh dengan anak bangsawan
Nusantara adalah Ibrahim alKurani. Ibrahim al-Kurani yang Nusantara. Berawal dari kecakapan ilmu pengetahuan dan
kebanyakan muridnya orang Indonesia adalah ulama Kurdi. pengobatan yang didapati dari tuntunan hadits Nabi
Ketiga, tradisi barzanji populer di Indonesia dibacakan setiap Muhammad SAW. ada di antara kaum muslim yang berani
Maulid Nabi pada 12 Rabi‟ul Awal, saat akikah, syukuran, dan memenuhi sayembara yang diadakan oleh raja dengan janji,
tradisi-tradisi lainnya. Menurut Bruinessen, barzanji bahwa barang siapa yang dapat mengobati puterinya apabila
merupakan nama keluarga berpengaruh dan syeikh tarekat di perempuan akan dijadikan saudara, sedangkan apabila laki-laki
Kurdistan. Keempat, Kurdi merupakan istilah nama yang akan dijadikan menantu. Dari perkawinan dengan puteri raja lah
populer di Indonesia seperti Haji Kurdi, jalan Kurdi, gang Islam menjadi lebih kuat dan berwibawa.
Kurdi, dan seterusnya. Dari fakta-fakta tersebut dapat Keempat, melalui jalur pendidikan. Setelah kedudukan para
disimpulkan bahwa orang-orang Kurdi berperan dalam pedagang mantap, mereka menguasai kekuatan ekonomi di
penyebaran Islam di Indonesia. bandar-bandar seperti Gresik. Pusat-pusat perekonomian itu
Teori Persia, India, Cina, dan Turki semuanya menjelaskan berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran Islam.
tentang pengaruh-pengaruh setelah banyak komunitas dan Pusat-pusat pendidikan dan dakwah Islam di kerajaan Samudra
masyarakat muslim di Nusantara. Jadi, sebenarnya teori Pasai berperan sebagai pusat dakwah pertama yang didatangi
tersebut tidak menggugurkan atau melemahkan teori pelajar-pelajar dan mengirim muballigh lokal, di antaranya
sebelumnya, tetapi melengkapi proses Islamisasi. (Hasbullah, mengirim Maulana Malik Ibrahim ke Jawa.
Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, hal.11-12). Kelima, melalui jalur kultural. Awal mulanya kegiatan
Berdasarkan uraian tersebut mengenai masuknya Islam di islamisasi selalu menghadapi benturan denga tradisi Jawa yang
Indonesia terjadi perbedaan pendapat, yakni abad ke-1 H/7 M banyak dipengaruhi Hindu-Budha. Setelah kerajaan Majapahit
dan abad ke-13 M. Masuk dan berkembangnya Islam di runtuh kemudian digantikan oleh kerajaan Islam. Di Jawa Islam
Gooroe Ex Creaturae | II
menyesuaikan dengan budaya lokal sedang di Sumatera adat manuskrip berbahasa Jawa sekitar abad ke-12 sampai ke-16
menyesuaikan dengan Islam. (M. Abdul Karim Sejarah sebagai konsep Negara Majapahit. Sementara dalam literatur
Pemikiran dan Peradaban Islam Karim hal.331). berbahasa Inggris abad ke-19, Nusantara merujuk pada
Keunikan strategi kelima, yaitu melalui jalur kultural kepulauan Melayu. Ki Hajar Dewantoro, memakai istilah ini
membuat corak warna yang luarbiasa bagi Indonesia atau pada abad 20-an sebagai salah satu rekomendasi untuk nama
Nusantara pada waktu itu. Hubungan antara budaya dengan suatu wilayah Hindia Belanda (Kroef 1951, 166–171). Karena
islam dan islam dengan budaya begitu tinggi. Dan terbukti kepulauan tersebut mayoritas berada di wilayah negara
dengan mengaitkannya menjadi bagian yang tak terpisahkan Indonesia, maka Nusantara biasanya disinonimkan dengan
akan menghasilkan benang merah sebagai strategi yang sangat Indonesia. Istilah ini, di Indonesia secara konstitusional juga
jitu dalam penyebaran agama Islam. dikukuhkan dengan Keputusan Presiden (Kepres) MPR
No.IV/MPR/1973, tentang Garis Besar Haluan Negara Bab II
D. Pengaruh Islam terhadap Budaya Indonesia
Sub E. Kata Nusantara ditambah dengan kata wawasan.
Budaya Indonesia adalah pemikiran, perilaku, kebendaan, dan Pertama, pendekatan filosofis memunculkan lima istilah. IN
sistem nilai yang memiliki karakteristik tertentu, seperti adalah istilah yang bersifat non-positivistik, pisau analisa, islam
keyakinan dan kepercayaan yang berbeda-beda, terbuka, subtantif , dan sebagai sistem nilai. Kedua, pendekatan budaya.
egaliter, tidak merasa paling tinggi satu sama lain, sopan- Pendekatan ini memunculkan tiga istilah, yaitu IN sebagai
santun, tata krama, toleransi, weruh saduruning winarah dan Islam bahari, Islam sehari-hari, dan model. IN sebagai “islam
suwuk, hamengku, hangemot, dan hangemong. Jadi, ini adalah bahari” adalah praktik keislaman yang diwarisi dari gaya hidup
unsur-unsur budaya islam dan nusantara. Karena budaya islam; masyarakat bahari atau masyarakat maritim yang biasa
nilai-nilai islam, teologi (sistem kepercayaan), pemikiran dan berhubungan dengan para pendatang baru dari berbagai pulau.
praktek ibadah yang bersifat qath’i, juga dianggap sebagai Ketiga, pendekatan linguistik yang memunculkan istilah Islam
ajaran islam yang bersifat lokal-Arab. fi Indonesia. Istilah ini digagas Umar A.H, yang mendefiniskan
Untuk bisa merunut pengaruh agama Islam, perlu IN dengan mengkiaskan pada frasa ida fi dalam bahasa Arab.
dikembalikan ke awal mula tujuan Islam datang ke Indonesia. (nu.or.id). Menurutnya, Islam Nusantara bukanlah upaya me-
Pertama, Islam adalah agama yang datang ke nusantara dengan lokal-kan Islam, atau membuat “agama” Islam Nusantara, tetapi
tujuan mengislamkan masyarakatnya. Sehingga Islam hadir usaha dalam memahami dan menerapkan islam tanpa
untuk memengaruhinya. mengesampingkan tempat islam diimani dan dipeluk, yakni
Kedua, pada tataran ini Islam dan budaya Indonesia dalam Indonesia. IN sama dengan Islam yang dipraktekkan di
posisi seimbang. Islam merasa sejajar dengan budaya lokal bisa Indonesia dengan pengertian geografis. Keempat, pendekatan
dimaknai tiga pengertian. (1) Islam memiliki budaya fisik- filsafat hukum yang memunculkan istilah Islam sebagai
sosiologis yang memilki karakteristik ke-Arab-an bisa metodologi. Kelima, pendekatan hukum yang memunculkan
digabung dengan budaya lokal, sehingga memunculkan budaya istilah fikih nusantara. Istilah ini dimunculkan oleh KH
baru. , (2) Islam dan budaya lokal seimbang dalam wilayah Afifuddin Muhajir (nu.or.id). Menurutnya, IN merupakan
nilai-nilai universal. (3) Islam merasa sejajar dalam wilayah pemahaman, pengamalan, dan penerapan Islam dalam segmen
teologis (sistem kepercayaan) dan peribadatan dengan budaya fikih muamalah sebagai hasil dialektika antara nash, syariat,
lokal, tetapi di antara keduanya tidak ada saling sapa melainkan ‘urf, budaya, dan realita di bumi Nusantara. Keenam,
saling menghormati atau toleransi. pendekatan historis-antropologis yang memunculkan dua
Ketiga, budaya lokal memengaruhi Islam. Budaya Indonesia istilah, yaitu Islam Khas Indonesia dan islam budaya nusantara.
sebagai “tuan rumah” aktif dalam menjaga, memberi tempat, Yang dimaksud IN sebagai Islam khas Indonesia adalah:
dan membina Islam agar tidak berbenturan. Ini menunjukkan Islam yang khas ala Indonesia, gabungan nilai Islam
bahwa ketika masuk dalam budaya lokal, Islam diletakkan teologis dengan nilainilai tradisi lokal, budaya, dan
dalam posisi tertentu sehingga tidak memengaruhi unsur-unsur adat istiadat di Tanah Air. Dalam konteks ini, budaya
budaya Nusantara. Ibarat rumah, Islam hanya diperbolehkan suatu daerah atau negara tertentu menempati posisi
masuk ke kamar tertentu tetapi dilarang masuk kamar lain. yang setara dengan budaya Arab dalam menyerap dan
E. Pandangan Intelektual Muslim Indonesia menjalankan ajaran Islam. Suatu tradisi Islam
Nusantara menunjukkan suatu tradisi Islam dari
Islam Nusantara (IN) terdiri dari dua kata, Islam dan
berbagai daerah di Indonesia yang melambangkan
Nusantara. Islam berarti “penyerahan, kepatuhan, ketundukan,
kebudayaan Islam dari daerah tersebut.
dan perdamaian” (nu.or.id). Islam berarti “penerahan, (www.nu.or.id).
kepatuhan, ketundukan dan perdamaian”. Agama ini memiliki Ketujuh, pendekatan historis-filologis yang memunculkan
lima ajaran pokok sebagaimana diungkanpak Nabi
dua istilah, yaitu Islam empirik yang terindegenisasi dan
Muhammad, yaitu “Islam adalah bersasi sesungguhnya tiada
pemikiran khas Indonesia. Kedelapan, pendekatan sosiologis-
Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,
antropologis-historis yang memunculkan IN sebagai islam
menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanan puasan dan
faktual. Islam faktual oleh Irham (nu.or.id), diartikan sebagai
menunaikan haji-bagi yang mampu.” Selain itu Islam memilki respon pemeluknya terhadap Alquran dan hadith, sehingga
dua pedoman yang selalu dirujuk, Al-Qur’an dan Hadith. mengejawantah menjadi keberagamaan (perilaku, pemahaman,
Keduanya memuat jaran yang membimbing umat manusia
dan keayakinan orang beragama).
beserta alam raya ke arah yang lebih baik dan teratur.
Nusantara adalah istilah yang menggambarkan wilayah
kepulauan dari Sumatera hingga Papua. Kata ini berasal dari
Gooroe Ex Creaturae | II
F. Islam Nusantara dan Budaya Lokal diselenggarakan pertemuan atau tanda bahaya (tergantung
Islam Nusantara berfungsi membuka jalan awal bagi iramanya) dimanfaatkan oleh Wali untuk memberi tahu tanda
pemahaman seseorang dalam menggali dan mengkaji dimulainya waktu sembahyang, karena adzan saja yang
pemikiran, pemahaman dan pengamalan ajaran-ajaran Islam diteriakk an melalui menara belum cukup komunikatif
yang mencerminkan dan dipengaruhi oleh kawasan ini (Qomar, mengingat jarak antara masjid, langgar atau surau dengan
2016:200). Tradisiitulah yang kemudian disebut dengan Islam rumah penduduk sangat jauh dan berpencaran. Dengan alat
Nusantara, yakni Islam yang telah melebur dengan tradisi dan bantu berupa bedug dan kentongan yang suaranya bisa didengar
budaya nusantara (Bizawie, 2016:240). di kampung lain memudahkan jadi penanda telah masuknya
Islam bukan hanya cocok diterima oleh Nusantara, tetapi juga waktu shalat. Bahkan ukuran beduk dan panjang kentongan
pantas mewarnai budaya Nusantara untuk mewujudkan sifat diselaraskan dengan kedudukan masjid atau surau dan langgar.
akomodatifnya yakni rahmatan lil ‘alamin (Bizawie, 2016:240). Beduk masjid agung berbeda besarnya dengan mesjid biasa.
Model Islam nusantara itu bisa dilacak dari sejarah kedatangan Alat yang dulunya sekadar sarana bantu, kemudian berkembang
jaran Islam ke wilayah Nusantara yang disebutnya melalui sebagai penentu status dari masjid yang bersangkutan, dan
vernakularisasi dan diikuti proses pribumisasi, sehingga Islam selanjutnya ini menjadi perwujudan dari Islam di kawasan
menjadi embedded (tertanam) dalam budaya Indonesia (Azra, Nusantara, sehingga tidak sempurna sebuah masjid yang tidak
1995: 2-15). memiliki beduk yang representative (Mastuki, 2015:1)
Bentuk operasionalisasi Islam nusantara adalah proses G. Islam Nusantara sebagai Corak Islam Kultural
perwujudan nilai-nilai Islam melalui (bentuk) budaya lokal.
Indonesia merupakan salah satu di antara sedikit negara di
Dalam tataran praksisnya, membangun Islam nusantara adalah
mana Islam tidak menggantikan agama-agama yang ada
menyusupkan nilai Islami di dalam budaya lokal atau
sebelumnya. Itu disebabkan karena proses Islamisasi di
mengambil nilai Islami untuk memperkaya budaya lokal atau
Indonesia berlangsung dengan cara yang sering disebut
menyaring budaya agar sesuai Islam (Bizawie, 2016:243).
penetration pacifique (penetrasi secara damai), terutama oleh
Pertama, penghormatan pada guru, baik masih hidup maupun
para pedagang-cum-dai (pendakwah). Hasil Islamisasi dengan
yang sudah meninggal. Penghormatan ini melahirkan tradisi
cara tersebut adalah praktik sinkretisme yang luas dikenal di
ziarah kubur ke makam para ulama dan wali berkembang subur
Indonesia. Salah satu indikasinya adalah sistem penanggalan
di kalangan umat Islam Indonesia. Dalam ziarah ini pelaku
Jawa, yang mempertahankan asal-usul Hindu kalender Shaka
membacakan tahlil dan tawasul untuk mendoakan arwah ulama
tetapi mengubah sistem penanggalannya dari sistem solar ke
atau wali, sebagai orang yang dekat dan dikasihi Allah, agar
lunar, dengan menggunakan nama-nama Arab yang disesuaikan
mereka dimohonkan doa kepada Allah. Selain tawasul, pelaku
dengan rasa kejawaan untuk menyebut kedua belas bulan: (1)
ziarah juga melakukan i’tibar (mengambil pelajaran) atas
Suro (konversi bahasa Jawa, dalam bahasa Arab disebut As-
perjuangan para wali atau ulama dalam menyebarkan Islam.
syura), untuk Muharram; (2) Sapar untuk Shafar; (3) Maulud
Kedua, pembacaan shalawat kepada nabi adalah bentuk
(dikonversi dari bahasa arab maulid, perayaan kelahiran Nabi
tawasul paling murni dari Islam Nusantara. Pembacaan ini telah
Muhammad saw), untuk Rabi’ Al-awwal; (4) Bakdo Maulud
dimodifikasi sedemikian rupa sehingga lahir berbagai macam
(dikonversi ba’d al-maulid, ‘setelah Maulid’), untuk Rabi’ A-
sholawat, seperti pembacaan Maulid Nabi, diba’, barzanji,
Tsani; (5) Jumadilawal, untuk Jumada Al-Ula; (6)
shalawat munjiyat, manaqib dan lain-lain. Syeh Burhanddin
Jumadilakhir, untuk Jumada Al-Tsaniyah; (7) Rejeb, untuk
Ulakan di Minangkabau (murid Syekh Nuruddin Ar-Raniri)
Rajab; (8) Ruwah (dikonversi dar bahasa Arab arwah, ‘ruh-ruh’
menciptakan Sholawat Dulang untuk sarana dakwah. Demikian
kerena kepercayaan rakyat bahwa pada bulan kedelapan ini, ruh
juga Kiai Manshur Shiddiq di Jawa Timur untuk menghadapi
orang yang sudah mati akan dibangkitkan kembali dari makam
kelompok ateis menciptakan Shalawat Badar. Pembacaan
mereka untuk menyambut kedatangan Ramadhan), untuk
shalawat ini dilakukan di Surau atau Langgar setiap malam
Sya’ban; (9) Poso (kata Jawa, yang artinya ‘puasa’), untuk
Jum’at atau perayaan lahirnya Nabi Muhamamad saw. Bentuk
Ramadhan; (10) Sawal, untuk Syawwal; (11) Selo (kata Jawa
pembacaan itu adakalanya hanya dalam bentuk lisan, tetapi ada
yang artinya ‘di antara’, yakni antara dua hari besar Islam ‘Id
yang diiringi dengan beraneka ragam alat musik terutama
al-Fithr pada bulan Syawwal dan ‘Id Al-Adha pada bulan
rebana.
Dzulhijjah), untuk Dzulqa’dah; dan (12) Besar (kata Jawa yang
Ketiga, tradisi pembacaan tahlil dan pembacaan al-Qur’an
artinya ‘besar’, yakni bulan berlangsunganya perayaan hari
saat ada orang meninggal dunia. Selain dijadikan sarana
besar ‘Id al-Adha), untuk Dzulhijjah. Kalender Jawa untuk
mendoakan orang Muslim yang meninggal, tradisi ini juga
1993 Masehi adalah 1924 (bukan 1413 H). Pentingnya kalender
menjadi sarana pelipur lara bagi keluarga yang ditinggalkan,
Islam Jawa ini tidak perlu dibesar-besarkan lagi. Presiden
menggantikan kebiasaan zaman pra Islam yang mengisi acara
Soeharto sendiri beranggapan bahwa perayaan hari ulang tahun
kematian dengan judi dan pesta minuman keras. Tradisi
dalam kalender Islam Jawa lebih penting dan secara spiritual
meratapi si mayit oleh para Wali (penyebar Islam di Nusantara)
lebih bermakna dibanding peristiwa sejenis menurut kalender
diganti dengan talqin, sementara kebiasaan judi diganti dengan
Barat. Itulah sebabnya mengapa ia merayakan harinya yang
pembacaan zikir dan tahlil.
istimewa (tumbuk besar), yakni ketika ia mencapai usia yang
Keempat, para Wali melakukan kreasi dalam berdakwah
keenam puluh, menurut perhitungan kalender Islam Jawa, pada
dengan menggunakan berbagai sarana misalnya seni wayang
1 Sawal 1915, yang jatuhnya bertepatan dengan 13 Juli 1983
atau pemanfaatan alat tradisional seperti beduk dan kentongan
(Abdullah, 1998:94).
untuk keperluan ibadah umat Islam. Kedua sarana yang selama
Kreasi budaya yang dipromosikan Walisongo selalu
ini digunakan sebagai pemberitahua n dan tanda akan
mengapresiasi budaya setempat. Hal itu semua dilakukan oleh
Gooroe Ex Creaturae | II
Walisongo untuk menghormati budaya setempat tanpa atau universal, teologi, dan ritual Ibadah yang sifatnya pasti.
menghilangkan keharusan untuk menginter nalisasikan ajaran Sementara budaya Islam yang bersifat fisik-dalam pengertian
Islam. Bahkan, penghargaan terhadap tradisi juga masih ada sosiologis-seperti cara berpakaian, berjilbab, dan nada
yang berkembang hingga sekarang. Sebagai contoh, larangan membaca al-Quran (langgam) dianggap sebagai budaya Arab
Sunan Kudus bagi masyarakat muslim Kudus untuk memakan yang tidak perlu dibawa ke Nusantara. Konsep inilah yang
daging sapi, menurut Abdurrahman Mas’ud, masih dijaga ditonjolkan Islam Nusantara sebagaimana dijelaskan Moqsith
hingga sekarang meskipun mereka mengetahuinya sebagai (sebagai metodologi) dengan ungkapan ‘melabuhkan’. “Islam
halal. Hal itu dilakukan sebagai bentuk dari toleransi budaya Nusantara datang bukan untuk mengubah doktrin Islam. Ia
yang menyatu dalam diri mereka (Suparjo, 2008:1). hanya ingin mencari cara bagaimana melabuhkan Islam dalam
Perlu dipahami bahwa akulturasi bukanlah integrasi budaya konteks budaya masyarakat yang beragam. Islam nusantara
atau sinkretisme, meskipun dalam batas tertentu hal itu bukan sebuah upaya sinkretisme yang memadukan Islam
mungkin pula terjadi. Jika dilihat, proses akulturasi yang dengan agama Jawa, melainkan kesadaran budaya dalam
dilakukan oleh Walisongo bukanlah bentuk integrasi ataupun berdakwah sebagaimana yang telah dilakukan oleh pendahulu
sinkretisme budaya. Walisongo tidak mengintegrasikan antara kita walisongo.” Kedua, pada tataran ini Islam dan budaya
kebudayaan Islam dengan kebudayaan lokal, tetapi mereka Indonesia dalam posisi seimbang. Islam merasa sejajar dengan
mengambil instrumen kebudayaan lokal untuk diisi dengan budaya lokal bisa dimaknai tiga pengertian. (1) Islam memiliki
nilai-nilai keislaman. Mereka tidak pula melakukan sinkretisme budaya fisik-sosiologis yang memilki karakteristik kearaban
karena nilai-nilai teologi keislaman tidak dipadukan atau bisa digabung dengan budaya lokal, sehingga memunculkan
dicampuradukkan dengan nila-nilai teologi lokal. Hal itu sekali budaya baru. Misalnya, lembaga pendidikan pesantren dan
lagi dilihat sebagai bentuk akulturasi budaya yang dialektis dan tulisan pegon (gabungan dari budaya tulisan Arab dengan
dinamis. Maksudnya, Walisongo membangun dan bahasa Nusantara). Mahrus mengungkapan adaptasi.
mengembangkan budaya Islam dengan basis kebudayaan lokal Selanjutnya, (2) Islam dan budaya lokal seimbang dalam
(Suparjo, 2008:1). wilayah nilai-nilai universal. Sebagimana dijelasakan Ishom
Dalam bukunya Raymond F. Paloutzian menegaskan Syauqi, bahwa Islam Nusantara hendak mewujudkan budaya
“Intrinsics tend to disagree with statements that suggest a dan peradaban baru dunia yang berbasis pada nilai-nilai luhur
utilitarian motive for adhering to the faith. The intrinsic would dan universal keislaman dan kenusantaraan. Di sini, nilai Islam
also object to the self-serving theme running through the dan kenusantaraan sejajar, sehingga keduanya menghasilkan
statement. It implies that one is religious strictly so that one can peradaban baru. (3) Islam merasa sejajar dalam wilayah
get something out of it, in this case, comfort.” Dapat kita lihat teologis (sistem kepercayaan) dan peribadatan dengan budaya
bahwa ketika seorang menjalankan agamanya secara intrinsik lokal, tetapi di antara keduanya tidak ada saling sapa melainkan
maka agama akan memotivasi dirinya untuk beramal soleh. saling menghormati atau toleransi. Ini dibuktikan dengan
Bukan hanya itu saja, seluruh sendi-sendi kehidupannya adanya UUD dan Pancasila yang dijadikan sebagai dasar negara
berjalan sesuai dengan ajaran yang diyakininya, sehingga Indonesia. Argumentasi yang cukup komprehensif
syariat yang ada dalam ajaran Islam dapat terintegrasi dalam diungkapkan oleh Musthofa Bisri dengan ungkapan toleransi:
kepribadiannya. Dari sini dapat dilihat proses interaksi antara “Islam Nusantara yang telah memiliki wajah yang mencolok,
manusia dengan Tuhannya berjalan sebagaimana mestinya, sekaligus meneguhkan nilai-nilai harmoni sosial dan toleransi
yang biasa kita kenal dengan istilah ‘hablumminallah’. Selain dalam kehidupan masyarakatnya, Negara Kesatuan Republik
hubungan manusia dengan Tuhannya, seperti yang dijelaskan Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar
pada paragraf sebelumnya, ada hubungan manusia dengan 1945 serta bersendikan Bhinneka Tunggal Ika, secara nyata
lingkungan sosialnya, yang biasa kita sebut hablumminannas, merupakan konsep yang mencerminkan pemahaman Islam ahl
Raymond F. Paloutzian menyebutnya dengan istilah utilitarian as-sunnah wa aljama’ah yang berintikan rahmat. Ketiga,
yaitu seseorang akan merasa puas atau merasa senang ketika ia budaya lokal memengaruhi Islam. Budaya Indonesia sebagai
dapat membantu sesamanya, ia merasakan hidupnya lebih ‘tuan rumah’ aktif dalam menjaga, memberi tempat, dan
hidup ketika orang tersebut dapat bermanfaat bagi sesamanya. membina Islam agar tidak berbenturan. Ini menunjukkan bahwa
Dalam persfektif agama Islam beragama semacam ini di ketika masuk dalam budaya lokal, Islam diletakkan dalam
identikan dengan sikap amal sholeh. Orang yang beramal posisi tertentu sehingga tidak memengaruhi unsur-unsur
sholeh mampu menginternalisai nilai-nilai agama kedalam budaya Nusantara. Ibarat rumah, Islam hanya diperbolehkan
ranah kesadaran spritual dan sosial masuk ke kamar tertentu tetapi dilarang masuk kamar lain.
Dalam jurnal yang disamapaikan Khabibi Muhammad Luthfi
H. Penggunaan Instrumen Kebudayaan untuk Dakwah
ada 3 ungkapan yang menunjukkan budaya lokal memengaruhi
Kultural dan Penciptaan Islam Nusantara
Islam, sehingga berpenngaruh terhadap cara berislamnya
masyarakat Indonesia, Jawa khususnya. Pertama, Islam adalah Budaya masyarakat yang bersifat dinamis yang selalu
agama yang datang ke nu santara dengan tujuan mengislamkan bergerak dan berubah melalui proses internalisasi yang
masyarakatnya. Islam hadir untuk me mengaruhinya. Ini dapat berlangsung sepanjang hidup individu. Manusia yang memiliki
dilihat dari ungkapan yang menjelaskan Islam Nusantara bakat yang telah terkandung dalam gennya untuk
sebagai konsep bahwa Islam dengan nilainilainya itu yang mengembangkan berbagai macam perasaan dan emosinya,
mempengaruhi. Mirip dengan kaidah dalam kitab fikih, fath al- tetapi wujud dan pengaktifannya sangat dipengaruhi oleh
Mu’in; yang mendatangi itu lebih diunggulkan daripada yang berbagai stimulasi yang terdapat dalam lingkungan sosial
didatangi. Dalam hubungan ini, budaya yang dibawa Islam budayanya. Menurut Guenon bahwa ini merupakan
untuk memengaruhi Nusantara adalah sistem nilai subtantif keseluruhan representasi dari karakteristik tradisional yang di
Gooroe Ex Creaturae | II
dalamnya tradisi memiliki ekspresi nilai klasik dan nilai yang kuat, demikian halnya dengan generasi muda muslim
eksoterik.(Rene Guenon, East and West, Terjemahan Martin sebagai mayoritas muslim nominal, umumnya tidak banyak
Lings (London: Luzac and Co, Ltd, 1995), hlm. 214). Sehingga mengalami benturan nilai-nilai sebagai hasil interaksi intensif
dapat memahami suatu kebudayaan dan mengamati jalannya dalam hubungannya dengan masyarakat. Di masa depan,
proses sosialisasi yang lazim dialami oleh setiap individu dalam dibutuhkan peran dari generasi muda Indonesia agar
suatu kebudayaan. Oleh karena itu, kesenian kebudayaan kebudayaan sebagai warisan nenek moyang turun-temurun
memiliki esensi tersendiri bagi komunitas masyarakat yang tetap terwujud dalam aktivitas sehari-hari walaupun berbagai
ditradisikan dari generasi ke generasi agar komunitas tersebut tantangan dakwah apalagi dengan dinamika kehidupan modern.
bisa memahami nilai-nilai Islam dan meneladani sifat
I. Strategi Dakwah Melalui Kesenian Kebudayaan
Rasulullah dalam kehidupannya sehingga menjadi insan yang
bertawakal kepada Allah. Dakwah sekarang bukan hanya dipahami sebagai proses
Dakwah melalui pendekatan kultural merupakan manifestasi penyampaian misi Islam melalui ceramah, khutbah yang
dan perwujudan dari segala aktivitas manusia sebagai upaya biasanya dilakukan oleh para da’i, akan tetapi dakwah bisa pula
untuk memudahkan dan memenuhi kebutuhan manusia di dilakukan dengan berbagai aktivitas keislaman yang dapat
berbagai aspek kehidupan. Dakwah adalah sebuah proses untuk memberikan motivasi kepada masyarakat sehingga
menuju pada jalan Islam yang tercermin pada perilaku insan pengaktualisasian nilai-nilai Islam terealisasikan dalam
yang sejalan dengan fitrah yang lurus dan dianggap baik oleh kehidupan individu maupun sosial. Pendekatan kultural melalui
akal yang jernih serta menjadi sandaran hati bagi jiwa yang kesenian kebudayaan yang digunakan sebagai media dalam
suci. Menurut Hamka, ajaran Islam yang didakwahkan adalah mengemban dakwah, dapat diimplementasikan dalam dakwah
Islam sebagai pedoman hidup secara holistik. Islam sebagai agar pentransformasian ajaran Islam dapat diberdayakan untuk
pedoman hidup yang perlu dihayati dan diamalkan oleh pengembangan kualitas kehidupan muslim dalam aspek
manusia sehingga mencapai kehidupan bahagia dunia dan identitas kultural. (Allan Hoben dan Robert Hefner, ”The
akhirat. Islam yang disampaikan bukan hanya sebatas Integrative Revolution Revisited”, dalam World Development,
berhubungan dengan Allah saja tetapi juga berhubungan Volume 19, Nomor 1, hlm. 17—30). Oleh karena itu, dalam
dengan individual, sosial maupun dengan alam sekitar. Oleh perspektif dakwah Islam, budaya atau kebudayaan adalah
karena itu, adanya kebudayaan sebagai jembatan dakwah bisa aktualisasi dari sikap tunduk (ibadah atau peribadatan) manusia
memberikan sebuah nuansa spiritualitas yang sangat kepada Allah. Salah satu analog yang menunjukkan simbol dan
dibutuhkan dalam dakwah agar nilai-nilai Islam dapat nilai budaya sebagai sikap tunduk pada Allah.
diinternalisasi dalam diri setiap individu. Ketika agama masuk pada suatu masyarakat lain di luar
Selain itu, budaya lokal dijadikan media untuk masyarakat pembentukannya, agama itu akan mengalami
menyampaikan ajaran Islam itu sendiri. Bukan hanya ajaran proses penyesuaian dengan kebudayaan yang telah ada. Ada
Islam tekstual yang perlu mendapat perhatian, diperlukan juga kompromi nilai atau simbol antargama yang masuk dengan
perhatian kepada pendekatan penghayatan ajarannya, yaitu kebudayaan asal yang menghasilkan format baru yang berbeda
pendekatan integrasi. Dalam hal ini, mengintregasikan antara dengan agama atau budaya asal. Proses adaptasi ini terjadi
tauhid ke dalam ibadah dan muamalah. Amalan ibadah begitu saja dalam setiap proses pemaknaan ditengah
mengandung aspek muamalah dilakukan juga dalam rangka masyarakat yang telah memiliki struktur kebudayaan. Dengan
beribadah. Integrasi muamalah dan ibadah juga berarti pendekatan kultural, agama yang dipandang sebagai bagian dari
penyatuan amal individual yang berhubungan dengan Allah dan kebudayaan, baik wujud ide, gagasan yang dianggap sebagai
berhubungan antarsesama manusia. Pemahaman ajaran Islam sistem norma dan nilai yang dimiliki oleh setiap individu.
yang hendaknya ditingkatkan terus menjadi pemahaman hakiki, (Dadang Kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: Remaja
mendalam, mendasar dan universal atau filosofi dengan tujuan Rosdakarya, 2006), hlm. 25). Hal itu semuanya ditujukan untuk
untuk mencapai esensi yang tertinggi. (Azyumardi Azra, membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
Historiografi Islam Kontemporer (Jakarta: Gramedia, 2002), bermasyarakat.
hlm. 202) Kebudayaan yang diamalkan oleh masyarakat Islam adalah
Proses pembentukan dan pewarisan nilai adalah proses lanjutan daripada pengamalan agama Islam. Tidak mungkin
internalisasi nilai yang akhirnya akan menjadikan nilai itu orang mengamalkan kebudayaan Islam tanpa mengamalkan
dimiliki dan menjadi bagian utama dari kehidupan individu agama Islam, karena asa kebudayaan itu agamalah yang
maupun sosial, yang mana nilai agama harus dihayati oleh menggariskan. Tanpa menaati agama, kebudayaan Islam tidak
individu maupun sosial melalui suatu proses pertumbuhan mungkin ditegakkan. Dalam kondisi ini, dapat dilihat agama
dalam dirinya yang akan efektif apabila dapat dimanfaatkan memberikan spirit pada kebudayaan, sedangkan kebudayaan
dalam hidupnya. Generasi muda yang memiliki latar belakang memberi kekayaan terhadap agama.( M. Nazori Majid, Agama
kehidupan beragama secara sosial yang kuat, yang dibesarkan dan Budaya Lokal (Revitalisasi Adat dan Budaya Lokal di Bumi
dalam suasana keagamaan yang holistik yang tercermin juga Langkah Serentak Limbai Seayun (Jakarta: Gaung Persada
dalam kegiatan sosial mereka, seperti pengajian, kesenian Press, 2009), hlm. 131). Sehingga agama Islam dan kebudayaan
keagamaan dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Hal ini merupakan dua komponen yang meliputi keselamatan dan
akan berbeda pada generasi muda yang memiliki latar belakang kesenangan, agama untuk kesenangan dan keselamatan di
kehidupan beragama yang bersifat peripheral, baik mereka akhirat yang telah dimulai di dunia. Kebudaayan untuk
sebagai minoritas yang berada ditengahtengah mayoritas non keselamatan dan kesenangan di dunia yang nilai berlanjut di
Islam atau sebagai mayoritas muslim nominal. Bagi generasi akhirat.
muda yang memiliki latar belakang kehidupan beragama sosial
Gooroe Ex Creaturae | II
Abdullah, taufik dkk. 1998. Jalan Baru Islam Memetakan Guenon, Rene. East and West. 1995.Terjemahan Martin Lings.
Paradigma Mutakhir Islam Indonesia. Bandung: London: Luzac and Co, Ltd.
Mizan Hasan, Muhammad Tholhah. 2005. Islam dan Masalah Sumber
Abdullah, Taufik. Sejarah Umat Islam Indonesia. Jakarta: Daya Manusia. Cet. II. Jakarta: Lantabora Press.
Majelis Ulama Indonesia, 1991. Hasbullah, Moeflich. 2012. Sejarah Sosial Intelektual Islam di
Abdul, Karim. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Indonesia. Bandung: CV Pustaka Setia.
Yogyakarta: Pustaka Book Pubhlisher. Hasbullah. 2012 Sejarah Pendidikan Islam Indonesia Lintas
Abdullah, Amin. 1996. Studi Agama: Normativitas atau Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta:
Historisitas? Yogyakarta: Pustaka Pelajar. PT Raja Grafindo Persada, 2001. Indonesia dalam
Abdurrahman, Moeslim. 2003. Islam sebagai Kritik Sosial. Arus Sejarah Jilid 3. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Jakarta: Erlangga Hoeve.
AG, Muhaimin. 2001 Islam dalam Bingkai Budaya Lokal Hermanto, Idan. 2010. Pintar Antropologi. Jogjakarta: Tunas
Potret dari Cirebon. Jakarta: Logos. Publishing.
Agus, Bustanuddin. 2007. Islam dan Pembangunan. Jakarta: Hidayat, Komaruddin dan Wahyuni Nafis. 1994. Agama Masa
RajaGrafindo Persada. Depan Menurut Filsafat Perennial. Jakarta:
Ali, Mukti dkk. 2004. Metodologi Penelitian Agama suatu Paramadina.
Pengantar. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya Hoben, Allan dan Robert Hefner. ”The Integrative Revolution
Al-Baghdady, Abdurrahman. 2008. Engkaulah Rasul Panutan Revisited”. Dalam World Development. Volume 19,
Kami, Jakarta: Insan Press. Nomor 1, hlm. 17-30.
Alwasilah, A. Chaedar. 2011. Pokoknya Kualitatif. Cetakan Imam Subqi, “Pola Komunikasi Keagamaan dalam Membentuk
Keenam. Jakarta: Pustaka Jaya. Imarah, Muhammad. Islam dan Pluralitas Perbedaan dan
Al-Qayyim, Ibn. 1980. I’lam al-Muwaqqi’in. Vol. III Kairo: Kemajemukan dalam Bingkai Persatuan. Jakarta:
Maktabah al-Kulliyat al-Azhariyah. Gema Insani Press
Aripudin, Acep. 2012. Dakwah Antarbudaya. Bandung: PT Kahmad, Dadang. 2006. Sosiologi Agama. Bandung: Remaja
Remaja Rosdakarya. Rosdakarya.
AS, Enjang dan Aliyudin. 2009. Dasar-dasar Ilmu Dakwah. Karim, Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam.
Bandung: Widya Padjadjaran. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Azra, Azyumardi. 2002. Historiografi Islam Kontemporer. Kasdi, Abdurrahman. 2000. Fundamentalisme Islam Timur
Jakarta: Gramedia. Tengah: Akar Teologi. Kritik Wacana dan Politisasi
Azra, Azyumardi. 1995. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Agama”. Jurnal Tashwirul Afkar. Lakpesdan NU
Kepulauan Nusan tara Abad XVII dan XVIII. Jakarta. No. 3.
Bandung: Mizan Kepribadian Anak”, INJECT (Interdisciplinary Journal of
Bachtiar, Harsya W. “Pengamatan Sebagai Suatu Metode Communication), Vol 1 No 2 Desember 2016.
Penelitian”, dalam Koenjaraningrat (penyunting). Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi II Pokok –
Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Pokok Etnografi. Jakarta: Rineka Cipta. Jakarta.
Gramedia, 1986. Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan
Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Shahih al IX. Jakarta: Rineka Cipta.
Bukhari, Juz 1, bab Iman, hadis no. 7. CD ROM, al- Kroef, Justus M. van der. 1951. “The Term Indonesia: Its
Maktabah al-Syamilah, Kutub Mutun, Vol. I Global Origin and Usage”. Journal of the American Oriental
Islamic Software. Society Vol. 71, no. 3.
Bungin, Burhan. 2006. Metodologi penelitian kuantitatif. Kroeber, A. L. dan C. Kluckhohn. 1952. Culture, a Critical
Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. review of Concepts and Definition. Cambridge:
Charmaz, K. 1983. “The Grounded Theory: An Explication Peabody Museum of American Archeology.
and Interpretation”. Dalam R. Emerson Lemhanas. Wawasan Nusantara. 1995. Jakarta: Penerbit
(penyunting). Contemporary Field Research. Ismujati. de Beaugrande, R.A. & Dressler. 1986.
Boston: Little, Brown. W.U.. Introduction to Text Linguistics. Harlow-
Coward, Harold. 1994. Pluralisme: Tantangan bagi Agama- Essex: Longman Group Limited.
Agama. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Luthfi, Khabibi Muhammad. 2016. “Islam Nusantara: Relasi
Dahrendorf, Ralf. 1959. Class and Conflict in Industrial Islam dan Budaya Lokal.” SHAHIH: Journal of
Society. Stanford: Stanford University Press. Islamicate Multidisciplinary 1, no. 1
Daulay, Hamdan. 2001. Dakwah di Tengah Persoalan Budaya Ma’arif, Syafi’i. 1987. Islam Kekuatan Doktrin dan Keagamaan
dan Politik. Yogyakarta: LESTI. Ummat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Efendi, Bahtiar. 2001. Masyarakat Agama dan Pluralisme Majid, M. Nazori. 2009. Agama dan Budaya Lokal
Keagamaan: Perbincangan Mengenai Islam, (Revitalisasi Adat dan Budaya Lokal di Bumi
Masyarakat Madani dan Etos Kewirausahaan. Langkah Serentak Limbai Seayun). Jakarta: Gaung
Jogjakarta:Galang Press. Persada Press.
Foley, William A. 2001. Anthropological Linguistics: an Moleong, Lexy. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
Introduction. Oxford: Blackwell. PT. Remaja Rosdakarya.
Geertz, Clifford. 1960 Religion of Java. Chicago: Chicago Muhadjir, Noeng. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif.
University Press. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Gooroe Ex Creaturae | II