OLEH :
WENIE
NIM : 2017.C.09a.0913
OLEH :
WENIE
NIM : 2017.C.09a.0913
PEMBIMBING PRAKTIK
PEMBIMBING PRAKTIK
Mengetahui
Ketua Program Studi Ners
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................4
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit................................................................................5
2.1.1 Definisi...........................................................................................7
2.1.2 Anatomi Fisiologi...........................................................................8
2.1.3 Etiologi...........................................................................................13
2.1.4 Klasifikasi.......................................................................................15
2.1.5 Patofisiologi (WOC)......................................................................19
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)...........................................20
2.1.7 Komplikasi.....................................................................................24
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang..................................................................26
2.1.9 Penatalaksanaan Medis..................................................................28
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan.....................................................30
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian Keperawatan...................................................................32
3.2 Diagnosa Keperawatan......................................................................32
3.3 Intervensi Keperawatan.....................................................................37
3.4 Implementasi Keperawatan...............................................................40
3.5 Evaluasi Keperawatan.......................................................................42
Daftar Pustaka
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas Kasih dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Nefrolitiasis Di
Ruang Perioperatif (IBS) RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.
Penulisan Laporan pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, baik materi, moral maupun spritual.
Bersama ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Maria Adelheid, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap Palangka
Raya yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan memberi izin
untuk melaksanakan penelitian.
2. Meilita Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan di STIKes Eka Harap Palangka Raya yang telah memberikan
bantuan dalam proses pembelajaran..
3. Rimba Aprianti,S.Kep.,Ns , selaku Pembimbing Akademik yang telah
meluangkan waktunya membimbing penulisan dalam menyelesaikan Studi
Kasus ini dengan ikhlas dan sabar.
4. Merry Triana ,S.Kep.,Ns ,selaku Pembimbing Lahan yang telah banyak
memberikan saran dan bimbingannya dalam menyelesaikan laporan
pendahuluan ini.
5. Ika Paskaria, S.Kep.,Ns, selaku koordinator PPK 4, yang telah
memfasilitasi dan memberikan saran dalam menyelesaikan laporan
pendahuluan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan studi kasus ini masih jauh
dari sempurna. Maka dengan ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak.
Semoga laporan pendahuluan ini dapat berguna bagi pengembangan Ilmu
Keperawatan dan semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Berkat
dan KaruniaNya kepada kita semua.
Palangka Raya, Oktober 2021
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
kelainan saluran kandung kemih (Hanley JM, 2020). Batu yang terbentuk pada
ginjal atau saluran kandung kemih yang lainnya memiliki masa yang keras,
kemih dan lama kelamaan dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada saluran
kandung kemih, selain itu batu pada saluran kandung kemih dapat terjadi
perdarahan dan adanya rasa nyeri pada bagian pinggang. Batu ginjal sering
dijumpai di bagian kaliks atau pelvis ginjal dan bisa keluar dan akan terhenti dan
menyumbat pada daerah ureter dan kandung kemih. Batu ini terbentuk dari
pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat dan sistein (Chang, 2019).
Negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia, batu saluran kemih
seperti India, Thailand dan Indonesia lebih banyak dijumpai batu kandung kemih
(Sudoyo, 2017).
Sedangkan di seluruh dunia rata – rata terdapat 1-2% penduduk yang menderita
batu saluran kemih. Penyakit batu ginjal merupakan tiga penyakit terbanyak di
yaitu di daerah DI Yogyakarta (1,2%), diikuti Aceh (0,9%), Jawa Barat, Jawa
mungkin terjadi (Smeltzer & Bare, 2017). Batu yang sudah menimbulkan
masalah pada saluran kandung kemih yang secepatnya harus dikeluarkan agar
tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi yang melakukan tindakan
atau terapi pada batu saluran kandung kemih adalah jika batu telah menimbulkan
obstruksi dan infeksi. Batu dapat dikeluarkan dengan cara dipecahkan dengan
pengeluaran urin.
nosokomial yang biasa terjadi setelah pemasangan kateter adalah infeksi saluran
masalah yang sering ditemukan pada pasien yang terpasang kateter, terhitung 6-7
juta kunjungan klinik tiap tahun di rumah sakit di Amerika menjelaskan bahwa
infeksi saluran kandung kemih pada pasien di rawat inap menempati urutan
oleh bakteri escherica coli, klebsiela, proteus (Potter & Perry, 2016).
secara langsung kepada pasien batu ginjal dengan cara melakukan perawatan
kateter yang bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi pada saluran kandung
kemih. Uraian latar belakang dari data diatas membuat penulis tertarik untuk
menerapkan perawatan kateter urine pada Ny. A dengan Post Operasi Batu ginjal
untuk mencegah infeksi. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Nefrolitiasis.
Gambar II.1
Anatomi Ginjal
(Sumber: Smeltzer, 2019:1365)
Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa, bentuknya seperti kacang
polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga
5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar
125- 150 gram, kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal manusia
terdiri dari kurang lebih satu juta nefron, masing-masing mampu membentuk
urine. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma
ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan terjadi penurunan
jumlah nefron secara bertahap. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus.
Glomerulus terdiri dari sekumpulan kapiler glomerulus yang dilalui
sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah. Glomerulus tersusun dari suatu
jaringan kapiler glomerulus yang bercabang dan beranastomosis, yang
mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira 60 mmHg) bila dibandingkan
dengan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus dilapisi oleh sel- sel epitel, dan
keseluruhan glomerulus dibungkus dalam kapsula bowman. Sedangkan tubulus
merupakan tempat cairan hasil filtrasi diubah menjadi urin dalam perjalanannya
menuju pelvis ginjal. Meskipun setiap nefron mempunyai semua komponen
seperti yang digambarkan diatas, tetapi tetap terdapat beberapa perbedaan,
bergantung pada seberapa dalam letak nefron pada massa ginjal. Nefron yang
memiliki glomerulus dan terletak di korteks sisi luar disebut nefon kortikal;
nefron tersebut mempunyai ansa henle pendek yang hanya sedikit menembus ke
dalam medula. Kira-kira20-30% nefron mempunyai glomerulus yang terletak di
korteks renal sebelah dalam dekat medula, dan disebut nefron jukstamedular;
nefron ini mempunyai ansa henle yang panjang dan masuk sangat dalam ke
medula.
2.1.3 Klasifikasi
Pembentukan batu saluran kemih atau ureter dapat diklasifikasikan menjadi
sebagai berikut:
a. Batu kalsium
Paling sering terjadi (90%), dalam bentuk kalsium oksalat atau kalsium
fosfat. Mulai dari ukuran pasir sampai memenuhi pelvis renal (batu
stoghorn). Hiperkalsiuria dapat disebabkan oleh beberapa hal:
1. Kecepatan reabsorpsi tulang yang tinggi yang melepas kalsium,seperti
pada hiperparatiroid, immobilias, dan cushing disease.
2. Absorpsi kalsium di perut dalam jumlah besar, seperti: sarcoidosis atau
milk-alkali sindrom.
3. Gangguan absorpsi tubulus ginjal.
4. Abnormalitas struktur traktur urinarius, seperti: sponge kidney.
b. Batu oksalat
Paling sering terjadi di daerah yang makanan utamanya sereal, dan
jarang terjadi di daerah peternakan. Meningkatnya oksalat disebabkan
oleh:
1. Hiperabsorpsi oksalat pada inflamasi bowel disease dan intake
tinggimakanan berbahan kecap.
2. Post ileal resection atau post operasi bypass usus kecil.
3. Overdosis vitamin C atau asam askorbat.
4. Malabsorpsi lemak, yang menyebabkan calcium binding dan oksalat
dilepas untuk diabsorpsi.
c. Batu struvit
Disebut juga triple fosfat: carbonat, magnesium, dan ammonium
fosfat. Pada urin tinggi ammonia karena infeksi oleh bakteri yang
mengandung enzim urease, seperti proteus, pseudomonas, klebsiella,
stapilococcus,yang memecah urea menjadi 2 molekul ammonia, sehingga
pH urin menjadi alkali. Biasa membentuk batu staghorn, sering membuat
abses,dan sulit dieliminasi karena batu mengelilingi bakteri sehingga
terlindung dari antibiotic.
d. Batu asam urat
Disebabkan karena peningkatan ekskresi asam urat, kurang cairan,atau
pH urin rendah. Orang dengan gout primer/sekunder berisikomengalami
batu asam urat.
e. Batu sistin
Merupakan hasil dari gangguan metabolic asam amino congenital dari
gangguan autosom resesif, yang mengakibatkan terbentuknya Kristalcistin
di urin yang terutama terjadi pada anak-anak dan remaja, sedangkan pada
dewasa jarang terjadi.
f. Batu xantin
Bersifat herediter, akibat defisiensi xantin oksidase. Kristal dipicu pada
urin yang asam. (Mansjoer Arief, 2020)
2.1.4 Etiologi
Batu ginjal merupakan konsisi terdapatnya kristal kalsium dalam ginjal,
kristal tersebut dapat berupa kalsium oksalat, kalsium fosfat maupun kalsium
sitrat. Tidak ada penyebab yang bisa dibuktikan yang sering menjadi predisposisi
adalah infeksi saluran kemih hiperkasiuria, hiperpospaturia, hipervitaminosis D
dan hipertiroidism dan kebanyakan intake kalsium serta alkali cenderung timbul
presipitasi garam kalsium dalam urine.
a. Faktor intrinsik, meliputi:
1. Herediter
Diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
2. Umur
Paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.
b. Faktor ekstrinsik, meliputi:
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih
tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt
(sabuk batu)
2. Suhu
Nefrolitiasis lebih banyak ditemukan pada daerah bersuhu tinggi.
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu
saluran kemih.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).
6. Infeksi
Infeksi oleh bakteri yang memecah ureum dan membentuk
amonium akan mengubah pH urin menjadi alkali dan akan
mengendapkan garam-garam fosfat sehingga akan mempercepat
pembentukan batu yang telah ada.
Selain itu ada beberapa teori yang ,membahas tentang proses
pembentukan batu yaitu:
a. Teori inti (nucleus)
Batu terbentuk didalam urin karena adanya inti batu atau sabuk
batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat
jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya
membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing
saluran kemih.
b. Teori matriks
Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin,
globulin, dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya
kristal-kristal batu.
c. Teori inhibitor kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk
kristal yakni magnesium, sitrat,pirofosfat, mukoprotein, dan beberapa
peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini kurang akan
memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih ( Mansjoer
Arief , 2020)
2.1.5 Manifestasi klinis
Keluhan pada penderita nefrolitiasis yaitu :
1. Nyeri dan pegal di daerah pinggang
Lokasi nyeri tergantung dari dimana batu itu berada. Bila pada piala ginjal
rasa nyeri adalah akibat dari hidronefrosis yang rasanya lebih tumpul dan
sifatnya konstan. Terutama timbul pada costovertebral.
2. Hematuria
Darah dari ginjal berwarna coklat tua, dapat terjadi karena adanya trauma
yang disebabkan oleh adanya batu atau terjadi kolik.
3. Batu ginjal menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi
pelvis ginjal serta ureter proksimal yang menyebabkan kolik.
4. Sumbatan
Batu menutup aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi saluran
kemih: demam dan menggigil. (Nursalam, 2018)
5. Batu, terutama yang kecil (ureter), bisa tidak menimbulkan gejala
6. Batu di dalam kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian
bawah. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis
bisa menye menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalias (nyeri kolik
yang hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul,
biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar
ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah dalam. (Smeltzer,2014)
7. Gejala lainya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam,
menggigil dan darah dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering
berkemih, terutama ketika melewati ureter. Batu bisa menyebabkan
infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih menyumbat
aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang
terkumpul diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika
penyumbatan ini di dalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan,
sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air
kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan
penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada
akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal. (Mansjoer Arif, 2020 )
2.1.6 Patofisiologi
Batu saluran kemih biasanya timbul akibat terjadinya kerusakan pada sistem
keseimbangan cairan yang baik. Ginjal harus mengolah air, namun ginjal juga
harus mengekskresikan materi yang derajat kelarutannya rendah. Dua persyarafan
yang berlawanan ini harus diseimbangkan selama adaptasi terhadap diet, iklim
dan aktivitas. Hingga derajat tertentu, masalah ini diringankan oleh kenyataan
bahwa urin mengandung substansi yang menghambat proses klristalisasi kalsium
dan garam lainnya yang dapat mengikat kalsium menjadi senyawa kompleks yang
larut, mekanisme protektif ini kurang begitu sempurna.
Hiperkalsiuria seringkali menyebabkan pembentukan batu kalsium oksalat
yang mengendap dalam ginjal dan berubah menjadi batu dalam sekian waktu.
Hiperurikosuria dengan atau tanpa hiperurikemia merupakan faktor yang paling
mendasar pembentukan batu ginjal. Infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh
organisme pemecah-urin menyebabkan alkalinisasi urin dan produksi ammonia
yang berlebih, yang dapat mengakibatkan presipitasi magnesium ammonium
fosfat (struvit) dan kalsium fosfat. Benda-benda ini bekerja sebagai benda asing,
menyebabkan obstruksi dan infeksi secara terusmenerus. Saat urin menjadi
“super” jenuh dengan materi yang tidak dapat larut, karena laju ekskresinya
berlebihan dan atau karena konservasi air begitu ekstrim, maka kristal mulai
terbentuk dan dapat membesar serta mengelompok untuk membentuk sebuah
batu.
Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar
biasa. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar
menyebabkan perubahan eliminasi urin dan biasanya urin yang dikeluarkan
mengandung darah (hematuria) akibat aksi abrasif batu. Umumnya batu diameter
< 0,51 cm keluar spontan. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan
di seluruh area kostovertebral dan muncul mual dan muntah, maka pasien sedang
mengalami kolik renal yang dapat mengakibatkan kekurangan volume cairan.
Untuk itu dilakukan pembedahan. Pasien post operasi yang masih
terpengaruh anestesi mengalami penurunan kesadaran dan mengalami kelemahan
fisik yang mengakibatkan terjadinya hambatan mobilitas fisik. Pada daerah insisi
dimana terjadi terputusnya kontinuitas jaringan yang merupakan tempat masuknya
organisme sehingga pasien beresiko tinggi mengalami infeksi, selain itu pada
daerah insisi mengenai sel-sel syaraf sehingga sensasi syaraf nyeri meningkat,
pasien mengalami gangguan rasa nyaman nyeri. Nyeri bertambah bila untuk
bergerak hal ini menyebabkan pasien mengalami defisit perawatan diri. Pada
proses penyembuhan daerah yang diinsisi, tubuh mengalami peningkatan
metabolisme sehingga mengalami nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Pada proses penyembuhan diperlukan nutrisi dan diit yang dapat
mempercepat proses penyembuhan luka, maka dilakukan pendidikan kesehatan
dimana pasien kurang informasi menyebabkan kurang pengetahuan pada pasien.
( Corwin, 2019 )
WOC
Pembentukan batu
2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada batu ginjal, yaitu:
2.1.9.1 Penatalaksanaan medis
a) Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu
yang dapat dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut
solutin G. Terapi simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain
itu dapat diberikan minum yang lebih/banyak sekitar 2000 cc/hari dan
pemberian diuretik bendofluezida 5 – 10 mg/hr.
b) Terapi mekanik (Litotripsi)
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi
perkutan untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di
ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang
paling sering dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock
Wave Lithotripsy) adalah tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh
dengan menggunakan gelombang kejut.
c) Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat
gelombang kejut). Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan
mode utama. Namun demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2%
pasien. Intervensi bedah diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon
terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk mengoreksi
setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase
urin. Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:
1) Pielolititomi : jika batu berada di piala ginjal
2) Nefrolithotomi/nefrektomi : jika batu terletak didalam ginjal
3) Ureterolitotomi : jika batu berada dalam ureter
4) Sistolitotomi : jika batu berada di kandung kemih
d) Obat diuretik thiazid ( misalnya trichlorometazid)akan mengurangi
pembentukan batu yang baru.
2.2 Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengurangi nyeri
a. Peredaan segera pada nyeri hebat karena kolik uterteral atau renal diatasi
dengan analgesik narkotik.
b. Pasien dilanjutkan untuk memilih posisi yang nyaman.
c. Mandi air panas atau air hangat diarea panggul dapat mengurangi nyeri.
d. Masukan cairan sepanjang hari mengurangi konsentrasi kristaloid urin,
mengencerkan urin dari dan menjamin keluaran urin yang besar.
(Sjamsuhidajat, 2019)
1.1.11 Indikasi
1. Sistokopi
Sistokopi dilakukan pada pasien untuk memeriksa penyebab dari BAK
yang tidak terkontrol, nyeri saat buang air kecil, atau adanya darah dalam
urine.
2. Ureteroskopi
Ureteroskopi dianjurkan bagi klien yang memiliki kondisi yang menyerang
saluran kemih, seperti batu ginjal, infeksi saluran kemih, terutama bila sering terjadi
hematuria.
3. Percutaneous nephrolithotomy atau nephrolithotripsy (PCNL)
PCNL dilakukan pada klien yang mengalami batu pada sistem
pelvikalises yang secara ukuran tidak sesuai untuk ESWL, gagal dengan
penatalaksanaan ESWL, batu yang disertai obstruksi uretero pelvic junction
dan batu pada divertikel kaliks
4. Bedah Terbuka
Bedah terbuka pada klien yang mengalami batu ginjal tidak berhasil
dibuang atau dikeluarkan dengan metode operasi batu ginjal lainnya, batu
ginjal menyumbat saluran ureter atau saluran yang membawa urine dari ginjal
menuju kandung kemih, batu ginjal menghambat aliran urine sehingga urine
tidak dapat dikeluarkan dengan lancer, terjadi perdarahan atau infeksi dan
nyeri berat akibat batu ginjal (kolik renal)
3. PCNL
Prosedur ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi (bius) umum yang
akan membuat pasien tidak sadarkan diri selama operasi.
Dokter akan membuat sayatan kecil pada punggung pasien.
Dokter akan memasukkan tabung melalui sayatan hingga ke ginjal.
Kamera bernama nephroscope akan dimasukkan ke dalam tabung untuk
melokalisir dan mengangkat batu ginjal.
Dokter juga akan memasukkan tabung khusus di akhir prosedur untuk
membantu mengeluarkan cairan dari ginjal (drainase) dan membantu
pemulihan ginjal.
Bila diperlukan, dokter akan mengirimkan batu ginjal yang sudah
diangkat ke laboratorium untuk diperiksa.
4. Bedah Terbuka
Prosedur operasi terbuka pada nefrektomi sederhana atau nefrektomi parsial
meliputi:
Pasien diminta berbaring ke salah satu sisi. Dokter akan membuat sayatan
sepanjang 30 cm pada kulit di bawah tulang iga pasien.
Jaringan otot, lemak, dan jaringan lainnya akan dipotong dan diangkat.
Dokter mungkin perlu mengangkat tulang iga pasien dalam prosedur ini.
Saluran kencing yang menghubungkan ginjal dengan kantung kemih
(ureter) dan pembuluh darah di sekitar ginjal akan dipotong dan dijauhkan
dari ginjal. Setelah itu, ginjal akan diangkat. Pada nefrektomi sederhana,
seluruh bagian ginjal diangkat. Sementara pada nefrektomi parsial hanya
sebagian ginjal yang diangkat.
Sayatan akan ditutup dengan jahitan.
Prosedur operasi terbuka pada nefrektomi radikal meliputi:
Pasien diminta berbaring ke salah satu sisi. Dokter akan membuat sayatan
sepanjang 30 cm pada kulit di bawah tulang iga pasien.
Jaringan otot, lemak, dan jaringan lainnya akan dipotong dan diangkat.
Saluran kencing yang menghubungkan ginjal dengan kantung kemih
(ureter) dan pembuluh darah di sekitar ginjal akan dipotong dan dijauhkan
dari ginjal. Setelah itu, ginjal akan diangkat.
Dokter juga akan mengangkat jaringan lemak, kelenjar adrenal, dan
kelenjar getah bening pasien.
Sayatan akan ditutup dengan jahitan.
1.1.13 LITOTRIPSI
1.1.13.1 Definisi
Litotripsi adalah tindakan medis untuk menghancurkan batu ginjal, batu
kandung kemih, atau batu saluran kemih menggunakan gelombang kejut atau
laser. Melalui litotripsi, batu yang dihancurkan akan menjadi pecahan-pecahan
kecil. Pecahan ini kemudian dikeluarkan dari tubuh melalui urine.
Batu tersebut terbentuk karena adanya proses kristalisasi senyawa
mineral, dan biasanya berasal dari amonia, asam urat dan kalsium. Adanya
batu tersebut bisa mengganggu proses kerja organ, sehingga perlu segera
dikeluarkan atau dihancurkan. Prosedur penghancuran atau litotripsi ini
dilakukan oleh dokter spesialis bedah urologi.
1.1.13.2Jenis Litotripsi
1. Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL)
ESWL menggunakan gelombang kejut untuk menghancurkan batu.
2. Flexible ureteroscopy and laser lithotripsy (FUSRL)
FUSRL memakai laser untuk menghancurkan batu.
1.1.13.3 Indikasi
Terbentuknya batu di ginjal, kandung kemih, maupun saluran kemih
termasuk umum. Batu terkadang berukuran cukup kecil hingga dapat keluar
sendiri lewat urine.Namun batu yang berukuran lebih besar bisa menimbulkan
nyeri dan menyumbat jalur urine. Batu ini juga dapat merusak ginjal dan
saluran kemih bila terus dibiarkan.Jika obat-obatan tidak dapat mengatasi
keberadaan baru tersebut, litotripsi bisa dilakukan sebagai pilihan untuk
membuang batu dengan cepat dan efektif.
1.1.13.4 Prosedur
Beberapa persiapan di bawah ini perlu dilakukan sebelum menjalani litotripsi:
1. Kondisi tertentu
Informasikan pada dokter bedah atau perawat apabila pasien:
Sedang hamil atau memiliki kemungkinan hamil
Sedang mengonsumsi obat-obatan, suplemen, atau obat herbal tanpa resep dokter
2. Obat-obatan tertentu
Pada beberapa hari sebelum operasi, pasien harus menginformasikan pada dokter
mengenai jenis-jenis obat yang boleh dikonsumsi atau tidak. Pasien perlu
menghentikan konsumsi obat-obatan pengencer darah, seperti aspirin, ibuprofen,
clopidogrel, dan warfarin.
3. Persiapan lainnya
Pada hari dilakukannya operasi, pasien perlu:
1. Mengikuti arahan dokter terkait puasa selama enam jam sebelum prosedur
2. Mengonsumsi obat-obatan sesuai arahan dokter
3. Sampai di rumah sakit tepat waktu
Litotripsi bisa dilakukan di bawah pengaruh bius lokal atau bius total,
sehingga pasien tidak merasa nyeri selama operasi. Jenis obat bius yang
digunakan akan ditentukan oleh dokter spesialis anestesi berdasarkan kondisi
pasien.Setelah bius efektif, dokter akan melakukan salah satu prosedur di
bawah ini:
1. Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL)
Pada extracorporeal shock wave lithotripsy, prosedurnya meliputi:
Dokter dan teknisi medis akan memastikan lokasi batu ginjal menggunakan USG atau
X-ray. Lalu, alat penghasil gelombang kejut akan mengeluarkan gelombang energi
besar yang dapat menghancurkan batu ginjal. Proses ini umumnya memerlukan 2.000
hingga 3.000 gelombang agar batu hancur menjadi fragmen-fragmen kecil.
2. Flexible ureteroscopy and laser lithotripsy (FUSRL)
Pada FUSRL, prosedurnya meliputi:
Dokter akan memasukkan uteroskop lewat uretra (saluran kencing)
pasien. Alat berbentuk selang tipis ini dapat membantu dokter untuk melihat
kondisi saluran kemih, mencari lokasi batu ginjal, dan memasukkan serat fiber
penghasil laser guna menghancurkan batu.
Ketika batu ditemukan, serat fiber akan dimasukkan lewat uteroskop
dan menghasilkan laser yang akan menghancurkan batu.
Serpihan-serpihan kecil batu kemudian diambil dengan uteroskop.
Sementara butir-butir batu yang menjadi pasir akan keluar sendiri melalui
urine.
Alat khusus bernama stent dapat diletakkan dalam saluran kemih untuk
menjaga saluran ini tetap terbuka, menjaga aliran urine, dan membantu batu
keluar lewat urine. Stent akan dikeluarkan dalam beberapa hari atau beberapa
minggu kemudian.
Prosedur ESWL maupun FUSRL biasanya membutuhkan waktu selama satu jam.
Setelah efek obat bius hilang dan pasien sadar, kondisi pasien akan
dipantau selama setidaknya satu jam kemudian. Langkah ini bertujuan
memastikan pasien sudah stabil dan bisa pulang. Dokter juga akan
memberikan instruksi dan meresepkan obat pereda nyeri.Butuh waktu
beberapa minggu hingga serpihan batu benar-benar hilang dari tubuh pasien.
Pasien tidak perlu cemas jika menemukan sedikit darah dalam urine selama
beberapa hari pertama pascaprosedur.Pasien juga dapat merasakan nyeri di
punggung. Namun gejala ini bisa membaik dengan obat pereda nyeri.Sebagian
pasien dapat pula mengalami memar ringan pada lokasi pemberian gelombang
kejut di kulit.
a. Inspeksi
Pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuri, retensi
urine, dan sering miksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual
muntah.
b. Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi masa. Pada beberapa kasus
dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
c. Perkusi
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan
pada sudut kostovertebral dan didapatkan respon nyeri.
g. Pola Fungsional Kesehatan Gordon
Riwayat kesehatan yang perlu dikaji adalah :
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana pola hidup orang atau klien yang mempunyai penyakit batu ginjal
dalam menjaga kebersihan diri klien perawatan dan tata laksana hidup sehat.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Nafsu makan pada klien batu ginjal terjadi nafsu makan menurun karena
adanya luka pada ginjal.
3. Pola aktivitas dan latihan
Klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik gangguan karena
adanya luka pada ginjal.
4. Pola eliminasi
Bagaimana pola BAB dan BAK pada pasien batu ginjal biasanya BAK sedikit
karena adanya sumbatan atau bagu ginjal dalam perut, BAK normal.
5. Pola tidur dan istirahat
Klien batu ginjal biasanya tidur dan istirahat kurang atau terganggu karena
adanya penyakitnya.
6. Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana persepsi klien terdapat tindakan operasi yang akan dilakukan dan
bagaimana dilakukan operasi.
7. Pola sensori dan kognitif
Bagaimana pengetahuan klien tarhadap penyakit yang dideritanya selama di
rumah sakit.
8. Pola reproduksi sexual
Apakah klien dengan nefrolitiasis dalam hal tersebut masih dapat melakukan
dan selama sakit tidak ada gangguan yang berhubungan dengan produksi sexual.
9. Pola hubungan peran
Biasanya klien nefrolitiasis dalam hubungan orang sekitar tetap baik tidak ada
gangguan.
10. Pola penaggulangan stress
Klien dengan nefrolitiasis tetap berusaha dab selalu melakukan hal yang
positif jika stress muncul.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Klien tetap berusaha dan berdo’a supaya penyakit yang di derita ada obat dan
dapat sembuh.
Intra Op:
1. Resiko infeksi berhubungan dengan Luka insisi dan tidakan litotripsi (D.0142
Hal 304)
2. Resiko pendarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan (D.0012 Hal 42)
Post Op :
1. Nyeri akut berhubungan dengan Tindakan pembedahan. (D.007 Hal 172)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan. (D.0142 Hal 304)
1.2.3 Intervensi Keperawatan
PRE OP:
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan perawatan 1x7 jam Manajemen Nyeri Akut. SIKI ( Hal 201)
obstruksi urin diharapkan nyeri klien berkurang dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakterisitik,durasi, frekuensi,
1. Keluhan nyeri sedang (3) kualitas, dan intensitas nyeri.
2. Meringis cukup menurun (4) 2. Identifikasi skala Nyeri
3. Sikap Protektif Sedang (3) 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
4. Gelisah Menurun (5) 4. Identifikasi factor yan memperberat dan memperingan
5. Frekuensi Nadi cukup membaik (4) nyeri
6. Tekanan darah cukup membaik (4) Terapeutik
1. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (Misal. TENS, hypnosis, akupresur, terapi
music, terapi pijat, aromaterapi, kompres hangat/dingin)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian banalgetik, jika perlu
2 Gangguan eliminasi urin Setelah dilakukan perawatan selama 1x7 Pemantauan Respirasi. SIKI (I.01014 Hal 247)
berhubungan dengan jam diharapkan eliminasi urine klien Observasi
terhambatnya aliran urin membaik dengan kriteria hasil ; 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinesia
1. Distensi kandung kemih sedang (3) urine
2. Berkemih tidak tuntas menurun (5) 2. Monitor eliminasi urine
3. Volume residu urine cukup menurun Terapeutik
(4) 1. Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
4. Frekuensi BAK membaik (5) 2. Batasi asupan cairan, jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran perkemihan
2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
3. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu waktu
yang tepat untuk berkemih
3 Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan perawatan selama 1x7 Manajemen Hipervolemia. SIKI (I.09326 Hal 436)
kurang pengetahuan tentang jam diharapkan Ansietas berkurang Observasi
penyaki. dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi Penurunan tingkat energy, ketidakmampuan
1. Gelisah menurun (5) berkosentrasi, atau gejala lainnya yang mengganggu
2. Tampak rileks (4) kognitif
3. Tenang meningkat (5) 2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif
digunakan
3. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah,
dan suhu sebelum dan sesudah latihan
4. Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi.
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis relaksasi
yang tersedia
2. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
Kolaborasi
-
INTRA OP
2 Resiko pendarahan berhubungan Setelah dilakukan perawatan selama 1x7 Pencegahan Perdarahan. SIKI (I.02067 Hal 283)
dengan tindakan pembedahan jam diharapkan resiko pendarahan klien Observasi
menurun dengan kriteria hasil ; 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
1. Kemerahan (3) 2. Monitor tanda-tanda vital
2. Nyeri cukup menurun (4) 3. Monitor kougalasi
3. Bengkak Sedang (3) Terapeutik
4. Demam Menurun (5) 1. Batasi tindakan invansif, jika perlu
2. Hindari kasur pencegah dekubitus
Edukasi
-
POST OP
1.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yan menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan
mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan
(Nursalam, 2019 : 135).
Evaluasi dapat dibagi dua, yaitu evaluasi hasil atau formatif dilakukan
setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil sumatif dilakukan dengan
membandingkan respons klien pada tujuan khusus dan umum yang telah
ditentukan.
Problem-Intervention-Evaluation adalah suatu singkatan masalah,
intervensi dan evaluasi. Sistem pendokumentasian PIE adalah suatau pendekatan
orientasi-proses pada dokumentasi dengan penekanan pada proses keperawatan
dan diagnosa keperawatan (Nursalam, 2019 : 207)
Proses dokumentasi dimulai pengkajian waktu klien masuk diikuti
pelaksanaan pengkajian sistem tubuh setiap hari setiap pergantian jaga (8 jam),
data masalah hanya dipergunakan untuk asuhan keperawatan klien jangka waktu
yang lama dengan masalah yang kronis, intervensi yang dilaksanakan dan rutin
dicatat dalam “flowsheet”, catatan perkembangan digunakan untuk pencatatan
nomor intervensi keperawatan yang spesifik berhubungan dengan masalah,
intervensi langsung terhadap penyelesaian masalah ditandai dengan “I” (intervensi)
dan nomor masalah klien, keadaan klien sebagai pengaruh dari intervensi
diidentifikasikan dengan tanda “E” (Evaluasi) dan nomor masalah klien, setiap
masalah yang diidentifikasi dievaluasi minimal setiap 8 jam (2019 : 208).
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
A. Identitas Pasien
Pada pengkajian didapatkan data klien yaitu nama Tn. R, Umur 36 tahun,
Agama Islam, Jenis Kelamin Laki-laki, Status Menikah, Pendidikan SLTP,
Pekerjaan Pegawai Swasta, Suku Bangsa dayak. Tanggal Masuk 23 September
2021, Tanggal Pengkajian 2 Oktober 2021 Diagnosa Medis batu ginjal.
B. Riwayat Kesehatan/Perawatan
1. Keluhan Utama /Alasan di Operasi :
Pada tanggal 01 Oktober 2021, klien dibawa ke RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya dengan keluhan nyeri bagian bawah perut dengan BAK yang
hanya keluar sedikit-sedikit serta BAK yang bercampur darah. Atas instruksi dari
dokter. Kemudian klien alih ke ruang rawat inap dan dijadwalkan untuk operasi
litotripsi.
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Hubungan Keluarga
: Satu Rumah
C. PEMERIKASAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
2. Tanda-tanda Vital :
b. Nadi/HR : 98 x/mt
c. Pernapasan/RR : 20 x/tm
d. Tekanan Darah/BP : 140/60 mm Hg
Hasil: opak pada batu radioopak yaitu batu kalsium pada bagian sinistra
3.2. PENATALAKSANAAN MEDIS (Preoperatif, Pramedikasi, Post
Operatif )
1. Preoperatif
Pada saat sebelum melakukan operasi pasien diberikan terapi Nacl 0,9% 16
tpm, Injeksi Ceftriaxone 2x1,5 g dan menggunakan gown operasi. Sebelum
tindakan operasi pasien dianjurkan untuk berpuasa.
2. Pramedikasi
Pada premedikasi klien diberikan obat sedasi berupa lorazepam 1-2 mg po
1-2 jam sebelum operasi, midazolam 1-2 mg IV digunakan untuk
menggantikan diazepam sebagai obat preoperative.
3. Post Operatif
Setelah Tindakan litotripsi selesai, pasien dipindahkan ke ruang recovery,
untuk di observasi. Setelah keadaan umum membaik dan tanda-tanda vital
stabil serta efek sedasi sudah menghilang, pasien akan dijemput oleh
perawat dari ruangan untuk dipindahkan.
Terapi :
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN MASALAH
DAN DATA PENYEBAB
OBYEKTIF
Pre Operatif : Distress karena ketakutan Ansietas
DS : Klien mengatakan atas tindakan operasi yang
merasa cemas dan takut akan dilakukan
saat akan dilakukan
Tindakan operasi Adanya sesuatu yang
DO: mengancam diri
TTV : TD:140/60mmhg
N : 99x/menit
S : 36,6 0C Adanya perasaan takut
RR : 21x/menit.
tidak terima dalam suatu
- Klien tampak gelisah
lingkungan tertentu
- Klien tampak selalu
mengungkapkan rasa
Klien cemas dengan
takutnya.
keadaannya
- Skala Ansietas
(HARS) 37
- Klien tampak
gemetar dan
berkeringat
- Saat diajak berbicara,
pasien tampak diam
saja.
Intra Operatif : Luka tindakan operasi Resiko Pendarahan
DS : -
DO : - Klien terpasang Perdarahan pada bagian
infus Nacl 0,9%. 16 tpm punggung klien
- Klien terpasang
oksigen Peningkatan tekanan
- Klien terpasang vena
monitor
- Dilakukan tindakan Terjadinya pengeluaran
pemasangan Urogy darah
Ltotripsi Forceps
- Dilakukan Tindakan Resiko perdarahan
pembedahan
- HGB 8,9 g/dl
- TTV :
TD: 90/70mmhg
N: 99x/menit
S: 36,6 0C
RR : 19x/menit
- Darah yang
dikeluarkan 50 cc.
Nyeri Akut
Pembedahan
Pascaoperatif
Post Operatif
Efek anestesi
DS : Klien mengatakan
merasa nyeri pada bagian
Terputusnya kontinuitas
punggung dan daerah
jaringan kulit
genital yang telah
dilakukan tindakan
operasi. Nyeri seperti Nyeri akut
ditusuk-tusuk dan terasa
perih. Skala nyeri 7 ( nyeri
berat). Lama nyeri
berlangsung 5-10 menit
DO :
- klien tampak meringis
- Skala nyeri 7 (nyeri
berat)
TTV
- TD : 120/70mmhg
- N : 97x/menit
- S : 36,6 0C
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak
melindungi area genital
- Klien tampak
berbaring miring
- Klien tampak
mengeluh kesakitan
dan perih.
PRIORITAS MASALAH
2 Resiko pendarahan berhubungan Setelah dilakukan perawatan selama 1x7 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
dengan tindakan litotripsi jam diharapkan resiko pendarahan klien 2. Monitor tanda-tanda vital
menurun dengan kriteria hasil ; 3. Batasi tindakan invansif, jika perlu
1. Kemerahan (3) 4. Hindari kasur pencegah dekubitus
2. Nyeri cukup menurun (4)
3. Bengkak Sedang (3)
4. Demam Menurun (5)
3 POST OP: Setelah dilakukan perawatan 1x7 jam Manajemen Nyeri Akut. SIKI (I08238 Hal 201)
Nyeri akut berhubungan dengan diharapkan nyeri klien berkurang dengan Observasi
tindakan bedah kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakterisitik,durasi, frekuensi,
1. Keluhan nyeri sedang (3) kualitas, dan intensitas nyeri.
2. Meringis cukup menurun (4) 2. Identifikasi skala Nyeri
3. Sikap Protektif Sedang (3) 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
4. Gelisah Menurun (5) Terapeutik
5. Frekuensi Nadi cukup membaik (4) 1. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi
6. Tekanan darah cukup membaik (4) rasa nyeri (Misal. TENS, hypnosis, akupresur, terapi
music, terapi pijat, aromaterapi, kompres hangat/dingin)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. Ajarkan teknik farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
-
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Pre Operatif
P : Hentikan intervensi
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Intra Operatif
POST OP
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, edisi
1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
edisi 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
SATUAN ACARA PENYULUHAN
OLEH :
WENIE
NIM : 2017.C.09a.0913
Sasaran : Tn. R
Dilampirkan
1.6 STRATEGI INSTRUKSIONAL
Media : leaflet
Ceramah
Simulasi
Tanya jawab
1.10 EVALUASI
MATERI PENYULUHAN
TEKNIK RELAKSASI NYERI
A. Pengertian
Relaksasi adalah suatu cara untuk menenangkan fisik, pikiran dan jiwa
dari hiruk pikuk kehidupan sehari-hari. Teknik Relaksasi ini sebenarnya juga
bertujuan untuk mengaktifkan kekuatan energi dari otak kanan, yaitu bagian otak
yang mengurusi masalah emosi dan imajinasi manusia.
Langkah-langkahnya:
Langkah-langkah: