Anda di halaman 1dari 10

Struktur Teori Akuntansi

Teori akuntansi keuangan dibangun untuk mengembangkan akuntansi keuangan yang sesuai
dan bermanfaat bagi para pengguna laporan keuangan.

Struktur teori akuntansi adalah elemen-elemen yang saling terkait dan menjadi
pedoman bagi pengembangan teori dan perumusan standar atau teknik akuntansi. Elemen-
elemen tersebut adalah:

a. Rumusan tentang tujuan laporan keuangan.


b. Postulat akuntansi, yang dijabarkan dari rumusan tujuan laporan keuangan.
c. Konsep teoritis akuntansi, yang dijabarkan dari rumusan tujuan laporan keuangan.
d. Prinsip dasar akuntansi, yang dijabarkan dari postulat dan konsep teoritis akuntansi.
e. Standar atau teknik akuntansi, yang merupakan pedoman dalam penyusunanlaporan
keuangan sesuai dengan kebutuhan para pemakai, yang dirumuskan dari prinsip dasar
akuntansi.

Hirarki elemen struktur teori akuntansi dapat digambarkan sebagai berikut:


a. Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan laporan keuangan merupakan dasar awal dari struktur teori akuntansi. Banyak
pendapat tentang tujuan laporan keuangan ini, baik objek maupun penekananny,
namun tujuan yang selama ini mendapat dukungan luas adalah bahwa laporan
keuangan bertujuan untuk memberikan informasi keuangan kepada para pemakainya
untuk dipakai dalam proses pengambilan keputusan. Standar akuntansi indonesia
misalnya merumuskan tujuan laporan keuangan sebagai berikut:
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat
bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
b. Postulat Akuntansi
Postulat akuntansi adalah pernyataan yang dapat membuktikan kebenarannya sendiri
(aksioma), yang sudah diterima karena kesesuiannya denga tujuan laporan keuangan,
dan menggambarkan aspek ekonomi, politik, social, dan hukum dari suatu lingkungan
dimana akuntansi berada. Terdapat empat asumsi dasar yang melandasi proses
penyusunan laporan keuangan secara keseluruhan, yaitu:
1. Asumsi Unit Moneter (Monetary Unit Assumtion).
Data transaksi akan dilaporkan dalam catatan akuntansi harus dinyatakan dalam
satuan mata uang (unit moneter). Asumsi ini memungkinkan akuntansi untuk
meng-kuantifikasikan (mengukur) setiap transaksi bisnis atau peristiwa ekonomi
ke dalam nilai uang.
2. Asumsi Entitas Ekonomi (Economic Entity Assumtion).
Adanya pemisahan pencatatan akuntansi antara transaksi perusahaan sebagai
entitas ekonomi dengan transaksi pemilik individu dan dengan transaksi entitas
ekonomi lainnya. Dengan kata lain, aktivitas entitas bisnis harus dapat dipisahkan/
dibedakan dengan aktivitas pemilik dan aktivitas dari setiap unit bisnis lainnya.
3. Asumsi Periode Akuntasi (Acconting Period Assumtion).
Informasi akuntansi dibutuhkan atas dasar ketepatan waktu (timely basis). Umur
aktivitas perusahaan dapat dibagi menjadi beberapa periode akuntansi, seperti
bulanan (monthly), tiga bulanan (Quartely), atau tahunan (Annually).
4. Asumsi Kesinambungan Usaha (Going Concern Assumtion).
Perusahaan didirikan dengan maksud tidak untuk dilikuidasi (dibubarkan) dalam
jangka waktu dekat, akan tetapi perusahaan diharapkan akan terus beroperasi
dalam jangka waktu yang lama. Meskipun banyak mengalami kegagalan bisnis,
diasumsikan bahwa perusahaan akan hidup cukup lama atau memiliki
kelangsungan hidup yang panjang untuk menjalankan visi dan misinya.
c. Konsep Teoritis Akuntansi
Konsep teoritis akuntansi adalah pernyataan yang dapat membuktikan kebenarannya
sendiri (aksioma), yang sudah diterima umum karena kesesuaiannya dengan tujuan
laporan keuangan, dan menggambarkan sifat-sifat akuntansi yang berpean dalam
ekonomi bebas yang ditandai dengan adanya pengakuan terhadap kepemilikan pribasi.
Terdapat sejumalah konsep teori yang dipakai dalam perumusan prinsip dasar
akuntansi, yaitu:
1. Proprietory Theory
Menurut konsep teori ini, entitas hanyalah merupakan agen atau wakil dari
pemilik (Proprietor). Karena itu, yang menjadi pusat perhatian dari pencatatan
akuntansi dan penyajian laporan keuangan adalah pemilik, bukan entitas. Tujuan
utama dari konsep teori ini adalah menentukan dan menganalis besarnya kekayaan
bersih yang menjadi hak pemilik. Maka persamaan akuntansinya dapat
dirumuskan sebagai berikut:

Aktiva – Kewajiban = Entitas Pemilik

2. Entity Theory
Menurut konsep teori ini, entitas (perusahaan) merupakan badan dan harus
dibedakan dari pemilik. Yang menjadi pusat perhatian dari pencatatan akuntansi
dan penyajian laporan keuangan adalah entitas, bukan pemilik. Entitas dianggap
memilki kekayaan, dan juga kewajiban kepada kreditur maupun pemegang saham.
Menurut teori ini, pesamaan akuntansi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Aktiva = Ekuitas
Aktiva = Kewajiban + Ekuitas Pemegang Saham

3. Fund Theory
Menurut konsep teori ini, yang menjadi ousat perhatian dari pencatatan akuntansi
dan penyajian laporan keuangan adalah bukan pemilik maupun entitas, melainkan
sekelompok aktiva yang penggunaanya dibatasi untuk membayar atau memenuhi
sejumlah kewajiban tertentu. Aktiva yang dibatasi penggunaanya dinamakan
Fund. Menurut konsep ini persamaan akuntansi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Aktiva = Pembatasan Aktiva


4. Enterprise Theory
Menurut konsep teori ini, yang menjadi pusat perhatian dalam penyajian informasi
akuntansi adalah pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Menurut konsep teori ini, pelaporan akuntansi
jangan hanya menyediakan informasi untuk pemilik saja, tetapi juga ditujukan
untuk pihak-pihak lainnya yang telah turut memberikan kontribusi (langsung
maupu tidak langsung) bagi perkembangan, kemajuan, dan kesinambungan
perusahaan.
5. Residual Equity Theory
Menurut konsep teori ini, yang menjadi pusat perhatian dalam penyajian laporan
keuangan adalah pemegang saham biasa. Investor saham biasa merupakan pemilik
perusahaan sesungguhnya dalam perusahaan perseorangan (corporation). Investor
saham biasa memiliki bagian atau hak kepemilikan sisa (residu) atas aktiva
perusahaan, setelah hak hak kreditur dan pemeganga saham preferen dipenuhi.
Menurut konsep ini, persamaan akuntansi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Aktiva – Kewajiban – Ekuitas Preferen = Ekuitas Residu

6. Comander Theory
Menurut konsep teori ini, yang menjadi pusat perhatian dari penyajian informasi
akuntansi adalah bukan pada pemilik maupun entitas, melainkan pada pihak-pihak
yang memiliki kekuasaan atau wewenang untuk melakukan pengendalian
ekonomi secara efektif atas sumber daya perusahaan.
7. Investor Theory
Menurut konsep teori ini, yang menjadi pusat perhatian dari penyajian informasi
akuntansi adalah mereka yang tergolong sebagai Specific equity (para kreditur dan
pemegang saham preferen) dan Residual Equity (pemegang saham biasa).
Menurut konsep teori ini, persamaan akuntansi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Aktiva = Ekuitas Khusus + Ekuitas Residu

d. Prinsip Dasar Akuntansi


Prinsip dasar akuntansi adalah prinsip atau sifat-sifat yang mendasari akuntansi dan
seluruh outputnya, termasuk laporan keuangan yang dijabarkan dari tujuan laporan
keuangan, postulat akuntansi, dan konsep toeritis akuntansi, serta menjadi dasar
dalam pengembangan teknik atau prosedur akuntansi yang dipakai dalam menyusun
laporan keuangan. Berikut ini adalah 9 (Sembilan) prinsip dasar akuntansi menurut
APB Statement No. 4:
1. Cost Principle
Prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum mengahruskan sebagian besar
aktiva dan kewajiban diperlakukan dan dilaporkan berdasarkan harga perolehan
(biaya historis). Menurut APB Statement No. 4, Harga Perolehan (biaya Historis)
didefinisikan sebagai suatu jumlah tertentu yang diukur dalam bentuk uang dari
kas yang dibelanjakan, atau barang lain yang diserahkan, modal saham yang
dikeluarkan, jasa yang diberikan, atau utang yang dibebankan sebagai imbalan
dari barang dan jasa yang diterima, atau akan diterima. Harga Perolehan
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
a. Expired Cost, adalah pengeluaran yang telah menjadi beban (melalui
penerimaan manfaat dalam periode berjalan dan beban ini akan dikurangkan
atau ditandingkan langsung dengan pendapatan periode berjalan.
b. Unexpired Cost, adalah pengeluaran-pengeluaran yang belum menjadi beban
dalam periode berjalan, akan tetapi ditangguhkan terlebih dahulu sebagai
aktiva dan baru akan menjadi beban untuk pemakaian manfaat dalam periode
akuntansi berikutnya.
2. Revenue Principle
Pada umumnya, Pendapatan ditafsirkan sebagai: Arus kas masuk aktiva bersih
sebagai akibat penjualan barang dan jasa. Arus kas keluar barang dan jasa dari
perusahaan kepada pelanggan. Produksi perusahaan sebagai akibat dari semata-
mata penciptaan barang dan jasa oleh perusahaan selama periode tertentu.
Perbedaan dalam penafsiran ini timbul karena adanya 2 (dua) pandangan yang
berbeda mengenai apa yang termasuk pendapatan, yaitu:
a. Secara Luas, Pendapatan adalah seluruh perubahan dalam aktiva bersih
perusahaan, yang timbul dari kegiatan produksi (penjualan barang dan
pemberian jasa), dan dari keuntungan yang berasal dari penjualan aktiva dan
hasil investasi lainnya. Pandangan ini dianut oleh Accounting Tecnology
Bulletin No. 2, yang menjelaskan definisi pendapatan sebagai berikut:
“Pendapatan berasal dari penjualan barang dan pemberian jasa, yang diukur
sebesar jumlah yang dibebankan kepada langganan (klaim atas barang dan
jasa), juga termasuk keuntungan dari penjualan atau pertukaran aktiva (kecuali
surat berharga), hak deviden dari investasi, dan kenaikan lainnya dalam
ekuitas pemilik, tidak termasuk setoran atau investasi dari pemilik.”
b. Secara Sempit, Pendapatan hanya berasal dari kegiatan produksi saja, tidak
termasuk keuntungan yang berasal dari penjualan aktiva dan investasi.
Pandangan ini membedakan istilah pendapatan dengan keuntungan. AAA
pada tahun 1957 mendefinisikan laba bersih (net income) sebagai berikut:
“Kelebihan pendapatan dibandingkan dengan beban, ditambah atau dikurangi
dengan keuntungan atau kerugian perusahaan yang berasal dari penjualan, atau
penggantian aktiva lainnya.” Kerangka Kerja Konseptual FASB
mengindentifikasikan dan criteria yang seharusnya dipertimbangkan dalam
menentukan kapan pendapatan seharusnya diakui, yaitu:
 Telah direalisasi atau dapat direalisasi.
 Telah dihasilkan/telah terjadi.
Kedua criteria diatas umumnya terpenuhi pada saat titik penjualan, dimana
pendapatan akan diakui ketika telah dikirim atau jasa yang telah diberikan ke
pelanggan. Pengakuan pendapatan pada saat titik penjualan ini umumnya
menyediakan pengujian yang lebih seragam, objektif dan logis. Sebagai
pengecualian dari pengakuan pendapatan yang dilakukan pada saat titik penjualan,
pendapatan juga dapat diakui pada saat:
 Proses produksi masih berlangsung.
 Akhir produksi.
 Pada saat kas diterima.
3. Macthing Principle
Untuk menentukan besarnya jumlah pendapatan dan beban secara tepat dalam
periode yang tepat, terdapat 2 pilihan yang tersedia yang dapat dijadikan sebagai
dasar dalam pencatatan oleh akuntan, yaitu:
a. Cash Basis, merupakan Pendapatan dan Beban akan dilaporkan dalam laporan
laba rugi dalam periode dimana uang kas diterima (untuk pendapatan), atau
uang kas keluar (untuk beban).
b. Accrual Basis, baik pendapatan maupun beban akan dilaporkan dalam laopran
laba rugi dalam periode dimana pendapatan dan beban tersebut terjadi, tanpa
memperhatikan arus kas masuk ataupun arus kas keluar. Dengan Accrual
Basis, beban-beban yang terkait dengan penciptaan pendapatan haruslah
dilaporkan dalam periode yang sama dimana pendapatan tersebut juga diakui.
Konsep akuntansi yang mendukung pelaporan pendapatan dan beban yang
terkait dalam periode yang sama dinamakan sebagai konsep Penandingan
(Macthing Concept).
4. Objectivity Principle
Prinsip ini sesungguhnya memiliki keterkaitan langsng dengan Cost Principle
(prinsip harga perolehan). Harga perolehan memiliki keunggulan dibandingkan
dengan atribut pengukuran lainnya, yaitu lebih dapat dihandalkan. Secara umum,
pengguna laporan keuangan lebih memilih menggunakan biaya historis karena
memberikan tolak ukur yang lebih dapat dipercaya (Objektif). Harga perolehan
akan memberikan angka yang sama bagi siapapun juga orangnya yang diminta
untuk melaporkan harga beli dari sebuah aktiva yang sama. Objectivity dianggap
sebagai suatu ukuran yang dapat diverifikasi kebenarannya (keabsahannya)
berdasarkan pada bukti yang ada.
5. Consistency Principle
Menurut prinsip ini, transaksi dan peristiwa ekonomi yang sejenis harus dicatat
dan dilaporkan dengan cara yang sama dari suatu periode ke periode berikutnya.
Apabila sebuah perusahaan menerapkan perlakuan akuntansi yang sama untuk
kerjadian-kejadian yang serupa dari periode ke periode, maka perusahaan tersebut
dianggap konsisten dalam menerapkan standar akuntansinya.
6. Disclosure Principle
Agar pelaporan keuangan menjadi lebih efektif dan tidak menyesatkan, seluruh
informasi yang relavan seharusnya disajikan dengan cara tidak memihak, dapat
dipahami, dan tepat waktu (full Disclosure principle). Prinsip pengungkapan
penuh mengindikasikan agar laporan keuangan dirancang dan disajikan
sedemikian rupa (berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum) sebagai
kumpulan gambaran dari transaksi dan peristiwa ekonomi yang memperngaruhi
perusahaan untuk satu periode, dan berisi cukup informasi yang mudah dipahami
serta tidak membuat pemakai umum maupun investor dan kreditur menjadi salah
tafsir.
7. Conservatism Principle
Menurut prinsip ini, ketika kerugian terjadi maka seluruh keugian tersebut akan
langsung diakui meskipun belum terealisasi, akan tetapi ketika keuntungan terjadi
maka keuntungan yang belum terealisasi tidaklah akan diakui. prinsip ini
menggambarkan sikap pesimis sewaktu memilih metode akuntansi yang akan
digunakan dalam penyusunan laporan keuangan. Bahkan menurut FASB, prinsip
konservatisme ini timbul sebagai reaksi atau sikap kehati-hatian akuntan terhadap
ketidakpastian.
8. Materiality Principle
Materialitas berkaitan dengan dampak dari suatu item terhadap hasil operasi dan
keuangan perusahaan secara keseluruhan. Dalam APB Statement No. 4, secara
jelas disebutkan bahwa laporan keuangan hanya berisi informasi yang dianggap
cukup penting (material) dalam mempengaruhi penilaian dan keputusan.
Materialitas merupakan masalah pertimbangan professional, dimana pos-pos
tertentu akan dianggap material jika informasi yang terkandung didalamnya dapat
mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan.
9. Uniformity Comparability Principle
Informasi tentang sebuah perusahaan akan menjadi lebih berguna jika dapat
diperbandingkan dengan informasi serupa menyangkut perusahaan lain pada
periode waktu yang sama atau dengan informasi serupa dari perusahaan yang
sama pada periode waktu yang berbeda. Informasi dari berbagai perusahaan
dianggap memiliki daya banding jika telah diukur dan dilaporkan dengan cara
yang sama. Komparabilitas memungkinkan pemakai mengindentifikasikan
persamaan dan perbedaan yang nyata dalam peristiwa ekonomi antar perusahaan.
Komparabilitas data akuntansi untuk perusahaan yang sama pada periode waktu
yang berbeda memerlukan konsistensi. Komparabilitas mengharuskan peristiwa
yang sama diperlakukan dengan cara yang sama dalam laporan keuangan dari
perusahaan yang berbeda pada periode waktu yang sama (memerlukan
keseragaman metode) dan untuk perusahaan tertentu/perusahaan yang sama pada
periode waktu yang berbeda (memerlukan konsistensi).
e. Standar (Teknik) Akuntansi
Standar atau teknik akuntansi adalah peraturan-peraturan khusus yang dijabarkan dari
prinsip dasar akuntansi, yang mengatur tentang bagaimana standar perrlakuan catatan
dan pelaporan terhadap semua transaksi dan peristiwa ekonomi yang terjadi dalam
perusahaan.
Standar ini diperlukan sebagai patokan dalam penyusunan laporan keuangan yang
baku. Dengan adanya standar ini, pihak manajemen selaku pengelola dana dan
aktivitas perusahaan dapat mencatat, mengikhtisarkan, dan melaporkan seluruh hasil
kegiatan operasional maupun financial perusahaan secara baku dan transparan.
Standar akuntansi mencakup konvensi, peraturan dan prosedur yang telah disusun dan
disahkan oleh sebuah lembaga resmi (badan pembentuk standar) pada saat tertentu.
Belkaoli (1985) mengemukakan pentingnya standar akuntansi yang baku, yaitu:
1. Dapat menyajikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan kegiatan
perusahaan yang dapat dipercaya kebenarannya dan memiliki daya banding.
2. Memberikan pedoman bagi akuntan dalam melaksanakan pekerjaannya secara
hati-hati dan independen.
3. Memberikan database kepada pemerintah tentang berbagai informasi yang
dianggap penting dalam menghitung pajak penghasilan, peraturan tentang
perusahaan, perencanaan dan pengaturan ekonomi, dan peningkatan efiesiensi
ekonomi, serta tujuan-tujuan makro lainnya.
4. Menarik perhatian parah ahli dan praktisi di bidang teori dan standar akuntansi.
Mengenai pihak-pihak yang dianggap memiliki peranan yang besar dalam proses
perumusan standar akutansi, Belkaoli (1985) membaginya kedalam 3 fase sebagai
berikut:
a. Fase Peranan Manajemen (1900-1933)
Dalam periode ini, manajemen dianggap memiliki peranan yang besar dalam
perumusan standar akuntansi. Peranan ini muncul sebagai akibat dari
bertambahnya investor dan peranannya yang besar dalam mengembangkan
perusahaan. Dengan adanya pemisahan fungsi antara pemilik dan manajemen
telah menimbulkan atau memberikan kekuasaaan yang besar pada manajemen
untuk mengelola dan mengendalikan perusahaan. Laporan keuangan disiapkan
oleh manajemen sebagai bentuk pertanggungjawabannya kepada pemilik.
Dalam periode ini, metode yang dipakai dalam memecahkan masalah akuntansi
yang timbul adalah lebih bersifat Pragmatis, bukan berdasarkan teori akuntansi
yang ada. Yang menjadi pusat perhatian manajemen pada saat itu adalah besarnya
laba kena pajak dan upaya untuk mengurangi pajak.
b. Fase Peranan Profesi (1933-1973)
Dalam periode ini, perumusan standar akuntansi didominasi oleh profesi, dimana
organisasi mulai tumbuh dan berkembang dengan pusat.
Dalam periode ini pula (tahun 1934), SEC untuk pertama kalinya dibentuk,
dimana peran utamanya adalah mengatur penerbitan dan transaksi perdagangan
sekuritas oleh emiten kepada khalayak ramai (public). Atas desakan SEC, pada
tahun 1939, AICPA membentuk Committee on 51 Accounting Procedure (CAP).
Pada tahun 1959, AICPA mendirikan Accounting Principles Board (APB). Tugas
utama APB adalah mengajukan rekomendasi secara tertulis mengenai teknik
akuntansi, menentukan praktek akuntansi yang tepat, dan mempersempit celah
perbedaan-perbedaan yang ada serta ketidak-konsistenan yang terjadi dalam
praktek akuntansi saat itu. Dalam periode ini. Asosiasi dan organisasi profesi
masih belum yakin terhadap kerangka teori yang ada, dimana kekuatan atau
otoritasnya juga tidak jelas. Oleh sebab itu, banyak sekali alternatef yang timbul,
yang pada akhirnya menciptakan fleksibilitas dalam penerapan standar akuntansi.
c. Fase Politisasi (1973- Sekarang)
Berbagai kelemahan yang ada pada fase peranan manajemen dan profesi telah
menimbulkan kecenderungan pada lahirnya periode yang bersifat deduktid dan
politisasi (adanya keikutsertaan pemerintah) dalam perumusan standar akuntansi.
Pada fase ini, FASB untuk pertama kalinya dibentuk, yang merupakan peleburan
dari unsur praktisi, bisnis, akademisi, dan lembaga formal. FASB merupakan
organisasi sector swasta yang bertanggungjawab dalam pembentukan standar
akuntansi di Amerika saat ini.

DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Sofyan Syafri. 2008. Teori Akuntansi. Jakarta: Rajawali Pers

Anda mungkin juga menyukai