Anda di halaman 1dari 10

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,

RISET, DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PLP. PENDIDIKAN KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
Jalan Palembang-Prabumulih, KM 32 Inderalaya Kabupaten Ogan Ilir 30662
Zona F, Telepon (0711) 580227,/Jalan Dr. Moh. Ali Komplek RSMH Palembang 30126
Telpon (0711) 373438 Faksimile (0711) 373438
Laman http://kedokteran@fk.unsri.ac.id

SKENARIO A BLOK 18 TAHUN 2021

Seorang anak laki-laki, 13 tahun datang berobat ke Puskesmas dengan keluhan bercak merah
menebal di wajah, lengan dan badan disertai mati rasa dan demam sejak 1 pekan lalu. Kisaran 1
tahun lalu pasien merasakan telapak kaki kanannya berkurang rasa. Kisaran 2 bulan lalu timbul 2
buah bercak merah menebal pada di wajah ukuran biji jagung disertai mati rasa. Kisaran 1 pekan
timbul beberapa bercak merah menebal baru pada wajah bertambah banyak dan badan ukuran biji
jagung sampai uang logam. Bercak merah juga timbul di badan dan kedua lengan. Pasien ada
demam. Pasien mengeluhkan telapak kaki kanan terasa kebas. Pasien seorang pelajar. Pasien
tinggal serumah dengan saudara laki-laki yang pernah mengalami bercak putih mati rasa di tangan
dan kaki telah mendapatkan pengobatan selama 12 bulan.

Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum: sadar dan kooperatif
Vital sign:
Nadi: 84 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 38,0oC
BB 50 kg, TB 158 cm
Keadaan spesifik: dalam batas normal
Pemeriksaan saraf tepi:
Palpasi: teraba penebalan saraf pada nervus tibialis posterior dekstra
Tes fungsi saraf:
- Ada gangguan fungsi sensorik rasa raba, nyeri dan suhu pada plantar pedis dextra.
- Tes otonom tidak dilakukan
- Tidak ada gangguan motorik

Status dermatologikus:
Regio facialis, truncus, extremitas superior dextra
plak eritem: multipel, numular-plakat, non homogen sebagian bagian sentral lebih pucat, diskret
sebagian konfluen,.
Learning objective:
Mahasiswa memahami tentang:
1. Menjelaskan anatomi, histologi dan fisiologi kulit
2. Menjelaskan efloresensi kulit dan pemeriksaan saraf tepi
3. Menjelaskan etiologi Morbus Hansen
4. Menjelaskan faktor risiko Morbus Hansen
5. Menjelaskan patogenesis Morbus Hansen
6. Menjelaskan respon imun terhadap infeksi Morbus Hansen
7. Menjelaskan manifestasi klinik Morbus Hansen
8. Menjelaskan manifestasi klinik reaksi Morbus Hansen
9. Membuat diagnosis dan diagnosis banding Morbus Hansen
10. Menjelaskan cara melakukan pemeriksaan penunjang pada kasus Morbus Hansen
11. Menjelaskan interpretasi hasil pemeriksaan penunjang tersebut
12. Menjelaskan penatalaksanaan Morbus Hansen dan reaksi
13. Menjelaskan farmakologi obat-obatan Morbus Hansen dalam dermatologi
14. Menjelaskan komplikasi Morbus Hansen
15. Menjelaskan prognosis Morbus Hansen
16. Menjelaskan kompetensi dokter umum dalam kasus ini

Klarifikasi Istilah
1. Mati rasa
2. plak
3. eritem
4. Multipel
5. Numular
6. Plakat
7. Diskret
8. Konfluen
9. Skuama
10. non homogen
11. sentral
Identifikasi Masalah
1. Seorang anak laki-laki, 13 tahun datang berobat ke Puskesmas dengan keluhan bercak merah
menebal di wajah, lengan dan badan disertai mati rasa dan demam sejak 1 pekan lalu. Kisaran
1 tahun lalu pasien merasakan telapak kaki kanannya berkurang rasa. Kisaran 2 bulan lalu
timbul 2 buah bercak merah menebal pada di wajah ukuran biji jagung disertai mati rasa.
Kisaran 1 pekan timbul beberapa bercak merah menebal baru pada wajah bertambah banyak
dan badan ukuran biji jagung sampai uang logam. Bercak merah juga timbul di badan dan
kedua lengan. Pasien ada demam. Pasien seorang pelajar. Pasien tinggal bersama kakak laki-
laki yang pernah mengalami bercak putih mati rasa di tangan dan kaki telah mendapatkan
pengobatan selama 12 bulan.
2. Pasien mengeluhkan telapak kaki kanan terasa kebas
3. Saudara laki-laki pasien memiliki riwayat keluhan bercak putih disertai mati rasa dan telah
menyelesaikan pengobatan rutin (12 bulan) kisaran 6 bulan lalu.
4. Pemeriksaan saraf tepi:
Palpasi: teraba penebalan saraf pada nervus tibialis posterior
Tes fungsi saraf:
- Ada gangguan fungsi sensorik rasa raba, nyeri dan suhu pada plantar pedis dextra
- Tes otonom tidak dilakukan
5. Tidak ada gangguan motorik
6. Status dermatologikus:
Regio facialis, truncus, extremitas superior dextra et sinistra:
plak eritem: multipel, numular-plakat, non homogen sebagian bagian sentral lebih pucat,
diskret sebagian konfluen,.

Analisis Masalah
1. Seorang anak laki-laki, 13 tahun datang berobat ke Puskesmas dengan keluhan bercak merah
menebal di wajah, lengan dan badan disertai mati rasa dan demam sejak 1 pekan lalu. Kisaran
1 tahun lalu pasien merasakan telapak kaki kanannya berkurang rasa. Kisaran 2 bulan lalu
timbul 2 buah bercak merah menebal pada di wajah ukuran biji jagung disertai mati rasa.
Kisaran 1 pekan timbul beberapa bercak merah menebal baru pada wajah bertambah banyak
dan badan ukuran biji jagung sampai uang logam. Bercak merah juga timbul di badan dan
kedua lengan. Pasien ada demam. Pasien mengeluhkan telapak kaki kanan terasa kebas.
a. Bagaimana anatomi, histologi dan fisiologi kulit?
b. Bagaimana mekanisme terjadinya bercak merah menebal di kulit?
c. Mengapa disertai mati rasa?
d. Bagaimana mekanisme mati rasa?
e. Bagaimana mekanisme demam?
f. Mengapa disertai demam?

2. Telapak kaki kebas.


a. Bagaimana telapak kaki kebas?
b. Apa yang menyebabkan sandal jepit sering lepas tanpa disadari?

3. Kakak laki-laki pasien memiliki riwayat keluhan bercak putih disertai mati rasa dan telah
menyelesaikan pengobatan rutin (12 bulan) kisaran 6 bulan lalu.
a. Apa hubungan riwayat sakit bercak putih disertai mati rasa yang pernah diderita kakak
laki-laki pasien dengan penyakit pasien?

4. Pemeriksaan saraf tepi:


Palpasi: teraba penebalan saraf pada nervus tibialis posterior dextra
Tes fungsi saraf:
- Ada gangguan fungsi sensorik rasa raba, nyeri dan suhu pada plantar pedis dexstra
- Tes otonom tidak dilakukan
- Ada gangguan motorik pada otot yang dipersarafi nervus tibialis posterior dekstra
- a. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan saraf tepi?
b. Saraf tepi mana saja yang harus dilakukan pemeriksaan ?
c. Apa hubungan pemeriksaan saraf tepi dengan penyakit bercak merah menebal disertai
mati rasa?

Kerusakan nervus tibialis posterior pada MH akan menyebabkan anestesi pada telapak kaki,
dan bila tidak segera diobati dapat menyebabkan paralisis otot intrinsik kaki sehingga tidak
dapat menggunakan alas kaki biasa dan membutuhkan alas kaki khusus.

5. Regio facialis, truncus, extremitas superior dextra et sinistra:


plak eritem: multipel, numular-plakat, non homogen sebagian bagian sentral lebih pucat,
diskret sebagian konfluen.
1. Apa interpretasi status dermatologikus?
2. Bagaimana mekanisme terjadinya status dermatologikus tersebut?

6. Apa diagnosis banding?


pitiriasis rosea, granuloma anulare, lupus eritematosus
7. Bagaimana cara membangun diagnosis?
- Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
- Diagnosis kusta ditentukan berdasarkan tanda kardinal yaitu:
a. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa.
Kelainan kulit/lesi yang dapat berbentuk bercak keputihan (hypopigmentasi) atau
kemerahan (erithematous) yang mati rasa (anaesthesia).
b. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf.
Gangguan fungsi saraf tepi ini biasanya akibat dari peradangan kronis pada saraf tepi
(neuritis perifer). Adapun gangguan-gangguan fungsi saraf tepi berupa:
i. Gangguan fungsi sensoris: mati rasa.
ii. Gangguan fungsi motoris: kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan (paralise).
iii. Gangguan fungsi otonom: kulit kering
c. Ditemukannya M. leprae pada pemeriksaan bakteriologis.
Diagnosis kusta dibangun jika didapatkan dua dari tiga tanda kardinal dan atau ditemukan
bakteri M. leprae pada pemeriksaan bakteriologis.

8. Pemeriksaan penunjang apa yang diperlukan dan bagaimana menginterpretasi hasil


pemeriksaan dengan benar?
b. Pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA)
c. Biopsi untuk pemeriksaan histopatologi

9. Apa diagnosis kerja?


Morbus Hansen MB (Multibasilar) + Reaksi Kusta Tipe 1

10. Apa etiologi penyakit ini?


Mycobacterium leprae

11. Bagaimana patogenesis dan respon imun pada penyakit ini?


Mekanisme infeksi M. leprae belum diketahui pasti. Makrofag dan sel Schwann merupakan target
utama M. leprae. M leprae masuk ke dalam tubuh melalui sistem respirasi. Selanjutnya, bakteri
bermigrasi ke jaringan saraf dan masuk ke sel Schwann. Setelah masuk ke sel
Schwann/makrofag, ketahanan bakteri ditentukan oleh resistensi individu terhadap organisme
penyebab infeksi. Bakteri mulai bermultiplikasi (sekitar 12-14 hari untuk 1 bakteri membelah
menjadi 2) di dalam sel, melepaskan diri dari sel terinfeksi dan masuk ke dalam sel yang
belum terinfeksi. Sampai dengan tahap ini, seseorang belum akan menampakkan tanda dan
gejala klinis penyakit MH. Pada saat bakteri semakin banyak, bacterial load meningkat dan
infeksi mulai dikenali oleh sistem imun. Limfosit dan makrofag menginvasi jaringan
terinfeksi. Pada tahap ini, manifestasi klinis yang timbul berupa keterlibatan saraf dengan
gangguan sensasi dan/bercak pada kulit.
Respon Cell Mediated Immunity (CMI) yang spesifik dan efektif memberikan perlindungan
terhadap seseorang melawan M. leprae. Morbus Hansen tuberkuloid terjadi jika spesifik CMI
efektif dalam mengeliminasi/mengontrol infeksi di tubuh, serta lesi dapat sembuh spontan.
Jika CMI tidak sempurna maka penyakit akan menyebar tidak terkontrol menyebabkan
terjadi MH lepromatosa dengan keterlibatan banyak sistem lainnya.

12. Bagaimana manifestasi klinis?


Morbus Hansen adalah penyakit dengan manifestasi spektrum klinis yang berkorelasi dengan
respon imunitas alami terhadap patogen. Manifestasi klinis MH bervariasi dari lesi kulit
berupa makula atau infiltrat hingga terjadi kerusakan saraf perifer, mata, tulang, otot dan
organ lain. Terdapat beberapa pembagian klinis MH antara lain adalah klasifikasi Ridley
Jopling dan klasifikasi WHO (Tabel 1). Ridley-Jopling mengklasifikasikan pasien MH
berdasarkan klinis dan histologi menjadi MH tuberkuloid polar (TT), borderline tuberkuloid
(BT), borderline (BB), borderline-lepromatosa (BL), dan lepromatosa (LL) subpolar (LLs)
maupun polar (LLp). (Tabel 2 dan Tabel 3)
Tabel 1. Klasifikasi MH berdasarkan WHO
Tanda utama Pausibasiler (PB) Multibasiler (MB)
Lesi kulit (makula datar, - Jumlah 1-5 lesi - Jumlah > 5 lesi
papul meninggi, infiltrat, - Hipopigmentasi/eritema - Distribusi lebih simetris
patch eritem, nodus) - Distribusi tidak simetris

Kerusakan saraf (gangguan - Hilang sensasi yang jelas - Hilang sensasi kurang jelas
sensasi/ kelemahan otot yang - Hanya mengenai satu cabang - Banyak cabang saraf yang terkena
dipersarafi oleh saraf yang saraf
terkena)
Pemeriksaan SSS Tidak ditemukan BTA (BTA Ditemukan BTA (BTA positif)
negatif)

Tabel 2. Klasifikasi klinis tipe PB


Karakteristik Tuberkuloid (TT) Borderline tuberculoid (BT) Indeterminate (I)
Lesi
Tipe Makula/makula dibatasi Makula dibatasi infiltrat, Makula
infiltrat infiltrat saja beberapa atau
Jumlah Satu atau beberapa Satu dengan lesi satelit Satu atau beberapa
Distribusi Terlokalisasi & asimetris Asimetris Bervariasi
Permukaan Kering, skuama Kering, skuama Dapat halus, agak
Sensibilitas Hilang Hilang berkilat
Biasanya negatif
BTA
Pada lesi kulit Negatif Negatif atau 1+ Biasanya negatif
Tes Lepromin Positif kuat (3+) Positif (2+) Meragukan
Tabel 3. Klasifikasi klinis MB
Karakteristik Lepromatosa (LL) Borderline lepromatosa Mid-Borderline (BB)
(BL)
Lesi
Tipe Makula, infiltrat difus, Makula, patch, papul Patch, lesi bentuk
papul, nodus kubah, lesi punced-out
Jumlah Banyak, distribusi luas, Banyak, tapi kulit sehat Beberapa, kulit sehat
praktis tidak ada kulit sehat masih ada (+)
Distribusi Simetris Cenderung simetris Asimetris
Permukaan Halus & berkilap Halus dan berkilap Sedikit berkilap,
beberapa lesi kering
Sensibilitas Tidak terganggu Sedikit berkurang Berkurang
BTA
Pada lesi kulit Banyak (globi) Banyak Agak banyak
Pada hembusan hidung Banyak (globi) Biasanya tidak ada Tidak ada
Tes Lepromin Negatif Negatif Biasanya negatif, dapat
jugaa (±)

13. Bagaimana klasifikasi reaksi MH?


Reaksi MH diperantarai respon imun berupa inflamasi akut atau subakut. Reaksi dapat
menjadi berat dan menyebabkan kerusakan saraf secara permanen pada pasien borderline.
Reaksi dibagi menjadi dua yaitu rekasi tipe 1 dan tipe 2. Reaksi tipe 1 disebabkan inflamasi
diperantarai imunitas selular, biasanya pada MH tipe BT, BB dan BL. Reaksi tipe 2
diperantarai kompleks imun, biasanya pada MH tipe BL dan LL. Fenomena Lucio merupakan
bentuk reaksi tipe 2 yang lebih berat. Perbedaan reaksi tipe 1 dan tipe 2 terangkum dalam
Tabel 4.

Tabel 4. Perbedaan reaksi tipe 1 dan tipe 2


No. Gejala tanda Reaksi tipe 1 Reaksi tipe 2
1 Tipe MH Dapat terjadi pada MH tipe PB Hanya pada MH tipe MB
dan MB
2 Waktu timbulnya Biasanya segera setelah Biasanya setelah pengobatan
pengobatan yang lama, biasanya lebih dari 6
bulan
3 Keadaan umum Umumnya baik, demam ringan Ringan hingga berat disertai
atau tanpa demam kelemahan umum dan demam
tinggi
4 Peradangan di kulit Bercak kulit lama lebih Timbul nodus kemerahan,
meradang (merah), bengkak, lunak, nyeri tekan. Biasanya
berkilat, hangat. Kadang – pada tungkai dan lengan. Nodus
kadang hanya pada sebagian dapat pecah.
lesi. Dapat timbul bercak baru.
5 Saraf Sering terjadi, umumnya Dapat terjadi.
berupa nyeri saraf dan atau
gangguan fungsi saraf. Silent
neuritis (+).
6 Udem pada ekstremitas (+) (-)
7 Peradangan pada mata Anestesi kornea, lagoftalmus Iritis, iridosiklitis, glaucoma,
karena keterlibatan N.V dan katarak, dll.
N.VII
8 Peradangan pada organ lain Hampir tidak ada Terjadi pada testid, sendi,
ginjal, KGB, dll.
14. Bagaimana mekanisme reaksi MH?
Dari segi imunologis, terapat perbedaan prinsip antara reaksi tipe 1 dan tipe 2, yaitu reaksi tipe
1 yang memegang peranan ialah imunitas selular (SIS), sedangkan pada reaksi tipe 2 imunitas
humoral.
Reaksi tipe 1
Menurut Jopling reaksi MH tipe 1 merupakan delayed hypersensitivity reaction. Antigen yang
berasal dari basil yang telah mati akan bereaksi dengan limfosit T disertai perubahan SIS yang
cepat. Reaksi tipe 1 terjadi akibat perubahan keseimbangan antar imunitas dan basil. Dapat
terjadi upgrading/reversal apabila menuju kearah tuberkuloid atau downgrading apabila
menuju ke bentuk lepromatosa. Pada kenyataannya reaksi tipe 1 diartikan dengan reaksi
reversal karena paling sering dijumpai terutama pada kasus – kasus yang mendapat
pengobatan, sedangkan down grading reaction lebih jarang dijumpai oleh karena berjalan
lebih lambat dan umumnya dijumpai pada kasus – kasus yang tidak mendapat pengobatan.

Reaksi tipe 2
Reaksi tipe 2 / eritema nodosum leprosum (ENL) merupakan reaksi hipersensitivitas tipe III
menurut Coomb dan Gell. Antigen berasal dari produk kuman yang telah mati dan bereaksi
dengan antibody membentuk kompleks antigen – antibodi. Kompleks antigen – antibody ini
akan mengaktivasi komplemen sehingga terjadi ENL. Jadi ENL merupakan reaksi humoral
yang merupakan manifestasi sindrom kompleks imun. Biasanya disertai gejala sistemik. Baik
reaksi tipe 1 maupun tipe 2 ada hubungannya dengan pemberian pengobatan antikusta, hanya
saja reaksi tipe 2 tidak lazim terjadi dalam 6 bulan pertama pengobatan, tetapi justru terjadi
pada akhir pengobatan karena basil telah menjadi granular.

Fenomena Lucio
Fenomena Lucio merupakan varian yang tidak biasa dari ENL. Fenomena Lucio terjadi pada
MH tipe LL difus. Timbul pada kasus MH yang tidak diobati. Etiopatogenesis belum dapat
dipahami seutuhnya. M.leprae ditemukan dalam jumlah banyak di endotel pembuluh darah
superfisial. Vaskulitis dan trombosis pada pembuluh darah superfisial dan deep menyebabkan
perdarahan dan kerusakan kulit.

15. Bagaimana penatalaksanaan MH dengan reaksi?


Umum:
- Melakukan penjelasan penyakit, penyebab dan penularan, perjalanan penyakit, pengobatan
yang benar, serta cara perawatan telapak kaki dan telapak tangan yang mati rasa.

- Pencegahan luka pada tangan / kaki yang mati rasa:


i. Lindungilah tangan atau kaki terhadap benda-benda panas, kasar dan tajam. Pada tangan
dapat digunakan sarung tangan atau alas kain, sedangkan pada kaki dengan memakai alas
kaki

ii. Selalu memeriksa dengan teliti apakah ada luka atau lecet sekecil apapun pada tangan dan
kaki

iii. Jika terjadi luka atau lecet, istirahatkan tangan atau kaki hingga sembuh.

Khusus
- MDT MB Hari pertama (supervisi) : 2 kapsul rifampisin 150 mg dan 300 mg, klofazimin
150 mg, dapson 50 mg.
- Hari ke 2 : klofazimin 50 mg selang sehari, dapson 50mg/hari)

1. Pengobatan diberikan selama 12-18 bulan


- Prednison
Dosis prednison dapat dimulai 1 mg/Kgbb/hari dan dievaluasi tiap 2 pekan untuk
penurunan dosis.
- Vitamin B kompleks 1x1 tablet/hari
- Rujuk ke spesialis dermatologi dan venereologi

2. Apa komplikasi penyakit ini ?


Komplikasi MH tergantung respon host terahadap M.leprae. Kisaran ¼ - 1/3 pasian baru MH
cenderung mengalami disabilitas hingga kerusakan saraf yang ireversibel, biasanya pada
tangan atau kaki, atau gangguan pada mata. Kontraktur pada hidung pada MH tipe LL berasal
dari kontraktur jaringan parut yang mendesak tulang dan kartilago.

Diasabilitas Okular

Keratitis dapat disebabkan berbagai faktor seperti mata kering, insensitivitas kornea dan lagoftalmus.
Keratitits dan lesi pada kamera okuli anterior, paling sering iritis, dapat menyebabkan kebutaan.

Disabilitas Tangan dan Kaki

- Kelemahan dari hilangnya inervasi otot merupakan penyebab disabilitas. Saat benda tajam atau
panas tidak dapat dirasakan, terjadi trauma. Karena trauma lebih berat dibandingkan pada pasien
dengan sensasi normal, infeksi lebih mudah terjadi dan dapat menjadi lebih berat karena tidak ada
sensasi nyeri. Siklus berulang trauma dan infeksi menyebabkan destruksi jaringan yang berat.
Kontraktur sekunder akibat kelemahan otot atau pembentukan skar dapat menyebabkan
deformitas. Kulit telapak tangan dan kaki yang kering memperburuk kondisi ini.
- Insufisiensi vena, terjadi akibat keterlibatan endotel vena dalam, menyebabkan dermatitis stasis
dan ulkus tungkai.

3. Apa prognosis?
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanational : bonam

4. Bagaimana pencegahan?
Pencegahan penularan: Hindari kontak langsung terhadap anggota keluarga lainnya
Pencegahan cacat sekunder: Perawatan diri sendiri untuk mencegah luka dan latihan
fisioterapi.

5. Kompetensi dokter umum: 3A

Hipotesis
Seorang anak laki-laki, 13 tahun mengalami bercak merah menebal disertai mati rasa pada regio
facialis, truncus, extremitas inferior sejak 2 bulan lalu akibat Morbus Hansen Multibasiler (MB)
dengan reaksi kusta tipe 1;

Anda mungkin juga menyukai