Anda di halaman 1dari 3

Impor Garam, Kapankah Berakhir?

Oleh : Vitriastuti S.Si

Dijuluki dengan negeri seribu pulau nyatanya tidak menjamin Indonesia untuk memenuhi
kebutuhan garam dalam negeri. Kebijakan impor garam sebentar lagi akan direalisasikan

Pemerintah memutuskan untuk membuka keran impor garam (garam impor) pada tahun ini
sebesar 3,07 juta ton pada tahun 2021. Keputusan itu disampaikan langsung oleh Menteri
Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita. Impor terpaksa dilakukan
pemerintah karena kebutuhan garam nasional mencapai 4,6 juta ton pada 2021
(Kompas.com)..

Agus membeberkan alasan utama perlunya garam impor. Selain tak mencukupi kebutuhan
nasional, kualitas garam lokal dianggap tidak memenuhi standar industri. Serta, petani garam
lokal yang belum bisa memenuhi pasokan garam untuk industri secara berkesinambungan.
(Kompas.com).

Jika rencana impor tersebut terealisasi maka, akan menjadi impor terbesar dalam sejarah
Indonesia. Sangat disayangkan dengan jumlah impor tersebut menandakan negeri ini sudah
gagal dalam melakukan swasembada dan hal tersebut sangat menyakiti hati para petani. Hal
tersebut menyiratkan ketidakmampuan negara dalam memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya.

Semestinya ada kesungguhan dari Negara dalam mengambil kebijakan untuk mengatasi
masalah berulang ini. Karena alas an alas an yang yang dikemukakan merupakan alas an
yang bersifat teknis. Persoalan kuantitas dan kualitas bisa diatasi dengan kemauan politik
untuk swasembada.
Maka, masalah yang utama dan harus segera dicari solusinya adalah masalah desain dalam
mengatur penawaran dan permintaan didalam negeri. Serta aturan yang jelas terkait dengan
hubungan dagang ke luar negeri, dan aturan tersebut tidak boleh mengabaikan kemaslahatan
warga Negara.

Indonesia dengan Negara yang memiliki sumber daya alam melimpah memiliki potensi besar
dalam memenuhi kebutuhan dasar setiap warganya tak terkecuali kebutuhan garam. Namun
potensi yang besar ini tidak di imbangi dengan pengelolaan yang benar sehingga produk yang
dihasilkan seperti garam memiliki kuantitas dan kualitas yang masih rendah.

Berbeda dengan system islam Negara akan hadir untuk bertangung jawab dalam memenuhi
hajat rakyat. Kemandirian dijadikan asas dalam pemenuhan tersebut, sehingga tidak akan
mengandalkan pasokan dari luar . Selain itu Negara akan mengatur permintaan sehinggan
akan bertemu disatu titik dengan penawaran.

Negara mengatur mulai dari menganalisis potensi, bahan baku, produksi, distribusi, sampai
dengan konsumsi. Potensi pasar yang besar pada berbagai produk sebagai bagian yang harus
dikelola dengan baik. Dengan pengelolaan yang baik maka, tidak menutup kemungkinan
dapat membuka lapangan pekerjaan dan ikut meningkatkan kemajuan dalam sector ekonomi
yang lain.

Negara pun akan menelusuri problem, jika problemya adalah kualitas maka akan dilakukan
riset. Memang harus ada kerja keras dan waktu yang lebih lama jika dibandingakan dengan
membeli dari negara lain. Namun dengan hal tersebutlah swamsembada pangan bukan lagi
hanya sekedar jargon. Maka impor garam akan berakhir jika

Lantas bagaimana dengan hokum impor dalam islam ? Dalam hal ekspor dan impor Negara
akan mengatur dengan sedemikaian rupa. Ekspor akan dilakukan jika kebutuhan Negara
sudah terpenuhi dan terdapat surplus. Lalu impor dalam sistem islam tidak terkait dengan
barang yang akan di impor tapi terkait dengan Negara mana yang akan mengimpor dan tentu
saja Negara tersebut bukanlah Negara yang memusuhi islam.

Maka impor garam akan berakhir jika diterapkanya system islam sebagai pengatur dalam
seluruh aspek kehidupan.

Wallahu’alam

Anda mungkin juga menyukai