Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kita melihat, banyak orang malas belajar, apalagi bila itu menyangkut pelajaran yang dinilai
sulit. Padahal, sebenarnya semua anak pernah mengalami masa-masa belajar yang
menyenangkan. Hampir setiap anak suka belajar naik sepeda, berenang, atau menggunakan HP,
meski tidak ada sekolah yang memberinya nilai. Setidaknya ada empat motivasi yang mendorong
anak-anak sehingga suka belajar.
Pertama adalah pengalaman sehari-hari. Bila sesuatu yang dipelajari dapat langsung
digunakan dalam kehidupan sehari-hari, maka itu akan membuat mereka bersemangat
mempelajarinya. Itulah mengapa semua anak semangat belajar naik sepeda atau menggunakan HP
tanpa perlu ada yang menyuruh atau menilainya.
Kedua adalah menyadari tantangan. Bila anak menyadari apa saja yang pasti akan
dihadapinya di masa mendatang atau di tempat baru yang pasti dapat dikunjunginya, maka
mereka akan bersemangat untuk mempelajari ilmu yang diperlukan untuk menghadapi tantangan
itu. Maka anak yang tahu akan diajak wisata ke luar negeri atau bertemu orang asing akan lebih
semangat belajar bahasa Inggris, dibanding yang tidak punya harapan untuk itu.
Ketiga adalah mendapatkan teladan. Bila anak bertemu atau mendapatkan contoh sosok
teladan yang menekuni suatu bidang ilmu, maka dia bisa terinspirasi untuk jadi menyukai bidang
ilmu tersebut. Seorang anak yang telah menonton film kisah Thomas Alva Edison bisa terinspirasi
untuk tekun belajar fisika dan hobby utak-atik elektronika agar mengikuti jejak sang penemu
lampu listrik itu seperti halnya anak yang rajin berlatih bola karena terinspirasi idola bola
Zinedine Zidan.
Motivasi pertama dapat disebut “experiential”, motivasi kedua “adventurial”, dan motivasi ketiga
“historical”.
Motivasi yang keempat adalah yang terunik, karena dapat mendorong orang mempelajari
sesuatu yang di luar pengalaman sehari-hari, melebihi tantangan yang ada, dan nyaris tidak ada
contohnya dalam sejarah. Motivasi ini muncul dari kekuatan di luar dunia – yakni Allah swt, dan
karena itu disebut juga “transendental”
Kaum muslimin terdahulu memberikan contoh, bagaimana mereka termotivasi belajar,
mengembangkan kreativitas ilmiah dan menerapkan teknologi secara arif, oleh dorongan ayat-
ayat Qur’an dan sabda Nabi saw. Maka mereka meraih banyak hal, jauh di atas yang dibutuhkan
dalam kehidupan sehari-hari, melebihi yang dibutuhkan untuk menaklukkan musuh-musuhnya
seperti Romawi atau Persia, dan menorehkan peradaban jauh di atas para teladannya yakni bangsa
Yunani atau bangsa Cina. (Amhar,2019)

1
Dalam konteks perubahan dunia, ilmu pengetahuan dan teknologi memainkan peran penting
di semua tingkat masyarakat. Sekolah perlu mengembangkan siswa dalam hal pengetahuan ilmiah
dan mempromosikan mereka membuat pemikiran kritis, melakukan secara empiris berdasarkan
sifat sains, literasi ilmiah (Nuangchalerm, 2010). Aspek pedagogis perlu memiliki pikiran yang
ingin tahu dalam sains dan membuat mereka untuk memenuhi kedua sains dicara yang tepat. Juga,
strategi pengajaran dalam sains sekolah harus memungkinkan siswa memenuhi tujuan pendidikan
sains. Hal ini untuk memungkinkan siswa untuk mengamati lingkungan alami mereka dan untuk
mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk memahami dan menjelaskan diri mereka
sendiri dan lingkungan mereka (Marx et al., 2004).
Permasalahan yang sering muncul dalam dunia pendidikan adalah lemahnya kemampuan
siswa dalam menggunakan kemampuan berpikirnya untuk menyelesaikan masalah. Siswa
cenderung dijejali dengan berbagai informasi yang menuntut hapalan saja. Banyak sekali
pengetahuan dan informasi yang dimiliki siswa tetapi sulit untuk dihubungkan dengan situasi
yang mereka hadapi. Alih-alih dapat menyelesaikan masalah, pengetahuan mereka seperti tidak
relevan dengan apa yang mereka hadapi. Ketika siswa mengikuti sebuah pendidikan tiada lain
untuk menyiapkan mereka menjadi manusia yang tidak hanya cerdas tetapi mampu
menyelesaikan persoalan yang akan mereka hadapi di kemudian hari. Sudah sering mendengar
keluhan siswa betapa beratnya mereka mengikuti beban dari sekolah. Mereka dituntut untuk
mengetahui segala hal yang dituntut oleh kurikulum. Walaupun kapasitas intelektualnya dapat
menjangkau beban tersebut, siswa seperti telepas dari dunianya. Padahal yang mereka hadapi
harus dapat diselesaikan dengan kemampuan sendiri. Oleh karena itu, pendidikan harus
membekali mereka dengan kemampuan-kemampuan yang dapat digunakan untuk mengatasi
permasalahan yang mereka hadapi. Kemampuan tersebut adalah kemampuan memecahkan
masalah. Kemampuan ini dapat dikembangkan melalui pembelajaran dimana masalah dihadirkan
di kelas dan siswa diminta untuk menyelesaikannya dengan segala pengetahuan dan keterampilan
yang mereka miliki. Pembelajaran bukan lagi sebagai “transfer of knowledge”, tetapi
mengembangkan potensi siswa secara sadar melalui kemampuan yang lebih dinamis dan aplikatif.
Pendidikan merupakan aspek terpenting dalam upaya pemberdayaan manusia. Melalui
pendidikan pengembangan potensi, kepribadian, kecerdasan, keterampilan serta akhlak mulia
siswa dapat dibentuk dan diarahkan. Sistem pendidikan dewasa ini telah mengalami kemajuan
yang sangat pesat. Salah satunya adalah Pembelajaran sains diajarkan dengan menekankan pada
proses memberi pengalaman kepada siswa dalam memadukan pengetahuan awal siswa dengan
pengetahuan yang sesuai konsep ilmuwan. Pengetahuan awal siswa yang diperoleh dari
pengalaman mengamati fenomena-fenomena di lingkungan tempat tinggal memberikan latar
belakang dalam membangun pengetahuan awal siswa. Setiap siswa tentu mempunyai tafsiran
yang berbeda terhadap pengalaman yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Ketika siswa

2
berada dalam proses pembelajaran di kelas, guru memfasilitasi kegiatan pembelajaran agar
terbentuk konsep baru yang sesuai dengan konsep ilmuwan.
Guru hendaknya merancang pembelajaran yang efektif dengan memperhatikan karakteristik
materi pembelajaran yang diajarkan. Hal-hal yang perlu dipertimbangan guru dalam merancang
pembelajaran dengan memilih pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran. Kesatuan
yang utuh antara pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran akan terbentuk sebuah
model pembelajaran. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang
tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model
pembelajaran merupakan bingkai dari penerapan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Pada penelitian yang dilakukan (Panahan, etc., 2010) rencana untuk kegiatan
pembelajaran berbasis proyek dan berbasis penyelidikan tepat efisien dan efektif. Para siswa
dalam dua kelompok tidak menunjukkan prestasi belajar yang berbeda, keterampilan proses sains
dan pemikiran analitis. Oleh karena itu, guru sains dapat menerapkan kedua metode pengajaran
ini dalam organisasi kegiatan yang sesuai untuk dicapai siswa di masa depan.

Seperti Helle et al. (2006) berpendapat, pekerjaan proyek adalah bentuk pembelajaran
kolaboratif karena semua peserta perlu berkontribusi untuk hasil bersama dan memiliki unsur-
unsur pengalaman belajar dengan refleksi aktif dan keterlibatan sadar daripada pengalaman pasif
yang Telah dikemukakan bahwa kebebasan dan tantangan yang dialami siswa sebagai hasil dari
penyelesaian masalah yang muncul dalam merancang dan membangun proyek mereka
menghasilkan tingkat keterlibatan siswa yang tinggi (Wurdinger et al., 2007) karena tantangan
kognitif serta dimensi afektif, etis, dan estetika yang kuat yang membentuk bagian dari proyek
yang dirancang dengan baik (Wrigley, 2007).

Selain itu, Model pembelajaran merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
pembelajaran. Project based learning (PjBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang
mencoba mengaitkan antara teknologi dengan masalah kehidupan sehari-hari yang akrab dengan
siswa atau dengan proyek sekolah. Dalam PjBL, peserta didik terdorong lebih aktif dalam belajar.
Guru hanya sebagai fasilitator dan evaluator produk hasil kerja peserta didik yang ditampilkan
dalam hasil proyek. Adanya produk nyata tersebut dapat mendorong kreativitas siswa. Salah satu
tujuan dalam mempelajari model pembelajaran PjBL ini bertujuan untuk mengetahui penerapan
model pembelajaran PjBL untuk meningkatkan kreativitas siswa.

3
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah pengertian dari model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) ?
1.2.2 Apakah tujuan dari pembelajaran Project Based Learning (PjBL) ?
1.2.3 Bagaimana kriteria yang terdapat dalam model pembelajaran Project Based Learning
(PjBL) ?
1.2.4 Bagaimanakah sintak/tahapan yang terdapat dalam model pembelajaran Project Based
Learning (PjBL) ?
1.2.5 Bagaimanakah prinsip-prinsip dalam model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) ?
1.2.6 Bagaimana kelemahan dan kelebihan yang terdapat dalam model pembelajaran Project
Based Learning (PjBL) ?
1.2.7 Bagaimana penerapan Project Based Learning ?

4
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)


Project Based Learning merupakan sebuah model pembelajaran yang sudah banyak
dikembangkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Jika diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia, Project Based Learning bermakna sebagai pembelajaran berbasis proyek. Definisi
secara lebih komperehensif tentang Project Based Learning menurut The George Lucas
Educational Foundation adalah sebagai berikut :
a. Project-based learning is curriculum fueled and standards based. Project Based Learning
merupakan pendekatan pembelajaran yang menghendaki adanya standar isi dalam
kurikulumnya. Melalui Project Based Learning, proses inquiry dimulai dengan memunculkan
pertanyaan penuntun (aguiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah
proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada
saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen mayor
sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya.
b. Project-based learning asks a question or poses a problem that each student can answer.
Project Based Learning adalah model pembelajaran yang menuntut pengajar dan atau peserta
didik mengembangkan pertanyaan penuntun (a guiding question). Mengingat bahwa masing-
masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka Project Based Learning
memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan
menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara
kolaboratif. Hal ini memungkinkan setiap peserta didik pada akhirnya mampu menjawab
pertanyaan penuntun.
c. Project-based learning asks students to investigate issues and topics addressing real-world
problems while integrating subjects across the curriculum. Project Based Leraning
merupakan pendekatan pembelajaran yang menuntut peserta didik membuat “jembatan” yang
menghubungkan antar berbagai subjek materi. Melalui jalan ini, peserta didik dapat melihat
pengetahuan secara holistik. Lebih daripada itu, Project Based Learning merupakan
investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan
usaha peserta didik.
d. Project-based learning is a method that fosters abstract, intellectual tasks to explore complex
issues. Project Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan
pemahaman. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi dan mensintesis
informasi melalui cara yang bermakna..

5
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pendekatan Project
Based Learning dikembangkan berdasarkan faham filsafat konstruktivisme dalam pembelajaran.
Konstruktivisme mengembangkan atmosfer pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk
menyusun sendiri pengetahuannya. Project based learning merupakan pendekatan pembelajaran
yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk merencanakan aktivitas belajar,
melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan pada akhirnya menghasilkan produk kerja yang
dapat dipresentasikan kepada orang lain.

2.2 Tujuan Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)


Tujuan model pembelajarann project based learning, antara lain :
1. Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah proyek.
2. Memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru dalam pembelajaran.
3. Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah proyek yang kompleks
dengan hasil produk nyata.
4. Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola bahan atau
alat untuk menyelesaikan tugas atau proyek.
5. Meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada PjBL yang bersifat kelompok.

2.3 Kriteria Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)


Project Based Learning adalah pendekatan pembelajaran yang memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja.
b. Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik.
c. Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan
yang diajukan.
d. Peserta didik secara kolaboratif bertanggung jawab untuk mengakses dan mengelola
informasi untuk memecahkan permasalahan.
e. Proses evaluasi dijalankan secara kontinyu.
f. Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan.
g. Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif.
h. Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.

2.4 Sintak (Tahapan) Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)


Langkah-langkah pembelajaran dalam Project Based Leraning sebagaimana yang
dikembangkan oleh The George Lucas Educational Foundation terdiri dari :
a. Start With the Essential Question (Penentuan pertanyaan mendasar)

6
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat
memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang
sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pengajar
berusaha agar topik yang diangkat relefan untuk para peserta didik.
b. Design a Plan for the Project (Mendesain perencanaan proyek)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Dengan
demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan
berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab
pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta
mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
c. Create a Schedule (Menyusun jadwal)
Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam
menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain:
(1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian
proyak, (3) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing
peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5)
meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.
d. Monitor the Students and the Progress of the Project (Memonitor peserta didik dan kemajuan
proyek)
Pengajar bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta
didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi peserta
didik pada setiap proses. Dengan kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi aktivitas
peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat
merekam keseluruhan aktivitas yang penting.
e. Assess the Outcome (Menguji hasil)
Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian standar,
berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing peserta didik, memberi umpan balik
tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam
menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
f. Evaluate the Experience (Mengevaluasi pengalaman)
Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi
terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik
secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk
mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan
peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses
pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk
menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.

7
2.5 Prinsip Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)
Thomas (2000) mengidentifikasi lima pronsip dari Model pembelajaran Project Based Learning :
1) Prinsip sentralistis (centrality) menegaskan bahwa kerja proyek merupakan esensi dari
kurikulum. Model ini merupakan pusat strategi pembelajaran, dimana peserta didik belajar
konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek. Oleh karena itu, kerja proyek
bukan merupakan praktik tambahan dan aplikasi praktis dari konsep yang sedang dipelajari,
melainkan menjadi sentral kegiatan pembelajaran di kelas.
2) Prinsip pertanyaan penuntun (driving question) berarti bahwa kerja proyek berfokus pada
pertanyaan atau permasalahan yang dapat mendorong peserta didik untuk berjuang
memperoleh konsep atau prinsip utama.
3) Prinsip investigasi konstruktif (constructive investigation) merupakan proses yang mengarah
kepada pencapaian tujuan, yang mengandung kegiatan inkuiri, pembangunan konsep, dan
resolusi. Penentuan jenis proyek haruslah dapat mendorong peserta didik untuk
mengkonstruksi pengetahuan sendiri untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya. Dalam
hal ini guru harus mampu merancang suatu kerja proyek yang mampu menumbuhkan rasa
ingin meneliti, rasa untuk berusaha memecahkan masalah, dan rasa ingin tahu yang tinggi.
4) Prinsip otonomi (autonomy) dalam pembelajaran berbasis proyek dapat diartikan sebagai
kemandirian peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran, yaitu bebas menentukan
pilihannya sendiri, bekerja dengan minimal supervisi, dan bertanggung jawab. Oleh karena
itu, lembar kerja peserta didik, petunjuk kerja praktikum, dan yang sejenisnya bukan
merupakan aplikasi dari PBL. Dalam hal ini guru hanya berperan sebagai fasilitator dan
motivator untuk mendorong tumbuhnya kemandirian peserta didik.
5) Prinsip realistis (realism) berarti bahwa proyek merupakan sesuatu yang nyata. PBL harus
dapat memberikan perasaan realistis kepada peserta didik dan mengandung tantangan nyata
yang berfokus pada permasalahan autentik, tidak dibuat-buat, dan solusinya dapat di
implementasikan di lapangan.

2.6 Kelebihan Dan Kekurangan Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)
Kelebihan Model Pembelajaran Project Based Learning adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan motivasi belajar siswa. Laporan-laporan tertulis tentang proyek itu banyak
yang mengatakan bahwa siswa suka tekun sampai kelewat batas waktu, berusaha keras dalam
mencapai proyek. Guru juga melaporkan pengembangan dalam kehadiran dan berkurangnya
keterlambatan. Siswa melaporkan bahwa belajar dalam proyek lebih fun daripada komponen
kurikulum yang lain.
2. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Penelitian pada pengembangan keterampilan
kognitif tingkat tinggi siswa menekankan perlunya bagi siswa untuk terlibat di dalam tugas-
tugas pemecahan masalah dan perlunya untuk pembelajaran khusus pada bagaimana

8
menemukan dan memecahkan masalah. Banyak sumber yang mendiskripsikan lingkungan
belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan
problem-problem yang kompleks.
3. Meningkatkan kolaborasi. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa
mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi. Kelompok kerja kooperatif,
evaluasi siswa, pertukaran informasi online adalah aspek-aspek kolaboratif dari sebuah
proyek. Teori-teori kognitif yang baru dan konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah
fenomena sosial, dan bahwa siswa akan belajar lebih di dalam lingkungan kolaboratif.
4. Meningkatkan keterampilan mengelola sumber. Bagian dari menjadi siswa yang independen
adalah bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas yang kompleks. Pembelajaran Berbasis
Proyek yang diimplementasikan secara baik memberikan kepada siswa pembelajaran dan
praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain
seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
Pada kenyataanya tidak ada satu model pembelajaran yang paling efektif dalam kegiatan
belajar mengajar. Suatu model pembelajaran dapat dikatakan efektif dan dapat diterapkan jika
dapat membantu pengajar dan pembelajar mencapai tujuannya pada situasi tertentu.
PjBL di samping memiliki kelebihan ternyata masih juga memiliki kendala
dalam pelaksanaannya. Marx dalam Thomas (2000) mengemukakan beberapa kendala yang
dihadapi oleh guru dalam pelaksanaan PjBL, antara lain :.
a. Time.
Proyek yang dilakukan oleh siswa sering kali membutuhkan waktu yang lebih lama
dibanding alokasi waktu yang disediakan. Hal ini juga disebabkan oleh kesulitan guru yang
belum berpengalaman dalam mengaitkan PjBL dengan kurikulum yang telah ditetapkan.
b. Control.
Guru harus sering mengontrol arus informasi dan memastikan bahwa siswa membangun
pemahaman mereka sendiri.
c. Support of student learning.
Guru sulit untuk menentukan sejauh mana mereka harus berperan dalam kegiatan siswa,
sering kali membiarkan siswa kemandirian yang berlebihan atau memberikan pemodelan dan
umpan balik yang terlalu sedikitporsinya.
d. Technology use.
Guru sering kali kesulitan menggunakan teknologi dalam pembelajaran di kelas,
khususnya sebagai perantara kognitif.
e. Assessment.
Kesulitan juga dialami oleh guru dalam merancang penilaian yang mempersyaratkan
siswa untuk mendemonstrasikan pemahaman mereka.

9
2.7 Penerapan Project Based Learning
Siswa diberitahu tentang konsep lingkungan dan pencemaran lingkungan dalam tiga minggu
pertama kursus, yang berlangsung 2 jam setiap minggu. Selama dua minggu ke depan, mereka
diberitahu tentang pembelajaran berbasis proyek dan menyelidiki proyek sampel. Siswa dibagi
menjadi delapan kelompok dan melakukan tugas pengembangan proyek yang bertujuan untuk
memecahkan masalah lingkungan.
Setelah belajar tentang pencemaran lingkungan, siswa melanjutkan untuk mengembangkan
proyek untuk menyelesaikan masalah pilihan mereka dari yang disajikan. Tahap distribusi peran,
persiapan program kerja dan implementasi selanjutnya direncanakan. Siswa diminta untuk
menyelesaikan implementasi sesuai dengan program.
Topik proyek yang dipilih oleh kelompok siswa melalui proses ini diberikan di bawah ini:
(1) Kelompok: Penurunan akuakultur
(2) Kelompok: Penurunan keanekaragaman hayati
(3) Kelompok: Penghancuran vegetasi alami
(4) Kelompok: Pemanasan global
(5) Kelompok: Ozon perusakan lapisan
(6) Kelompok: Perusakan tanah
(7) Kelompok: Peningkatan populasi dan penurunan tanah per kapita
(8) Kelompok: Penurunan sumber daya air
Setiap kelompok siswa telah memilih salah satu dari masalah lingkungan ini. Siswa telah
mengumpulkan informasi tentang masalah lingkungan yang mereka pilih. Informasi ini adalah
informasi umum tentang masalah lingkungan di seluruh dunia. Siswa kemudian ditentukan
masalah lingkungan yang paling umum di lingkungan mereka. Mereka mencari literatur tentang
masalah spesifik yang mereka identifikasi. Mereka kemudian mengumpulkan data tentang
kondisi masalah ini di lingkungan mereka sendiri. Untuk mengumpulkan data ini, siswa
mewawancarai orang-orang yang kompeten yang tinggal di daerah tersebut. Mereka
mengumpulkan informasi tentang masalah ini dari instansi pemerintah terkait.
Setelah menentukan penyebab utama masalah, solusi didaftarkan melalui brainstorming.
Solusi yang berlaku ditentukan dari rekomendasi yang paling tepat. Siswa menentukan langkah-
langkah untuk solusi yang diusulkan, mengklarifikasi tahap implementasi, menghitung anggaran
proyek dan menulis laporan akhir proyek setelah memperbaiki semua pengaturan. Mereka
kemudian mempresentasikan proyek mereka kepada kelompok lain.
Skala sikap lingkungan diimplementasikan sebagai pretest dan posttest penelitian. Minat
lingkungan dan pertanyaan siswa tentang pendidikan dan pertanyaan ya / tidak diajukan sebelum
implementasi, sementara tiga pertanyaan terbuka, yang meminta pandangan mereka tentang
implementasi, ditanyakan setelah implementasi. (Genc,2014)

10
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
3.1 Definisi secara lebih komperehensif tentang Project Based Learning menurut The
George Lucas Educational Foundation adalah sebagai berikut :
a. Project-based learning is curriculum fueled and standards based. Project Based Learning
merupakan pendekatan pembelajaran yang menghendaki adanya standar isi dalam
kurikulumnya.
b. Project Based Learning adalah model pembelajaran yang menuntut pengajar dan atau
peserta didik mengembangkan pertanyaan penuntun (a guiding question).
c. Project Based Leraning merupakan pendekatan pembelajaran yang menuntut peserta didik
membuat “jembatan” yang menghubungkan antar berbagai subjek materi.
d. Project Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan
pemahaman.
3.2 Tujuan model pembelajarann project based learning, antara lain : Meningkatkan kemampuan
peserta didik dalam pemecahan masalah proyek, Memperoleh pengetahuan dan keterampilan
baru dalam pembelajaran, Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah
proyek yang kompleks dengan hasil produk nyata, Mengembangkan dan meningkatkan
keterampilan peserta didik dalam mengelola bahan atau alat untuk menyelesaikan tugas atau
proyek, dan Meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada PjBL yang bersifat
kelompok.
3.3 Project Based Learning adalah pendekatan pembelajaran yang memiliki karakteristik sebagai
berikut: Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja, Adanya
permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik, Peserta didik mendesain
proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan, Peserta
didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk
memecahkan permasalahan, Proses evaluasi dijalankan secara kontinyu, Peserta didik secara
berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan, Produk akhir aktivitas
belajar akan dievaluasi secara kualitatif, dan Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap
kesalahan dan perubahan.
3.4 Langkah-langkah pembelajaran dalam Project Based Leraning sebagaimana yang
dikembangkan oleh The George Lucas Educational Foundation terdiri dari :
a. Start With the Essential Question (Penentuan pertanyaan mendasar)
b. Design a Plan for the Project (Mendesain perencanaan proyek)
c. Create a Schedule (Menyusun jadwal)
d. Monitor the Students and the Progress of the Project (Memonitor peserta didik dan
kemajuan proyek)

11
e. Assess the Outcome (Menguji hasil)
f. Evaluate the Experience (Mengevaluasi pengalaman)

3.5 Model pembelajaran Project Based Learning memiliki pronsip sebagai berikut.
a. Prinsip sentralistis (centrality) menegaskan bahwa kerja proyek merupakan esensi dari
kurikulum.
b. Prinsip pertanyaan penuntun (driving question) berarti bahwa kerja proyek berfokus pada
pertanyaan.
c. Prinsip investigasi konstruktif (constructive investigation) merupakan proses yang
mengarah kepada pencapaian tujuan, yang mengandung kegiatan inkuiri, pembangunan
konsep, dan resolusi.
d. Prinsip otonomi (autonomy) dalam pembelajaran berbasis proyek dapat diartikan sebagai
kemandirian peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran.
e. Prinsip realistis (realism) berarti bahwa proyek merupakan sesuatu yang nyata.

3.6 Kelebihan Model Pembelajaran Project Based Learning adalah sebagai berikut:
Meningkatkan motivasi belajar siswa, Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah,
Meningkatkan kolaborasi, dan Meningkatkan keterampilan mengelola sumber. Beberapa
kendala yang dihadapi oleh guru dalam pelaksanaan PjBL, antara lain : Time, Control,
Support of student learning, Technology use dan Assessment.

3.7 Penerapan Project Based Learning


Penerapan Project Based Learning dilakukan oleh (Gens, 2014) pada pendidikan lingkungan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Afriana, Jaka.(2015). Project Based Learning (PjBL). Bandung: Universitas Pendidikan


Indonesia.
Amhar, Fahmi, (2019). Melejitkan Kecerdasan Berbasis Spiritual.
Dahlan, Ahmad.(2014). Model Project Based Learning. Tersedia:
http://www.eurekapendidikan.com/2014/12/model-project-based-learninglandasan.html.
Hadiyanti, Lutfia.(2012). Project Based Learning (Teori dan Implementasinya pada Konsep
Bioteknologi SMA Kelas XII). Tersedia:
https://www.academia.edu/8055236/Project_Based_Learning
Genc., 2014., The project-based learning approach in environmental education., International
Research in Geographical and Environmental Education
Helle, L., Tynjälä, P., & Olkinuora, E. (2006). Project-based learning in post-secondary education –
theory, practice and rubber sling shots. Higher Education, 51, 287–314.
Kemendikbud.(2014). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014
Teknik Komputer Dan Informatika. Jakarta: Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan.
Lestari, Tutik.(2015). Peningkatan Hasil Belajar Kompetensi Dasar Menyajikan Contoh –
Contoh Ilustrasi Dengan Model Pembelajaran Project Based Learning Dan Metode
Pembenlajaran Demonstrasi Bagi Siswa Kelas XI Multimedia SMK Muhammadiyah
Wonosari. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Marx, R.W., P.C. Blumenfeld, J.S. Krajcik, B. Fishman and E. Soloway, 2004. Inquiry-based science
in the middle grades: Assessment of learning in urban systemic reform. J. Res. Sci. Teac., 41:
1063-1080
Nurohman, Sabar.(2007). Pendekatan Project Based Learning Sebagai Upaya Internalisasi
Scientific Method Bagi Mahasiswa Calon Guru Fisika.
Nuangchalerm, P. and B. Thammasena, 2009. Cognitive development, analytical thinking and
learning satisfaction of second grade students learned through inquiry-based learning. Asian
Soc. Sci., 5: 82-87.
Panasan ,etc, (2010)., Learning Outcomes of Project-Based and Inquiry-Based Learning Activities.
Journal of Social Sciences 6 (2): 252-255,
Setyandari, Kiki.(2015). Penerapan Metode Project Based Learning Berbasis
Chemoentrepreneurship pada Materi Koloid untuk Meningkatkan Keterampilan Proses
Sains Siswa Kelas XI. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Thomas JW. 2000. A Review of Research on Project –Based Learning California: The
Autodesk Foundation .
Titu, Maria Anita.(2015). Penerapan Model Project Based Learning (PJBL) Untuk
Meningkatkan Kreativitas Siswa Pada Materi Konsep Masalah Ekonomi.

13
Wrigley, T. (2007). Projects, stories and challenges: More open architectures for school learning. In S.
Bell, S. Harkness, & G. White (Eds.), Storyline past, present and future (pp. 166–181).
Glasgow, Scotland: University of Strathclyde.

Wurdinger, S., Haar, J., Hugg, R., & Bezon, J. (2007). A qualitative study using project-based
learning in a mainstream middle school. Improving Schools, 10, 150–161.

14

Anda mungkin juga menyukai