Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRATIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH

KULTUR JARINGAN

Nama : Amul Heksa Bajafitri


NIM : 125040201111131
Kelompok : Jumat 11.00
Asisten : Intan Ratri Prasundari

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan perkembangan zaman yang disertai dengan
pertambahan jumlah penduduk, produksi benih secara massal dalam waktu
yang singkat sangatlah diperlukan. Untuk menjawab tantangan tersebut dapat
dilakukan dengan kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan suatu teknik
isolasi bagian tanaman dan menumbuhkannya dalam kondisi aseptik,
sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali. Bibit yang diharapkan dari
kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai
sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang
besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu
menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat,
kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat
dibandingkan dengan perbanyakan konvensional

1.2 Tujuan Pembuatan Bibit Secara Kultur Jaringan


Adapun tujuan dari pembuatan bibit secara kultur jaringan adalah
perbanyakan tanaman yang bersifat identik dengan indukan secara massal
dalam waktu singkat untuk memproduksi tanaman yang terjamin, berkualitas
dan sehat.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembuatan Media Perbanyakan


Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Beberapa macam media yang
digunakan adalah Murashige and Skoog, Knudson dan Vacin and Went. Berbagai
komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang di kulturkan. Media yang di
gunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu di
perlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Media yang
digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf
(Suryowinoto 1991).

2.2 Penanaman / Isolasi dan Inokulasi Eksplan


Pemisahan bagian tanaman dan proses sterilisasi disebut isolasi. Bahan
tanam kultur dapat berasal dari tanaman atau jaringan tanaman, baik dalam
bentuk meristem, tunas dan batang. Bahan tanam kultur jaringan disebut
eksplan. Biasanya eksplan berasal dari jaringan tanaman yang masih aktif
membelah. Eksplan yang akan ditanam (diinokulasi) dalam media kultur
jaringan harus dalam keadaan steril bebas dari mikroorganisme (Jackson, 2003).
Inokulasi adalah kegiatan penanaman eksplan ke dalam botol kultur atau
penanaman ulang eksplan pada media dengan jenis yang sama atau tahap
pertumbuhan selanjutnya. Inokulasi bisa dilakukan di dalam laminar air flow
cabinet (LAFC). Sebelum digunakan, semua peralatan harus disterilisasi
terlebih dahulu. Tujuan utama dari tahap ini adalah mengusahakan kultur yang
aseptic berarti bebas dari mikroorganisme (Prihandana dan Hendroko, 2006).

2.3 Pembuatan Stok Media MS


Larutan induk adalah larutan yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan
dasar media tanam in vitro yang terdiri dari senyawa makro, senyawa mikro,
senyawa besi, vitamin, serta zat pengatur tumbuh (ZPT). Larutan induk yang
digunakan adalah media MS atau Murashige dan Skogg yang terdiri dari
beberapa unsur, antara lain, makronutrien, mikronutrien, vitamin, dan zat besi
(Suryowinoto 1991).

2.4 Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan dari riang kultur yang
aseptic ke lingkungan penanaman di lapang. Pemindahan dilakukan secara hati-
hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk
melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil
kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar.
Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara
bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang
sama dengan pemeliharaan bibit generative (Yusnita, 2005).
III. MATERI BAHASAN

3.1 Pembuatan Media Perbanyakan


3.1.1 Metode
Menimbang agar (1,05gr) + gula (4,5gr)

Pada gelas beaker diisi :


 Makro 15 ml
 Mikro 1,5 ml
 Fe DTA 1,5 ml
 Vitamin 1,5 ml
 NAA 0,15 ml
 BAP 1,5 ml

Menambahkan aquades hingga 150 ml

Menstirrer larutan dan menambahkan gula, lalu ukur Ph pH terlalu


asam (<5,8) ditambah NaOH, pH terlalu basa (>6) ditambah HCl

Memasukkan larutan ke microwave 1 menit

Menambahkan agar dan distirer larutan

Memasukkan larutan ke microwave 1 menit

Tuang ke botol kultur

Tutup plastik + ikat dengan karet

Autoclave 126oC, 1,5 psi selama 20 menit

3.1.2 Hasil dan Pembahasan


Pada saat pembuatan media, tidak dilakukan pengamatan terhadap
kontaminasi media yang telah dibuat. Praktikum pembuatan media tanam hanya
dilakukan sampai sterilisasi media menggunakan autoclaf. Media yang digunakan
pada saat praktikum inokulasi merupakan media yang telah dibuat sebelumnya.
Madia yang digunakan tersebut dikatakan berhasil karena tidak terdapat tanda-
tanda-tanda keberadaan kontaminasi. Menurut Gunawan (1988) sumber
kontaminasi dapat berasal dari eksplan tumbuhan, organisme kecil yang masuk ke
dalam media, alat yang tidak steril dan lingkungan kerja yang kotor. Sehingga
harus dilakukan: sterilisasi lingkungan kerja, alat-alat, media dan bahan tanaman.
Menurut Kyte (1996) pada prinsipnya, sterilisasi autoclave menggunakan panas
dan tekanan dari uap air. Temperature sterilasi biasanya 121 o C, tekanan yang
biasa digunakan antara 15-17,5 psi (pound per square inci) atau 1 atm. Lamanya
sterilisasi tergantung dari volume dan jenis. Alat-alat dan air disterilkan selama 1
jam, tetapi media antara 20-40 menit tergantung dari volume bahan yang
disterilkan. Sterilisasi media yang terlalu lama menyebabkan: penguraian gula,
degradasi vitamin dan asam-asam amino, inaktifasi sitokinin zeatin riboside, dan
perubahan pH yang berakibatkan depolimerisasi agar.

3.2 Penanaman / Isolasi dan Inokulasi Eksplan


3.2.1 Metode
a. Sterilisasi Eksplan
Memotong ruas batang eksplan

Mencucuci eksplan dengan air mengalir

Sterilisasi dengan deterjen 5% (5 menit), aduk


Sterilisasi dengan banlate 3% (5 menit), aduk

Sterilisasi dengan clorox 10% (5 menit), aduk

Bilas dengan akuades

b. Inokulasi
Menyiapkan ruas batang steril

Memotong bagian yang rusak

Menanam eksplan dalam media dengan ukuran eksplan 1 cm

3.2.2 Hasil dan Pembahasan


% eksplan %
Dokumentasi Keterangan
hidup Kontaminasi
19 Mei 2014
Kondisi eksplan agak
kecoklatan, di sekitar
eksplant dan media
0% 70 % ditemui gumpalan-
gumpalan berwarna putih
keruh di permukaan media
dan di sekitar eksplan.

Kondisi eksplan
21 Mei 2014 kecoklatan, di sekitar
eksplant dan media
ditemui gumpalan-
0% 70 % gumpalan berwarna putih
keruh di permukaan media
dan di sekitar eksplan.
Kondisi eksplan dan media
masih sehat
23 Mei 2014 0% 70 % Kondisi eksplan agak
kecoklatan, di sekitar
eksplant dan media
ditemui gumpalan-
gumpalan berwarna putih
keruh di permukaan media
dan di sekitar eksplan

Pada praktikum ini, dilakukan inokulasi subkultur pada tanaman kentang


yang telah dikulturkan. Setelah dilakukan pengamatan selama satu minggu,
eksplant kentang yang ditanam menunjukkkan kegagalan, ditandai dengan
munculnya kontaminan pada eksplan dan media setelah beberapa hari penanaman.
Kontaminasi yang ditemukan pada kultur yang dibuat berupa keberadaan
gumpalan-gumpalan putih keruh pada media disekitar eksplant yang
mengakibatkan eksplant mati. Thorpe (1996) menyatakan bahwa ciri-ciri eksplan
yang terkontaminasi jamur akan terlihat koloni jamur, biasanya berwarna putih,
abu-abu atau hitam, berbentuk seperti serabut, benang, atau kapas. Apabila
kontaminan berupa bakteri, terlihat cairan berupa lendir berwarna putih atau
merah. Ditinjau dari literature tersebut jika dibandingkan dengan gejala
kontaminasi yang muncul pada eksplan yang diamati diindikasikan kontaminasi
tersebut berupa jamur. Penyebab utama kegagalah kultur jaringan pada praktikum
ini diduga karena masih kurangnya keterampilan praktikan dalam kegiatan kultur.
Selain itu, kondisi ekplan plantlet kentang untuk subkultur yang digunakan masih
terlalu muda, sehingge perlu kehati-hatian yang lebih untuk menanamnya karena
sangat ringkih. Keberhasilan kegiatan kultur jaringan dipengaruhi oleh 4 faktor
yaitu (Yusnita, 2005) : kondisi eksplant, genotip tanaman, media kultur dan
lingkungan tumbuh.

3.3 Pembuatan Stok Media MS


Media MS atau Murashige dan Skoog (MS) merupakan media yang sering
digunakan karena cukup memenuhi unsur hara makro, mikro, dan vitamin yang
diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Dalam pembuatan media MS terkadang
juga ditambahkan ZPT atau hormone pertumbuhan, pada praktikum ini hormone
pertumbuhan yang digunakan berupa Auksin (NAA) dan Sitokinin (BAP).
Menurut Gunawan (1988) Auksin dan sitokinin yang ditambahkan kedalam media
kultur mempunyai tujuan untuk mendapatkan morfogenesis, meskipun
perbandingannya untuk mendapatkan induksi akar dan tunas bervariasi.
Perbandingan auksin dan sitokinin menentukan jenis dan berapa besar proses
organogenesis dalam kultur jaringan tanaman

3.4 Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah proses penyesuaian kondisi mikro planlet dalam botol
(heterotrof) ke kondisi lingkungan eksternal (autotrof). Planlet yang dipelihara
dalam kondisi lingkungan steril yang optimal, sangat rentan terhadap lingkungan
eksternal (kondisi lapang). Planlet yang ditumbuhkan dalam kultur di
laboratorium memiliki karakteristik daun yang berbeda dari tanaman yang
ditanam di lapangan. Daun planlet pada umumnya memiliki stomata yang lebih
terbuka, jumlah stomata per satuan luas lebih banyak, dan sering tidak memiliki
lapisan lilin pada permukaannya. Dengan demikian, planlet sangat rentan
terhadap kelembaban rendah. Mengingat sifat ini , sebelum ditanam di lapangan,
planlet membutuhkan penyesuaian. Aklimatisasi dapat dilakukan baik di rumah
kaca maupun nursery. Dalam aklimatisasi, lingkungan tumbuh (terutama suhu
dan kelembaban) secara bertahap disesuaikan dengan kondisi lapangan (Smith
Dan Spomer, 1995) .
IV. KESIMPULAN

Kultur jaringan pada produksi benih dilakukan untuk menghasilkan bibit


tanaman yang memiliki sifat identik dengan induknya secara massal dalam waktu
yang relatif singkat. Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa
subkultur jaringan yang dilakukan pada tanaman kentang mengalami kegagalan.
Hal tersebut dikarenakan adanya indikasi kontaminasi pada eksplan yang ditanam
berupa jamur, yang ditandai adanya gumpalan-gumpalan putih di sekitar eksplan.
Oleh karena itu, dalam kegiatan kultur jaringan segela prosedurnya harus
dilaksanakan secara aseptic untuk meningkatkan keberhasilan kultur. Faktor
utama yang mempengatuhi kegagalan yaitu kurangnya ketrampilan dalam
mengkultur, selain itu kondisi eksplan yang terlalu muda.
V. DAFTAR PUSTAKA

Suryowinoto, M. 1991. Budidaya Jaringan dan Manfaatnya. Fakultas Biologi.


Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Prihandana, R. dan R. Hendroko. 2006. Petunjuk budi daya jarak pagar. Jakarta :
PT. Agromedia Pustaka.
Jackson, MB. 2003. Aeration stress in plant tissue culture. Bulg J Plant Pysiol 28,
96-109.
Yusnita.2005.Kultur Organ Tanaman Eksplan. Balai Pengakajian Ilmiah.
Universitas Sudirman: Yogyakarta.
Kyte, Lydiane, & John Kleyn. 1996. Plants from Test Tubes. Timber Press: USA.
Thorpe. 1996. Plant Hormones and Plant Growth Regulators in Plant Tissue
Culture. In Vitro Cell Dev. Biol. Plant 32: 272-289
Gunawan,L.W. 1988. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Laboratorium Kultur
Jaringan PAU Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Smith M & L Spomer. 1995. Vessels, gels, liquid media, and support system. In: J
Aitken-Christie, T Kozai & ML Smith (eds.) Automation and
Environmental Control in Plants Tissue Culture. Netherlands, Kluwer
Academic Publishers. p. 371-404.
Kritik dan Saran Pelaksanaan Praktikum Teknologi Produksi Benih

PraktikukmTeknologi Produksi Benih sudah cukup baik, hanya saja untuk


koordinasi antar asisten dan praktikan sebaiknya lebih ditingkatkan lagi. Semoga
untuk praktikum kedepannya bisa lebih baik lagi. Terima kasih 

Anda mungkin juga menyukai