Anda di halaman 1dari 35

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala atau penyakit yang

diakibatkan karena penurunan kekebalan tubuh akibat adanya infeksi oleh Human
Imunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir
dari infeksi HIV. (Djoerban Z dkk, 2006)
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus bersifat limfotropik khas yang
menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak sel darah putih
spesifik yang disebut limfosit T-helper atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4). Virus ini
diklasifikasikan dalam famili Retroviridae, subfamili Lentiviridae, genus Lentivirus. Selama
infeksi berlangsung, sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan orang menjadi lebih rentan
terhadap infeksi. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan
indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS (Acquired Imunnodeficiency
Syndrome.
Tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada penderita AIDS umumnya sulit
dibedakan karena bermula dari gejala klinis umum yang didapati pada penderita penyakit
lainnya. Secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut:
Rasa lelah dan lesu
Berat badan menurun secara drastis
Demam yang sering dan berkeringat waktu malam
Mencret dan kurang nafsu makan
Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
Pembengkakan leher dan lipatan paha
Radang paru
Kanker kulit
Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS umumnya meliputi 3 hal yaitu:
Manifestasi tumor
Sarkoma Kaposi
Kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Penyakit ini sangat jarang menjadi
sebab kematian primer.
Limfoma ganas
Timbul setelah terjadi Sarkoma Kaposi dan menyerang saraf serta dapat bertahan
kurang lebih 1 tahun.
Manifestasi oportunistik
Manifestasi pada Paru
Pneumoni pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru
PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam.
Cytomegalovirus (CMV)
Pada manusia 50% virus ini hidup sebagai komensal pada paru-paru tetapi dapat
menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan 30% penyebab kematian pada
AIDS.
Mycobacterium avilum
Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan.
Mycobacterium tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi milier dan cepat menyebar ke
organ lain di luar paru.
Manifestasi gastrointestinal
Tidak ada nafsu makan, diare kronis, penurunan berat badan >10% per bulan.
Manifestasi neurologis
Sekitar 10% kasus AIDS menunjukkan manifestasi neurologis yang biasanya timbul
pada fase akhir penyakit. Kelainan saraf yang umum adalah ensefalitis, meningitis,
demensia, mielopati, neuropati perifer.

Epidemiologi
Laporan UNAIDS-WHO menunjukkan bahwa AIDS telah merenggut lebih dari 25 juta
jiwa sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1981. Pada tahun 2009, jumlah odha
diperkirakan mencapai 33,3 juta orang, dengan sebangian besar penderitanya adalah usia
produktif , 15,9 juta penderita adalah perempuan dan 2,5 juta adalah anak-anak. Dengan
jumlah kas
udah mencapai 33,2 juta orang. Dari keseluruhan jumlah ini, 67% diantaranya
disumbangkan oleh odha di kawasan sub Sahara, Afrika. (WHO, 2010)
Sejak 1985 sampai tahun 1996 kasus AIDS masih jarang ditemukan di Indonesia. Sebagian
ODHA pada periode itu berasal dari kalangan homoseksual. Kemudian jumlah kasus baru
HIV/AIDS semakin meningkat dan sejak pertengahan tahun 1999 mulai terlihat
peningkatan tajam yang terutama disebabkan akibat penularan melalui narkotika suntik.
(Djoerban Z dkk, 2006)
Saat ini, perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia.
Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada beberapa sub-populasi berisiko
tinggi (dengan prevalensi > 5%) seperti pengguna narkotika suntik (penasun), wanita
penjaja seks (WPS), dan waria. Di beberapa propinsi seperti DKI Jakarta, Riau, Bali,
Jabar dan Jawa Timur telah tergolong sebagai daerah dengan tingkat epidemi
terkonsentrasi (concentrated level of epidemic). Sedang tanah Papua sudah memasuki
tingkat epidemi meluas (generalized epidemic). ( Mustikawati DE dkk, 2009)
Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan, terjadi laju peningkatan kasus baru AIDS
yang semakin cepat terutama dalam 3 tahun terakhir dimana terjadi kenaikan tiga kali
lipat dibanding jumlah yang pernah dilaporkan pada 15 tahun pertama epidemi AIDS di
Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir terjadi laju peningkatan jumlah kumulatif kasus
AIDS dimana pada tahun 1999 terdapat 352 kasus dan data tahun 2008 jumlah tersebut
telah mencapai angka 16.110 kasus. (Mustikawati DE dkk, 2009 ).
Dari jumlah kumulatif 16.110 kasus AIDS yang dilaporkan pada Desember 2008, sekitar
74,9% adalah laki-laki dan 24,6% adalah perempuan. Berdasarkan cara penularan,
dilaporkan 48% pada heteroseksual; 42,3% pada pengguna narkotika suntik; 3,8% pada
homoseksual dan 2,2% pada transmisi perinatal. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran
dari dominasi kelompok homoseksual ke kelompok heteroseksual dan penasun. Jumlah
kasus pada kelompok penasun hingga akhir tahun 2008 mencapai 1.255 orang. Kumulatif
kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok usia 2029 tahun (50,82%), disusul
kelompok usia 3039 tahun. (Depkes RI, 2008)
Dari 33 propinsi seluruh Indonesia yang melaporkan, peringkat pertama jumlah kumulatif
kasus AIDS berasal dari propinsi Jawa Barat sebesar 2.888 kasus, disusul DKI Jakarta
dengan 2.781 kasus, kemudian diikuti oleh Jawa Timur, Papua, dan Bali dengan masing-
masing jumlah kasus secara berurutan sebesar 2.591 kasus, 2.382 kasus, dan 1.177 kasus
AIDS. (Depkes RI,2008)
Rate kumulatif nasional kasus AIDS per 100.000 penduduk hingga akhir Desember 2008
adalah sebesar 7,12 per 100.000 penduduk (dengan jumlah penduduk Indonesia
227.132.350 jiwa berdasarkan data BPS tahun 2005). Proporsi kasus yang dilaporkan
meninggal sebesar 20,89%. Lima infeksi oportunistik terbanyak yang dilaporkan adalah
TBC sebanyak 8.986 kasus, diare kronis 4.542 kasus, kandidiasis orofaringeal 4.479 kasus,
dermatitis generalisata 1.146 kasus, dan limfadenopati generalisata sebanyak 603 kasus.
(Depkes RI,2008)

Bagaimana Penularan HIV


HIV terdapat pada seluruh cairan tubuh manusia, tetapi yang bisa menularkan hanya
yang terdapat pada sperma (air mani), darah dan cairan vagina. Dengan demikian cara-cara
penularannya adalah sebagai berikut :
Berganti-ganti pasangan seksual, atau berhubungan dengan orang yang positif terinfeksi
virusHIV.
Pemakai jarum suntik bekas orang yang terinfeksi virusHIV.
Menerima tranfusi darah yang tercemar HIV.
Ibu hamil yang terinfeksi virus HIV akan menularkannya ke bayi dalam
kandungannya.
Penyebab Tertularnya Virus HIV/AIDS
Menurut UNAIDS (2004), individu dapat tertular virus HIV melalui 3 cara, yaitu:
Kontak seksual tanpa pelindung.
Darah yang terinfeksi pada transfusi darah.
Penularan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya, selama kehamilan, proses
kelahiran atau pemberian ASI (Air Susu Ibu).

2.8 PENATALAKSANAAN

HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total. Namun data selam 8
tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat meyakinkan bahwa pegobatan dengan
menggunakan kombinasi beberapa obat anti HIV bermanfaat untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas dini akibat infeksi HIV. . (Djoerban Z dkk,2006)

Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis, yaitu:

Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV).
Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi
HIV/AIDS, seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis, toksoplasmosis, sarkoma kaposi, limfoma,
kanker serviks.
Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan pengobatan
pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta juga tidur yang cukup
dan perlu menjaga kebersihan. Dengan pengobatan yang lengkap tersebut, angka kematian dapat
ditekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik amat berkurang.

2.8.1Terapi Antiretroviral (ARV)


Secara umum, obat ARV dapat dibagi dalam 3 kelompok besar yakn (Djauzi S dkk,2002):

Kelompok nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTI) seperti: zidovudin,


zalsitabin, stavudin, lamivudin, didanosin, abakavir
Kelompok non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTI) seperti evafirens dan
nevirapin

Kelompok protease inhibitors (PI) seperti sakuinavir, ritonavir, nelvinavir, amprenavir.

Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat
antiretroviral akan diberikan dalam jangka panjang. Proses memulai terapi ARV meliputi
penilaian terhadap kesiapan pasien untuk memulai terapi ARV dan pemahaman tentang
tanggung jawab selanjutnya (terapi seumur hidup, adherence, toksisitas). Jangkauan pada
dukungan gizi dan psikososial, dukungan keluarga atau sebaya juga menjadi hal penting yang
tidak boleh dilupakan ketika membuat keputusan untuk memulai terapi ARV. ( Depkes RI, 2007)

Dalam hal tidak tersedia tes CD4, semua pasien dengan stadium 3 dan 4 harus memulai
terapi ARV. Pasien dengan stadium klinis 1 dan 2 harus dipantau secara seksama, setidaknya
setiap 3 bulan sekali untuk pemeriksaan medis lengkap atau manakala timbul gejala atau tanda
klinis yang baru.Adapun terapi HIV-AIDS berdasarkan stadiumnya seperti pada tabel 10.
(Depkes RI, 2007)

Penatalaksanaan Infeksi Opurtunistik


Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang
timbul akibat penurunan kekebalan tubuh.
Infeksi ini dapat timbul karena mikroba
(bakteri, jamur, virus) yang berasal dari
luar tubuh, maupun yang sudah ada dalam
tubuh manusia namun dalam keadaan
normal terkendali oleh kekebalan tubuh.
(Yunihastuti E, 2005)
Infeksi oportunistik dapat dihubungkan
dengan tingkat kekebalan tubuh yang
ditandai dengan jumlah CD4 dan dapat
terjadi pada jumlah CD4 < 200 sel/L
ataupun > 200 sel/L. Sebagian besar
infeksi oportunistik dapat diobati namun
apabila kekebalan tubuh tetap rendah maka
infeksi oportunistik mudah kambuh kembali
atau juga dapat timbul oportunistik yang
lain. Pada umumnya kematian pada odha
disebabkan oleh infeksi oportunistik
sehingga infeksi ini perlu dikenal dan
diobati. Dengan penggunaan ARV
peningkatan kekebalan tubuh ( CD4 ) dapat
dicapai sehingga risiko infeksi oportunistik
dapat dikurangi.
Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi oportunistik terbanyak pada odha di Indonesia.TB
mempercepat progesivitas infeksi HIV dengan meningkatkan replikasi HIV dan juga menjadi
penyebab kematian tersering pada odha. (Yunihastuti E dkk, 2002)
TB paru merupakan jenis yang paling sering dijumpai dan muncul pada infeksi HIV awal
dengan jumlah median CD4 > 300 sel/L sedangkan TB ekstraparu atau diseminata dijumpai
pada odha dengan jumlah CD4 yang lebih rendah. (Yunihastuti E dkk, 2002)
Gejala TB paru yang paling sering adalah batuk kronik lebih dari 3 minggu, demam,
penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, rasa letih, berkeringat pada waktu malam, nyeri
dada, dan batuk darah. Sedangkan pada TB ekstra paru yang tersering adalah limfadenopati
asimetris, perikarditis, efusi pleura dan osteomielitis. Sayangnya, gambaran klinis TB pada odha
seringkali tidak khas dan sangat bervariasi sehingga menegakkan diagnosis menjadi lebih sulit.
(Yunihastuti E dkk, 2002)
Cara penegakan diagnosis TB pada odha tidak berbeda dengan yang bukan odha. Namun,
sensitivitas untuk pemeriksaan sputum BTA pada odha sekitar 50% dan tes tuberkulin hanya
positif pada 30-50% odha. Pada foto toraks, gambaran TB paru pada odha dengan CD4>200
sel/µL tidak berbeda dengan non – HIV

berupa infiltrat pada lobus atas, kavitas, atau efusi pleura. Pada ODHA dengan CD < 200 sel/µL,
gambaran yang lebih sering tampak adalah limfadenopati mediastinum dan infiltrat di lobus
bawah. Diagnosis definitif TB pada odha adalah dengan ditemukannya M.tuberculosis pada
kultur jaringan atau specimen sedangkan diagnosis presumtifnya berdasarkan ditemukannya
BTA pada specimen dengan gejala sesuai TB atau perbaikan gejala setelah terapi kombinasi
OAT. Yunihastuti E dkk, 2002)
Regimen pengobatan TB tidak berbeda dengan regimen pengobatan TB pada kasus non-
HIV dengan lama pengobatan 6 bulan seperti tercantum pada tabel 16. Terapi ARV
direkomendasikan untuk semua odha yang menderita TB dengan CD4 < 200/mm 3, dan perlu
dipertimbangkan bila CD4 > 350/mm3. Bila tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka terapi ARV
direkomendasikan untuk semua odha dengan TB. Pemberian OAT sebaiknya tidak dimulai
bersama-sama dengan ARV dengan tujuan untuk mengurangi kemungkinan interaksi obat, dan
ketidakpatuhan minum obat. (Yunihastuti E dkk, 2002)

Pencegahan Infeksi Oportunistik


Pencegahan infeksi oportunistik atau
profilaksis dapat dibagi dalam dua
kelompok besar yakni (Djauzi S dkk, 2002) :
Pencegahan primer, yakni upaya untuk
mencegah infeksi sebelum infeksi terjadi.
Misalnya pemberian kotrimoksazol pada
penderita yang CD4 < 200/mm3 untuk
mencegah Pneumocystis carinii pneumonia
(PCP). Pencegahan ini dapat mengurangi
risiko PCP.
Pencegahan sekunder, yaitu pemberian obat
pencegahan setelah infeksi terjadi.
Contohnya setelah terapi PCP dengan
kotrimoksazol diperlukan obat pencegahan
(dalam dosis yang lebih rendah) untuk
mencegahan kekambuhan PCP yang telah
sembuh.
Jika kekebalan tubuh dengan indikator nilai
CD4 meningkat maka risiko terkena infeksi
oportunistik berkurang sehingga obat
pencegahan infeksi oportunistik dapat
dihentikan. Namun bila kekebalan menurun
kembali obat infeksi oportunistik harus
diberikan lagi. Tabel berikut menampilkan
secara ringkas pencegahan terhadap
beberapa bentuk infeksi oportunistik.
Beberapa upaya profilaksis hanya
dianjurkan bila penderita mampu seperti
vaksinasi pneumokok, hepatitis B dan
hepatitis A. (Djauzi S dkk, 2002)

Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia.


In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI 2006

Djauzi S, Djoerban Z. Penatalaksanaan


HIV/AIDS di pelayanan kesehatan dasar.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI 2002.

Fauci AS, Lane HC. Human


Immunodeficiency Virus Disease: AIDS and
related disorders. In: Kasper DL, Fauci AS,
Longo DL, Braunwald E, Hause SL,
Jameson JL. editors. Harrisons Principles of
Internal Medicine. 17th ed. The United
States of America: McGraw-Hill

Kelompok Studi Khusus AIDS FKUI. In:


Yunihastuti E, Djauzi S, Djoerban Z,
editors. Infeksi oportunistik pada AIDS.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI 2005.

Laporan statistik HIV/AIDS di Indonesia.


2009 [cited 2009 March 10]. Available at url:
http://www.aidsindonesia.or.id
Dewi Rokhmah. 2014. Implikasi Mobilitas Penduduk Dan Gaya Hidup Seksual Terhadap
Penularan Hiv/Aids. 190jurnal Kesehatan Masyarakat. Issn 1858-1196
Komisi Penanggulangan AIDS. 2006. Stop AIDS. Jakarta.
Linda Astari, Sawitri, Yunia Eka Safitri & Desy Hinda P. 2009. Viral Load pada Infeksi HIV.
Jurnal Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin. Vol. 21 No. 1 April 2009
Murni, S., Green, W., Djauzi, S., Setiyanto, A., Okta, S. (2006). Hidup dengan HIV/AIDS.
Jakarta: penerbit Yayasan Spiritia.

Pengertian Penyakit Menular Seksual


Penyakit menular seksual adalah penyakit
yang ditularkan melalui
hubungan seksual. Penyakit menular seksual
akan lebih beresiko bila
melakukan hubungan seksual dengan
berganti-ganti pasangan baik melalui
vagina, oral maupun anal (Sjaiful, 200
7)
Tanda dan Gejala Penyakit Menular Seksual
(Sjaiful, 2007).
a. Rasa sakit atau nyeri pada saat kencing
atau berhubungan seksual.
b. Rasa nyeri pada perut bagian bawah.
c. Pengeluaran lendir pada vagina/ alat
kelamin.
d. Keputihan berwarna putih susu, bergumpal
dan disertai rasa gatal dan
kemerahan pada alat kelamin atau sekitarnya.
e. Keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau
busuk, dan gatal.
f. Timbul bercak-bercak darah setelah
berhubungan seks.
g. Bintil-bintil berisi cairan , lecet atau borok
pada alat kelamin.
Jenis Penyakit Menular Seksual.
a Gonore
Gonore atau kencing nanah adalah penyakit
tersering ditemuai
dalam dunia kedokteran. Ia mempunyai
banyak nama yang digunakan
oleh orang awam, seperti kencing nanah, raja
singa, dan banyak lagi.
Penyakit ini disebabkan oleh kuman Neiseria
gonorrhoe yang
berbentuk seperti buah kopi berpasangan.
Gejala awal dapat timbul dalam waktu 7-21
hari setelah infeksi.
Pada wanita biasanya tidak menunjukkan
gejala selama beberapa
minggu atau bulan, dan diketahui menderita
penyakit ini ketika
pasangan seksualnya tertular. Jika timbul
gejala, biasanya bersifat lebih
ringan, namun demikian beberapa penderita
menunjukkan gejala yang
berat, seperti desakan untuk berkemih, nyeri
ketika buang air kecil,
keluarnya caiarn putih dari vagina dan
penjalaran ini bisa mencapai
leher rahim, rahim, saluran telur, indung
telur, uretra (saluran kencing
bawah) dan rektum yang menyebabkan nyeri
pinggul dalam atau nyeri
ketika melakukan hubungan seksual.
Pada wanita dan pria homoseksual yang
melakukan hubungan
seksual melalui dubur bisa menderita gonore
pada usus bagian bawah.
Melakukan oral sex dengan seorang penderita
gonore juga dapat
menyebabkan tertularnya gonore pada
tenggorokan (faringitis
gonocokal), yang terkadang tidak
menunjukkan gejala dan kadang
gejalanya mirip seperti radang tenggorokan
yang menyebabkan

gangguan menelan. gonore juga dapat


menular ke mata jika cairan yang
terinfeksi mengenai mata yang biasanya
disebut dengan konjungtivitis
gonore. Bayi yang baru lahir dapat tertular
gonore dari ibunya yang
terjadi selama proses persalinan, yang dapat
menyebabkan
pembengkakan kelopak matanya dan dari
matanya mengeluarkan nanah
(suririnah, 2007)
b Sifilis (raja singa)
Kuman penyebabnya disebut Treponema
pallidum. Masa tanpa
gejala berlangsung 3-4 minggu, kadang-
kadang sampai 13 minggu
kemudian timbul benjolan di sekitar alat
kelamin. Kadang-kadang
disertai pusing-pusing dan nyeri tulang seperti
flu yang akan hilang
sendiri tanpa diobati. Ada bercak kemerahan
pada tubuh sekitar 6-12
minggu setelah hubungan seks. Gejala ini
akan hilang sendirinya dan
seringkali penderita tidak memperhatikan hal
ini.
Selama 2-3 tahun pertama penyakit ini tidak
menunjukkan gejala
apa-apa atau disebut masa laten. Setelah 5-10
tahun penyakit sifilis akan
menyerang susunan syaraf otak,pembuluh
darah dan jantung. Pada
perempuan hamil sifilis dapat ditularkan
kepada bayi yang
dikandungnya dan bisa lahir dengan
kerusakan kulit, hati, limpa dan
keterbelakangan mental (Sjaiful, 2007).
c Herpes genital
Penyakit yang disebabkan oleh virus Herpes
Simplex dengan masa
tenggang 4-7 hari sesudah virus masuk ke
dalam tubuh melalui hubungan seks.Gejala
dan tanda-tandanya adalah :Bintil-bintil
berair
(berkelompok seperti anggur) yang sangat
nyeri pada sekitar alat
kelamin, kemudian pecah dan meninggalkan
luka yang kering
mengerak, lalu hilang sendiri, dan gejala
kambuh lagi seperti diatas
namun tidak senyeri tahap awal bila ada
faktor pencetus (stres, haid,
minuman dan makanan beralkohol) dan
biasanya menetap hilang timbul
seumur hidup. Pada perempuan, seringkali
menjadi faktor kanker mulut
rahim beberapa tahun kemudian. Penyakit ini
belum ada obat yang
benar-benar mujarap, tetapi pengobatan
antivirus bisa menuragi rasa
sakit dan lamanya episode penyakit (Sjaiful,
2007).
d Klamidia
Penyakit ini disebabkan oleh Chamydia
trachomatis. Masa tanpa
gejala berlangsung 7-21 hari. Gejalanya
adalah timbul peradangan pada
alat reproduksi laki-laki dan perempuan.
Pada perempuan, gejalanya
bisa berupa: Keluarnya cairan dari alat
kelamin atau keputihan encer
berwarna putih kekuningan, rasa nyeri di
rongga panggul dan
perdarahan setelah hubungan seksual (Sjaiful,
2007).
e Trikomoniasis vaginalis.
Trikomoniasis vaginalis adalah penyakit
menular seksual yang
disebabkan oleh parasit Trikomonas vaginalis.
Gejala dan tandanya
adalah: Cairan vagina encer, berwarna
kuning kehijauan, berbusa dan
berbau busuk, vulva agak bengkak,
kemerahan, gatal dan terasa tidak
nyaman dan nyeri saat berhubungan seksual
atau saat kencing (Sjaiful,
2007).
f Kutil kelamin.
Kutil kelamin penyebabnya adalah human
papiloma virus dengan
gejala yang khas yaitu terdapat satu atau
beberapa kutilan sekitar
kemaluan.
Pada perempuan dapat mengenai kulit daerah
kelamin sampai
dubur, selaput lendir bagian dalam liang
kemaluan sampai leher rahim.
Bila perempuan hamil, kutil dapat tumbuh
besar sekali. Kutil kelamin
kadang-kadang bisa mengakibatkan kanker
leher rahim atau kanker
kulit di sekitar kelamin. Pada laki-laki
mengenai kelamin dan saluran
kencing bagian dalam. Kadang-kadang kutil
tidak terdapat terlihat
sehingga tidak disadari. Biasanya laki-laki
baru menyadari setelah ia
menulari pasangannya (Sjaiful, 2007).
g AIDS
AIDS adalah Acquired Immune Deficiency
Syndrom ( sekumpulan
gejala penyakit yang timbul karena turunnya
kekebalan tubuh, yang
didapat). AIDS disebabkan oleh adanya virus
HIV (Human
Immunodeficiency Virus) di dalam tubuh.
(PMI Tarakan, 2007)
Cara penularan lewat tranfusi darah/ produk
darah yang sudah
tercemar HIV, lewat cairan sperma dan
cairan vagina melalui hubungan
seks penetratif tanpa menggunakan kondom,
lewat air susu ibu yang
HIV positif dan melahirkan lewat vagina.
(PMI Tarakan, 2007)

Pengobatan Penyakit Menular Seksual.


Penyakit dapat diobati, satu-satunya cara
adalah berobat ke dokter
atau tenaga kesehatan. Patuhi cara
pengobatan sesuai petunjuk yang
diberikan oleh dokter atau tenaga kesehatan
untuk memastikan kesembuhan.
Hindari hubungan seksual selama masih ada
keluhan / gejala, bila kamu
hamil, beritahukan dokter atau tenaga
kesehatan (Sjaiful, 2007).

Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Penyakit


Menular Seksual.
Faktor dominan yang ikut menentukan
besarnya frekuensi dan distribusi penyakit
menular seksual dalam suatu masyarakat,
antara lain : (Hartadi, 2001)
1. Penyebab penyakit (agent)
Penyakit menular seksual sangat bervariasi
dapat berupa virus, parasit,
bakteri, protozoa.
2. Tuan (host)
Beberapa faktor yang terdapat pada host
yang berperan pada perbedaan
insiden penyakit menular adalah:
a. Umur
Umur berapa yang sangat penting yang ikut
mempengaruhi insiden
penyakit menular seksual, sesuai dengan cara
penularan penyakit menular
seksual yaitu melalui kontak seksual maka
golongan umur dengan insiden
meningkat adalah golongan umur dengan
kegiatan seksual aktif.
b. Sex / jenis kelamin
Angka kesakitan kelompok umur tertentu
pada penderita penyakit
menular seksual pria adalah lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita,
namun tingkat kegawatan pada wanita
penderita penyakit menular seksual
adalah lebih serius dibandingkan dengan laki-
laki, faktor yang
mempengaruhi antara lain:
1) Perbedaan sex dengan perbedaan susunan
antomi organ tubuh
tertentu. Manifestasi gejala klinis penyakit
menular seksual pada laki-
laki adalah lebih jelas sehngga memberikan
kesempatan lebih banyak
menggunakan fasilitas kesehatan.
2) Diagnosa penderita penyakit menular
seksual pada laki-laki lebih
mudah sehingga lebih banyak penderita laki-
laki yang dilaporkan.
c. Pilihan dalam hubungan seksual.
Data yang ada dinegara maju angka penyakit
menular seksual pada pria
homoseksual adalah lebih tinggi bila
dibandingkan dengan heteroseksual.
d. Lama bekerja sebagai pekerja seksual
komersial.
Pekerjaan seseorang sering merupakan ikatan
erat dengan kemungkinan
terjadinya penyakit menular seksual. Pada
beberapa orang yang bekerja
dengan kondisi tertentu dengan lingkungan
yang memberikan peluang Umur berapa
yang sangat penting yang ikut
mempengaruhi insiden
penyakit menular seksual, sesuai dengan cara
penularan penyakit menular
seksual yaitu melalui kontak seksual maka
golongan umur dengan insiden
meningkat adalah golongan umur dengan
kegiatan seksual aktif.
b. Sex / jenis kelamin
Angka kesakitan kelompok umur tertentu
pada penderita penyakit
menular seksual pria adalah lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita,
namun tingkat kegawatan pada wanita
penderita penyakit menular seksual
adalah lebih serius dibandingkan dengan laki-
laki, faktor yang
mempengaruhi antara lain:
1) Perbedaan sex dengan perbedaan susunan
antomi organ tubuh
tertentu. Manifestasi gejala klinis penyakit
menular seksual pada laki-
laki adalah lebih jelas sehngga memberikan
kesempatan lebih banyak
menggunakan fasilitas kesehatan.
2) Diagnosa penderita penyakit menular
seksual pada laki-laki lebih
mudah sehingga lebih banyak penderita laki-
laki yang dilaporkan.
c. Pilihan dalam hubungan seksual.
Data yang ada dinegara maju angka penyakit
menular seksual pada pria
homoseksual adalah lebih tinggi bila
dibandingkan dengan heteroseksual.
d. Lama bekerja sebagai pekerja seksual
komersial.
Pekerjaan seseorang sering merupakan ikatan
erat dengan kemungkinan
terjadinya penyakit menular seksual. Pada
beberapa orang yang bekerja
dengan kondisi tertentu dengan lingkungan
yang memberikan peluang terjadinya
kontak seksual akan meningkatkan akibat
meningkatkan
penderita penyakit menular seksual. Orang
tersebut termasuk dalam
kelompok resiko tinggi terkena penyakit
menular seksual.
e. Status perkawinan
Insiden penyakit menular seksual lebih tinggi
pada orang yang belum
kawin , bercerai atau orang yang terpisah dari
keluarganya bila
dibandingkan dengan orang yang sudah
kawin karena pemenuhan
kebutuhan seksualnya terpenuhi.
f. Pemakaian kondom. (BKKBN, 2005)
1) Pengertian kondom
Kondom adalah sarung karet tipis penutup
penis yang menampung
cairan sperma pada saat pria berejakulasi.
2) Cara kerja kondom
a) Mencegah pertemuan spermatozoa / sel
mani dengan ovum / sel telur
pada waktu bersenggama.
b) Penghalang kontak langsung dengan cairan
terinfeksi.
3) Cara penggunaan kondom
Dengan cara menyarungkannya pada alat
kelamin laki-laki yang sudah
tegang (keras), dari ujung zakar (penis)
sampai ke pangkalnya pada saat
akan bersenggama. Sesudah selesai senggama,
agar segera dikeluarkan
dari liang senggama sebelum zakar menjadi
lemas.
4) Keuntungan kondom
a) Murah, mudah didapat, tidak perlu resep
dokter.
b) Mudah dipakai sendiri.
c) Dapat dipakai sendiri.
d) Dapat mencegah penularan penyakit
kelamin, misalnya : gonore.
5) Kerugian kondom
a) Kadang-kadang ada yang tidak tahan
(alergi) terhadap karetnya.
b) Sobek bila memasukkannya tergesa-gesa.
6) Efek samping penggunaan kondom
Alergi terhadap karet
3. Faktor lingkungan
Beberapa faktor yang ikut berperan terhadap
penyebaran penyakit menular
seksual adalah faktor dengan sosial ekonomi,
kebudayaan, biologik dan
medik yang satu dengan yang lainya saling
berkaitan antara lain: (Hartadi,
2001)
a. Faktor demografi
1) Bertambahnya jumlah penduduk dan
pemukiman yang padat
2) Perpindahan populasi yang menambah
migrasi dan mobilisasi
penduduk misalnya : perdagangan, hiburan,
dll.
3) Meningkatnya protitusi dan homo seksual
4) Remaja lebih cepat matang dibidang
seksual yang ingin lebih cepat
mendaptkan kepuasan seksual.
b. Faktor sosial ekonomi
1) Kemiskinan terutama didaerah hutan yang
menyebabkan urbanisasi ke
kota besar.
2) Perkembangan ekonomi mendorong
terjadinya meningkatkan
promiskuitas (hubungan seksual antara
sejumlah laki-laki dengan
sejumlah perempuan), misalnya: orang lebih
mudah bepergian
berlibur atau berdarmawisata, berkunjung ke
tempat hiburan (Klub
malam, panti pijat, bar, dll)
c. Faktor kebudayaan
1) Pelanggaran nilai moral dan agama yang
menyebabkan orang lebih
bebas berbuat sesuatu termasuk hubungan
seksual diluar nikah.
2) Melanggarinya ikatan keluarga termasuk
pengawasan ortu
menyebabkan hubungan seksual diluar nikah.
3) Anggapan bahwa pria lebih promiskuitas
(hubungan seksual antara
sejumlah laki-laki dengan sejumlah
perempuan) menyebabkan adanya
prostitusi.
4) Meningkatkan rangsangan seksual melalui
majalah atau film biru, dan
lain-lain.
d. Faktor medik
1) Adanya kekebalan kuman penyakit
menular seksual. Kekebalan
karena penderita membeli obat dan minum
obat sendiri dengan dosis
obat yang tidak tetap atau tidak adekuat.
2) Diagnosis penyakit kadang susah.
Disebabkan Karena adanya penyakit menular
seksual yang
tersembunyi (Karier) kebanyakan wanita
penderita penyakit menular
seksual tidak menunjukkan gejala sehingga
tanpa disadari mereka
sesungguhnya merupakan sumber penularan
penyakit menular
seksual yang tersembunyi.
3) Walaupun penderita penyakit menular
seksual telah diobati dan
sembuh tetapi bila mitra seksualnya sudah
ketularan tidak diobati
maka akan tetap menjadi sumber penularan.
4) Adanya wanita tuna susila yang diluar
jangakauan pengobatan dan
pengawasan medik . Misal : wanita tuna susila
liar, terselubung, dan
lain-lain.
C. Praktek Pencegahan Penyakit Menular
Seksual
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam
suatu tindakan (overt
behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi
suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor pendukung atau kondisi yang
memungkinkan, antara lain : fasilitas
pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau,
faktor dukungan (support) dari
pihak lain misalnya tokoh masyarakat,
petugas kesehatan sangat penting untuk
mendukung praktek pencegahan penyakit
menular seksual (Notoatmodjo, 1997).
Praktek pencegahan penyakit menular
seksual, antara lain:(Sjaiful , 2007)
a Pencegahan primer, meliputi:
1. Tidak melakukan hubungan seksual baik
vaginal, anal dan oral dengan
orang yang terinfeksi adalah satu-satunya
cara yang 100% efektif untuk
pencegahan.
2. Selalu menggunakan kondom untuk
mencegah penularan penyakit
menular seksual.
3. Selalu menjaga kebersihan alat kelamin.
4. Segera memeriksakan diri serta melakukan
konseling ke dokter atau
petugas kesehatan apabila mengalami tanda
dan gejala penyakit
menular seksual, meliputi : rasa sakit atau
nyeri pada saat kencing atau
berhubungan seksual, rasa nyeri pada perut
bagian bawah, pengeluaran
lendir pada vagina/ alat kelamin, keputihan
berwarna putih susu,
bergumpal dan disertai rasa gatal dan
kemerahan pada alat kelamin atau
sekitarnya, keputihan yang berbusa,
kehijauan, berbau busuk, dan gatal,
timbul bercak-bercak darah setelah
berhubungan seks, bintil-bintil
berisi cairan , lecet atau borok pada alat
kelamin).
b Pencegahan sekunder, meliputi :
1. Adanya siraman rohani yang dilakukan di
lokalisasi.
2. Peningkatan pengetahuan tentang Penyakit
Menular Seksual melalui
penyuluhan dari dinas kesehatan.
c Pencegahan Tersier, meliputi :
1. Adanya peraturan dari pemerintah tentang
larangan prostitusi.
2. Adanya usaha rehabilitasi dengan pelatihan
ketrampilan pada wanita
pekerja seksual yang meninggalkan pekerjaan
sebagai pekerja seksual.

Anda mungkin juga menyukai