Anda di halaman 1dari 26

TUGAS BESAR

GEOMETRIK JALAN RAYA

Dosen Pengampu:
Ari Widya Permana, ST.,MT

Disusun Oleh :

Toby Irawan (19.51.021838)

TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK DAN INFORMATIKA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA

2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Di zaman yang semakin maju ini, transportasi menjadi hal yang vital
dalam kehidupan manusia. Kesuksesan bertransportasi sangatlah dipengaruh
oleh ketersediaan sarana dan prasarana transportasi itu sendiri. Salah satunya
adalah jalan raya.
Prasarana jalan merupakan akses terpenting dalam simpul distribusi
lalu lintas perekonomian suatu daerah karena perkembangan prasarana jalan
berfungsi menunjang kelancaran arus barang, jasa dan penumpang sehingga
dapat mempelancar pemerataan hasil pembangunan dalan suatu negara.
Disamping hal ini tersebut pembangunan prasarana jalan juga merupakan
upaya dalam memecahkan isolaso bagi daerah-daerah tersebut akan
meningkatkan kegiatan perekonomian.
Dengan demikian, jalan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
menunjang kemajuan serta mempercepat proses yang sangat penting dalam
menunjang kemajuan serta mempercepat proses pembangunan Kenyamanan,
keamanan, kelayakan suatu jalan mempunyai pengaruh yang cukup besar
dalam menentukan baik tindaknya suatu jalan.
Perencanaan geometric merupakan suatu bagian dari perencanaan jalan
dimana geometrik atau dimensi yang nyata dari suatu jalan berserta bagian-
bagian disesuaikan dengan tuntunan serta sifat-sifat lalu lintasnya. Jadi,
dengan ini diharapkan adanya keseimbangan antara waktu dan ruang
sehubungan dangan kendaraan yang bersangkutan sehingga menghasilkan
efisiensi keamanan dan kenyamanan yang optimal dalam batas-batas
pertimbangan ekonomi yang layak. Atas dasar itulah dirasa perlu untuk
mengangkat Geometrik Jalan Raya sebagai Tugas Besar yang wajib untuk
diselesaikan.

1
10

1.2 Maksud dan Tujuan


1.2.1 Maksud
Maksud dari penyusunan Tugas Besar Geometrik Jalan Raya ini
adalah sebagai syarat kelulusan mata kuliah Geometrik Jalan Raya.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan Tugas Besar Jalan Raya ini adalah :
1. Dapat mendesain geometrik jalan raya sesuai dengan aturan
standar yang berlaku di Indonesia.
2. Dapat merencanakan jalan yang didasarkan kepada kebutuhan
dan Analisa pengaruh jalan terhadap perkembangan wilayah
sekitar.
3. Dapat merencanakan jalan yang berorientasi pada efisiensi
tingkat pelayanan jalan dengan mengutamakan factor
kenyamanan dan keselamatan pengguna jalan.
4. Dapat menghasilkan desain geometric jalan yang
memaksimalkan rasio tingkat penggunaan biaya pelaksanaan.
BAB II
KRITERIA PERENCANAAN

Penetapan Desain Kriteria Jalan meliputi pemilihan ketentuan-ketentuan


yang akan digunakan dalam perancnagan geometric jalan. Acuan yang digunakan
dalam penentuan kriteria desain jalan ini adalha A Policy on Geometric Design of
Highways and Street (AASHTO, 2004), UU No. 38 tahun 2004 tentang jalan, dan
peraturan lainya. Jalan yang akan dirancang pada tugas ini adalah jalan antar kota
yang menghubungkan titik A dan titik B, sehingga garus mengikuti kriteria
perancngan jalan antar kota,. Kriteria perancangan meliputi beberapa hal, antara
lain.
2.1 Klasifikasi Median (Terrain)
Penentuan klasifikasi medan tempat perancangan jalan diperlukan
sebagai salah satu kriteria awal penentuan kriteria desain jalan yang akan
dirancang berkaitan dengan pencapaian tingkat keamanan dan efektivitas
jalan rencana baik dari segi kemudahan pelaksanaan, efisien biaya,, dan aspek
estetis jalan.
Klasifikasi medan didasarkan pada kemiringan melintang tegak lurus
dari trase rencana jalan. Metode yang dilakukan adalah dengan menghitung
nilai rata-rata kemiringan melintang garis bantu yang memotong tegak lurus
trase jalan setiap jarak 100 m. Nilai inilah yang dijadikan dasar untuk
mengklasifikasikan medan jalann sesuai dengan peraturan yang ada.
Tabel 2.1 Klasifikasi Menurut Medan Jalan
Jenis Medan Notasi Kemiringan %

Datar D <3

Bukit B 3 - 25

Pegunungan G > 25

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen


Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997

3
4

Jadi, berdasarkan Soal Geometrik Jalan Raya makan klasifikasi jangan


yang direncanakan termasauk dalam klasifikasi Bukit karena kelandaian
daerah > 10%.
2.2 Kelas dan Fungsi Jalan
2.2.1 Kelas Jalam
Kelas jalan dikelompokan berdasarkan pengguna jalan dan
kelancaran lalu lintas dam amgkutan jalan, serta spesifikasi penyediaan
prasarana jalan. Kelas jalan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidangn lalu lintas dan angkutan jalan. Kelas
jalan berdasarkan spesifikasi penyedia an jalan dikelompokan atas :
Tabel 2.2 Klasifikasi Kelas Jalan
Kelas Jalan
Jalan bebas Jalan Raya Jalan Sedang Jalan Kecil
hambatan (Highways) (Road)
(freeways)
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen
Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.
2.2.2 Fungsi Jalan
Berdasarkan sifat dan pergerakan pada lalu lintas dan angkutan
jalan, fungsi jalan dibedakan atas arteri, kolektor, local dan lingkungan.
Fungsi jalan terdapat pada system jaringan jalan primer dan system
jalan sekunder.
Tabel 2.3 Klasifikasi Sistem Jaringan Jalan dan Fungsi Jalan
Sistem Jaringan
Primer Sekunder
Jalan Fungsi Jalan
Arteri Arteri Primer Arteri Sekunder

Kolektor Kolektor Primer Kolektor Sekunder


Lokal Lokal Primer Lokal Sekunder
Lingkungan Lingkungan Primer Lingkungan Primer
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen
Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.
5

2.2.3 Tipe dan status Jalan


Tipe jalan ditentukan berdasarkan kebutuhan lalu lintas pada ruas
jalan tersebut. Tipe jalan yang dipilih adalah tipe 2 Lajur 2 Arah Tidak
Tebagi (2/2UD).

2.3 Kriteria Desain dan Standar Perancangan Geometrik Jalan


2.3.1 Kendaraan Rencana
Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius
putarnya dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik jalan.
Kendaraan rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu :
1. Kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang
2. Kendaraan sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau bus besar
2 as
3. Kendaraan besar , diwakili oleh truk semi-trailer.
Dimensi dasar untuk masing-masing kategori kendaraan rencana
ditunjukkan dalam Tabel 2.4 dan Gambar 2.1 s.d.Gambar 2.2 dan
Gambar 2.3 yang menampilkan sketsa dimensi kendaraan rencana
tersebut.
Tabel 2.4 Dimensi Kendaraan Rencana

Kategori Dimensi Tonjolan Radius


Radius
Kend. Kendaraan (cm) (cm)
Putar (cm) Tonjolan
Rencana Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Min Maks
Kend.
130 210 580 90 150 420 730 780
Kecil
Kend.
410 260 1210 210 240 740 1280 1410
Sedang
Kend.
410 260 2100 1,2 90 290 1400 1370
Besar
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen Pekerjaan
Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997
6

Gambar 2.1 Dimensi Kendaraan Kecil

Gambar 2.2 Dimensi Kendaraan Sedang

Gambar 2.3 Dimensi Kendaraan Besa


7

2.3.2 Kecepatan Rencana (VR)


Kecepatan rencana (VR), pada suatu ruas jalan adalah kecepatan
yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang
memungkinkan kendaraan- kendaraan bergerak dengan aman dan
nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan
pengaruh samoing jalan yang tidak berarti. Pada tabel 2.4 dibawah
menunjukkan VR untuk masing-masing fungsi jalan.
Tabel 2.5 Kecepatan Rencana, VR sesuai klasifikasi fungsi dan medan jalan

Kecepatan Rencana, VR(km/jam)


Fungsi Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70 – 120 60 – 80 40– 70
Kolektor 60 – 90 50 – 60 30– 50
Lokal 40 – 70 30 – 50 20– 30

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (Departemen


Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga) September 1997.

Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat


diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20
km/jam.

2.3.3 Komponen – Komponen Geometrik Jalan


a. Alinyemen Horizontal
Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada
bidang horizontal. Alinyemen horizontal juga dikenal dengan
nama “situasi jalan” atau “trase jalan”. Alinyeman Horizontal
terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga
tikungan).Perencanaan geometri pada bagian lengkung
dimaksudkan untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima
oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan tertentu dengan
membentuk superelevasi.Gaya sentrifugal adalah gaya yang
mendorong kendaraan secara radial keluar dari lajur jalannya.
8

Sedangkan superelevasi adalah suatu kemiringan melintang


ditikungan yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang
diterima oleh kendaraan
b. Panjang Bagian Lurus
Dengan Mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai
jalan. ditimjau dari segi kelelahan pengemudi, maka panjang
maaksimum bagian jalan yang lurus harus ditempuh. Panjang
bagian lurus dapat ditetapkan dari tabel dibawah ini :
Tabel 2.6 Panjang Bagian Lururs Maksimum
Bagian Lurus Maksimum
Fungsi
Datar Perbukitan Pegunungan
Arteri 3.000 2.500 2.000
Kolektor- 2.000 1,750 1.500

c. Tikungan
1. Bentuk Bagian Lengkung Tikungan
Alinyemen horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian
lengkung (yang disebut juga tikungan) yang dapat berupa :
a. Busur Lingkaran (FC)

Gambar 2.5 Full Circle (FC)


Sumber : Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis
PerencanaanTeknik Jalan Raya
9

Keterangan :
∆ = sudut tikungan
O = titik pusat lingkaran
Tc = panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT
Rc = jari-jari lingkaran
Lc = panjang busur lingkaran
Ec = Jarak luar dari PI ke busur lingkaran
Rumus yang digunakan :
𝑇𝑐 = 𝑅𝑐 𝑡𝑎𝑛 1/2 ∆
𝐸𝑐 = 𝑇𝑐 𝑡𝑎𝑛 1/4 ∆
𝐿𝑐 = ∆2л𝑅𝑐 / 360𝑜
FC (Full Circle), adalah jenis tikungan yang hanya
terdiri dari bagian suatu lingkaran saja. Tikungan FC hanya
digunakan untuk R (jari-jari tikungan) yang besar agar tidak
terjadi patahan, karena dengan R kecil maka diperlukan
superelevasi yang besar
b. Lengkung Spiral-Circle-Spiral (SCS)
Lengkung SCS dibuat untuk menghindari terjadinya
perubahan alinemen yang tiba-tiba dari bentuk lurus
ke bentuk lingkaran ( ∞ R=Rc), jadi lengkung ini
diletakkan antara bagian lurus dan bagian lingkaran
(circle) yaitu pada sebelum dan sesudah tikungan
berbentuk busur lingkaran.

Gambar 2.6 Spiral Circle Spiral (SCS)


Sumber : Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis
PerencanaanTeknik Jalan Raya
1
0

Keterangan :
Xs = Absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS
ke SC (jarak lurus lengkung peralihan)
Ys = Ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis
tangen, jarak tegak lurus ke titik SC pada
lengkung.
Ls = panjang lengkung peralihan (panjang dari titik TS
ke SC atau CS ke ST)
Lc = Panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke
CS)
Ts = Panjang tangen dari titik P1 ke titik TS atau ke
titik ST TS= titik dari tangen ke spiral
SC = Titik dari spiral ke lingkaran
Es = Jarak dari P1 ke busur lingkaran
θs = Sudut lengkung spiral
Rc = Jari-jari lingkaran
p = Pergeseran tangen terhadap spiral
k = Absis dari p pada garis tangen spiral
Rumus yang digunakan :
𝜃𝑠 = (𝐿𝑠 × 360)/(2 × 𝑅𝑑 × 2𝜋)

∆𝑐 = ∆𝑃𝐼 − (2 × 𝜃𝑠)

𝑋𝑠 = 𝐿𝑠 (1 − (𝐿𝑠 × 𝐿𝑠)/(40 × 𝑅𝑑 × 𝑅𝑑))

𝑌𝑠 = (𝐿𝑠 × 𝐿𝑠)/(6 × 𝑅𝑑)

𝑃 = 𝑌𝑠 – 𝑅𝑑 𝑥 𝑠𝑖𝑛 𝜃𝑠

𝐾 = 𝑋𝑠 – 𝑅𝑑 𝑥 𝑠𝑖𝑛 𝜃𝑠

𝐸𝑡 = (𝑅𝑑 + 𝑝)/𝑐𝑜𝑠 〖1/2 ∆〗 − 𝑅𝑟

𝑇𝑡 = (𝑅𝑑 + 𝑝) 𝑥 𝑡𝑎𝑛 (1 ⁄ 2 ∆𝑃𝐼) + 𝑘

𝐿𝑐 = (∆𝑐 × 𝜋 × 𝑅𝑑)/180

𝐿𝑡𝑜𝑡 = 𝐿𝑐 + (2𝑥𝐿𝑠)
11

Jika diperoleh Lc < 20 m, maka sebaiknya tidak


digunakan lengkung SCS tetapi digunakan lengkung SS,
yaitu lengkung yang terdiri dari dua lengkung spiral.
c. Spiral-Spiral (SS)

Gambar 2.8 Spiral - Spiral (SS)


Sumber : Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis
PerencanaanTeknik Jalan Raya
Rumus yang digunakan :
Lc = 0 dan Өs = ½ ∆PI
Ltot = 2 x Ls
Untuk menentukan Өs rumus sama dengan lengkung
peralihan.
∆𝑐×𝜋×𝑅𝑑
Lc =
90

P, K, Ts, dan Es rumus sama dengan lengkung peralihan.

2. Jari-jari Tikungan
Jari-jari tikungan minimum (R min) ditetapkan sebagai
berikujt:
𝑉 𝑅²
𝑅𝑚𝑖𝑛 =
127 (𝑒𝑚𝑎𝑥 . ₤)
Di mana :
𝑅𝑚𝑖𝑛 = Jari- jari tikungan minimum (m)
𝑉𝑅 = Kecepatan rencana (Km/Jam)
𝑒𝑚𝑎𝑥 = Superelevasi Maksimum (%)
₤ = Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal f = 0, 14 - 0,24
1
2

Tabel 2.7 Panjang Jari-jari Minimum (Dibulatkan)

𝑉𝑅 (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Jari-jari
Minimum 600 370 210 110 80 50 30 15
𝑅𝑚𝑖𝑛 (m)

3. Lengkungan Peralihan
Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan
diantara bagian lurus jalan dan bagian lengkung jalan berjari-jari
tetap R; berfungsi mengantisipasi perubahan alinemen jalan dari
bentuk lurus (R tak terhingga) sampai bagian lengkung jalan
berjari-jari tetap R, sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada
kendaraan saat berjalan di tikungan berubah secara berangsur-
angsur, baik ketika kendaraan mendekati tikungan maupun
meninggalkan tikungan
Bentuk lengkung peralihan dapat berupa parabola atau
spiral. Panjang lengkung peralihan (L) ditetapkan atas
pertimbanggan bahwa:
1. Lama waktu perjalanan di lengkung peralihan perlu dibatasi
untuk menghindari kesan perubahan alinemen yang
mendadak, ditetapkan 3 detik. (pada kecepatan 𝑉𝑅)
2. Gaya sentrifugal yang berkerja pada kendaraan dapat
diantisipasi berangsur-angsur pada lengkung peralihan
dengan aman.
3. Tingkat perubahan kelandaiaan melintang jalan (𝑟𝑒) dari
bentuk kelandaian normal ke kelandaian superelevasi
penuh tidak boleh melampaui 𝑟𝑒−𝑚𝑎𝑥 yamg ditetapkan
sebagai berikut:
Untuk VR < 70 km/jam, 𝑟𝑒−𝑚𝑎𝑥 = 0,035 m/m/detik
Untuk VR < 80 km/jam, 𝑟𝑒−𝑚𝑎𝑥 = 0,025 m/m/detik
13

Ls ditentukan dari 3 rumus dibawah ini dan di ambil nilai


yang terbesar :
1. Berdasarkan waktu tempuh maksimum di lengkung
peralihan.
𝑉𝑅
𝐿𝑆 = T
3,6

Dimana :

T = Waktu tempuh pada lengkung peralihan, ditetapkan


3 detik.
𝑉𝑅 = Kecepatan rencana (Km/Jam)
2. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal:
𝑉𝑅³ 𝑉𝑅 . 𝑒
𝐿𝑆 = 0,022 − 2.727
𝑅.𝐶 𝐶

3. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaiaan:


(𝑒𝑚− 𝑒𝑛) , 𝑉𝑅
𝐿𝑆 =
3,6 . 𝑟𝑒

Dimana :

𝑉𝑅 = Kecepatan rencana (Km/Jam).


𝑒𝑚 = Superelevasi Maksimum.
𝑒𝑛 = Superelevasi Normal.
𝑟𝑒 = Tingkat pencapaian perubahan kemiringan
melintng jalan (m/m/detik)
1
4

Skema Pemilihan Jenis Tikungan

TIKUNGAN S-C-S

YA
LC < 20 m TIKUNGAN S-S

TIDAK

YA
TIKUNGAN Full Circle
P < 0,2 m

TIDAK

e < Min (0,04 YA TIKUNGAN Full Circle


atau 1,5 en)

TIDAK

TIKUNGAN S-C-S

Gambar 2.9 Flowchart Pemilihan Jenis Tikungan


15

d. Superelevasi
Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan
yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima
kendaraan pada saat berjalan melalui tikungan pada kecepatan
VR.Nilai superelevasi maksimum ditetapkan 10%.

Gambar 2.10 Perubahan kemiringan melintang pada tikungan

Sumber : Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis Perencanaan Teknik


Jalan

a) Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan


melintang normal pada bagian jalan yang lurus sampai
ke kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian
lengkung.
b) Pada tikungan SCS,pencapaian superelevasi dilakukan
secara linear ,diawali dari bentuk normal sampai awal
lengkung peralihan (TS) yang berbentuk pada bagian
lurus jalan,'lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuh
pada akhir bagian lengkung peralihan (SC).
c) Pada tikungan fC, pencapaian superelevasi dilakukan
secara linear , diawali dari bagian lurus sepanjang 213
LS sampai dengan bagian lingkaran penuh sepanjang113
bagian panjang LS.
1
6

d) Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi


seluruhnya dilakukan padabagianspiral.
e) Diagram Superelevasi :

Gambar 2.11 Perubahan kemiringan melintang pada tikungan tipr SCS


Sumber : Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis Perencanaan Teknik
Jalan

Gambar 2.12 Perubahan kemiringan melintang pada tikungan Tipe FC


Sumber : Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis Perencanaan Teknik
Jalan
17

Gambar 2.13Perubahan kemiringan melintang pada tikungan Tipe


SS
Sumber : Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis Perencanaan
Teknik Jalan

D. Penentuan Stationing

Penentuan (stationing) panjang jalan pada tahap


perencanaan adalah memberikan nomor pada interval-interval
tertentu dari awal pekerjaan. Nomor jalan (sta jalan) dibtuhkan
sebagai sarana komunikasi untuk dengan cepat mengenali lokasi
yang sedang dibicarakan , selanjutnya. Nomor jalan ini sangat
bermanfaat pada saat pelaksanaan dan perencanaan. Disamping
itu dari penomoran jalan tersebut diperoleh informasi tentang
panjang jalan secara keseluruhan . setiap sta jalan dilengkapi
dengan gambar potongan melintangnya. Adapun interval masing-
masing penomoran jika tidak adanya perubahan arah tangen pada
alinyemen horizontal maupun alinyemen vertikal sebagai berikut:

1. Setiap 100 m, untuk daerah datar


2. Setiap 50 m, untuk daerah bukit
3. Setiap 25 m, untuk daerah gunung

Nomor jalan (sta jalan) ini sama fungsinya dnegan patok-


patok km disepanjang jalan, namun juga terdapat perbedaannya
antara lain :
1
8

1. Patok km merupakan petunjuk jarak yang di ukur dari patok


km 0, yang umumya terletak di ibukota provinsi atau
kotamadya, sedangkan patok sta merupakan petunjuk jarak
yang di ukur dari awal sampai akhir pekerjaan
2. Patok km berupa patok permanen yang dipasang dengan
ukuran standar yang berlaku, sedangkan patok sta
merupakan patok sementara selama masa pelaksanaan
proyek jalan tersebut.

Penomoran panjang jalan pada tikungan jalan adalah


memberikan nomor pada interval-interval tertentu dari awal
dimulainya tikungan. Penomoran pada tikungan jalan yaitu:

a. Stationing titik CT pada tikungan jenis lingkaran sederhana.


b. Stationing titik TS, pada tikungan jenis SCS dan SS.
c. Stationing titik SC, pada tikungan jenis SCS dan SS.
d. Stationing titik CS, pada tikungan jenis SCS dan SS.
e. Stationing titik ST, pada tikungan jenis SCS dan SS.

Bila diketahui titik A awal rencana dibagian tangen pertama


dan titik B akhir rencana dibagian tangen kedua, C adalah titik
pertemuan tangen horizontal (atau PH). Panjang A k C adalah d1
dan panjang C ke B adalah d2 . Perhitungan penomoran pada
tikungan jalan untuk setiap titik penting adalah sebagai berikut:

Pada tikungan FC : Sta TC = Sta titik A + d1 – Tc

Sta CT = Sta TC + Lc

Pada tikungan SCS: Sta TS = Sta titik A + d1 – Ts

Sta SC = Sta TS + Ls

Sta CS = Sta SC + Lc

Sta ST = Sta CS + Ls
BAB IV
KESIMPULAN

Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu atau as jalan pada bidang


horizontal. Alinyemen horizontal dikenal juga dengan nama “situasi jalan” atau
“trase jalan”. Alinyemen horizontal terdiri dari garis-garis lurus (biasa disebut
“tangen”), yang dihubungkan dengan garis-garis lengkung. Garis lengkung tersebut
terdiri dari full-circle, spiral-circle-spiral, dan spiral-spiral.
Kendaraan pada saat melalui tikungan dengan kecepatan (v) akan menerima
gaya sentrifugal yang menyebabkan kendaraan tidak stabil. Untuk mengimbangi
gaya sentrifugal tersebut, perlu dibuat suatu kemiringan melintang jalan pada
tikungan yang disebut superelevasi (e). Superelevasi dicapai secara bertahap dari
kemiringan melintang normal pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan
penuh (superelevasi) pada bagian lengkung.
Pada perencanaan alinyemen horizontal pelebaran di tikungan dimaksudkan
untuk mempertahankan konsistensi geometrik jalan agar kondisi manuver
operasional lalu-lintas di tikungan dipertahankan sama tingkat keamanan dan
kenyamanannya dengan pada segmen jalan yang lurus. Saat mendesain jalan ada
yang disebut stationing atau penomoran panjang jalan, pada tahap desain stationing
adalah pemberian nomor pada jarak-jarak tertentu dari awal proyek. Penomoran ini
atau stationing dengan simbol Sta, dibutuhkan sebagai prasarana komunikasi bagi
pengguna jalan dari tahap desain sampai dengan jalan tersebut terbangun.

19

Anda mungkin juga menyukai