Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis (TB) adalah satu penyakit infeksi yang menular, disebabkan oleh
kuman mycobacterium tuberculosis. Penularan langsung terjadi melalui inhalasi aerosol
yang mengandung kuman mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menjangkiti
semua kelompok umur dan mampu menyerang seluruh organ tubuh manusia kecuali
rambut. Kuman ini menyerang terutama paru, yang bisa menyebabkan kematian
(Kemenkes, 2012).

Tuberculosis atau dikenal dengan TB Paru merupakan penyakit yang mematikan


setelah HIV- AIDS. Penyakit ini menjadi epidemic di dunia. Indonesia merupakan Negara
dengan urutan kedua tertinggi di dunia penderita TB Paru setelah India. Tahun 2016
penderita Tuberculosis Paru mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya dari 9,6 juta
jiwa menjadi 10,5 juta jiwa. Sejak tahun 2016, tujuan program Tuberculosis Paru adalah
mengakhiri epidemic TB Paru melalui penerapan strategi End TB. Strategi tersebut
berupa mengurangi kematian akibat TB Paru sebesar 90% pada tahun 2030 dan
memutuskan kejadian kasus baru TB sebesar 80%.1

Kekurangan gizi atau malnutrisi juga dapat menyebabkan penurunan imunitas


ubuh yang meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Umumnya TB aktif menurunkan
status nutrisi seperti dilaporkan dalam beberapa penelitian yang dilakukan di Indonesia,
India, Inggris, dan Jepang. Albumin serum pada pasien TB dengan malnutrisi umumnya
rendah (Syafhira A. Alawiyah, 2018).

Berdasarkan laporan WHO 9,6 juta kasus TB paru tersebut terdiri dari pria 5,4
juta jiwa, wanita 3,2 juta jiwa dan anak-anak 1,0 juta jiwa. Terdapat juga 1,5 juta jiwa
terbunuh akibat TB (1,1 juta orang diantaranya HIV negatif dan 0,4 juta orang
diantaranya HIV positif), dimana sekitar 890.000 jiwa adalah pria, 480.000 jiwa adalah
wanita dan 140 000 jiwa adalah anak-anak (WHO, 2015).
India, Indonesia dan China merupakan negara dengan penderita tuberkulosis
terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10% dan 10% dari seluruh penderita di dunia. Di
Indonesia, angka prevalensi TB pada tahun 2014 menjadi sebesar 647 per 100.000
penduduk meningkat dari 272 per 100.000 penduduk pada tahun sebelumnya, angka
insidensi tahun 2014 sebesar 399 per 100.000

Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Kesehatan membuat sasaran strategis


pengendalian TB hingga 2014 mengacu pada rencana starategis yaitu menurunkan
prevalensi TB dari 235 per 100.000 penduduk menjadi 224 per 100.000 penduduk. Saat ini
diperkirakan ada 1 dari setiap 3 kasus TB yang masih belum terdeteksi oleh program.3
Tahun 2013 WHO memperkirakan di Indonesia terdapat 6.800 kasus baru TB dengan Multi
Drug Resistence (TB MDR) setiap tahun. Diperkirakan 2% dari kasus TB baru dan 12 %
dari kasus TB pengobatan pengulangan merupakan kasus TB MDR. Diperkirakan pula lebih
dari 55% pasien Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR TB) belum terdiagnosis atau
mendapat pengobatan baik dan benar. Rendahnya angka penderita TB di suatu wilayah
belum tentu menggambarkan kondisi yang sebenarnya, hal ini bisa disebabkan oleh fasilitas
pelayanan kesehatan yang belum berani mendiagnosis TB.4

Kota Palembang merupakan kota dengan penderita TB paru terbanyak di Sumatera


Selatan.5 Data TB cure rate dari tahun 2013 ke tahun 2014 terjadi penurunan sebesar 6%
yang berarti

keberhasilan dalam penyembuhan pasien TB Paru mengalami penurunan. Walaupun


angka keberhasilan penyembuhan TB Paru di Kota Palembang memenuhi standar WHO yaitu
diatas 84%. Selain itu, angka penderita TB Paru pada tahun 2014 juga mengalami kenaikan
dibandingkan tahun sebelumnya.6

Banyak faktor risiko yang mampu memicu timbulnya kejadian Tuberculosis, beberapa
diantaranya adalah lingkungan. Faktor lingkungan merupakan salah satu yang
mempengaruhi pencahayahaan rumah, kelembapan, suhu, kondisi atap, dinding, lantai
rumah serta kepadatan hunian. Selain itu faktor selain lingkungan berupa, jenis
kelamin,umur, pendapatan, pengetahuan serta sikap terhadap pencegahan TB juga
mempengaruhi terjadinya penyakit. 7, 8
Berdasarkan fakta yang telah diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis faktor risiko kejadian penyakit Tuberculosis di Kota Palembang.

Masalah status gizi menjadi penting karena perbaikan gizi merupakan salah satu
upaya pencegahan penularan serta pemberantasan TB paru. Status gizi yang buruk akan
meningkatkan risiko penyakit TB paru. Sebaliknya, TB paru berkontribusi menyebabkan
status gizi buruk karena proses perjalanan penyakit yang mempengaruhi daya tahan tubuh
(Syafhira A. Alawiyah, 2018).

Berdasarkan masalah di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan


rumusan masalah yaitu “Bagaimanakah asuhan keperawatan dengan gangguan
kebutuhan nutrisi pada pasien TB paru di Ruang Paru RSUD Jendral Ahmad Yani Kota
Metro Provinsi Lampung tahun 2019?”

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan masalah di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan rumusan masalah yaitu “Bagaimanakah asuhan keperawatan dengan gangguan
kebutuhan nutrisi pada pasien TB paru .

Anda mungkin juga menyukai