PEMBIMBING KLINIK :
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah
nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktu nya.
Shalawat beserta salam tak lupa pula kita hadiahkan kepada nabi besar kita yakni nya
nabi besar Muhammad SAW. Yang telah membawa umat nya dari zaman jahiliyah
kepada zaman yang penuh ilmu pengetahuan yang kita rasakan pada saat sekarang ini.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga menjadi
ibadah dan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Amin.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca,demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan supaya kita selalu berada di bawah lindungan Allah SWT.
Palembang, Desember 2021
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
2.2.3 Diagnosa keperawatan .............................................................................................. 20
2.2.4 Intervensi keperawatan ............................................................................................. 20
BAB III ............................................................................................................................ 23
ASUHAN KEPERERAWATAN ...................................................................................... 23
3.1 Pengkajian ....................................................................................................................... 23
3.2 Analisa Data .................................................................................................................... 26
3.3 Intervensi Keperawatan .................................................................................................. 27
3.4 Implementasi Keperawatan .............................................................................................. 27
3.5 Evaluasi Keperawatan...................................................................................................... 28
BAB IV ............................................................................................................................ 30
PEMBAHASAN ............................................................................................................... 30
4.1 Pengkajian ....................................................................................................................... 30
4.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................................................... 30
4.3 Intervensi Keperawatan ................................................................................................... 30
4.4 Implementasi Keperawatan .............................................................................................. 30
5. Evaluasi ............................................................................................................................. 31
BAB V.............................................................................................................................. 32
PENUTUP ....................................................................................................................... 32
5.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 32
5.2 Saran ................................................................................................................................ 33
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 34
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
teratas adalah DI Yogyakarta (4.5%), Kalimantan Timur (4 %), Bali (3.9 persen),
Sumatera Selatan (1,9%). Sementara, provinsi dengan prevalensi penyakit asma yakni
Sumatera utara, satu persen. (Kemenkes, 2018 dalam Lokadata, 2018). Prevalensi asma
pada penduduk semua umur menurut provinsi 2013-2018 di indonesia pada tahun 2013
2,4% sedangkan pada tahun 2018 menigkat 4,5% (Riskesdas Provinsi,2018).
Berdasarkan data RIKESDAS Tahun 2013 prevalensia kasus asma di Sumatera
Selatan pada tahun 2014 sebesar 0,4% mengalami penurunan bila dibandingkan pada
tahun 2013 sebesar 0,55% dari total penduduk 8,1 juta jiwa (DINKES provinsi
Sumatera Selatan 2014). Faktor yang dapat menimbulkan serangan Asma Bronkial
dibedakan menjadi dua jenis antara lain, faktor infeksi dan faktor non infeksi. Faktor
infeksi misalnya virus, jamur, parasit, dan bakteri sedangkan faktor non infeksi seperti
factor alergi, iritan, perubahan cuaca, kegiatan jasmani dan psikis (Nugroho, 2016).
Penderita asma harus segera di tolong dengan alat bantu pernapasan untuk melancarkan
saluran pernapasan saat terjadi serangan asma agar dapat selamat dari kematian. Asma
dapat menyebabkan tidak cukupnya pasokan oksigen sehingga memicu kematian
penderitanya. Asma memiliki tanda dan gejala sperti sesak napas, batuk-batuk, bunyi
nafas mengi, dahak yang bertambah banyak. Dahak yang bertambah banyak akan
menyebabkan bersihan jalan napas tidak efektif pada penderita (Masriadi, 2016).
1.3 Tujuan
2
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan kaji pola nafas
b. Mampu melakukan tindakan terapeutik memposisikan semi fowler
c. Mampu melakukan tindakan kolaborasi pemberian oksigenasi(O2) sesuai
kebutuhan pasien
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai, baik
pada anak-anak maupun dewasa. Kata asma (asthma) berasal dari bahasa yunani yang
berarti “terengah-engah”. Lebih dari 200 tahun yang lalu, Hippocrates menggunakan
istilah asma untuk menggambarkan kejadian pernafasan yang pendek-pendek (shortness
of breath). Sejak itu istilah asma sering digunakan untuk menggambarkan gangguan apa
saja yang terkait dengan kesulitan bernafas, termasuk ada istilah asma kardiak dan asma
bronkhial . Menurut Global Initiative For Asthma (GINA) tahun 2015, asma
didefinisikan sebagai “Suatu penyakit yang heterogen, yang dikarakterisir oleh adanya
inflamasi kronis pada saluran pernafasan. Hal ditentukan oleh adanya riwayat gejala
gangguan pernafasan seperti mengi, nafas terenggah-enggah , dada terasa berat/tertekan,
dan batuk, yang berfariasi waktu dan intensitasnya, diikuti dengan keterbatasan aliran
udara ekspirasi yang berfariasi”. Inflamasi kronis ini berhubungan dengan
hiprresponsivitas saluran pernafasan terhadap berbagai stimulus, yang menyebabkan
kekambuhan sesak nafas (mengi), kesulitan bernafas, dada tersa sesak, dan batuk-batuk,
yang terjadi utamanya pada malam hari atau dini hari. Sumbatan saluran nafas ini
bernafas reversibel, baik dengan atau tanpa pengobatan Asma adalah suatu keadaan
klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus yang berulang namun
revilsibel, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadan ventilasi
yang lebih normal. Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terkena asma mudah
ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan bronkus yang
khas.
Penyakit asma adalah penyakit yang terjadi akibat adanya penyempitan saluran
pernafasan sementara waktu sehingga sulit bernafas. Asma terjadi ketika ada kepekaan
yang meningkat terhadap rangsangan dari lingkungan sebagai pemicunya. Diantaranya
adalah dikarenakan gangguan emosi, kelelahan jasmani, perubahan cuaca, temperatur,
debu, asap, bau-bauan yang merangsang, infeksi saluran nafas, faktor makanan dan
4
reaksi alergi. Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran
nafas yang menyebabkan hiperaktivitas brinkus terhadap berbagai rangsangan yang
ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas dan rasa
berat dida terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel
baik dengan atau tanpa pengobatan. Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya
dapat tenang tanpa gejala tidak menggangu aktivitas tetapi dapat eksaserbasi dengan
gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian. (Nugroho dkk 2016)
2.1.2 Etiologi
Adapun penyebab dari asma adalah faktor infeksi dan faktor non infeksi
menurut Nugroho (2016):
a. Faktor infeksi misalnya virus, jamur, parasit, dan bakteri sedangkan
b. Faktor non infeksi seperti faktor alergi, iritan, perubahan cuaca, kegiatan jasmani
dan psikis.
Menurut Khairani (2019), Faktor pencetus serangan asma bronkial, adalah :
a. Alergen
Faktor alergen dianggap mempunyai perenan pada sebagai penderita dengan asama,
disamping itu hiperaktivitas saluran nafas juga merupakan faktor yang penting bila
tingkat hiperaktivitas bronkus tinggi diperlukan jumlah alergen yang sedikit dan
sebaliknya untuk menimbulkan serangan asma.
b. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza
merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma
bronkial. Diperkirakan, dua pertiga penderita asma dewasa, serangan asmanya
ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan.
c. Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asam tetapi pencetus asma, karena banyak orang
yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asam bronkial. Faktor ini
berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak labil
kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak.
d. Olahraga/kegiatan jasmani yanghebat
5
Sebagian penderita asma bronkial akan mendapatkan serangan asma apabila
melakukan olahraga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda
adalah dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan
asma karena kegiatan jasmani (exercise induced atshma) terjadi setelah olahraga
atau katifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul setelah beberapa
jam setelah olahraga.
e. Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma bronkial sensitive atau alergi terhadap obat tertentu
seperti Penisillin salisilat, beta blocker, kodein, dan sebagainya.
f. Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/ kendaraan, asap
rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau
yang tajam.
g. Faktor lingkungan
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-
15% klien dengan asma bronkial.
2.1.3 Patofisiologi
Asma adalah penyakit obstruksi pada jalan napas difusi yang reversibel.
Obstruksi ini disebabkan oleh satu atau lebih dari kontraksi otot- otot yang mengelilingi
bronkhi, yang menyempitkan jalan napas, atau terjadi pembengkakan membran yang
melapisi bronkhi, atau pengisian bronkhi dengan mukus yang kental dan jumlah yang
banyak. Selain itu, otot-otot bronkhial dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang
kental banyak dihasilkan dan membuat alveoli menjadi hiperinflamasi, dengan udara
yang terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini
belum diketahui, namun ada yang paling diketahui adalah adanya keterlibatan sistem
imunologis dan otonom (Wijaya dan Putri, 2013).
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap
lingkungan mereka. Sehingga Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian meyerang sel-
sel mast dalam paru. Pemanjanan ulang terhadap antigen mengakibatkan terjadinya
ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut
6
mediator) seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi
yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini yang terjadi di dalam jaringan
paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas menyebabkan bronkho spasme,
pembengkakkan membran mukosa dan pembentukan mukus yang berlebih. Obstruksi
jalan nafas merupakan kondisi pernafasan yang tidak normal akibat ketidakmampuan
batuk efektif. Dapat disebabkan oleh sekresi kelenjar otot bronkus meningkat dan
kental. Hipersekresi saluran pernafasan yang menghasilkan lendir sehingga partike
partikel kecil yang masuk bersama udara akan mudah menempel di dinding saluran
pernafasan. Hal ini akan mengakibatkan sumbatan sehingga ada udara yang menjebak
disalurkan pernafasan., karena itu individu akan berusaha lebih keras untuk
mengeluarkan udara tersebut. Sehingga terjadi sesak nafas, kemudian muncul bunyi
abnormal, yang merupakan tanda dari ketidakefektifan bersihan jalan napas.
Karena adanya edema pada jalan napas, maka kontraksi oksigen dalam darah
menurun, terjadilah hipoksemia yang menyebabkan gangguan pertukaran gas. Hal
tersebut mengakibatkan suplai darah dan oksigen ke jantung berkurang sehingga terjadi
penurunan cardiac. Jika suplai darah dan oksigen keseluruh tubuh menurun maka tubuh
akan menjadi lemah dan merasa kelelahan sehingga menyebabkan intoleransi aktivitas.
Saat individu berusaha keras mengeluarkan udara karena tersumbat, tekanan partial di
alveoli menurun kemudian menyebabkan hiperkapnea, suplai oksigen ke jaringan
menurun dan terjadi penyempitan jalan napas. Karena jalan napas menyempit,
kemudian kerja otot pernafasan meningkat maka menyebabkan pola napas tidak efektif
(Nurarif dan Kusuma, 2015).
7
2.1.4 WOC Asma Bronkial
Infeksi Merokok Polusi Alergen Genetik
Masuk saluran
pernapasan
Reaksi inflamasi
Kelemahan Vasokontriksi
pembuluh darah paru-
paru
Intoleransi aktivitas
Gangguan pertukaran
gas
8
2.1.5 Manifestasi Klinis
Asma Bronchiale biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak
ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernapas cepat
dan dalam, batuk, bunyi napas wheezing (mengi), takipnea, ortopnea,
gelisah,dyaporesis, ronchi. Gejala awal bisa berupa rasa gatal di leher (Suyono, 2012).
a. Sesak Napas
Terjadi setelah berpaparan dengan bahan allergen dan menetap beberapa saat.
b. Batuk
Batuk yang terjadi pada penderita asma merupakan usaha saluran pernapasan untuk
mengurangi penumpukan mucus yang berlebihan pada saluran pernapasan dan
partikel asing melalui gerakan silia mucus yang ritmik keluar.
c. Suara Pernapasan Whezing
Suara ini dapat digambarkan sebagai bunyi yang bergelombang yang dihasilkan dari
tekanan aliran udara yang melewati mucosa bronkus yang mengalami
pembengkakan tidak merata. Wheezing pada penderita asma akan terdengar pada
saat ekspirasi.
d. Pucat
Pucat pada penderita asma tergantung pada tingkat penyempitan bronkus. Pada
penyempitan yang luas penderita dapat mengalami sianosis karena kadar
karbondioksida yang ada lebih tinggi dari pada kadar oksigen jaringan.
e. Lemah
Oksigen di dalam tubuh difungsikan untuk respirasi sel yang akan digunakan untuk
proses metabolisme sel termasuk pembentukan energi yang bersifat aerobic seperti
glikolisis. Kalau jumlah oksigen bekurang maka proses pembentukan energi secara
metabolik juga akan ikut menurun sehingga penderita mengeluh lemah.
2.1.6 Klasifikasi
Tipe asma berdasarkan penyebabnya menurut Nugroho (2016).
a. Asma alergik
9
Asma yang disebabkan oleh aregen, misalnya: serbuk sari binatang, marah,
makanan dan jamur. Biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergen dan
riwayat medis masalalu, iskemia dan rhinitis alergi.
b. Asma indopatik atau non alergi
Yaitu tidak berhubungan dengan alergen spesifik, faktor-faktor seperti common
cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan lingkungan pencetus serangan.
Serangan menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan
empisema. Bentuk asma ini biasanya dimulai saat dewasa (>35 tahun).
c. Asma gabungan (mixed astma)
Yaitu bentuk asma yang paling umum, mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
maupun bentuk idiopatik atau non alergik.
2.1.7 Komplikasi
Menurut Mubarok (2013) berbagai komplikasi yang muncul adalah :
a. Status asmatikus, adalah setiap serangan asma berat atau yangkemudian menjadi
berat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan aminofilin suntikan
dapat digolongkan pada status asmatikus, penderita harus dirawat dengan terapi
yang intensif.
b. Atelektosis adalah pengeratan sebagian atau seluruh paru-paruakibat penyumbatan
seluruh udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat
dangkal.
c. Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen
d. Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yangmenyebabkan
kolapsnya paru.
e. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalahpenyempitan (obstruksi)
saluran nafas karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan
mengalami kerusakan yang luas
10
a. Anamnesa
1) keluhan sesak nafas, mengi dada tersa berat atau tertekan, batuk berdahak yang
tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari.
2) semua keluhan bersifat episodik dan reversible.
3) mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi
yang lain.
b. Pemeriksaan fisik
1) keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah,penderita lebih
nyaman dalam posisi penduduk
2) Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.
3) Paru :
(a) Inspeksi: dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong
kebawah
(b) Auskultasi: terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang
(c) Perkusi: hipersonor
(d) Palpasi: vokal fremitus kanan=kiri
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi :
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan seputum pada penderita asma akan didapati :
1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari dari kristal
eosinopil.
2) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan vikositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
1) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2) Keadaan pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH
11
3) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang diatas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
4) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari lg E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
c. Pemeriksaan radiologi
1) Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
mnunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun. Akan tetapi nila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat
adalah sebagai berikut:
2) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
3) Bila terdapat komplokasi (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
4) Bila terdapat komlikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
5) Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
6) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiousen pada
paru-paru.
d. Pemeriksan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes
tempel.
e. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi
3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru
yaitu :
1) Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clokwise rotation.
2) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(right bundle branch block).
3) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus techycardia, SVES, dan
12
4) VES atau terjadinya depresi segmen ST negatif.
f. Spiromentri
Untuk menunjukan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakaukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukan diagnosa
asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometeri tida saja penting untuk menegakan diagnosa tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Bnyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukan obstruksi. (Medicafarma,
2018).
g. Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis
Pengobatan profilaksi dianggap merupakan cara pengobatan yang paling
rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-faktor yang
menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya pengobatan propilaksi
berlangsung pada jangka panjang,dengan cara obat sebagai berikut.
1) Melambat pelepasan mediator.
2) Menukan hiperaktivitas bronkus.
Hasil yang diharapkan dari pengobatan profiklasis adalah:
1) Bila mungkin bis menggantikan obat simptomatik
2) Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid.
3) Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai.
4) Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekwensi serangan dan
meningkatkan beratnya serangan.
13
macam pengobatannya. Penatalaksanaan asma bronkial yang efektif membutuhkan
kerjasama yang baik antara pasien (atau orang tua/pengasuhnya) dengan tenaga
kesehatan yang memberikan perawatan (dokter, apoteker, perawat). Mengajarkan
kemampuan komunikasi kepada tenaga kesehatan dapat meningkatkan kepuasan pasien,
outcome kesehatan yang lebih baik, dan mengurangi penggunaan obat yang tidak
diperlukan. Pasien perlu diedukasi mengenai dasar-dasar pengetahuan tentang asma dan
mengelolahnya. Penatalaksanaan asma bronkial adalah berbasis pada pengontrolan
asma, dimana terapi dapat disesuaikan dalam suatu siklus yang berkesinambungan
antara terapi dan respon pasien terhadap pengobatan. Tetapi disesuaikan juga
berdasarkan tingkat kontrol/keparahan. Selain itu, untuk pasien secara individual,
keputusan terapi harus didasarkan pada karakteristik atau fenotip asma pasien yang
dapat memprediksi kemungkinan respon pasien terhadap pengobatan.
Adapun Strategi Terapi
a. Terapi non farmakologi
Terapi non farmakalogi meliputi 2 komponen utama, yaitu edukasi pada pasien
atau yang merawat mengenai berbagai hal tentang asma, dan kontrol terhadap faktor-
faktor pemicu serangan. Berbagai pemicu antara lain adalah debu, polusi, merokok,
olahraga, perubahan tempratur secara ekstrim, dll., termasuk penyakit-penyakit yang
sering mempengaruhi kejadian asma, seperti rinitis, sinusitis, gastroesophagal refluks
disease (GERD) dan infeksi firus. Untuk memastikan macam alergen pemicu serangan
pasien maka diremomendasikan untuk mengetahui riwayat kesehatan pasien serta uji
kulit (skin test). Jika penyebab serangan sudah diidentifikasi, pasien perlu diedukasi
memgenai mengenai berbagai cara mencegah dan mengatasi diri dalam serangan asma.
Edukasi kepada pasien juga meliputi pengetahuan tentang patogenesis asma, bagaimana
mengenal pemicu asmanya dan mengenal tanda-tanda awal keparahan gejala, cara
penggunana obat yang tpat terutama teknik inhalasi yang benar, dan bagaimana
memonitor fungsi paru-parunya. Selain itu juga dapat dilakukan fisioterapi napas
(senam asma), vibrasi dan atau perkusi toraks, dan batuk yang efisien. Tindakan
keperawatan lainnya yang dapat diberikan adalah :
1. Nebulizer
14
Nebulizer adalah alat untuk mengubah obat dalam bentuk cairan menjadi uap
yang dihirup. Pengobatan yang memanfaatkan nebulizer biasanya diberikan
pada penderita gangguan pernapasan, seperti asma dan penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK) saat gejala sesak napas sedang muncul.
Salah satu pengobatan gangguan pernapasan atau penyakit paru-paru adalah
dengan menggunakan obat yang dihirup atau terapi aerosol. Obat ini ada yang
bekerja untuk mengatasi sesak napas, mengurangi peradangan, dan mencegah
kekambuhan gejala. Pemberian obat hirup ini bisa melalui inhaler dan nebulizer
2. O2 Nasal Kanul
Indikasi pemasangan nasal kanul adalah sebagai terapi oksigen pada pasien yang
dapat bernafas spontan namun membutuhkan dukungan oksigen konsentrasi
rendah hingga sedang. Beberapa contoh penyakit dengan kebutuhan oksigen
rendah ringan sampai sedang antara lain: penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), asma, dan pneumonia dengan hipoksia
3. Teknik Napas Buteyko
Penyempitan saluran napas yang dialami oleh pasien asma dapat dikurangi
dengan melatih control pause. Teknik control pause yang dapat digunakan
adalah teknik pernapasan buteyko. Penerapan teknik pernapasan “buteyko”
bertujuan untuk memperbaiki pernapasan diaphragma serta memberikan efek
relaksasi bagi penderita.
4. Posisi Semi Fowler
Pemberian posisi tidur semi fowler 45˚ menggunakan gaya gravitasi untuk
membantu pernafasan, sehingga oksigen yang masuk kedalam paru-paru akan
lebih optimal sehingga pasien dapat bernafas lebih lega dan akan mengurangi
ketidaknyamanan.
b. Terapi farmakologi
Asma merupakan penyakit kronis, sehingga membutuhkan pengobatan yang
perlu dilakukan secara teratur untuk mencegah kekambuhan. Berdasarkan
penggunaanya, maka obat asma terbagi didalam tiga golongan yaitu:
1. Obat pengontrol
15
Digunakan secara rutin untuk terapi pemeliharaan/ pencegahan kekambuhan.
Golongan obat ini dapat mengurangi inflamasi saluran nafas, mengontrol gejala dan
mengurangi risiko kekambuhan dan penurunan fungsi paru. Beberapa obat yang
digunakan untuk terapi pemeliharaan antara lain: inhalasi steroid, agonis aksi panjang,
sodium kromoglikat atau kromolin, nedokromil, modifier leukotrien, dan golongan
metil ksantin.
2.1.10 Pencegahan
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah kekambuhan pada penderita asma bersama keluarga, yaitu:
a. Menjaga kesehatan
Menjaga kesehatan tubuh merupakan usaha yang tida terpisahkan dari
pengobatan penyakit asma. Bila penderita lemah dan kurang gizi, tidak saja mudah
terserang penyait tetapi juga berarti mudah untuk mendapat serangan penyakit asma
beserta komplikasinya. Usaha mencegah penyakit ini antara lain berupa makan
makanan yang bernilai gizi baik, minum banyak, istirahat yang cukup, rekreasi oleh
16
olahraga yang sesuai untuk mengatasi penyakit. Penderita dianjurkan banyak minum
kecuali bila dilarang dokter, karena menderita penyakit lain seperti penyakit jantung
atau ginjal yang berat.
b. Menjaga Kebersihan Lingkungan
Lingkungan dimana penderita hidup sehari-hari sangat mempengaruhi timbulnya
serangan penyakit asma. Keadaan rumah misalnya sangat penting diperhatikan. Rumah
sebaiknya tidak lembab, cukup ventilasi dan cahaya matahari. Sebaiknya alat-alat tidur
tidak terbuat dari kabu-kabu.
c. Pencegahan Asma Akibat Kerja
Gejala klinis bervariasi umumnya penderita asma akibat kerja mengeluh batuk berdahak
dan nyeri dada, sesak nafas serta mengi, beberapa pekerja merasakan gejala penyerta
seperti rhinitis, iritasi pada mata dan dermatitis. Asma akibat kerja dapat dicegah dan
disembuhkan bila didiagnosis lebih dini. Karena itu pencegahan merupakan tindakan
yang paling penting. Pencegahan asma akibat kerja meliputi :
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan tahap pertama terhadap bahan /zat paparan yang ada
dilingkungan kerja seperti debu atau bahan kimia agar tidak mengenai pekerja, sehingga
pekerja tetap sehat selama dan setelah bekerja. Kegiatan yang dilakukan adalah Health
Promotion (Promosi Kesehatan ) yaitu:
1. Penyuluhan tentang perilaku kesehatan dilingkungan kerja.
2. Menurunkan pajanan, dapat berupa subsitusi (penggantian) bahan, memperbaiki
ventilasi, automatis proses (robot ), modifikasi proses untuk menurunkan
sensitisasi, mengurangi debu rumah dan tempat kerja.
3. Pemeriksaan kesehatan sebelum mulai bekerja untuk mengetahui riwayat
kesehatan dan menentukan individu dengan resiko tinggi.
4. Kontrol administrasi untuk mengurangi pekerja yang terpajan ditempat kerja
dengan rotasi pekerjaan dan cuti.
5. Dengan menggunakan alat proteksi pernapasan dapat menurunkan kejadian
asma akibat kerja 10-20 %.
2. Pencegahan sekunder
17
Pencegahan sekunder adalah mencegah terjadinya asma akibat kerja pada pekerja yang
sudah terpajan dengan bahan dilingkungan pekerjaannya. Usaha yang dilakukan adalah
: Pengendalian jalur kesehatan seperti pemeriksaan berkala. Pemeriksaan berkala
bertujuan mendeteksi dini penyakit asma akibat kerja. Usaha yang dilakukan adalah
pemeriksaan berkala pada pekerja yang terpajan bahan yang berisiko tinggi
menyebabkan asma akibat kerja. Bila terdeteksi seorang pekerja dengan asma akibat
kerja, kondisi tempat kerja harus harus dievaluasi apakah memungkinkan bagi pekerja
untuk tetap bekerja ditempat tersebut atau pindah ketempat lain.
3. Pencegahan tersier
Dilakukan pada pekerja yang sudah terpapar bahan / zat ditempat kerja dan diagnosis
kearah asma akibat kerja sudah ditegakkan. Tindakan penting yang dilakukan adalah
menghindarkan penderita dari pajanan lebih lanjut, untuk mencegah penyakit menjadi
buruk atau menetap. Bagi mereka yang belum pindah kerja harus diberitahu bahwa,
apabila terjadi perburukan gejala atau memerlukan tambahan pemakaian obat-obatan
atau penurunan fungsi paru atau peningkatan derajat hiperaktiviti bronkus, maka
penderita seharusnya pindah kerja sesegera mungkin. Pada pekerja yang telah pindah
kerja ketempat yang bebas pajanan harus dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6 bulan
selama 2 tahun untuk menilai kemungkinan penyakit menetap atau tidak.
2.2.1 Pengkajian
Adapun pengkajian asma bronkial menurut Ns.Andra Saferi Wijaya, S.Kep dan
Ns.Yessie Mariza Putri, S.Kep (2017) , meliputi
a. Identitas klien, meliputi Nama, Usia, jenis klamin, ras, dll
b. Informasi dan diagnosa medik yang penting
c. Data riwayat kesehatan
d. Riwayat kesehatan dahulu : Pernah menderita penyakit sebelumnya, menderita
keluhan yang amat sangat dengan sionosis pada ujung jari.
e. Riwayat kesehatan sekarang
1) Biasanya klien sesak nafas, batuk-batuk, lesu tida bergairah, pucat tidak ada
nafsu makan, sakit pada dada dan jalan nafas.
2) Sesak setelah melakukan aktifitas/menghadapi suatu krisis emosional.
18
3) Sesak nafas karena perubahan udara dan debu.
4) Batuk dan susah tidur karena nyeri dada.
f. Riwayat kesehatan keluarga
1) Riwayat keluarga (+) asma
2) Riwayat keluarga (+) menderita penyakit alergi, seperti rinitis alergi, sinustis,
dermatitis,dan lain-lain.
19
Gejala :
1) Nafas pendek, dada rasa tertekan dan ketidak mampuan bernafas
2) Batuk dengan produksi sputum berwarna keputihan
3) Adanya peningkatan tekanan darah
4) Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu/sianosis
5) Belum ada kelainan bentuk thorak
6) Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
7) Batuk dengan dahak bisa dengan maupun pilek
Tanda :
1) Pernafasan biasanya cepat, fase ekspirasi biasanya memanjang
2) Penggunan otot bantu bernafas
3) Bunyi nafas mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama
inspirasi berlanjut sampai penurunan / tidak adanya bunyi nafas .
f. Keamananan
Gejala : riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat
g. Seksualitas ; Penurunan libido
20
1. Bersihan jalan nafas Tujuan : setelah 1) Identifikasi kemampuan batuk
dilakukan tindakan 2) Monitor adanya retensi sputum
tidak efektif
keperawatan selama 3) Monitor adanya tanda dan
berhubungan dengan 3x24 jam gejala infeksi saluran napas
diharapkan 4) Atur posisi semi fowler
bronkospasme,
Bersihan Jalan 5) Kolaborasi pemberian mokolitik
penurunan produksi Napas meningkat atau ekspektoran (Nebulizer)
dengan kriteria 6) Anjurkan latihan napas
sekret, sekresi
hasil:
tertahan, sekresi -Batuk Efektif
meningkat
kental, penurunan
energi, kelemahan.
21
4. Pola napas tidak Tujuan : setelah 1) Monitor frekuensi, irama,
dilakukan tindakan kedalaman, dan upaya napas
efektif b.d hambatan
keperawatan selama 2) Monitor pola napas (seperti
upaya napas 3x24 jam bradipnea, takipnea,
diharapkan pola hiperventilasi, Kussmaul,
napas membaik Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0
dengan kriteria 3) Monitor kemampuan batuk
hasil: efektif
- Frekuensi napas 4) Monitor adanya produksi
membaik sputum
5) Monitor adanya sumbatan jalan
napas
6) Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
7) Berikan minum hangat
8) Berikan oksigen, jika perlu
22
BAB III
ASUHAN KEPERERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : Ny.P
Umur : 20 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Cleaning Service
Alamat : Lr. Pasar Atom No.17
Tanggal Masuk RS : 7 Desember 2021
Tanggal Pengkajian : 7 Desember 2021
Diagnosa Medis : Asma Bronkial
b. Keluhan Utama :
Pasien mengeluh sesak nafas, tampak batuk berdahak yang susah
dikeluarkan dan tampak lemah
c. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Pasien sesak nafas sejak pagi hari, keadaan lemah dan batuk berdahak
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Riwayat penyakit : Asma Bronkial
2) Pengobatan : RSUD Palembang Bari
3) Pernah dirawat : Tidak pernah
4) Lama dirawat :-
5) Alergi : Tidak ada
6) Imunisasi : Tidak ada
e. Riwayat kesehatan keluarga
1) Orang tua : Ibu pasien memiliki riwayat Asma
2) Saudara kandung : Tidak ada
3) Penyakit keturunan : Asma
f. Psikologis
23
1) Bahasa yang digunakan : Bahasa Daerah
2) Persepsi tentang penyakitnya : Pasien optimis untuk sembuh
3) Konsep diri : Baik
4) Keadaan emosi. : Stabil
5) Perhatian terhadap orang lain : klien perhatian terhadap lawan bicaranya
6) Hubungan dengan keluarga : Baik
7) Hubungan dengan saudara : Baik
8) Hubungan dengan orang lain : Baik
9) Kegemaran :-
10) Daya adaptasi : Klien dapat beradaptasi dengan orang lain
11) Mekanisme pertahanan diri : Pertahanan tubuh pasien baik
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : Lemah
2) Tanda-tanda vital
(a) Tekanan Darah : 130/90 mmHg
(b) Suhu : 36,5°C
(c) Nadi : 84 x/menit
(d) RR : 26 x/menit
(e) SpO2 : 94 %
h. Pemeriksaan Fisik
Kepala
24
menggunakan alat bantu pendengaran
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
Paru-paru
Jantung
Terapi
25
3.2 Analisa Data
DO:
Klien terlihat batuk dan
belum bisa
mengeluarkan dahak
Terdengar suara napas
tambahan wheezing
RR : 26x/menit
26
3.3 Intervensi Keperawatan
Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi RASIONAL
27
09.40 Kolaborasi memberikan nebulizer ventolin
2,5 mg
klien
28
lebih nyaman
O:
1. Klien telah dapat beraktivitas sendiri
2. Klien tampak nyaman
3. Suara nafas bersih
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
29
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Pada bab ini penulis membahasa tentang implementasi keperawatan dengan
masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan asma pada Ny. P
di RSUD Palembang Bari. Dalam kasus yang ditemukan pada pasien ini
menunjukkan sesak nafas dan disertai batuk. Pada riwayat kesehatan didapatkan
pasien mempunyai riwayat penyakit asma. Faktor pencetus penyakitnya kambuh
dikarenakan oleh faktor cuaca dingin, debu dan kelelahan. Penulis menjadikan teori
ini sebagai pedoman untuk melakukan implementasi keperawatan.
30
e. Kolaborasi pemberian mokolitik atau ekspektoran (nebulizer)
f. Anjurkan latihan nafas dalam.
5. Evaluasi
Pasien mengatakan batuk, sesak nafas, keadaan umum lemah, RR 26x/menit,
batuk berdahak dan mudah dikeluarkan, irama nafas wheezing dan ronchi tidak
terdengar. Pasien masih terpasang oksigen nasal kanul 3liter/menit dan nebulisasi
tetap dilanjutkan. Masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi dan
intervensi dilanjutkan.
31
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah penelitian pada subjek yaitu Ny.P dengan Terapi Pemberian oksigen.
Untuk mengatasi sesak nafas pada pasien Asma Bronkial di Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang Bari pada tahun 2021, maka dapat mengambil kesimpulan bahwa :
dari hasil evaluasi pengkajian pada subjek yang mengalami sesak nafas setelah di
berikan intervensi keperawatan Memposisikan pasien dengan posisi semi fowler, terapi
sebagai berikut :
a. Tahap Pengkajian
Dari hasil pengkajian penulis pada Ny.P mengalami keluhan utama sesak nafas.
Tahap diagnosa keperawatan prioritas diagnosa kepada kedua subjek adalah yaitu
d. Tahap Evaluasi
pasien dengan posisi semi fowler, terapi Pemberian oksigen/O2, dan pemberian
32
nebulizer.
5.2 Saran
Ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan, diharapkan saran ini bisa di
keperawatan kedepanya.
Hasil penulis ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan sumbangan pemikiran
asuhan keperawatan tentang Memposisikan pasien dengan posisi semi fowler, terapi
Pemberian oksigen/O2, dan pemberian nebulizer untuk mengatasi sesak pada pasien
asma bronkial.
palembang khususnya dalam hal Memposisikan pasien dengan posisi semi fowler,
terapi Pemberian oksigen/O2, dan pemberian nebulizer untuk mengatasi sesak nafas
33
DAFTAR PUSTAKA
34