Anda di halaman 1dari 47

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang dapat menyebabkan radang
parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit
tuberkulosis paru ini termasuk suatu pneumonia,yaitu pneumonia yang disebabkan
oleh M. tuberkulosis. Tuberkulosis mencakup 80% dari keseluruhan kejadian
pada penyakit tuberkulosis, sedangkan untuk 20% selanjutnya merupakan
tuberkulosis ekstrapulmonar. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia pernah
mengalami tuberkulosis. Yang perlu kita pahami yaitu perlunya emua dokter tau
bahwa negara indonesia merupakan daerah endemik maka dokter di indonesia
harus bisa mengupayakan pembasmian tuberkulosis, untuk itu harus mengetahui
seluk beluk tuberkulosis paru (Respiratory Medicine, 2015).
Penyakit tuberkulosis ini merupakan penyakit menular yang dapat disebabkan
mycrobacterium tuberkulosis yang menyerang paru-paru melalui saluran
pencernaan serta luka terbuka yang terdapat pada kulit, pada proses selanjutnya
dapat terjadi proses peradangan (inflamasi) di daerah alveoli yang nantinya akan
menimbulkan penumpukan sputum yang berlebih (Nurarif & Kusuma, 2015).
Pada umumnya orang yang menderita tuberkulosis dapat menyebabkan
demam, batuk terus menerus, sesak nafas, anoreksia, nyeri dada, malaise, keringat
malam, bunyi dada, peningkatan sel darah putih dan berdampak mengalami
penurunan berat badan ( Nur Aini, Ramadiani, Heliza Rahmania Hatta, 2017 ).
Tuberkulosis dapat menyebabkan penurunan berat badan dibawah normal
dan defisiensi mikronutrien ( multivitamin dan nutrient ) hal itu dapat terjadi
karena malabsorsi, meningkat nya kebutuhan energi, terganggunya proses
metabolik dan berkurangnya asupan makanan karena penurunan nafsu makanan
dan dapat mengarah terjadinya kondisi wasting (penurunan masa otot dan lemak ).
penurunan berat badan pada penderita tuberkulosis dapat dipulihkan dengan cara
mengomsumsi makanan yang bergizi hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
energi dan protein yang dapat meningkat untuk mencegah dan dapat memperbaiki
kerusakan jaringan (Chandra, 2010)
Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Herlina (Herlina, 2014)
menunjukkan bahwa semakin banyak yang status gizinya kurang (IMT <18,5)
maka akan semakin banyak jumlah pada penderita tuberkulosis paru. Hal ini
terjadi karena status gizi merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan
sebab status gizi merupakan salah satu dari beberapa faktor tuberkulosis paru.
Seperti kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain lain.
Berdasarkan data World Health organization (WHO) dalam Global
Tuberkulosis Report 2017, diperkirakan pada tahun 2016 sebanyak 10,4 juta kasus
TB diseluruh dunia. Diperkirakan ada 1,4 juta kematian akibat TB pada tahun
2016, dan tambahan 0,4 juta kematian akibat penyakit TB di antara orang yang
hidup dengan HIV. Diperkirakan insiden tuberkulosis di indonesia pada tahaun
2016 sebesar 391 kasus/100.000 penduduk dan angkat kematian sebesar
40/100.000 penduduk (penderita dengan TB tidak dihitung) dan 10/100.000
penduduk pada penderita HIV dengan tuberkulosis (WHO, 2017).
Tiga negara dengan insident kasus TB terbanyak pada tahun 2018 yaitu :
India, Cina, Indonesia. Jumlah ini membuat negara indonesia berada di urutan
ketiga tertinggi untuk kasus TBC setelah India dan Cina. Negara indonesia juga
merupakan salah satu negara dengan presentase keberhasilan pengobatan TB
MDR di bawah dunia, yaitu berkisar hanya 51% pada tahun 2017 (WHO, 2017).
Sedangkan untuk data Riskesdas Indonesia menyatakan bahwa angka
morbiditas kejadian tuberkulosis BTA (+) pada tahun 2014 sebesar 176.677
penduduk, tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi 188.405 penduduk, tahun
2016 terjadi penurunan yang tidak selalu signifikan 181.711 penduduk. Angka
mortalitas tuberkulosis di negara Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2016
cenderung mengalami peningkatan (Riskesdas, 2018).
Angka kejadian tuberkulosis paru di provinsi sumatra selatan, pada tahun
2014 menunjukkan peningkatan, pada tahun 2015 lalu tercatat jumlah pasien
tuberkulosis paru ada 2.346 orang. Jumlah ini meningkat jika dibandingkat tahun
2014 yang mencapai 2.128 orang. Ditahun 2016 tercatat jumlah pasien
tuberkulosis meningkat 2370 orang. Peningkatan jumlah pasien saat ini juga
dikarenakan makin parah (Klara Nur Kasih, Nur Afni Sulastina 2019).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Munawwaroh (2013) pada hasil
kualitatif dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, dengan 1043 pasien TB yang
sudah melakukan pengecekan jumlah pasien dengan tuberkulosis paru yang ada di
kota palembang pada tahun 2017 adalah sebanyak 1383 pasien dan 20 diantaranya
adalah TB-MDR. Proporsi TB-MDR ini sebanyak 1,4%. estimasi TB-MDR ini
sebesar 1425 per 100.000 penduduk (Munawwaroh , 2013)
Berdasarkan data di atas, masih banyaknya penderita TB paru yang
memerlukan perhatian dan implementasi yang benar agar tidak terjadi defisit
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada pasien Tuberkulosis paru, oleh karena itu
penulis tertarik untuk melakukan implementasi keperawatan “pada pasien dengan
tuberkulosis Paru di RS Muhammadiyah Palembang Tahun 2021.’’

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan masalah keperawaatan di atas penulis tertarik untuk melakukan


penelitian dengan rumusan masalah yaitu “Bagaimanakah penerapan
implementasi keperawatan pada pasien Tuberkulosis paru dengan masalah
defisit nutrisi’’?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum

a. Untuk memperoleh gambaran implementasi keperawatan pada pasien


tuberkulosis paru dengan masalah defisit nutrisi di RS Muhammadiyah
Palembang pada Tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran pelaksanaan pengkajian pada pasien Tuberkulosis


Paru dengan masalah defisit nutrisi di RS Muhammadiyah Palembang
pada Tahun 2021.

b. Mengetahui gambaran dalam merumuskan diagnosa keperawatan pada


pasien Tuberkulosis Paru dengan masalah defisit nutrisi di RS
Muhammadiyah Palembang pada Tahun 2021.
c. Mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada pasien Tuberkulosis Paru
di RS Muhammadiyah Palembang pada Tahun 2021.
d. Mengetahuin gambaran pelaksanaan implementasi keperawatan di RS
Muhammadiyah palembang pada Tahun 2021.

e. Mengetahui gambaran dalam melaksanakan evaluasi keperawatan pada


pasien Tuberkulosis Paru dengan masalah defisit nutrisi di RS
Muhammadiyah Palembang Tahun 2021.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Bagi Penulis

Merupakan sarana belajar serta menambah wawasan dan pengalaman serta


dapat melaksanakan proses asuhan keperawatan pada pasien tuberkulosis paru
dengan masalah defisit nutrisi .
2. Manfaat Bagi Rumah sakit

Penelitian Studi kasus ini nantinya dapat dijadikan bahan masukan dalam
proses pembelajaran dan diharapkan dapat memberikan informasi bagi rumah
sakit dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien tuberkulosis paru
dengan masalah defisit nutrisi di RS Muhammadiyah Palembang pada tahun
2021.

3. Manfaat Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan


Tujuan penulisan ini diharapkan dapat membantu menambah informasi dalam
pengembangan IPTEK dan sebagai referensi mahasiswa / mahasiswi Poltekkes
Kemenkes Palembang Jurusan Keperawatan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran khususnya keperawatan.medikal bedah. Dengan masalah asuhan
keperawatan ada pasien tuberkulosis paru dengan masalah defisit nutrisi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Tuberkulosis

1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi

Gambar 2.1 Anatomi Paru (Gray, 2021)

Fungsi utama respirasi adalah memperoleh O2 Untuk digunakan oleh sel


tubuh dan mengeluarkan CO2 yang diproduksi oleh sel. Respirasi mencakup dua
proses yang terpisah tetapi saling berhubungan : respirasi seluler dan respirasi
eksternal. Respirasi seluler (internal) merupakan proses metabolik intrasel yang
dilaksanakan di dalam mitokondria memerlukan O2 dan menghasilkan CO2 selagi
mengambil energi dari molekul nutrien. Sedangkan respirasi eksternal adalah seluruh
rangkaian terjadinya pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan Eksternal dan sel
tubuh (Sherwood, 2015).

Struktur utama sistem pernapasan terbagi menjadi dua yaitu struktur utama
atau disebut juga dengan principal structure, dan struktur pelengkap atau disebut juga
dengan accessory structure. Struktur utama sistem pernapasan adalah saluran udara
pernapasan, yang terdiri atas jalan nafas dan saluran pernapasan, serta paru( parenkim
paru). yang termasuk jalan nafas yaitu 1. nares, hidung bagian luar (external nose), 2.
hidung bagian dalam (internal nose) 3. sinus paranasal 4. faring 5. laring. Sedangkan
yang termasuk saluran nafas adalah 1. trakea, 2. bronki dan bronkioli.
(Djojodibroto,2015)

Fisiologi pernafasan

Situasi faal paru seseorang dikatakan normal jika hasil kerja proses venrilas
distribusi, perfusi, difusi, serta hubungan antara ventilasi dengan perfus pada orang
tersebut dalam keadaan santal menghasilkan tekanan parsial gas darah arteri (PaO,
dan PACO) yang normal. Yang dimaksud keadaan santa adalah keadaan ketika
jantung dan paru tanpa beban-kerja yang berat. (Djojodibroto,2015)
Tekanan parsial gas darah arteri yang normal adalah PaO, sekitar 96 mmHg
(dibaca o6 mn merkuri atau 96 torricelli) dan PACO, sekitar 4o mmHg Te kanan
parlal ini diupayakan dipertahankan tanpa memandang kebuuhan okaigen yang
berbeda-beda, yaltu saat tidur kebutuhan oksigen 100 mL./menit dibandingkan
dengan saat ada beban kerja (exercise), 2000-3000 mL/menit. (Djojodibroto,2015)
Respirasi adalah proses pertukaran gas antara organisme dengan lingkungan,
yaitu pengambilan oksigen dan eliminasi karbondioksida. Respirasi eksternal adalah
proses pertukaran gas (O2, dan CO2) antara darah dan atmosfer sedangkan respirasi
lnternal adalah proses pertukaran gas (O2, dan CO2) antara darah sirkulasi dan sel
jaringan. (Djojodibroto,2015) Pertukaran gas memerlukan emnpat proses yang
mempunyai ketergantungan satu sama lain yaitu :
• Proses yang berkaitan dengan volume udara napas dan distribusi ventilasi
• Proses yang berkaitan dengan volume darah di paru dan distribusi aliram
• Proses yang berkaitan dengan difusi O, dan CO, dan
• Proses yang berkaitan dengan regulasi pernapasan.
Ventilasi

Ventilasi adalah menyangkut volume udara yang bergerak masuk dan keluar
dari hidung atau mulut pada proses bernapas.

Distribusi

Setelah proses ventilasi, udara yang telah memasuki saluran nafas di


distribusikan keseluruh paru selanjutnya masuk ke dalam alveolus. Udara volume
tidal adalah volume udara yang masuk dan keluar pada sekali bernafas yang besarnya
kira-kira 500 mL, dibagi menjadi volume kecil-kecil sebanyak alveoli yang ada.
Udara yang pertama terhirup, masuk ke puncak paru yang akan disusul oleh udara
dibelakangnya, masuk ke basis paru. Distribusi yang tidak merata ini dapat
mengakibatkan nila ventilasi pada puncak paru lebih besar dibanding nilai ventilasi di
basis paru. Distribusi volume udara yang diinspirasi dinyatakan sebagai fungsi
langsung dari resistance (R)serta compliance (C) atau disebut juga sebagai RC time
constant. Pada situasi yang normal, dua buah alveolus yang berdekatan akan
mendapat distribusi yang sama sebab nilai R dan C yang sama. Pada keadaan tidak
normal nilai R dan C setiap regio dapat berbeda. Pada bronkiolus yang terjadi
penyempitan, nilai R nyalebih tinggi dibandingkn pada keadaan normal sedangkang
pada alveoli yang kaku nilai R-nya juga meninggi. Alveoli yang nilai R dan C nya
tinggi mendapat distribusi udara yang lebih kecil sehingga terjadi underventilated.
(Djojodibroto,2015)

Perfusi

Perfusi paru merupakan sirkulası darah di dalam pembuluh kapiler paru.


Rangkaian pembuluh darah di paru sangat padat, terdapa kira kira 6 miliar kapiler
yang mengelilingi 3 juta alveoli di kedua paru sehingga terdapat 2000 kapiler untuk
satu alveolus. Aliran darah di dalam paru mempunyai tekanan lebih rendah (15
mmHg) jika dibandingkan dengan tekanan darah sistemik yang saat diastole 80
mmHg. tekanan di kapiler paru kira-kira seperlimanya. (Djojodibroto,2015)
Dalam keadaan istirahat, pada saat cardiac output 6 liter per menit. hanya 25%
dari pembuluh darah paru yang dialiri oleh darah. Sirkulasi darah di dalan, paru
mendapat tahanan, terutama tahanan pada jala-kapıler paru (capillary bed) Saat ada
kenaikan cardiac output, sirkulasi paru dapat mengakomodasinya tanpa terjadi
perubahan tekanan di arteri palmonalis. Distribasi aliran darah pada paru tidak sama
rata. Karena rendahnya tekanan darah di kapiler paru. aliran darah di paru sangat
terpengaruh oleh gravitasi bumi sehingga perfusi di bagian dasar paru lebih besar
dibandingkan perfusi di bagian apeks. Hal akan mengakibatkan rasio V/Q di basis
paru dan di puncak paru berbeda. Adanya perbedaan perfusi menimbulkan gagasan
untuk membagi paru ke dalam 3 zona-yaitu zona 1, zona 2. dan zona 3-berdasarkan
hubungan tara tekanan di arteri (Pa), alveolus (PA,), dan vena (Pv). Saluran napas
yang normal (terbuka), tekanan udara alveoli akan sama pesarnya di seluruh paru.
Pada paru normal, terdapat hubungan (relationship) antara tekanan udara alveoli dan
tekanan darah di kapiler paru; hubungan ni akan menentukan derasnya arus darah di
kapiler paru. (Djojodibroto,2015)
Pada zona 1, tekanan udara di alveolar dapat melebihi baik tekanan arteri
maupun tekanan vena sehingga dapat menghambat perfusi. Pada keadaan shock,
tekanan darah arteri paru jauh lebih rendah tekanan udara alveoli, tau pada pasien
yang menggunakan alat bantu nafas berupa ventilator, tekanan udara alveoli dapat
jauh diatas tekanan darah dikapiler paru. Keadaan seperti ini, yaitu dialveoli ada
ventilasi tetapi tanpa ada perfusi, disebut physiologic dead space atau alveolar dead
space.(Djojodibroto,2015)
Pada zona 2 , tekanan arteri melebihi tekanan alveolar tetapi tekanan alveolar
tetap lebih tinggi dibanding tekanan di vena. Darah dapat mengalir karena tekanan
arteri lebih tinggi dari pada tekanan alveolar.(Djojodibroto,2015)
Di zona 3, tekanan pada vena melebihi tekanan pada alveolar. Aliran udara
pada zona 3 sebanding dengan perbedaan antara tekanan arteri dengan tekanan vena.
(Djojodibroto,2015)
Pada paru normal, dalam keadaan istirahat, bagian terbesar aliran darah di
paru berada dalam zona 3; pada zona 2 sangat kecil ; sedangkan pada zona 1 hampir
tidak ada. Pada exercise dan kenaikan cardiac output yang menyebabkan tekanan
arteri maupun tekanan vena keduanya naik, zona 1 dan zona 2 menjadi zona 3.
dengan demikian, alveoli yang semula tidak terperfusi atau sedikitperfusinya dizona 1
dan zona 2 menjadi dialiri darah sehingga pertukaran gas darah menjadi lebih luas
dan tahan vaskular menurun. (Djojodibroto,2015)

Respirologi Difusi Gas O2 dan CO2.


Difusi adalah peristiwa perpindahan molekul dari suatu daerah yang
konsentrasi molekulnya tinggi ke daerah yang konsentrasinya lebih rendah. Peristiwa
difusi merupakan peristiwa pasif yang tidak memerlukan energi ekstra. Peristiwa
difusi yang terjadi di dalam paru adalah perpindahan molekul oksigen dari rongga
alveoli melintasi membrana piler alveolar, kemudian melintasi plasma darah,
selanjutnya menembus dinding sel darah merah, dan akhirnya masuk ke interior sel
darah merah sampai berikatan dengan hemuglobin. Membran kapiler alveolus sangar
tipis. yaitu 0,1 mikrometer atau sepertujuh puluh dari tebal butir darah merah
sehingga molekul oksigen tidak mengalami kesulitan untuk menembusnya. Peristiwa
difusi yang lain di dalam paru adalah perpindahan molekul karbondioksida dari darah
ke udara alveolus. Oksigen dan karbondioksida menembus dinding alveolus dan
kapiler pembuluh darah dengan cara difusi. Berarti molekul kedua gas tadi bergerak
tanpa menggunakan tenaga aktif. Urut-urutan proses difusi terbagi atas:
a. Difusi pada fase gas Udara atmosfer masuk ke dalam paru dengan aliran yang
cepat. ketika dekat alveoli kecepatannya berkurang sampai terhenti. Udara atau gas
vang baru masuk dengan cepat berdifusi atau bercampur dengan gas yang telah
ada di dalam alveoli. Kecepatan gas berdifusi di sini ber banding terbalik dengan
berat molekulnya. Gas oksigen mempunyai berat molekul 32 sedangkan berat
molekul karbon dioksida 44. Gerak molekul gas oksigen lebih cepat dibandingkan
dengan gerak molekul gas karbon dioksida sehingga kecepatan difusi oksigen juga
lebih cepat Percampuran antara gas yang baru saja masuk ke dalam paru dengan
gas yang lebih dahulu masuk akan komplit dalam hitungan perpuluhan detik. Hal
semacam ini terjadi pada alveoli yang normal, sedangkan pada alveoli yang tidak
normal, seperti pada emfisema, percampuran gas yang baru masuk dengan gas
yang telah berada di alveoli lebih lambat. (Djojodibroto,2015)
b. Difusi menembus membrana pembatas Proses difusi yang melewati membrana
pembatas alveoli dengan kapiler pembuluh darah meliputi proses difusi fase gas
dan proses difusi fase cairan.(Djojodibroto,2015)

Pengaturan Ventilasi
Pergerakan udara , yaitu dari atmosfer masuk kedalam paru, kemudian
keluar lagi, terus menerus demikian tidak pernah berhenti selama hidup
memerlukan suatu mekanisme yang menyerupai pompa. Mekanisme pompa
dilakukan oleh otot pernafasan termasuk diafragma dan dinding dada yang
menyebabkan perubahan volume dinding dada. Berbeda dengan otot jantung yang
mempunyai irma berkontraksi sendiri, otot pernapasan memerlukan dorongan agar
berkontraksi melalui pengaturan ventilasi (Djojodibroto,2015).
Pengaturan ventilasi (peningkatan atau pengurangan ventilasi) untuk
memenuhi kebutuhan metabolik dilakukan dengan mengupayakan keseimbangan
antara volume tidal dan frekuensi pernapasan. Pengaturan ini dilakukan melalui
tiga komponen sistem pengontrol pernapasan yaitu pusat kontrol pernapasan
(respirasi control centers), efektor pernafasan (respiratory effectors) dan sensor
pernapasan (respiratory center) (Djojodibroto,2015).

2. Definisi

Penyakit tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi kronik yang


menyerang hampir semua organ tubuh manusia dan terbanyak adalah paru-paru.
Penyakit penularan TB paru terjadi karena kuman yang dibatukkan atau di
bersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam keadaan udara bebas selama 1-2
jam tergantung ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam keadaan suasana yang lembab dan gelap kuman dapat
bertahan sampai berhari-hari hingga sampai berbulan-bulan, bila partikel infeksi
ini terhirup oleh orang yang sehat maka ia akan menempel pada saluran nafas atau
jaringan paru. Ukuran partikel yang sangat kecil bisa masuk ke alveolar paru jika
ukuranya mencapai < 5 um kuman TB yang berhasil masuk akan segera diatasi
oleh mekanisme imunologi tubuh yang non spesifik, magrofag alveoulus akan
melakukan fagositosis terhadap kuman TB dan biasanya dapat menghancurkan
sebagian besar kuman TB (Asril Bahar, Zulkifli Amin, 2015).
Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang dapat menyebabkan radang
parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit
tuberkulosis paru ini termasuk suatu pneumonia,yaitu pneumonia yang disebabkan
oleh M. tuberkulosis. Tuberkulosis mencakup 80% dari keseluruhan kejadian
pada penyakit tuberkulosis, sedangkan untuk 20% selanjutnya merupakan
tuberkulosis ekstrapulmonar. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia pernah
mengalami tuberkulosis. Yang perlu kita pahami yaitu perlunya emua dokter tau
bahwa negara indonesia merupakan daerah endemik maka dokter di indonesia
harus bisa mengupayakan pembasmian tuberkulosis, untuk itu harus mengetahui
seluk beluk tuberkulosis paru (Respiratory Medicine, 2015).

3. Etiologi

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium. Kuman batang aerobik dan tahan asam, merupakan organisme
patogen maupun saprofit. Terdapat beberapa mikrobakteri patogen, tetapi hanya
train bovin dan manusia patogen terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3
x 2 sampai 4 mm, ukuran lebih kecil dari pada sel darah merah (Sylvia A. Price
Dan Mary p. Standridge, 2015).
Menurut Sylvia A. Price Dan Mary p. Standridge (2015) tempat masuknya
kuman M. Tuberkulosis adalah melalui saluran pencernaan (GI), dan luka terbuka
pada kulit. Infeksi TB kebanyakan terjadi melalui udara, seperti melalui inhalasi
droplet yang sudah mengandung kuman-kuman basil tuberkel berasal dari orang
yang sudah terinfeksi. Sistem saluran pencernaan merupakan salah satu tempat
masuk utama bagi jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang sudah
terkontaminasi.

4. Patofisiologi
Ketika klien yang sudah terifeksi kuman tuberkulosis akan menjadi sakit
primer biasanya akan terlokalisir di bagian paru serta limfonodi regional di dalam
cavum thoracis. Pada pasien tuberkulosis infeksi primer biasanya tidak mengeluh
pada saat infeksi primernya, namun hasil tes tuberkulinyya positif. Magrofag tidak
akan mampu menghancurkan kuman tuberkulosis dan kuman akan bereplikasi di
dalam magrofag serta kuman TB dalam magrofag akan terus berkembang biak,
namun pada akhirnya akan membentuk koloni ditempat tersebut infeksi kuman TB
akan terus membelah diri setiap 25-32 jam di dalam magrofag di dalam bagian
magrifag dan akan terus tumbuh selama 2-12 minggu sampai jumlahnya cukup dan
menginduksi pada respon imun. Dari pokus primer yang sudah didapat kuman
tuberkulosis menyebar melalui saluran limfe regional, ialah kelenjar limfe yang
mempunyai saluran limfe dibagian lokasi fokus primer.
Proses penyebaran ini menyebabkan terjadinya infeksi di saluran limfe dan akan
menuju kelenjar limfe regional, adalah kelenjar yang mempunyai ke lokasi pada
fokus primer. Pada proses Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di
daerah saluran limfe dan di kelenjar limfe yang sudah terkena, jika fokus primer
terletak di bagian lobus paru bawah atau tengaj, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus, namu jika fokus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat yaitu paratrakeal.
Patofisiologi Tuberkulosis Paru

Microbacterium Masuk lewat jalan


Droplet Infection
Tuberkulosa
nafas

Menempel pada paru

Keluar dari
Tracheobronchial Dibersihkan oleh Menetap di jarigan paru
bersama sekret makrofag

Sembuh tanpa Terjadi proses peradangan


pengobatan

pengeluaran zat Tumbuh dan berkembang


pirogen di sitoplasma makrofag

Mempengaruhi Sarang primer / afek


hipotalamus primer (fokus ghon)

Mempengaruhi sel
Hiperthermi
point

Kompleks primer Limfangitis lokal Limfadinitis regional

Sembuh sendiri tanpa Sembuh dengan bekas


pengobatan fibrosis
Menyebar ke organ lain
(paru lain, saluran
pencernaan, tulang) melalui
media (bronchogen
percontinuitum, hematoge,
linfogen)
Radang tahunan di bronkus Pertahanan primer tidak
adekuat

Berkembang
menghancurkan jaringan Pembentuksn tuberkel Kerusakan membran
ikat sekitar alveolar

Bagian tengah nekrosis pembentukan sputum Menurunnya


berlebihan permukaan afek paru

Membentuk jaringan keju


Ketidakefektifan jalan Alveolus
nafas

Sekret keluar saat batuk Alveolus mengalami


konsolidasi & eksudasi

Batuk produktif (batuk


terus-menerus) Gangguan pertukaran
gas

Droplet infection Batuk berat

Terhirup orang sehat Distensi abdomen

Mual, muntah

Resiko infeksi
Intake nutrisi kurang

Ketidak seimbangan nutrisi


kurang dari keButuhan tubuh
5. Manifestasi Klinis

Menurut (Dr. R. Darmanto Djojodibroto, Sp. P, Fccp, 2015) manisfestasi


klinis tuberkulosis paru adalah :

a. Demam
Panas badan mencapai suhu 40 – 410C.
b. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia, tidak nafsu makan, badan
makin kurus (berat badan menurun), sakit kepala, meriang, nyeri otot.
c. Batuk kering / batuk produktif
Batuk ini terjadi karena adanya iritasi pada daerah brokus, dan batuk ini
sering bersifat persisten di sebabkan perkembangan penyakitnya yang
lambat.
d. Nyeri dada
Nyeri dada akan timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis. Nyeri dada yang di timbulkan biasanya
bersifat nyeri pleuritik karena terlibatnya pleura dalam proses penyakit
tuberkulosis.
e. Sesak nafas
Pada umumnya gejala sesak nafas mucul jika terjadi pembesaran nodus limfe
pada daerah hilus yang menekan bronkus.
f. Keringat malam.
g. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada.
h. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit.
6. Pemeriksaan penunjang

Jenis pemeriksaan penunjang menurut Asril Bahar, Zulkifli Amin, (2015) .

a. Sputum

- kultur : Mycobacterium tuberkulosis positif pada tahap aktif, sangat


penting untuk menentapkan diagnosa pasti dan melakukan uji
kepekaan terhadap obat.

b. Tes kulit (PPD, Mantoux, Volimer)

Reaksi akan positif (area indukasi 10 mm atau lebih) akan


menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak akan
berarti untuk menunjukkan keaefektifan penyakit.

c. Pemeriksaan Radiologi

Pada saat ini pemeriksaan radiologik dada merupakan cara yang


praktis untuk menemukan lesi TB. Pemeriksaan ini memang
membutuhkan biaya lebih dibandingkan pemeriksaan dahak langsung,
tetapi dalam beberapa hal ia memberikan keuntungan seperti pada TB
anak dan TB milier. Pada kedua keadaan tersebut diatas diagnosis dapat
diperoleh melalui pemeriksaan radiologik dada, sedangkan pada
pemeriksaan sputum hampir selalu negatif. Lokasi lesi TB umumnya
didaerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus
bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah bagian inferior atau
didaerah hilus menyerupai tumor paru (pada TB endobronkial). Pada
awal penyakit lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia dengan
gambaran radiologik berupa bercak-bercak seperti awan dan batas-batas
yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan
akan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal
sebagai tuberkuloma. Pada kavitas bayangannya dapat berupa cincin yang
mula-mula berdinding tipis, lama-lama dinding jadi skelerotik dan terlihat
menebal. Bila terjadi fibrosis maka terlihat sebagai bayangan yang
bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-
bercak padat dengan densitas tinggi, Pada atelektasis terlihat sebagai
fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau
1 lobus maupun 1 bagian paru. Bila terjadi TB milier terlihat berupa
bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh
lapangan paru.(Asril Bahar dan Zulkifli Amin, 2015)

Gambaran radiologik lain yang sering menyertai TB paru adalah


penebalan pleura (pleuritis), perselubungan cairan di bagian bawah paru
(efusi pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/
pleura (pneumo-toraks). Pada satu foto dada TB yang sudah lanjut sering
didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus seperti infiltrat, garis-
garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non skelerotik/skelerotik) maupun
atelektasis dan emfisema. TB sering memberikan gambaran yang aneh-
aneh terutama gambaran radiologik, sehingga dikatakan tuberculosis is
the great imitator. Gambaran infiltrat dan tuberkuloma sering diartikan
sebagai pneumonia, mikosis paru, karsinoma bronkus atau karsinoma
metastasis di paru. Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru.
Disamping itu perlu diingat juga faktor kesalahan dalam membaca foto.
Faktor kesalahan ini dapat mencapai 25%. Oleh sebab itu untuk
diagnostik radiologi sering dilakukan juga foto lateral, top lordotik, oblik,
tomografi dan foto dengan denditas keras. Adanya lesi (bayangan) pada
foto dada bukanlah menunjukkan adanya aktifitas penyakit, kecuali suatu
infiltrat yang betul-betul nyata. Lesi penyakit yang sudah non aktif sering
menetap selama hidup pasien. Lesi yang berupa fibrotik, kalsifikasi,
kavitas dan Schwarte sering dijumpai pada pasien-pasien yang sudah tua.
(Asril Bahar dan Zulkifli Amin, 2015)

Gambar 2.2 Rontgen Tuberculosis Paru (Medscape)

7. Diagnosis

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, diagnosis Tb paru cukup mudah


dikenal dari mulai Manifestasi klinik, gejala-gejala, kelainan radiologik
sampai mikrobiologik. Tetapi dalam prakteknya tidaklah selallu mudah
menegakkan diagnosis tersebut. Tahun 1964 WHO dan American Thoracic
Society menyatakan diagnosis pasti TB paru adalah dengan menemukan
kuman M.tuberculosis dalam sputum atau jaringan paru secara biakan. Jadi
diagnosis TB ditegakkan berdasarkan terdapatnya paling sedikit 1 spesimen
konfirmasi M.tuberculosis atau sesuai dengan gambaran histologi TB atau
bukti klinik sesuai dengan TB. Tidak semua pasien memberikan sediaan atau
biakan yang positif karena kelainan paru yang belum berhubungan dengan
bronkus atau pasien tidak bisa membatukkan sputumnya dengan baik.
Kelainan baru jelas terlihat bila penyakit sudah berlanjut sekali.
Di indonesia tampaknya sulit untuk menegakkan diagnosis seperti diatas
berhubungan dengan keterbatasan fasilitas laboratorium untuk pemeriksaan
biakan. Sebenarnya dengan menemukan kuman BTA dalam sediaan sputum
secara miskroskopis biasa sudah cukup untuk memastikan diagnosis TB
paru, karena insidensi M. tuberculosis atypic di indonesia sangatlah jarang.

8. Pengobatan

Pengobatan tuberkulosis paru


1. Tujuan pengobatan TB adalah :
a. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas
pasien
b. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
c. Mencegah kekambuhan TB
d. Mengurangi penularan TB kepada orang lain
e. Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat.

2. Prinsip Pengobatan TB :

Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam


pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien
untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab TB
(PNPK,2020).
Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:
A. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi
B. Diberikan dalam dosis yang tepat
C. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO
(pengawas menelan obat) sampai selesai masa pengobatan.
D. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam
tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan
(PNPK,2020).

3. Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu :

a. Tahap awal Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada


tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah
kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari
sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum
pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua
pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan
pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan
sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.
(PNPK,2020)

b. Tahap lanjutan Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa


kuman yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten
sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.
Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya
obat diberikan setiap hari (PNPK,2020).
Gambar 2.3 Dosis Rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa

4.Paduan obat standar untuk pasien dengan kasus baru Pasien dengan kasus
baru diasumsikan peka terhadap OAT kecuali:

a. Pasien tinggal di daerah dengan prevalensi tinggi resisten isoniazid


ATAU
b. Terdapat riwayat kontak dengan pasien TB resistan obat. Pasien
kasus baru seperti ini cenderung memiliki pola resistensi obat yang
sama dengan kasus sumber. Pada kasus ini sebaiknya dilakukan uji
kepekaan obat sejak awal pengobatan dan sementara menunggu
hasil uji kepekaan obat maka paduan obat yang berdasarkan uji
kepekaan obat kasus sumber sebaiknya dimulai.(PNPK,2020)
Gambar 2.4 paduan obat standar pasien TB kasus baru

Pemantauan Pengobatan

Semua pasien harus dipantau untuk menilai respons terapinya.


Pemantauan reguler akan memfasilitasi pengobatan lengkap, identifikasi dan
tata laksana reaksi obat yang tidak diinginkan. Semua pasien, PMO dan
tenaga kesehatan sebaiknya diminta untuk melaporkan gejala TB yang
menetap atau muncul kembali, gejala efek samping OAT atau terhentinya
pengobatan. Berat badan pasien harus dipantau setiap bulan dan dosis OAT
disesuaikan dengan perubahan berat badan. Respon pengobatan TB paru
dipantau dengan sputum BTA. Perlu dibuat rekam medis tertulis yang berisi
seluruh obat yang diberikan, respons terhadap pemeriksaan bakteriologis,
resistensi obat dan reaksi yang tidak diinginkan untuk setiap pasien pada
kartu berobat TB. WHO merekomendasi pemeriksaan sputum BTA pada
akhir fase intensif pengobatan untuk pasien yang diobati dengan OAT lini
pertama baik kasus baru maupun pengobatan ulang. Pemeriksaan sputum
BTA dilakukan pada akhir bulan kedua (2RHZE/4RH) untuk kasus baru dan
akhir bulan ketiga (2RHZES/1RHZE/5RHE) untuk kasus pengobatan ulang.
Rekomendasi ini juga berlaku untuk pasien dengan sputum BTA negatif.

Sputum BTA positif pada akhir fase intensif mengindikasikan


beberapa hal berikut ini:
a. Supervisi yang kurang baik pada fase inisial dan ketaatan pasien yang buruk.
b. Kualitas OAT yang buruk.
c. Dosis OAT dibawah kisaran yang direkomendasikan.
d. Resolusi lambat karena pasien memiliki kavitas besar dan jumlah kuman
yang banyak
e. Adanya penyakit komorbid yang mengganggu ketaatan pasien atau respons
terapi.
f. Penyebab TB pada pasien adalah M. tuberculosis resistan obat yang tidak
memberikan respons terhadap terapi OAT lini pertama. Pada kasus yang
tidak konversi disarankan mengirimkan sputum ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang mempunyai TCM atau biakan.

9. Komplikasi

Menurut Asril Bahar, Zulkifli Amin, (2015) Penyakit tuberkulosis paru


bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Menurut
Asril Bahar, Zulkifli Amin, (2015) komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
berlanjut.
a. Komplikasi dini
1. Pleuritis
2. Efusi pleura
3. Empiema
4. Laringitis
5. TB usus
6. Poncet’’s arthropaty
b. Komplikasi lanjut
1. Obtruksi jalan nafas (Sindrom Obstruksi pasca TB)
2. kerusakan parenkim berat fibrosis paru
3. Kol pulmonar
4. Amilosis paru
5. Karsinoma paru
6. Sindrom gagal nafas dewasa

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Tuberkulosis Paru

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan secara
sistematis guna menentukan status klesehatan klien saat ini. Pegkajian
harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis,
fisikologis, social maupun spiritual klien (Asmadi,2008).
Menurut (Muttaqin,2014) pengkajian pada Tuberkulosis paru
meliputi :

a. Identitas Diri Klien

1. Pasien : Nama, Umur, JenisKelamin, Status Perkawinan, Agama, Pendidikan,


Pekerjaan, Suku Bangsa, Tgl Masuk RS, No. CM, Alamat.
2. Penanggung Jawab (diisi lengkap) : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama,
Pendidikan, Pekerjaan, Alamat.

3. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian
b. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan yang diderita pasien saat masuk rumah sakit
c. Riwayat kesehatan yang lalu
Riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh pasien

4. Riwayat kesehatan keluarga

Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain
baik bersifat genetis maupun tidak

a. Pemeriksaan Fisik
Menurut Muttaqin (2014) pemeriksaan fisik pada klien dengan
Tuberkulosis Paru meliputi pemeriksaan fisik umum persistem dari
observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1
(Breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder),B5 (Bowel) dan B6
(Bone).

1. B1 (Breathing)
Inspeksi : bentuk dada dan gerakan nafas.
Sekilas pandangan klien dengan tuberkulosis paru biasanya tampak
kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk
dada.
Palpasi : palpasi trakhea.
Adanya pergeseran trakhea menunjukkan meskipun
tidakspesifik penyakit dari lobus atas paru.
Perkusi : pada klien dengan tuberkulosis paru yang disertai
komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup
sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi
cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumotoraks ventil
yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.

Auskultasi : pada klien dengan tuberkulosis paru didapatkan bunyi


nafas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit.

2. B2 (Blood)
Pada klien dengan tuberkulosis paru pengkajian yang
didapat meliputi :
Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan
fisik.
Palpasi : denyut nadi perifer yang lemah
Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada tuberkulosis
dengan efusi pleura masih mendorong ke sisi sehat.
Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan.

3. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif,
klien tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih, meregang,
dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya
didapatkan adanya konjungtiva anemis pada tuberkulosis paru dengan
hemoptoe masif dan kronis, dan sklera ikterik pada tuberkulosis paru
dengan gangguan fungsi hati.

4. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan.
Oleh karena itu perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal
tersebut merupakan tanda awal dari syok.

5. B5 (Bowel)

Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan,


dan penurunan berat badan.

6. B6 (Bone)
Aktivitas sehari – hari berkurang banyak pada klien dengan
tuberkulosis paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan,
kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga
menjadi tidak teratur.

5. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang dibuat oleh
perawat profesional yang memberi gambaran tentang masalah atau status
kesehatan klien, baik aktual maupun potensial yang ditetapkan
berdasarkan analisis dan intrepretasi data hasil pengkajian.
(Asmadi,2008).
Menurut NANDA (2013) dan Muttaqin (2014) masalah
keperawatan yang seing muncul adalah :

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan


pembentukan sputum berlebihan.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
membran alveolar.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan keletihan, anoreksia, dispnea,
peningkatan metabolisme tubuh.
d. Resiko penularan infeksi berhubungan dengan proses
inflamasi.

6. Intervensi keperawatan
Perencanaan merupakan suatu petunjuk tertulis yang
menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang
dilakukan terhadap pasien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan
diagnosa keperawatan (Asmadi,2008).

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan


pembentukan sputum berlebihan.

1) Definisi
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau
obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahan
kebersihan jalan nafas.

2) Batasan Karakteristik
a) Tidak ada batuk
b) Suara nafas tambahan
c) Perubahan frekuensi nafas
d) Perubahan irama nafas
e) Sianosis
f) Kesulitan bicara atau mengeluarkan suara
g) Penurunan bunyi nafas
h) Sputum dalam jumlah yang berlebihan
i) Batuk yang tidak efektif
j) Ortopnea (kesulitan bernafas kecuali ketika duduk)
k) Gelisah
l) Mata terbuka lebar

3. Kriteria Hasil :
a) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

b) Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa


tercekik, iram nafas, frekuensi pernapasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas sbnorml)

c) Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat


menghambat jalan napas

2. Intervensi
Mandiri
i. Kaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan, irama
dan kedalaman dan penggunaan otot aksesori
Rasional : Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan
atelektasis. Ronki, mengi menunjukkan akumulasi sekret /
ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang
dapat menimbulkan penggunaaan otot aksesori pernafasan
dan peningkatan kerja pernafasan
ii. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk
efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal (misal,
efek infeksi atau tidak adekuat hidrasi). Sputum berdarah
kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan (kavitasi)
paru atau luka bronkial dan dapat memerlukan eveluasi /
intervensi lanjut.
iii. Berikan pasien posisi semi fowler atau fowler. Bantu
pasien untuk batuk dan latihan napas dalam.
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi
paru dan menurunkan upaya pernapasan.

iv. Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500ml/hari


kecuali tidak diindikasikan.
Rasional : hidrasi yang adekuat membantu
mengencerkansekret dan mengefektifkan pembersihan
jalan nafas.
v. Bersihkan sekret dari mulut da dan trakhea, bila
perlu lakukan pengisapan (suction).
Rasional : mencegah obstruksi dan aspirasi. Pengisapan
diperlukan bila klien tidak mampu mengeluarkan sekret.

Kolaborasi

a) Beri obat – obatan sesuai indikasi

(1) Mukolitik, contoh asetilsistein (mucomyst)

(2) Bronkodiilator, contoh okstrifillin

(3) Kortikosteroid (Prednison)

Rasional :

(1) Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan


perlengketan sekret paru untuk memudahkan
pembersihan
(2) Bronkodilator meningkatkan ukiran lumen
percabangan trakeobronkial, sehingga menurunkan
tahanan terhadap aliran udara
(3) Berguna pada adanya keterlibatan luas dengan
hipoksemia dan bila respons inflamasi mengancam
hidup

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan


membran alveolar.

1) Definisi
Kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan / atau eliminasi
karbon dioksida pada membran alveolar – kapiler.
2) Batasan Karakteristik

a. pH darah arteri abnormal


b. pH arteri abnormal
c. Pernafasan abnormal (misal kecepatan, irama, kedalaman)
d. Warna kulit abnormal (misal pucat, kehitaman)
e. Konfusi (gangguan proses berfikir)
f. Sianosis (pada neonatus saja)
g. Penurunan karbon dioksida
h. Diaforesis (keringat)
i. Dispnea
j. Sakit kepala saat bangun
k. Hiperkapnia
l. Hipoksemia
m. Hipoksia
n. Iritabilitas
o. Nafas cuping hidung
p. Somnolen
q. Takikardia
r. Gangguan penglihatan

3. Kriteria hasil :

a. Mendemonstrasikan penigkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat


b. Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distress
pernapasan
c. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
d. Tanda-tanda vital dalam rentang normal

4. Intervensi
Mandiri
a) Kaji dispnea, takipnea, bunyi napas, peningkatan upaya pernafasan,
ekspansi thorax dan kelemahan

Rasional : TB paru mengakibatkan efek luas pada paru dari bagian kecil
bronkhopneumonia sampai inflamasi difus yang luas, nekrosis, efusi pleura
dan fibrosis yang luas.
b) Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis, dan perubahan warna
kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.
Rasional : akumulasi sekret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat
dapat menggangu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.
c) Tunjukkan dan dukung pernapasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk
klien dengan fibrosis dan kerusakan parenkim paru.
Rasional : membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps /
penyempitan jalan napas sehingga membantu menyebarkan udara melalui
paru dan mengurangi napas pendek.

d)Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas, dan bantu kebutuhan perawatan


diri sehari-hari sesuai keadaan klien.
Rasional : menurunkan konsumsi oksigen selama periode penurunan
pernapasan dan dapat menurunkan beratnya gejala.

Kolaborasi

a. Pemeriksaan AGD
Rasional : penurunan kadar O2 (PO2) dan atau saturasi dan
peningkatan PCO2 menunjukkan kebutuhan untuk intervensi /
perubahan program terapi.
b. Pemberian oksigen sesuai kebutuhan tambahan
Rasional : terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksia yang terjadi
akibat penurunan ventilasi / menurunnya permukaan alveoli paru
c. Kortikosteroid
Rasional : kortikosteroid berguna dengan keterlibatan luas pada
hipoksemia dan bila reaksi inflamasi menghancurkan kehidupan.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan keletihan, anoreksia, dispnea, peningkatan
metabolisme tubuh.

1. Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.

2. Batasan Karakteristik
a. Kram abdomen
b. Nyeri abdomen
c. Menghindari makan
d. Berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan ideal
e. Kerapuhan kapiler
f. Diare
g. Kehilangan rambut berlebihan
h. Bising usus hiperaktif
i. Kurang makanan
j. Kurang informasi
k. Kurang minat pada makanan
l. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
m. Kesalahan konsepsi
n. Kesalahan informasi
o. Membran mukosa pucat
p. Ketidakmampuan memakan makanan
q. Tonus otot menurun
r. Mengeluh gangguan sensasi rasa
s. Mengeluh asupan makanan kurang dari RDA (Recommended Daily Allowance)
t. Cepat kenyang setelah makan
u. Sariawan rongga mulut
v. Steatorea
w. Kelemahan otot pengunyah
x. Kelemahan otot untuk menelan

3. Kriteria Hasil :
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
f. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

3. Intervensi
Mandiri
a) Kaji status nutrisi klien, berat badan, derajat penurunan berat
badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat
mual/ muntah, dan diare.
Rasional : memvalidasi dan mentapkan derajat masalah untuk
menetapkan pilihan intervensi yang tepat.
b) Fasilitasi klien untuk memperoleh diet biasa yang disukai klien
(sesuai indikasi)
Rasional : memperhitungkan keinginan individu dapat
memperbaiki intake gizi.
c) Pantau intake dan output, timbang berat baadan secara periodik
(sekali seminggu ).
Rasional : berguna dalam mengukur kefektifan intake gizi dan
dukungan cairan.
d) Lakukan dan anjurkan perawatan mulut sebelum dan
sesudahintervensi / pemeriksaan sering.
Rasional : menurunkan rasa tak enak karena sisa makanan, sisa
sputum atau obat pada pengobatan sistem pernafasan yang
dapat merangsang pusat muntah
e) Fasilitasi pemberian diet TKTP, berikan dalan porsi kecil tapi
sering.
Rasional : memaksimalkan intake nutrisi tanpa kelelahan dan
energi besar serta menunjukkan iritasi saluran cerna.
Kolaborasi

a) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan


jenis diet yang tepat.
Rasional : merencanakan diet dengan kandungan gizi yang
cukup untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan
kalori sehubungan degan status hipermetabolik klien.
b) Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratoorium khususnya BUN,
protein serum dan albumin.
Rasional : menilai kemajuan terapi diet dan membantu
perencanaan intervensi selanjutnya.
c) Kolaborasi pemberian multivitamin
Rasional : multivitsmin bertujusn untuk memenuhi kebutuhan
vitamin yang tinggi dan peningkatan laju metabolisme umum.

d. Resiko penularan infeksi berhubungan dengan proses inflamasi.

1. Definisi
Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik
2. Batasan Karakteristik

a. Penyakit kronis
1. Diabetes mellitus
2. Obesitas

b. Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan patogen


c. Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
a. Gangguan peristalsis
b. Kerusakan integritas kulit (pemasangan kateter intavena,
prosedur invasif)
c. Perubahan sekresi pH
d. Penurunan kerja siliaris
e. Merokok
f. Statis cairan tubuh
g. Trauma jaringan (misal trauma, destruksi jaringan)
d. Ketidakadekuatan pertahanan sekunder
(1) Penurunan hemoglobin
(2) Imunosupresif (misal imunitas didapat tidak adekuat, agens
farmaseutikal termasuk imunosupresan, steroid, antibodi
monoklonal, imunomodulator)
(3) Leukopenia
(4) Supresi respons inflamasi
e. Vaksinasi tidak adekuat
f. Pemajanan terhadap patogen lingkungan meningkat
g. Malnutrisi

3. Kriteria Hasil

a. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko


penyebaran infeksi.
b. Menunjukkan teknik / melakukan perubahan pola hidup untuk
meningkatkan lingkungan yang aman.

4. Intervensi
Mandiri
a. Kaji patologi penyakit (aktif / pasif, diseminasi infeksi melalui
bronkus untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darah / sistem
limfatik) dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara
selama batuk, bersin, meludah bicara, tertawa, menyanyi.

Rasional : Membantu pasien menyadari / menerima perlunya


mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan
berulang / komplikasi. Pemahaman bagaimana penyakit
disebarkan dan kesadaran kemungkinan transmisimembantu
pasien / orang terdekat untuk mengambil langkah untuk
mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain.

b. Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat


karib / teman.

Rasional : Orang – orang yang terpajan ini perlu program terapi obat
untuk mencegah penyebaran / terjadinya infeksi.

c. Anjurkan pasien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan
menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik
mencuci tangan yang tepat. Dorong untuk mengulangi demonstrasi.

Rasional : Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran


infeksi.

d. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi


pernafasan.

Rasional : Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan


membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular.
e. Awasi suhu sesuai indikasi.
Rasional : Reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut.
f. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
tuberculosis, contoh tahanan bawah (alkoholisme, malnutrisi/bedah
bypass intestinal), gunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya
diabetes melitusm kanker, kalium.
Rasional : Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk
mengubah pola hidup dan menghindari / menurunkan insiden
eksaserbasi.

g. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.

Rasional : Periode singkat berakhir 2 – 3 hari setelah kemooterapi awal,


tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas sedang, resiko penyebaran
infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

h. Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara periodik terhadap sputum
untuk lamanya terapi.

Rasional : Alat dalam pengawasan efek dan keefektifan obat dan respons
pasien terhadap terapi.

i. Dorong memilih/mencerna makanan seimbang. Berikan makan sering kecil


makanan kecil pada jumlah makanan besar yang tepat.

Rasional : Adanya anoreksia dan / atau malnutrisi sebelumnya merendahkan


tahanan terhadap proses infeksi dan mengganggu penyembuhan. Makan kecil
dapat meningkatkan pemasukan semua.

Kolaborasi

Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh hasil usap sputum. Rasional : Pasien


yang mengalami 3 usapan negatif (memerlukan 3 – 5 bulan), perlu menaati
program obat, dan asimtomatik akan dikklasifikasikan tidak menyebar
4. Implementasi

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan


keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat
pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif,
kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu,
kemampuan melakukan teknik psikomotor atau melakukan observasi sistematis,
kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi, dan
kemampuan evaluasi (Asmadi, 2008).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan


perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan
secara bersinambungan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya, jika hasil
evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil klien bisa keluar dari
siklus proses keperawatan (Asmadi, 2008).
C. Konsep Nutrisi Pada Klien Tuberkulosis Paru
1. Konsep Nutrisi
a. Fungsi Nutrisi Dalam Tubuh
Nutrien merupakan zat kimia organik maupun anorganik yang
ditemukan dalam makanan dan diperlukan agar tubuh dapat berfungsi
dengan sebaik-baiknya. Nutrisi tersebut di absorbsi di saluran pencernaan
kemudian di distribusikan ke sel-sel tubuh. Di dalam sel-sel tubuh,
nutrien digunakan untuk proses fungsional sel tersebut, sumber energi,
dan sintesis protein (Asmadi, 2008).

Tubuh kita terbentuk dari zat-zat yang berasal dari makanan. Oleh
karena itu kita memerlukan makanan yaitu untuk memperoleh zat-zat
yang diperlukan tubuh. Zat-zat ini disebut nutrisi yang berfungsi
membentuk dan memelihara jaringan tubuh, memperoleh tenaga,
mengatur pekerjaan di dalam tubuh, dan melindungi tubuh terhadap
serangan penyakit. Dengan demikian, fungsi utama nutrisi adalah
memberikan energi bagi aktivitas tubuh, membentuk struktur kerangka
dan jaringan tubuh serta mengatur berbagai proses kimiawi tubuh (Jauhari
& Nasution, 2013).
Untuk pertumbuhan tubuh diperlukan zat yang disebut protein,
mineral dan juga air. Tenaga yang diperlukan untuk bekerja dan untuk
menjalankan aktivitas di dalam tubuh yaitu pencernaan makanan,
pernafasan dan peredaran darah diperoleh dari zat hidrat arang, lemak dan
protein. Protein digunakan untuk menghasilkan tenaga terutama bila
jumlah hidrat arang dan lemak tidak cukup. Zat-zat yang berfungsi
memelihara, mengatur kerja di dalam tubuh dan melindungi diri kita
terhadap serangan penyakit adalah vitamin dan mineral (Jauhari &
Nasution, 2013).
b. Kebutuhan Tubuh Akan Karboidrat
Merupakan senyawa yang terdiri dari elemen-elemen karbon,
hidrogen, dan oksigen dan terbagi menjadi gula atau karbohidrat
sederhana dan karbohidrat kompleks. Karbohidrat merupakan sumber
energi yang paling ekonomis dan paling banyak tersedia. Karbohidrat
sangat bermanfaat karena penghasil energi yang cepat dan menghasilkan
serat agar proses eliminasi pencernaan dan fungsi-fungsi intestinal
bekerja normal. (Jauhari & Nasution, 2013).
Metabolisme 1 gram karbohidrat menghasilkan 4 kalikalori (kkal)
atau 17joule. Metabolisme karbohidrat akan memproduksi tiga hasil yang
berbeda yaitu : katabolisme karbohidrat menghasilkan energi,
karbondioksida dan air, anabolisme karbohidrat menghasilkan glikogen
yang disimpan di hepar atau otot, dan konversi karbohidrat ke dalam
lemak (jaringan adiposa) sebagai cadangan sumber energi. Umumnya
karbohidrat diperoleh dari gula dari alam dan polisakarida. (Jauhari &
Nasution, 2013).

c. Kebutuhan Tubuh Akan Lemak


Lemak merupakan sumber energi kedua setelah karbohidrat.
Lemak disimpan dalam tubuh sebagai jaringan adiposa. Lemak juga
terdapat pada tumbuh-tumbuhan (nabati) dan hewan.lemak nabati seperti
minyak kelapa dan minyak kacang-kacangan.sedangkan lemak hewan
terdapat pada susu, keju dan kuning telur. (Asmadi, 2008)
Fungsi Lemak antara lain :

1) Sumber cadangan energi


2) Komponen dari membran sel
3) Insukator suhu tubuh
4) Pelarut vitamin A,D,E,K
5) Jenis lemak yaitu kolesterol berfungsi untuk menghasilkan asam
empedu yang berperan pada pencernaan dan pembentukan hormon
kortison, estrogen, testosteron, dan hidrokartison (Asmadi, 2008).

d. Kebutuhan Tubuh Akan Protein


Protein berasal dari bahasa Yunani yaitu protos yang berarti
“yang paling utama” merupakan bahan nutrisi paling utama yang
diperlukan dalam tubuh .
Protein berdasarkan asalnya terbagi menjadi dua kategori yaitu
protein nabati yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan protein hewani
yang berasal dari hewan. Protein nabati misalnya kacang-kacangan dan
gandum. Protein hewani misalnya daging, telur dan susu. (Asmadi, 2008).
Setiap manusia tentu membutuhkan protein agar tetap hidup dan
berkembang. Protein adalah fondasi sel pada manusia. Protein merupakan
zat pembangun jaringan tubuh. Protein terutama terdapat pada otot dan
kelenjar, organ-organ dalam, otak, syaraf,kulit, rambut, dan kuku, enzim-
enzim dan hormon (Jauhari & Nasution, 2013).

e. Kebutuhan Tubuh Akan Vitamin


Seperti halnya karbohidrat, protein dan lemak, vitamin adalah
senyawa organik terdiri atas atom karbon, hidrogen dan tidak jarang
mengandung oksigen, nitrogen atau sulfur. Tetapi berbeda dengan
senyawa lain (karbohidrat, protein, dan lemak) yang harus ada dalam
jumlah besar dalam makanan, vitamin dibutuhkan dalam jumlah sangat
kecil meskipun fungsinya sangat esensial (Jauhari & Nasution, 2013).
f. Kebutuhan Tubuh Akan Mineral
Mineral penting untuk pembentukan tulang-tulang dan gigi, serta
untuk membantu menjaga pergerakan otot, mrngatur proses fisiologis
tubuh dan menjaga keseimbangan asam basa. Selain itu mineral berperan
penting untuk pembentukan sel-sel baru sehingga sangat diperlukan bagi
pertumbuhan bayi dan balita.
Mineral diklasifikasikan menurut jumlah yang diperlukan tubuh
setiap hari. Jenis mineral yang diperlukan tubuh lebih dari 100mg setiap
hari disebut mineral utama atau macronutrient. Dan jenis mineral yang
dibutuhkan kurang dari 100mg setiap hari disebut mineral minor atau
micronutrient. Sedangkan traces mineral diperlukan tubuh dalam jumlah
yang sangat kecil (Jauhari & Nasution, 2013).

g. Kebutuhan Tubuh Akan Kalsium


Kalsium terdapat dalam susu dan keju. Berperan dalam
pembentukan tulang dan gigi dan kontraksi otot.Selain itu
kalsiumberperan dalam transmisi neural, pengaturan sistem enzim dan
coenzim dalam pembekuan darah.

Defisiensi kalsium (hipokalsemia) dapat menyebabkan gigi


jarang dan riketsia, gangguan pada tulang dan gigi ibu hamil baik
sebelum maupun sesudah melahirkan, proses pembekuan darah lambat
dan gangguan kontraksi otot serta penghantaran impuls saraf (Jauhari &
Nasution, 2013).

h. Kebutuhan Tubuh Akan Air


Kira-kira 60%-70% dari berat badan orang dewasa dan 80%
berat badan bayi adalah air. Pada orang dewasa akan kehilangan air kira-
kira 2,37% liter dalam setiap hari melalui keringat, ginjal dan pernafasan.
Untuk mempertahankan keseimbangan cairan dalam sel-sel tubuh, cairan
yang keluar harus diimbangi dengan masukan cairan dalam jumlah yang
memadai.
Para ahli menyepakati bahwa orang dewasa rata-rata
memerlukan 6-8 gelas air setiap hari. Air merupakan komponen
terbanyak di dalam penyusunan sel. Zat-zat makanan disalurkan ke sel
tubuh oleh darah yang utama. Air berperan pada berbagai proses/reaksi
kimia yang berlangsung dalam tubuh. Air juga penting dalam mengontrol
temperatur tubuh. Tak ada satupun organ tubuh yang mampu berfungsi
tanpa air. Oleh karena itu, dengn menjaga keseimbangan antara masukan
dan keluaran air, tubuh dapat mempertahankan homeostatis (Jauhari &
Nasution, 2013).

3. Konsep Pengkajian Kebutuhan Nutrisi


a. Pengkajian
i. Aspek Biologis, antara lain meliputi :
a. Umur. Pengkajian ini terkait dengan tumbuh kembang klien.
Tingkat kebutuhan nutrisi salah satunya dipengaruhi oleh faktor
usia. Pada masa pertumbuhan, kebutuhan nutrisi sangat besar
dibandingkan dengan masa lansia.
b. Jenis kelamin. Hal yang perlu dikaji antara lain : tingkat BMR antaa
laki-laki dengan wanita berbeda, begitu pula persentase lemakdalam
tubuh,dll.
c. Tinggi badan dan Berat badan. Pengkajian ini dilakukan adalah
salah satunya untuk mengetahui perbandingan antara tinggi dan
berat badan, ideal atau tidak.
d. Pengukuran antropometri. Pengukuran ini berguna untuk
mengidentifikasi masalah nutrisi klien.
e. Riwayat kesehatan dan diet. Riwayat kesehatan misalnya adalah
alergi terhdap jenis makanan tertentu. Gangguan pencernaan yang
sering di alami. Riwayat diet terkait dengan kebiasaan
asupanmakanan dan cairan klien, jenis makanan yang dikonsumsi,
nafsu makan,dll.
f. Pemeriksaan fisik
(1) Keadaan umum, kelemahan, tingkat kesadaran, tanda vital dll
(2) Keadaan kulit : kasar,kering, bersisik, kehilangan lemak pada
subkutan,dll.
(3) Keadaan kepala : rambut hipopogmentasi, mudah dicabut,
sklera kuning, hidung sering mimisan, gigi karies, dll.

(4) Keadaan dada hipetensi, frekuensi nafas cepat, dll.


(5) Keadaan perut : permukaan perut, adanya garis vena,
peristaltik usus, pembesaran hati atau limfe dll.
(6) Keadaan ekstermitas : edema, pergerakan lemah, penurunan
lingkar lengan, dan masa otot menurun.
ii. Aspek Psikologis
Perlu dikaji mengenai persepsi klien tentang diet, postur tubuhnya,
konsep diri yang terkait dengan bentuk tubuh, respons terhadap stress
iii. Aspek Sosiokultural
Adakah kultur, nilai-nilai yang dianut teradap makanan, budaya yang
terkait dengan makanan.
iv. Aspek Spiritual
Hal yang perlu dikaji misalnya adakah keyakinan yang dianut klien
terhadap makanan, serta bagaimana keyakinan tersebut mempengaruhi
kebutuhan nutrisinya,dll.
b. Diagnosis keperawatan
Menurut North American Nursing Diagnosis Association
(NANDA), diagnosis keperawatan yang terkait masalah nutrisi dibagi
menjadi (Mubarak & Chayatin, 2008) :
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh

Anda mungkin juga menyukai