PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang dapat menyebabkan radang
parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit
tuberkulosis paru ini termasuk suatu pneumonia,yaitu pneumonia yang disebabkan
oleh M. tuberkulosis. Tuberkulosis mencakup 80% dari keseluruhan kejadian
pada penyakit tuberkulosis, sedangkan untuk 20% selanjutnya merupakan
tuberkulosis ekstrapulmonar. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia pernah
mengalami tuberkulosis. Yang perlu kita pahami yaitu perlunya emua dokter tau
bahwa negara indonesia merupakan daerah endemik maka dokter di indonesia
harus bisa mengupayakan pembasmian tuberkulosis, untuk itu harus mengetahui
seluk beluk tuberkulosis paru (Respiratory Medicine, 2015).
Penyakit tuberkulosis ini merupakan penyakit menular yang dapat disebabkan
mycrobacterium tuberkulosis yang menyerang paru-paru melalui saluran
pencernaan serta luka terbuka yang terdapat pada kulit, pada proses selanjutnya
dapat terjadi proses peradangan (inflamasi) di daerah alveoli yang nantinya akan
menimbulkan penumpukan sputum yang berlebih (Nurarif & Kusuma, 2015).
Pada umumnya orang yang menderita tuberkulosis dapat menyebabkan
demam, batuk terus menerus, sesak nafas, anoreksia, nyeri dada, malaise, keringat
malam, bunyi dada, peningkatan sel darah putih dan berdampak mengalami
penurunan berat badan ( Nur Aini, Ramadiani, Heliza Rahmania Hatta, 2017 ).
Tuberkulosis dapat menyebabkan penurunan berat badan dibawah normal
dan defisiensi mikronutrien ( multivitamin dan nutrient ) hal itu dapat terjadi
karena malabsorsi, meningkat nya kebutuhan energi, terganggunya proses
metabolik dan berkurangnya asupan makanan karena penurunan nafsu makanan
dan dapat mengarah terjadinya kondisi wasting (penurunan masa otot dan lemak ).
penurunan berat badan pada penderita tuberkulosis dapat dipulihkan dengan cara
mengomsumsi makanan yang bergizi hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
energi dan protein yang dapat meningkat untuk mencegah dan dapat memperbaiki
kerusakan jaringan (Chandra, 2010)
Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Herlina (Herlina, 2014)
menunjukkan bahwa semakin banyak yang status gizinya kurang (IMT <18,5)
maka akan semakin banyak jumlah pada penderita tuberkulosis paru. Hal ini
terjadi karena status gizi merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan
sebab status gizi merupakan salah satu dari beberapa faktor tuberkulosis paru.
Seperti kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain lain.
Berdasarkan data World Health organization (WHO) dalam Global
Tuberkulosis Report 2017, diperkirakan pada tahun 2016 sebanyak 10,4 juta kasus
TB diseluruh dunia. Diperkirakan ada 1,4 juta kematian akibat TB pada tahun
2016, dan tambahan 0,4 juta kematian akibat penyakit TB di antara orang yang
hidup dengan HIV. Diperkirakan insiden tuberkulosis di indonesia pada tahaun
2016 sebesar 391 kasus/100.000 penduduk dan angkat kematian sebesar
40/100.000 penduduk (penderita dengan TB tidak dihitung) dan 10/100.000
penduduk pada penderita HIV dengan tuberkulosis (WHO, 2017).
Tiga negara dengan insident kasus TB terbanyak pada tahun 2018 yaitu :
India, Cina, Indonesia. Jumlah ini membuat negara indonesia berada di urutan
ketiga tertinggi untuk kasus TBC setelah India dan Cina. Negara indonesia juga
merupakan salah satu negara dengan presentase keberhasilan pengobatan TB
MDR di bawah dunia, yaitu berkisar hanya 51% pada tahun 2017 (WHO, 2017).
Sedangkan untuk data Riskesdas Indonesia menyatakan bahwa angka
morbiditas kejadian tuberkulosis BTA (+) pada tahun 2014 sebesar 176.677
penduduk, tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi 188.405 penduduk, tahun
2016 terjadi penurunan yang tidak selalu signifikan 181.711 penduduk. Angka
mortalitas tuberkulosis di negara Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2016
cenderung mengalami peningkatan (Riskesdas, 2018).
Angka kejadian tuberkulosis paru di provinsi sumatra selatan, pada tahun
2014 menunjukkan peningkatan, pada tahun 2015 lalu tercatat jumlah pasien
tuberkulosis paru ada 2.346 orang. Jumlah ini meningkat jika dibandingkat tahun
2014 yang mencapai 2.128 orang. Ditahun 2016 tercatat jumlah pasien
tuberkulosis meningkat 2370 orang. Peningkatan jumlah pasien saat ini juga
dikarenakan makin parah (Klara Nur Kasih, Nur Afni Sulastina 2019).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Munawwaroh (2013) pada hasil
kualitatif dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, dengan 1043 pasien TB yang
sudah melakukan pengecekan jumlah pasien dengan tuberkulosis paru yang ada di
kota palembang pada tahun 2017 adalah sebanyak 1383 pasien dan 20 diantaranya
adalah TB-MDR. Proporsi TB-MDR ini sebanyak 1,4%. estimasi TB-MDR ini
sebesar 1425 per 100.000 penduduk (Munawwaroh , 2013)
Berdasarkan data di atas, masih banyaknya penderita TB paru yang
memerlukan perhatian dan implementasi yang benar agar tidak terjadi defisit
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada pasien Tuberkulosis paru, oleh karena itu
penulis tertarik untuk melakukan implementasi keperawatan “pada pasien dengan
tuberkulosis Paru di RS Muhammadiyah Palembang Tahun 2021.’’
B. RUMUSAN MASALAH
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penulisan
Penelitian Studi kasus ini nantinya dapat dijadikan bahan masukan dalam
proses pembelajaran dan diharapkan dapat memberikan informasi bagi rumah
sakit dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien tuberkulosis paru
dengan masalah defisit nutrisi di RS Muhammadiyah Palembang pada tahun
2021.
TINJAUAN PUSTAKA
Struktur utama sistem pernapasan terbagi menjadi dua yaitu struktur utama
atau disebut juga dengan principal structure, dan struktur pelengkap atau disebut juga
dengan accessory structure. Struktur utama sistem pernapasan adalah saluran udara
pernapasan, yang terdiri atas jalan nafas dan saluran pernapasan, serta paru( parenkim
paru). yang termasuk jalan nafas yaitu 1. nares, hidung bagian luar (external nose), 2.
hidung bagian dalam (internal nose) 3. sinus paranasal 4. faring 5. laring. Sedangkan
yang termasuk saluran nafas adalah 1. trakea, 2. bronki dan bronkioli.
(Djojodibroto,2015)
Fisiologi pernafasan
Situasi faal paru seseorang dikatakan normal jika hasil kerja proses venrilas
distribusi, perfusi, difusi, serta hubungan antara ventilasi dengan perfus pada orang
tersebut dalam keadaan santal menghasilkan tekanan parsial gas darah arteri (PaO,
dan PACO) yang normal. Yang dimaksud keadaan santa adalah keadaan ketika
jantung dan paru tanpa beban-kerja yang berat. (Djojodibroto,2015)
Tekanan parsial gas darah arteri yang normal adalah PaO, sekitar 96 mmHg
(dibaca o6 mn merkuri atau 96 torricelli) dan PACO, sekitar 4o mmHg Te kanan
parlal ini diupayakan dipertahankan tanpa memandang kebuuhan okaigen yang
berbeda-beda, yaltu saat tidur kebutuhan oksigen 100 mL./menit dibandingkan
dengan saat ada beban kerja (exercise), 2000-3000 mL/menit. (Djojodibroto,2015)
Respirasi adalah proses pertukaran gas antara organisme dengan lingkungan,
yaitu pengambilan oksigen dan eliminasi karbondioksida. Respirasi eksternal adalah
proses pertukaran gas (O2, dan CO2) antara darah dan atmosfer sedangkan respirasi
lnternal adalah proses pertukaran gas (O2, dan CO2) antara darah sirkulasi dan sel
jaringan. (Djojodibroto,2015) Pertukaran gas memerlukan emnpat proses yang
mempunyai ketergantungan satu sama lain yaitu :
• Proses yang berkaitan dengan volume udara napas dan distribusi ventilasi
• Proses yang berkaitan dengan volume darah di paru dan distribusi aliram
• Proses yang berkaitan dengan difusi O, dan CO, dan
• Proses yang berkaitan dengan regulasi pernapasan.
Ventilasi
Ventilasi adalah menyangkut volume udara yang bergerak masuk dan keluar
dari hidung atau mulut pada proses bernapas.
Distribusi
Perfusi
Pengaturan Ventilasi
Pergerakan udara , yaitu dari atmosfer masuk kedalam paru, kemudian
keluar lagi, terus menerus demikian tidak pernah berhenti selama hidup
memerlukan suatu mekanisme yang menyerupai pompa. Mekanisme pompa
dilakukan oleh otot pernafasan termasuk diafragma dan dinding dada yang
menyebabkan perubahan volume dinding dada. Berbeda dengan otot jantung yang
mempunyai irma berkontraksi sendiri, otot pernapasan memerlukan dorongan agar
berkontraksi melalui pengaturan ventilasi (Djojodibroto,2015).
Pengaturan ventilasi (peningkatan atau pengurangan ventilasi) untuk
memenuhi kebutuhan metabolik dilakukan dengan mengupayakan keseimbangan
antara volume tidal dan frekuensi pernapasan. Pengaturan ini dilakukan melalui
tiga komponen sistem pengontrol pernapasan yaitu pusat kontrol pernapasan
(respirasi control centers), efektor pernafasan (respiratory effectors) dan sensor
pernapasan (respiratory center) (Djojodibroto,2015).
2. Definisi
3. Etiologi
4. Patofisiologi
Ketika klien yang sudah terifeksi kuman tuberkulosis akan menjadi sakit
primer biasanya akan terlokalisir di bagian paru serta limfonodi regional di dalam
cavum thoracis. Pada pasien tuberkulosis infeksi primer biasanya tidak mengeluh
pada saat infeksi primernya, namun hasil tes tuberkulinyya positif. Magrofag tidak
akan mampu menghancurkan kuman tuberkulosis dan kuman akan bereplikasi di
dalam magrofag serta kuman TB dalam magrofag akan terus berkembang biak,
namun pada akhirnya akan membentuk koloni ditempat tersebut infeksi kuman TB
akan terus membelah diri setiap 25-32 jam di dalam magrofag di dalam bagian
magrifag dan akan terus tumbuh selama 2-12 minggu sampai jumlahnya cukup dan
menginduksi pada respon imun. Dari pokus primer yang sudah didapat kuman
tuberkulosis menyebar melalui saluran limfe regional, ialah kelenjar limfe yang
mempunyai saluran limfe dibagian lokasi fokus primer.
Proses penyebaran ini menyebabkan terjadinya infeksi di saluran limfe dan akan
menuju kelenjar limfe regional, adalah kelenjar yang mempunyai ke lokasi pada
fokus primer. Pada proses Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di
daerah saluran limfe dan di kelenjar limfe yang sudah terkena, jika fokus primer
terletak di bagian lobus paru bawah atau tengaj, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus, namu jika fokus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat yaitu paratrakeal.
Patofisiologi Tuberkulosis Paru
Keluar dari
Tracheobronchial Dibersihkan oleh Menetap di jarigan paru
bersama sekret makrofag
Mempengaruhi sel
Hiperthermi
point
Berkembang
menghancurkan jaringan Pembentuksn tuberkel Kerusakan membran
ikat sekitar alveolar
Mual, muntah
Resiko infeksi
Intake nutrisi kurang
a. Demam
Panas badan mencapai suhu 40 – 410C.
b. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia, tidak nafsu makan, badan
makin kurus (berat badan menurun), sakit kepala, meriang, nyeri otot.
c. Batuk kering / batuk produktif
Batuk ini terjadi karena adanya iritasi pada daerah brokus, dan batuk ini
sering bersifat persisten di sebabkan perkembangan penyakitnya yang
lambat.
d. Nyeri dada
Nyeri dada akan timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis. Nyeri dada yang di timbulkan biasanya
bersifat nyeri pleuritik karena terlibatnya pleura dalam proses penyakit
tuberkulosis.
e. Sesak nafas
Pada umumnya gejala sesak nafas mucul jika terjadi pembesaran nodus limfe
pada daerah hilus yang menekan bronkus.
f. Keringat malam.
g. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada.
h. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Sputum
c. Pemeriksaan Radiologi
7. Diagnosis
8. Pengobatan
2. Prinsip Pengobatan TB :
4.Paduan obat standar untuk pasien dengan kasus baru Pasien dengan kasus
baru diasumsikan peka terhadap OAT kecuali:
Pemantauan Pengobatan
9. Komplikasi
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan secara
sistematis guna menentukan status klesehatan klien saat ini. Pegkajian
harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis,
fisikologis, social maupun spiritual klien (Asmadi,2008).
Menurut (Muttaqin,2014) pengkajian pada Tuberkulosis paru
meliputi :
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian
b. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan yang diderita pasien saat masuk rumah sakit
c. Riwayat kesehatan yang lalu
Riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh pasien
Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain
baik bersifat genetis maupun tidak
a. Pemeriksaan Fisik
Menurut Muttaqin (2014) pemeriksaan fisik pada klien dengan
Tuberkulosis Paru meliputi pemeriksaan fisik umum persistem dari
observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1
(Breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder),B5 (Bowel) dan B6
(Bone).
1. B1 (Breathing)
Inspeksi : bentuk dada dan gerakan nafas.
Sekilas pandangan klien dengan tuberkulosis paru biasanya tampak
kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk
dada.
Palpasi : palpasi trakhea.
Adanya pergeseran trakhea menunjukkan meskipun
tidakspesifik penyakit dari lobus atas paru.
Perkusi : pada klien dengan tuberkulosis paru yang disertai
komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup
sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi
cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumotoraks ventil
yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
2. B2 (Blood)
Pada klien dengan tuberkulosis paru pengkajian yang
didapat meliputi :
Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan
fisik.
Palpasi : denyut nadi perifer yang lemah
Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada tuberkulosis
dengan efusi pleura masih mendorong ke sisi sehat.
Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan.
3. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif,
klien tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih, meregang,
dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya
didapatkan adanya konjungtiva anemis pada tuberkulosis paru dengan
hemoptoe masif dan kronis, dan sklera ikterik pada tuberkulosis paru
dengan gangguan fungsi hati.
4. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan.
Oleh karena itu perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal
tersebut merupakan tanda awal dari syok.
5. B5 (Bowel)
6. B6 (Bone)
Aktivitas sehari – hari berkurang banyak pada klien dengan
tuberkulosis paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan,
kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga
menjadi tidak teratur.
5. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang dibuat oleh
perawat profesional yang memberi gambaran tentang masalah atau status
kesehatan klien, baik aktual maupun potensial yang ditetapkan
berdasarkan analisis dan intrepretasi data hasil pengkajian.
(Asmadi,2008).
Menurut NANDA (2013) dan Muttaqin (2014) masalah
keperawatan yang seing muncul adalah :
6. Intervensi keperawatan
Perencanaan merupakan suatu petunjuk tertulis yang
menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang
dilakukan terhadap pasien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan
diagnosa keperawatan (Asmadi,2008).
1) Definisi
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau
obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahan
kebersihan jalan nafas.
2) Batasan Karakteristik
a) Tidak ada batuk
b) Suara nafas tambahan
c) Perubahan frekuensi nafas
d) Perubahan irama nafas
e) Sianosis
f) Kesulitan bicara atau mengeluarkan suara
g) Penurunan bunyi nafas
h) Sputum dalam jumlah yang berlebihan
i) Batuk yang tidak efektif
j) Ortopnea (kesulitan bernafas kecuali ketika duduk)
k) Gelisah
l) Mata terbuka lebar
3. Kriteria Hasil :
a) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2. Intervensi
Mandiri
i. Kaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan, irama
dan kedalaman dan penggunaan otot aksesori
Rasional : Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan
atelektasis. Ronki, mengi menunjukkan akumulasi sekret /
ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang
dapat menimbulkan penggunaaan otot aksesori pernafasan
dan peningkatan kerja pernafasan
ii. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk
efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal (misal,
efek infeksi atau tidak adekuat hidrasi). Sputum berdarah
kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan (kavitasi)
paru atau luka bronkial dan dapat memerlukan eveluasi /
intervensi lanjut.
iii. Berikan pasien posisi semi fowler atau fowler. Bantu
pasien untuk batuk dan latihan napas dalam.
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi
paru dan menurunkan upaya pernapasan.
Kolaborasi
Rasional :
1) Definisi
Kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan / atau eliminasi
karbon dioksida pada membran alveolar – kapiler.
2) Batasan Karakteristik
3. Kriteria hasil :
4. Intervensi
Mandiri
a) Kaji dispnea, takipnea, bunyi napas, peningkatan upaya pernafasan,
ekspansi thorax dan kelemahan
Rasional : TB paru mengakibatkan efek luas pada paru dari bagian kecil
bronkhopneumonia sampai inflamasi difus yang luas, nekrosis, efusi pleura
dan fibrosis yang luas.
b) Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis, dan perubahan warna
kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.
Rasional : akumulasi sekret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat
dapat menggangu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.
c) Tunjukkan dan dukung pernapasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk
klien dengan fibrosis dan kerusakan parenkim paru.
Rasional : membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps /
penyempitan jalan napas sehingga membantu menyebarkan udara melalui
paru dan mengurangi napas pendek.
Kolaborasi
a. Pemeriksaan AGD
Rasional : penurunan kadar O2 (PO2) dan atau saturasi dan
peningkatan PCO2 menunjukkan kebutuhan untuk intervensi /
perubahan program terapi.
b. Pemberian oksigen sesuai kebutuhan tambahan
Rasional : terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksia yang terjadi
akibat penurunan ventilasi / menurunnya permukaan alveoli paru
c. Kortikosteroid
Rasional : kortikosteroid berguna dengan keterlibatan luas pada
hipoksemia dan bila reaksi inflamasi menghancurkan kehidupan.
1. Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
2. Batasan Karakteristik
a. Kram abdomen
b. Nyeri abdomen
c. Menghindari makan
d. Berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan ideal
e. Kerapuhan kapiler
f. Diare
g. Kehilangan rambut berlebihan
h. Bising usus hiperaktif
i. Kurang makanan
j. Kurang informasi
k. Kurang minat pada makanan
l. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
m. Kesalahan konsepsi
n. Kesalahan informasi
o. Membran mukosa pucat
p. Ketidakmampuan memakan makanan
q. Tonus otot menurun
r. Mengeluh gangguan sensasi rasa
s. Mengeluh asupan makanan kurang dari RDA (Recommended Daily Allowance)
t. Cepat kenyang setelah makan
u. Sariawan rongga mulut
v. Steatorea
w. Kelemahan otot pengunyah
x. Kelemahan otot untuk menelan
3. Kriteria Hasil :
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
f. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
3. Intervensi
Mandiri
a) Kaji status nutrisi klien, berat badan, derajat penurunan berat
badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat
mual/ muntah, dan diare.
Rasional : memvalidasi dan mentapkan derajat masalah untuk
menetapkan pilihan intervensi yang tepat.
b) Fasilitasi klien untuk memperoleh diet biasa yang disukai klien
(sesuai indikasi)
Rasional : memperhitungkan keinginan individu dapat
memperbaiki intake gizi.
c) Pantau intake dan output, timbang berat baadan secara periodik
(sekali seminggu ).
Rasional : berguna dalam mengukur kefektifan intake gizi dan
dukungan cairan.
d) Lakukan dan anjurkan perawatan mulut sebelum dan
sesudahintervensi / pemeriksaan sering.
Rasional : menurunkan rasa tak enak karena sisa makanan, sisa
sputum atau obat pada pengobatan sistem pernafasan yang
dapat merangsang pusat muntah
e) Fasilitasi pemberian diet TKTP, berikan dalan porsi kecil tapi
sering.
Rasional : memaksimalkan intake nutrisi tanpa kelelahan dan
energi besar serta menunjukkan iritasi saluran cerna.
Kolaborasi
1. Definisi
Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik
2. Batasan Karakteristik
a. Penyakit kronis
1. Diabetes mellitus
2. Obesitas
3. Kriteria Hasil
4. Intervensi
Mandiri
a. Kaji patologi penyakit (aktif / pasif, diseminasi infeksi melalui
bronkus untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darah / sistem
limfatik) dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara
selama batuk, bersin, meludah bicara, tertawa, menyanyi.
Rasional : Orang – orang yang terpajan ini perlu program terapi obat
untuk mencegah penyebaran / terjadinya infeksi.
c. Anjurkan pasien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan
menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik
mencuci tangan yang tepat. Dorong untuk mengulangi demonstrasi.
h. Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara periodik terhadap sputum
untuk lamanya terapi.
Rasional : Alat dalam pengawasan efek dan keefektifan obat dan respons
pasien terhadap terapi.
Kolaborasi
5. Evaluasi
Tubuh kita terbentuk dari zat-zat yang berasal dari makanan. Oleh
karena itu kita memerlukan makanan yaitu untuk memperoleh zat-zat
yang diperlukan tubuh. Zat-zat ini disebut nutrisi yang berfungsi
membentuk dan memelihara jaringan tubuh, memperoleh tenaga,
mengatur pekerjaan di dalam tubuh, dan melindungi tubuh terhadap
serangan penyakit. Dengan demikian, fungsi utama nutrisi adalah
memberikan energi bagi aktivitas tubuh, membentuk struktur kerangka
dan jaringan tubuh serta mengatur berbagai proses kimiawi tubuh (Jauhari
& Nasution, 2013).
Untuk pertumbuhan tubuh diperlukan zat yang disebut protein,
mineral dan juga air. Tenaga yang diperlukan untuk bekerja dan untuk
menjalankan aktivitas di dalam tubuh yaitu pencernaan makanan,
pernafasan dan peredaran darah diperoleh dari zat hidrat arang, lemak dan
protein. Protein digunakan untuk menghasilkan tenaga terutama bila
jumlah hidrat arang dan lemak tidak cukup. Zat-zat yang berfungsi
memelihara, mengatur kerja di dalam tubuh dan melindungi diri kita
terhadap serangan penyakit adalah vitamin dan mineral (Jauhari &
Nasution, 2013).
b. Kebutuhan Tubuh Akan Karboidrat
Merupakan senyawa yang terdiri dari elemen-elemen karbon,
hidrogen, dan oksigen dan terbagi menjadi gula atau karbohidrat
sederhana dan karbohidrat kompleks. Karbohidrat merupakan sumber
energi yang paling ekonomis dan paling banyak tersedia. Karbohidrat
sangat bermanfaat karena penghasil energi yang cepat dan menghasilkan
serat agar proses eliminasi pencernaan dan fungsi-fungsi intestinal
bekerja normal. (Jauhari & Nasution, 2013).
Metabolisme 1 gram karbohidrat menghasilkan 4 kalikalori (kkal)
atau 17joule. Metabolisme karbohidrat akan memproduksi tiga hasil yang
berbeda yaitu : katabolisme karbohidrat menghasilkan energi,
karbondioksida dan air, anabolisme karbohidrat menghasilkan glikogen
yang disimpan di hepar atau otot, dan konversi karbohidrat ke dalam
lemak (jaringan adiposa) sebagai cadangan sumber energi. Umumnya
karbohidrat diperoleh dari gula dari alam dan polisakarida. (Jauhari &
Nasution, 2013).