Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh perkawinan,

adopsi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang

umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan social dari individu-

individu yang ada didalamnya terlihat dari pola interaksi yang saling ketergantungan

untuk mencapai tujuan bersama. (Friedman, 1998)

Program Indonesia Sehat merupakan rencana strategis Kementrian Kesehatan

tahun 2015-2019 yang dilakukan melalui pendekatan keluarga, disingkat PIS-PK. Pada

program PIS-PK, pendekatan keluarga menjadi salah satu cara puskesmas meningkatkan

jangkauan dan sasaran dengan meningkatkan akses yankes di wilayahnya (mendatangi

keluarga). Tujuan pendekatan keluarga salah satunya adalah untuk meningkatkan akses

keluarga pada pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu. PIS-PK

dilaksanakan dengan ciri sasaran utama adalah keluarga,mengutamakan upaya promotif-

preventif, disertai penguatan upaya kesehatan berbasis masyarakat, kunjungan rumah

dilakukan secara aktif dan melalui pendekatan siklus kehidupan. Pelayanan kesehatan

yang dilaksanakan terkait penanganan penyakit menular dan tidak menular yang salah

satunya adalah penyakit hipertensi. (Manurung, 2018)

Menurut Word Health Organization (WHO), batas tekanan darah yang masih

dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg. Bila tekanan darah sudah lebih dari

140/90 mmHg dinyatakan hipertensi (batasan tersebut untuk orang dewasa diatas 18
tahun). Penyakit ini disebut sebagai the silent killer karena penyakit mematikan ini sering

sekali tidak menunjukkan gejala atau tersembunyi (Riskesdes, 2013).

Data dari PDPERSI tahun 2012, Indonesia menjadi urutan keempat dalam jumlah

hipertensi terbanyak didunia tahun 2010 dengan jumlah 8,4 juta jiwa. Pada tahun 2010,

jumlah penderita hipertensi diperkirakan akan mencapai 21,3 juta jiwa (Wild et al., 2004)

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan penderita hipertensi di Indonesia pada

tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan diperkirakan akan mencapai 20,1 juta orang

pada tahun 2030 dengan tingkat prevalensi 14,7% untuk daerah urban dan 7,2 dirural

(oktaviani, 2018)

Berdasarkan sebuah survey membuktikan bahwa 1 dari 4 orang priadewasa

menderita hipertensi atau sama dengan 1 milyar orang didunia pertahunnya, prevalensi di

Indonesia sendiri berkisar sekitar 17 s/d 20% (Depkes, 2007). Sebuah hasil penelitian

yang dilakukan oleh setiawan menunjukkan data bahwa di pulau jawa mencapai 49%

(Setiawan, 2004).

Data 2013 Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi telah membunuh 9,4 juta

warga dunia setiap tahunnya dari jumlah penduduk dunia 7,2 miliar. Pada 2025

mendatang, diproyeksikan sekitar 29 persen warga dunia terkena hipertensi. di Indonesia

penderita hipertensi sebesar 26,5% dan cakupan diagnosis hipertensi oleh tenaga

kesehatan mencapai 36,8%, atau dengan kata lain sebagian besar hipertensi dalam

masyarakat belum terdiagnosis (63,2%), dari jumlah 60% yang belum terdiagnosis

penderita hipertensi berakhir dengan komplikasi, salah satunya stroke(Matheos & Rottie,

2018)
Menurut Zaidin, 2012 Penyebab hipertensi yaitu Gaya hidup, oleh karenya di

perlukan peran keluarga agar gaya hidup pada penderita hipertensi dapat terkontrol. Peran

keluarga terdiri dari peran keluarga formal yaitu sejumlah perilaku yang kurang lebih

bersifat homogen. Keluarga membagi peran secara meata kepada para anggotanya dan

peran keluarga informal yaitu bersifat implisit, biasanya tidak tampak, dimainkan hanya

untuk memnuhi kebutuhan emosional individu dan atau untuk menjaga keseimbangan

dalam keluarga (Matheos & Rottie, 2018)

Salah satu terapi non-farmakologi yang dapat diberikan pada penderita yang

mengalami hipertensi adalah terapi komplementer dengan meminum air kelapa muda .

Kelapa Muada diketahui Air kelapa muda mengandung mineral kalium yang dapat menjaga

dinding pembuluh darah tetap elastis, mengurangi penyempitan pembuluh darah sehingga

pembuluh darah menjadi lebar, mengurangi sekresi renin, menurunya aldosteron dan mempunyai

efek dalam pompa Na-K yaitu kalium dipompa dari cairan ekstraseluler ke dalam sel, dan natrium

dipompa keluar. Sehingga kalium dapat menurunkan tekanan darah n (Thaariq Fahriza ,2014).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Tn.A yang peneliti lakukan pada bulan Juli

2020, Tn.A mengatakan kalau istrinya Ny.I mengalami Hipertensi yang ditandai dengan

sakit kepala hebat, pusing, dan pundak terasa berat. Dan Ny. I juga mengatakan dia selalu

disarankan dokter untuk minum obat Hipertensi rutin, tetapi Ny.I tidak teratur minum

obat, hanya jika merasa tanda- tanda Hipertensi, sakit kepala dan TD nya tinggi baru

mengkonsumsi obat tensi.

Berdasarkan Fenomena diatas penulis tertarik untuk melakukan pengelolaan kasus

pada pasien Hipertensi dengan judul “Asuhan Keperawatan Keluarga Tn.A dengan kasus

Hipertensi pada Ny. I diwilayah kerja Puskesmas Pekan Kamis, Agam Sumatra Barat

tahun 2020“.
B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Tn.A dengan masalah utama

Gangguan Sistem Kardiovaskuler Hipertensi Pada Ny. I di Wilayah Kerja Puskesmas

Pekan Kamis, Agam, Sumatera Barat Tahun 2020.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu mengelola Asuhan Keperawatan Keluarga Tn. A Dengan Kasus Hipertensi

Pada Ny. I Di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Kamis, Agam, Sumatera Barat Tahun

2020.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu mengetahui Konsep Dasar Teori tentang Hipertensi (Pengertian, Etiologi,

Manifestasi Klinis, Patofisiologi, Komplikasi dan Penatalaksanaan)

b. Mampu melakukan Asuhan Keperawatan Keluarga pada Tn.A dengan Hipertensi

Pada Ny. I di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Kamis, Agam Sumatra Barat tahun

2020.

c. Mampu mengaplikasikan jurnal terkait Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan

Hipertensi  Di Wilayah Kerja Puskesmas Puskesmas Pekan Kamis, Agam

Sumatra Barat tahun 2020.


d. Mampu melakukan telaah jurnal terkait Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan

Kasus Hipertensi Pada Ny. I Di Wilayah Kerja Puskesmas Puskesmas Pekan

Kamis, Agam Sumatra Barat tahun 2020

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Penulis

Hasil karya tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis tentang

Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Kasus Hipertensi dan lebih dikembangkan oleh

penulis lain dengan diagnosa keperawatan lainnya.

2. Bagi Instasi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk pelaksanaan

pendidikan serta masukan dan perbandingan untuk penulis selanjutnya dengan Asuhan

Keperawatan Keluarga dengan Kasus Hipertensi

3. Bagi Pelayan Kesehatan

Hasil karya ilmiah Ners ini dapat memberikan manfaat terhadap pelayanan

keperawatan dengan memberikan gambaran dan mengaplikasikan acuan dalam

melakukan asuhan keperawatan keluarga dengan kasus Hipertensi dengan komperhensif

(bio, psiko, sosial, spiritual).

4. Bagi Masyarakat

Hasil karya ilmiah dapat berguna untuk penerapan serta masukan untuk merawat

keluarga dengan kasus Hipertensi


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP KELUARGA

1. Definisi Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga

dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap

dalam keadaan saling ketergantungan (Setiadi, 2012). Sedangkan menurut Friedman

keluarga adalah unit dari masyarakat dan merupakan lembaga yang mempengaruhi

kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat, hubungan yang erat antara anggotanya

dengan keluarga sangat menonjol sehingga keluarga sebagai lembaga atau unit layanan

perlu di perhitungkan (Parwati, 2018)

Menurut Duvall (1977) keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan

oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk meningkatkan dan

mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental,

emosional dan sosial dari tiap anggota. Menurut Departemen kesehatan Republik

Indonesia, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga

dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap

dalam keadaan saling ketergantungan (Setiadi, 2008). Menurut UU No 52 tahun 2009

keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat, yang terdiri dari suami, istri, atau suami

dan anak, atau ayah ibu dan anak (Prasetyo, 2019)


Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu

atap dan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan RI,1988). (Widagda, 2016)

Gambar 2.1 Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat

2. Tipe keluarga

Berbagai tipe keluarga yang perlu Anda ketahui adalah sebagai berikut.

a. Tipe keluarga tradisional, terdiri atas beberapa tipe di bawah ini:

1) The Nuclear family (keluarga inti), yaitu keluarga yang terdiri atas suami,

istri, dan anak, baik anak kandung maupun anak angkat.

Gambar 4.2. Keluarga inti

2) The dyad family (keluarga dyad), suatu rumah tangga yang terdiri atas

suami dan istri tanpa anak. Hal yang perlu Anda ketahui, keluarga ini

mungkin belum mempunyai anak atau tidak mempunyai anak, jadi ketika

nanti Anda melakukan pengkajian data dan ditemukan tipe keluarga ini

perlu Anda klarifikasi lagi datanya.

3) Single parent, yaitu keluarga yang terdiri atas satu orang tua dengan anak

(kandung atau angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau

kematian.
4) Single adult, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri atas satu orang dewasa.

Tipe ini dapat terjadi pada seorang dewasa yang tidak menikah atau tidak

mempunyai suami.

5) Extended family, keluarga yang terdiri atas keluarga inti ditambah

keluarga lain, seperti paman, bibi, kakek, nenek, dan sebagainya. Tipe

keluarga ini banyak dianut oleh keluarga Indonesia terutama di daerah

pedesaan.

Gambar 4.3 Keluarga besar

6) Middle-aged or elderly couple, orang tua yang tinggal sendiri di rumah

(baik suami/istri atau keduanya), karena anak-anaknya sudah membangun

karir sendiri atau sudah menikah.

7) Kin-network family, beberapa keluarga yang tinggal bersama atau saling

berdekatan dan menggunakan barang-barang pelayanan, seperti dapur dan

kamar mandi yang sama.(Widagda, 2016)

b. Tipe keluarga yang kedua adalah tipe keluarga non-tradisional, tipe keluarga ini

tidak lazim ada di Indonesia, terdiri atas beberapa tipe sebagai berikut (Widagda,

2016):

1) Unmarried parent and child family, yaitu keluarga yang terdiri atas orang

tua dan anak dari hubungan tanpa nikah.

2) Cohabitating couple, orang dewasa yang hidup bersama di luar ikatan

perkawinan karena beberapa alasan tertentu.


3) Gay and lesbian family, seorang yang mempunyai persamaan jenis

kelamin tinggal dalam satu rumah sebagaimana pasangan suami istri.

4) The nonmarital heterosexual cohabiting family, keluarga yang hidup

bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.

5) Foster family, keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan

keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak

tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga

yang aslinya.

3. Fungsi keluarga

Menurut Friedman fungsi keluarga ada lima antara lain berikut ini.

a. Fungsi afektif:

Fungsi ini meliputi persepsi keluarga tentang pemenuhan kebutuhan

psikososial anggota keluarga. Melalui pemenuhan fungsi ini, maka keluarga akan

dapat mencapai tujuan psikososial yang utama, membentuk sifat kemanusiaan

dalam diri anggota keluarga stabilisasi kepribadian dan tingkah laku, kemampuan

menjalin secara lebih akrab, dan harga diri.

b. Fungsi sosialisasi dan penempatan sosial

Sosialisasi dimulai saat lahir dan hanya diakhiri dengan kematian.

Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, karena

individu secara kontinyu mengubah perilaku mereka sebagai respon terhadap

situasi yang terpola secara sosial yang mereka alami. Sosialisasi merupakan

proses perkembangan atau perubahan yang dialami oleh seorang individu sebagai

hasil dari interaksi sosial dan pembelajaran peran-peran sosial.


c. Fungsi reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber

daya manusia.

d. Fungsi ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi

dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

e. Fungsi perawatan kesehatan

Menyediakan kebutuhan fisik dan perawatan kesehatan. Perawatan

kesehatan dan praktik-praktik sehat (yang memengaruhi status kesehatan anggota

keluarga secara individual) merupakan bagian yang paling relevan dari fungsi

perawatan kesehatan:

1) Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga. 2)

Kemampuan keluarga membuat keputusan yang tepat bagi keluarga. 3)

Kemampuan keluarga dalam merawat keluarga yang mengalami gangguan

kesehatan.

2) Kemampuan keluarga dalam mempertahankan atau menciptakan suasana

rumah yang sehat.

3) Kemampuan keluarga dalam menggunakan fasilitas (Widagda, 2016)

4. Tahap Perkembangan Keluarga

Terdapat delapan tahap perkembangan keluarga yang perlu Anda pelajari berikut ini

(Widagda, 2016):

a. Keluarga baru menikah atau pemula


Tugas perkembangannya adalah:

1) Membangun perkawinan yang saling memuaskan;

2) Membina hubungan persaudaraan, teman, dan kelompok sosial;

3) Mendiskusikan rencana memiliki anak

Gambar 4.4 Upacara perkawinan sebagai upaya pembentukan keluarga

b. Tahap perkembangan keluarga yang kedua adalah keluarga dengan anak baru

lahir. Tugas perkembangannya adalah:

1) Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap

mengintegrasikan bayi yang baru lahir ke dalam keluarga;

2) Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan

anggota keluarga;

3) Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan;

4) Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan

peran- peran orang tua dan kakek nenek.

c. Keluarga dengan anak usia pra sekolah.

Tugas perkembangannya adalah:

1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti rumah, ruang bermain,

privasi, dan keamanan;

2) Mensosialisasikan anak;
3) Mengintegrasikan anak yang baru, sementara tetap memenuhi kebutuhan

anak yang lain;

4) Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga dan di luar

keluarga.

d. Keluarga dengan anak usia sekolah

Tugas perkembangannya adalah:

1) Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prestasi sekolah

dan hubungan dengan teman sebaya yang sehat;

2) Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan;

3) Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga

Gambar 4.5 Seorang ibu sedang mendampingi anaknya belajar

e. Keluarga dengan anak remaja

Tugas perkembangannya adalah:

1) Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja

menjadi dewasa dan semakin mandiri;

2) Memfokuskan kembali hubungan perkawinan;

3) Berkomunikasi secara terbuka antara orang tua dan anak-anak.

f. Keluarga melepas anak usia dewasa muda

Tugas perkembangannya adalah:


1) Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru

yang didapatkan melalui perkawinan anak-anak;

2) Melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali hubungan

perkawinan;

3) Membantu orangtua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami atau istri.

g. Keluarga dengan usia pertengahan

Tugas perkembangannya adalah:

1) Menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan;

2) mempertahankan hubungan yang memuaskan dan penuh arti dengan para

orang tua lansia dan anak-anak;

3) memperkokoh hubungan perkawinan.

h. Keluarga dengan usia lanjut

Tugas perkembangannya adalah:

1) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan;

2) Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun;

3) Mempertahankan hubungan perkawinan;

4) Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan;

5) Mempertahankan ikatan keluarga antargenerasi;

6) Meneruskan untuk memahami eksistensi mereka (penelaahan hidup)

5. Tugas keluarga dalam bidang kesehatan adalah sebagai berikut :

a. Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan:

Orang tua perlu mngenal keadaan kesehatan dan perubuhan yang dialami

anggota keluarganya terutama berkaitan dengan kesehatan. Alasannya adalah


ketika terjadi perubahan sekecil apapun yang dialami keluarga, maka secara

tidak langsung akan menjadi perhatian orang tua atau keluarga. Sehingga segala

kekuatan sumber daya, pikiran, waktu, tenaga, dan bahkan harta keluarga akan

digunakan untuk mengatasi permaslahan kesehatan tersebut (Prasetyo, 2019)

b. Keluarga mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan:

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari bantuan

yang tepat sesuai dengan masalah kesehatan yang menimpa keluarga. Suara

sumber daya internal keluarga yang dianggap mampu memutuskan akan

menetukan tindakan keluarga dalam mngatasi masalah kesehatan yang dialami.

Jika secara internal keluarga memiliki keterbatasan sumber daya, maka

keluaarga akan mencari batuan dari luar (Prasetyo, 2019)

c. Keluarga mampu melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit:

Tugas merawat anggota keluarga yang sakit seringkalli harus dilakukan

keluarga untuk memberikan perawatan lanjutan setelah memperoleh pelayanan

kesehatan di institusi pelayanan kesehatan. Tidak menutup kemungkinan juga

ketika keluarga memiliki kempuan untuk melakukan tindakan pertolongan

pertama, maka anggota keluarga yang sakit dapat sepenuhnya dirawat oleh

keluarga sendiri (Prasetyo, 2019)

d. Keluarga mampu menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan:

Tugas ini merupakan upaya keluarga untuk memdayagunakan potensi

internal yang ada di lingkugan rumah untuk mempertahankan kesehatan atau

membantu proses perawatan anggota keluarga yang sakit. Tindakan memodifiksi


lingkungan memiliki cakupan yang luas sesuai dengan pengetahuan keluarga

mengenai kesehatan (Prasetyo, 2019)

e. Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan

setempat (Parwati, 2018):

Tugas ini merupakan bentuk upaya keluarga untuk mengatasi maslah

kesehatan anggota keluarganya dengan memanfaatjan fasilitas pelayanan

kesehatan yang ada (Prasetyo, 2019)

6. Struktur Keluarga Menurut Setyawan (2012)

Struktur sebuah keluarga memberikan gambaran tentang bagaimana suatu

keluarga itu melaksanakan fungsinya dalam masyarakat. Adapun macam-macam struktur

keluarga diantaranya adalah :

a. Patrilineal:

Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa

generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.

b. Matrilineal:

Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa

generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

c. Matrilokal:

Sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

d. Patrilokal:

Sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.

e. Keluarga menikah:
Hubungan suami-istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan

beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan

dengan suami atau istri (Prasetyo, 2019)

Menurut Friedman (1998), struktur keluarga terdiri atas :

a. Pola dan Proses Komunikasi

Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan secara

jujur, terbuka, melibatkan emosi, dan ada hierarki kekuatan. Komunikasi dalam

keluarga ada yang berfungsi dan ada yang tidak, hal ini bisa disebabkan oleh

beberapa faktor yang ada dalam komponen komunikasi seperti : sender, chanel-

media, message, environtment, dan reciever. Komunikasi dalam keluarga yang

berfungsi adalah:

1) Karakteristik pengirim yang berfungsi, yaitu yakin ketika

menyampaikan pendapat, jelas dan berkualitas, meminta feedback,

menerima feedback.

2) Pengirim yang tidak berfungsi:

a) Lebih menonjolkan asumsi (perkiraan tanpa menggunakan

dasar/data yang obyektif).

b) Ekspresi yang tidak jelas (contoh : marah yang tidak diikuti

ekspresi wajahnya)

c) Jugmental exspressions, yaitu ucapan yang

memutuskan/menyatakan sesuatu yang tidak didasari

pertimbangan yang matang

d) Tidak mampu mengemukakan kebutuhan


e) Komunikasi yang tidak sesuai.

3) Karakteristik penerima yang berfungsi:

a) Mendengar

b) Feedback (klarifikasi, menghubungkan dengan pengala-

man)

c) Memvalidasi

4) Penerima yang tidak berfungsi:

a) Tidak bisa mendengar dengan jelas/gagal mendengar

b) Diskualifikasi

c) Offensive (menyerang bersifat negatif)

d) Kurang mengeksplorasi (miskomunikasi)

e) Kurang memvalidasi.

5) Pola komunikasi di dalam keluarga yang berfungsi:

a) Menggunakan emosional : marah, tersinggung, sedih,

gembira

b) Komunikasi terbuka dan jujur

c) Hirarki kekuatan dan peraturan keluarga

d) Konflik keluarga dan penyelesaiannya.

6) Pola komunikasi di dalam keluarga yang tidak berfungsi:

a) Fokus pembicaraan hanya pada sesorang (tertentu)

b) Semua menyetujui (total agreement) tanpa adanya diskusi

c) Kurang empati

d) Selalu mengulang isu dan pendapat sendiri


e) Tidak mampu memfokuskan pada satu isu

f) Komunikasi tertutup

g) Bersifat negative

h) Mengembangkan gosip.

b. Struktur Kekuatan

Kekuatan merupakan kemampuan (potensi dan aktual) dari individu untuk

mengontrol, mempengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain ke arah positif. Ada

beberapa macam tipe stuktur kekuatan, yaitu :

1) Legitimate power (power)

2) Referent power (ditiru)

3) Reward power (hadiah)

4) Coercive power (paksa)

5) Affective power

6) Expert power (keahlian)

c. Struktur Peran

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial

yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau status adalah posisi individu

dalam masyarakat, misalnya status sebagai istri/suami atau anak.

d. Struktur Norma dan Nilai

Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan dan mengikat anggota keluarga

dalam budaya tertentu. Norma adalah pola perilaku yang diterima pada lingkungan

sosial tertentu, lingkungan keluarga, dan lingkungan sekitar masyarakat keluarga.


7. Peranan keluarga (Prasetyo, 2019)

Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang

dalam konteks keluarga. Jadi peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku

interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi

tertentu. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing, antara lain adalah:

a. Ayah:

Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai pencari

nafkah, pendidik, pelindung/pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota

keluarga dan juga sebegai anggota masyarakat kelompok social tertentu.

b. Ibu:

Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak,

pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga dan juga

sebagai anggota masyarakat kelompok social tertentu.

c. Anak:

Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan

fisik, mental, social dan spiritual (Setiadi, 2008).

8. Tingkatan Keperawatan Keluarga

Ada empat tingkatan keperawatan keluarga, yaitu:

a. Level I

Keluarga menjadi latar belakang individu/anggota keluarga dan fokus pelayanan

keperawatan di tingkat ini adalah individu yang akan dikaji dan diintervensi.

b. Level II
Keluarga merupakan penjumlahan dari anggota-anggotanya, masalah

kesehatan/keperawatan yang sama dari masing-masing anggota akan diintervensi

bersamaan, masing-masing anggota dilihat sebagai unit yang terpisah.

c. Level III

Fokus pengkajian dan intervensi keperawatan adalah sub-sistem dalam keluarga,

anggota-anggota keluarga dipandang sebagai unit yang berinteraksi, fokus intervensi:

hubungan ibu dengan anak; hubungan perkawinan; dll.

d. Level IV

Seluruh keluarga dipandang sebagai klien dan menjadi fokus utama dari

pengkajian dan perawatan, keluarga menjadi fokus dan individu sebagai latar

belakang, keluarga dipandang sebagai interaksional system, fokus intervensi: dinamika

internal keluarga; struktur dan fungsi keluarga; hubungan sub-sistem keluarga dengan

lingkungan luar.

9. Peran Perawat Keluarga

a. Pendidik

Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar :

1) Keluarga dapat melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara mandiri

2) Bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan keluarga

b. Koordinator

Diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar pelayanan yang komprehensif

dapat tercapai. Koordinasi juga sangat diperlukan untuk mengatur program kegiatan

atau terapi dari berbagai disiplin ilmu agar tidak terjadi tumpang tindih dan

pengulangan
c. Pelaksana

Perawat yang bekerja dengan klien dan keluarga baik di rumah, klinik maupun di

rumah sakit bertanggung jawab dalam memberikan perawatan langsung. Kontak

pertama perawat kepada keluarga melalui anggota keluarga yang sakit. Perawat dapat

mendemonstrasikan kepada keluarga asuhan keperawatan yang diberikan dengan

harapan keluarga nanti dapat melakukan asuhan langsung kepada anggota keluarga

yang sakit

d. Pengawas kesehatan

Sebagai pengawas kesehatan, perawat harus melakukan home visite atau

kunjungan rumah yang teratur untuk mengidentifikasi atau melakukan pengkajian

tentang kesehatan keluarga

e. Konsultan

Perawat sebagai narasumber bagi keluarga di dalam mengatasi masalah kesehatan.

Agar keluarga mau meminta nasehat kepada perawat, maka hubungan perawat-

keluarga harus dibina dengan baik, perawat harus bersikap terbuka dan dapat

dipercaya

f. Kolaborasi

Perawat komunitas juga harus bekerja dama dengan pelayanan rumah sakit atau

anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai tahap kesehatan keluarga yang

optimal

g. Fasilitator

Membantu keluarga dalam menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat

kesehatannya. Agar dapat melaksanakan peran fasilitator dengan baik, maka perawat
komunitas harus mengetahui sistem pelayanan kesehatan (sistem rujukan, dana sehat,

dan lain-lain)

h. Penemu kasus

Mengidentifikasi masalah kesehatan secara dini, sehingga tidak terjadi ledakan

atau wabah.

10. Keluarga Kelompok Resiko Tinggi

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, yang menjadi

prioritas utama adalah keluarga-keluarga yang risiko tinggi dalam bidang kesehatan,

meliputi:

a. Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur dengan masalah sebagai

berikut:

1) Tingkat sosial ekonomi keluarga rendah.

2) Keluarga kurang atau tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri.

3) Kelurga dengan keturunan yang kurang baik atau keluarga dengan penyakit

keturunan.

b. Keluarga dengan ibu risiko tinggi kebidanan. Waktu hamil:

1) Umur ibu (kurang 16 tahun atau lebih 35 tahun).

2) Menderita kekurangan gizi atau anemia.

3) Menderita hipertensi.

4) Primipara atau multipara.

5) Riwayat persalinan dengan komplikasi.

c. Keluarga dimana anak menjadi risiko tinggi, karena:

1) Lahir prematur atau BBLR.


2) Lahir dengan cacat bawaan.

3) ASI ibu kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi.

4) Ibu menderita penyakit menular yang dapat mengancam bayi atau anaknya.

d. Keluarga mempunyai masalah dalam hubungan antara anggota keluarga:

1) Anak yang tidak dikehendaki dan pernah dicoba untuk digugurkan

2) Tidak ada kesesuaiana pendapat antara anggota keluarga dan sering cekcok dan

tegang.

3) Ada anggota keluarga yang sering sakit.

4) Salah satu orang tua (suami atau istri) meninggal, atau lari meninggalkan

keluarga.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian adalah sekumpulan tindakan yang digunakan oleh perawat untuk

mengukur keadaan klien (keluarga) dengan menangani norma-norma kesehatan keluarga

maupun sosial, yang merupakan system terintegrasi dan kesanggupan keluarga untuk

mengatasinya. (Effendy, 1998)

Sumber informasi dari tahapan pengkajian dapat menggunakan metode :

a. Wawancara keluarga

b. Observasi fasilitas rumah

c. Pemeriksaan fisik dari anggota keluarga (dari ujung rambut ke ujung kaki)

d. Data sekunder, seperti contoh : hasil laboratorium, hasil X-Ray, pap semar dan lain-

lain)
Pengkajian asuhan keperawatan keluarga menurut teori/model Family Centre

Nursing Friedman (1988), meliputi 7 komponen pengkajian, yaitu :

a. Data Umum

1) Nama kepala keluarga

2) Alamat

3) Telepon

4) Pekerjaan kepala keluarga

5) Pendidikan kepala keluarga

6) Komposisi anggota keluarga

7) Genogram

8) Tipe Keluarga

Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala atau masalah –

masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut

9) Suku Bangsa

Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta mengidentifikasi budaya suku

bangsa tersebut terkait dengan kesehatan

10) Agama

Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat

mempengaruhi kesehatan

11) Status Sosial Ekonomi Keluarga

Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala

keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu status social ekonomi

ditentukan pula oleh kebutuhan – kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga


serta barang – barang yang dimiliki oleh keluarga, dan siapa yang mengatur

keuangan.

12) Aktivitas Rekreasi Keluarga

Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga pergi bersama –

sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu, namun dengan menonton

televisi dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi

b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

1) Tahap perkembangan keluarga saat ini

Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak tertua dari

keluarga tersebut

2) Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Menjelaskan mengenai tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh

keluarga serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi

3) Riwayat keluarga inti

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, yang

meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing – masing

anggota keluarga, sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga,

serta pengalaman – pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.

4) Riwayat keluarga sebelumnya

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari pihak suami

dan istri.

c. Pengkajian Lingkungan
1) Karakteristik rumah

Karakteristik rumah diidentifiksai dengan melihat luas rumah, tipe rumah,

jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, peletakan perabotan

rumah tangga, jenis septic tank, jarak septic tank dengan sumber air minum yang

digunakan, serta denah rumah

2) Karakteristik tetangga dan komunitas RW

Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas

setempat, yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan/kesepakatan

penduduk setempat, budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan

3) Mobilitas geografis keluarga

Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan kebiasaan keluarga

berpindah tempat

4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

Menjelaskan mengenai waktu digunakannya keluarga untuk berkumpul

serta perkumpulan keluarga yang ada sejauh mana interaksinya dengan

masyarakat

5) Sistem pendukung keluarga

Yang termasuk pada sistem pendukung keluarga adalah jumlah anggota

keluarga yang sehat, fasilitas – fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang

kesehatan. Fasilitas mencakup fasilitas fisik, fasilitas psikologi atau dukungan

dari anggota keluarga, dan fasilitas sosial atau dukungan dari masyarakat

setempat.

d. Struktur Keluarga
1) Pola komunikasi keluarga

Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antara anggota keluarga

2) Struktur kekuatan keluarga

Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang lain

untuk merubah perilaku

3) Struktur peran

Menjelaskan peran dari masing – masing anggota keluarga baik secara formal

maupun informal

4) Nilai dan norma keluarga

Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga, yang

berhubungan dengan kesehatan.

e. Fungsi Keluarga

1) Fungsi afektif

Hal yang perlu dikaji adalah gambaran diri anggota keluarga, perasaan

memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota

keluarga lainnya, bagaimana kehangatan tercipta pada anggota keluarga dan

bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.

2) Fungsi sosialisasi

Hal yang perlu dikaji adalah bagaimana interaksi atau hubungan dalam

keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, dan

perilaku.

3) Fungsi perawatan kesehatan


Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian,

perlindungan, serta merawat anggota keluarga yang sakit, sejauh mana

pengetahuan keluarga mengenai sehat sakit.

4) Fungsi reproduksi

Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah

a) Berapa jumlah anak

b) Bagaimana keluarga merencanakan jumlah anak

c) Metode apa yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan jumlah

anggota keluarga

5) Fungsi ekonomi

Hal yang perlu dikaji adalah

a) Sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, papan, maupun pangan

b) Sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber yang ada di dalam masyarakat

dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga

f. Tugas Perawatan Keluarga

1) Mengenal masalah keluarga

2) Mengambil keputusan

3) Merawat anggota keluarga yang sakit

4) Memelihara lingkungan

5) Menggunakan fasilitas / pelayanan kesehatan

g. Stress dan Koping Keluarga

1) Stressor jangka pendek dan panjang


a) Stressor jangka pendek yaitu stressor yang dialami keluarga yang

memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang lebih 6 bulan

b) Stressor jangka panjang yaitu stressor yang dialami keluarga yang

memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan

2) Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor

3) Strategi koping yang digunakan

Strategi yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan

4) Strategi adaptasi disfungsional

h. Pemeriksaan Fisik

1) Tanggal pemeriksaan fisik dilakukan.

2) Pemeriksaan kesehatan dilakukan pada seluruh anggota keluarga.

3) Aspek pemeriksaan fisik mulai dari vital sign, rambut, kepala, mata, mulut, THT,

leher, thoraks, abdomen, ekstremitas atas dan bawah, sistem genetalia.

4) Kesimpulan dari hasil pemeriksaan fisik.

i. Harapan keluarga

1) Terhadap masalah kesehatan keluarga

2) Terhadap petugas kesehatan yang ada

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggunakan dan

menggambarkan respons manusia. Dimana keadaan sehat atau perubahan pola interaksi

potensial/aktual dari individu atau kelompok dimana perawat dapat menyusun intervensi-
intervensi definitif untuk mempertahankan status kesehatan atau untuk mencegah

perubahan (Carpenito, 2008). Untuk menegakkan diagnosa dilakukan 2 hal, yaitu :

a. Analisa Data

Mengelompokkan data subjektif dan objektif, kemudian dibandingkan dengan standar

normal sehingga didapatkan masalah keperawatan.

b. Perumusan Diagnosa Keperawatan

Komponen rumusan diagnosa keperawatan meliputi :

1) Masalah (problem) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar

manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota keluarga.

2) Penyebab (etiologi) adalah kumpulan data subjektif dan objektif.

3) Tanda (sign) adalah sekumpulan data subjektif dan objektif yang diperoleh

perawat dari keluarga secara langsung atau tidak langsung atau tidak yang

mendukung masalah dan penyebab.

Dalam penyusunan masalah kesehatan dalam perawatan keluarga mengacu pada

tipologi diagnosis keperawatan keluarga yang dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu :

1) Diagnosa Sehat/Wellness/Potensial

Yaitu keadaan sejahtera dari keluarga ketika telah mampu memenuhi

kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sumber penunjang kesehatan yang

memungkinkan dapat digunakan. Perumusan diagnosa potensial ini hanya terdiri

dari komponen problem (P).

2) Diagnosa Ancaman/Risiko
Yaitu masalah keperawatan yang belum terjadi. Diagnosa ini dapat

menjadi masalah aktual bila tidak segera ditanggulangi. Perumusan diagnosa

risiko ini terdiri dari komponen problem (P) dan etiologi (E).

3) Diagnosa Nyata/Aktual/Gangguan

Yaitu masalah keperawatan yang sedang dijalani oleh keluarga dan

memerlukan bantuan dengan cepat. Perumusan diagnosa aktual terdiri dari

problem (P), etiologi (E), dan sign/symptom (S).

Perumusan problem (P) merupakan respon terhadap gangguan pemenuhan

kebutuhan dasar. Sedangkan etiologi mengacu pada 5 tugas keluarga.

Etiologi dari diagnosis keperawatan keluarga berdasarkan hasil pengkajian dari

tugas perawatan kesehatan keluarga. Khusus untuk mendiagnosis keperawatan

potensial (sejahtera / “wellness”) boleh menggunakan/ tidak menggunakan etiologi.

Skoring :

1) Tentukan skore untuk setiap kriteria

2) Skore dibagi dengan angka tertinggi dan kalikanlah dengan bobot :

Skore

X Bobot

Angka tertinggi

3) Jumlahkanlah skore untuk semua criteria

3. Intervensi
Perencanaan adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk

dilaporkan dalam memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah

diidentifikasi (Efendy,1998). Penyusunan rencana perawatan dilakukan dalam 2 tahap

yaitu pemenuhan skala prioritas dan rencana perawatan (Suprajitno, 2004).

a. Menentukan prioritas masalah keperawatan

Prioritas didasarkan pada diagnosis keperawatan yang mempunyai skor tinggi dan

disusun berurutan sampai yang mempunyai skor terendah. Dalam menyusun prioritas

masalah kesehatan dan keperawatan keluarga harus didasarkan beberapa kriteria

sebagai berikut :

1) Sifat masalah (aktual, risiko, potensial)

2) Kemungkinan masalah dapat diubah

3) Potensi masalah untuk dicegah

4) Menonjolnya masalah

Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosa keperawatan telah dari satu

proses skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh Bailon dan Maglay

(1978) dalam Effendy (1998).


Tabel 1.1. Proses Skoring
Kriteria Skor Bobot
Sifat masalah :
a. Aktual 3
1
b. Risiko 2
c. Potensial 1
Kemungkinan masalah untuk dipecahkan :
 Mudah 2
1 2
 Sebagian
 Tidak dapat 0
Potensi masalah untuk dicegah :
 Tinggi 3
2 1
 Cukup
 Rendah 1
Menonjolnya masalah :
 Masalah berat, harus segera ditangani 2
1 1
 Ada masalah tetapi tidak perlu ditangani
 Masalah tidak dirasakan 0

Proses scoring dilakukan untuk setiap diagnosa keperawatan :

1) Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat perawat.

2) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan dengan bobot.

3) Jumlahkan skor untuk semua kriteria.

4) Skor tertinggi berarti prioritas (skor tertinggi 5).

b. Merumuskan Rencana

Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan tujuan keperawatan.

Tujuan dirumuskan untuk mengetahui atau mengatasi serta meminimalkan stressor

dan intervensi dirancang berdasarkan tiga tingkat pencegahan. Pencegahan primer

untuk memperkuat garis pertahanan fleksibel, pencegahan sekunder untuk

memperkuat garis pertahanan sekunder, dan pencegahan tersier untuk memperkuat

garis pertahanan tersier (Anderson & Fallune, 2000).


Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan

jangka panjang mengacu pada bagaimana mengatasi problem/masalah (P) di

keluarga. Sedangkan penetapan tujuan jangka pendek mengacu pada bagaimana

mengatasi etiologi yang berorientasi pada lima tugas keluarga. Adapun bentuk

tindakan yang akan dilakukan dalam intervensi nantinya adalah sebagai berikut :

1) Menggali tingkat pengetahuan atau pemahaman keluarga mengenai masalah.

2) Mendiskusikan dengan keluarga mengenai hal-hal yang belum diketahui dan

meluruskan mengenai intervensi/interpretasi yang salah.

3) Memberikan penyuluhan atau menjelaskan dengan keluarga tentang faktor-

faktor penyebab, tanda dan gejala, cara menangani, cara perawatan, cara

mendapatkan pelayanan kesehatan dan pentingnya pengobatan secara teratur.

4) Memotivasi keluarga untuk melakukan hal-hal positif untuk kesehatan.

5) Memberikan pujian dan penguatan kepada keluarga atas apa yang telah

diketahui dan apa yang telah dilaksanakan.

4. Implementasi

Implementasi dilaksanakan berdasarkan pada rencana yang telah disusun. Hal–hal

yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap keluarga,

yaitu :

a. Sumber daya keluarga

b. Tingkat pendidikan keluarga

c. Adat istiadat yang berlaku

d. Respon dan penerimaan keluarga

e. Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga.


Tindakan keperawatan terhadap keluarga mencakup hal-hal di bawah ini :

a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan kebutuhan

kesehatan dengan cara :

1) Memberikan informasi

2) Mengidentifikasikan kebutuhan dan harapan tentang kesehatan.

3) Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah.

b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat, dengan cara:

1) Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan.

2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga.

3) Mendiskusikan tentang konsekuensi tiap tindakan.

c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit, dengan

cara :

1) Mendemonstrasikan cara perawatan.

2) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah.

3) Mengawasi keluarga melakukan perawatan.

d. Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat lingkungan menjadi

sehat, dengan cara :

1) Menentukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga.

2) Melakukan perubahan lingkyngan keluarga seoptimal mungkin.

3) Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada, dengan

cara :

4) Mengenakan fasilitas kesehatan yabg ada dilingkungan keluarga.

5) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.


5. Evaluasi

Pada umumnya, tahap evaluasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu: evaluasi

kuantitatif dimana evaluasi ini menekankan pada jumlah pelayanan atau kegiatan yang

telah diberikan. Sedangkan evaluasi kualitatif adalah evaluasi yang difokuskan pada tiga

dimensi yang saling berkaitan yaitu: evaluasi struktur yaitu berhubungan dengan tenaga

atau bahan yang diperlukan dalam suatu kegiatan, evaluasi proses adalah evaluasi yang

dilakukan selama kegiatan berlangsung dan evaluasi basil merupakan basil dan

pemberian asuhan keperawatan.

Adapun metode yang sering dipakai untuk menentukan apakah tujuan dari

tindakan keperawatan yang telah tercapai adalah sebagai berikut :

a. Observasi langsung metode ini merupakan metode yang paling valid untuk

menentukan adanya perubahan yaitu bila interpretasi yang subyektif dan pengamat

dapat dikurangi dan menggunakan instrument yang tepat dan tujuan yang telah

ditetapkan mengenai proses atau hasil.

b. Memeriksa laporan atau record mengenai test diagnostik yang menunjukkan

perubahan dalam status kesehatan klien

c. Wawancara untuk menentukan perubahan sikap dan tingkah laku yang rumit,

wawancara dapat disusun dan diberikan kepada keluarga yang berperan penting.

d. Latihan stimulasi, berguna untuk menentukan perkembangan kesanggupan untuk

mengerti seperti kecakapan dalam membuat keputusan, menanggapi masalah dan

menganalisa masalah.
Untuk menentukan keberhasilan suatu tindakan keperawatan yang diberikan

pada keluarga adalah dengan pedoman SOAP sebagai tuntunan perawat dalam

melakukan evaluasi adalah:

Subyektif: Pernyataan atau uraian keluarga, klien atau sumber lain tentang

perubahan yang dirasakan baik kemajuan atau kemunduran setelah diberikan tindakan

keperawatan.

Obyektif: Data yang bisa diamati dan diukur memalui teknik observasi, palpasi,

perkusi dan auskultasi, sehingga dapat dilihat kemajuan atau kemunduran pada sasaran

perawatan sebelum dan setelah diberikan tindakan keperawatan.

Analisa: Pernyataan yang menunjukkan sejauh mana masalah keperawatan

ditanggulangi.

Planning: Rencana yang ada dalam catatan perkembangan merupakan rencana

tindakan hash evaluasi tentang dilanjutkan atau tidak rencana tersebut sehingga

diperlukan inovasi dan modifikasi bagi perawat

C. KONSEP PENYAKIT KELUARGA

1. HIPERTENSI

Berbagai literatur penelitian membahas mengenai konsep dasar hipertensi, secara

garis besar hipertensi adalah penyakit yang merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih

besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar 95

mmHg (Kodim Nasrin, 2014).

Menurut Smeltzer,2016, Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah

persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan diastolik diatas 90 mmHg.
Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHd dan

diastolik 90 mmHg (Smeltzer, 2010). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah

sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg

(Oktaviani, 2018)

Penyakit jantung dan pembuluh darah, termasuk hipertensi telah menjadi penyakit

yang mematikan banyak penduduk di negara maju dan negara berkembang lebih dari

delapan dekade terakhir. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang

menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas nilai normal, yaitu melebihi 140/90 mmHg.

Berdasarkan etiologi, hipertensi dibedakan menjadi 2, yaitu: hipertensi primer dan

hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah suatu kondisi dimana penyebab sekunder

dari hipertensi tidak ditemukan. Penyebab sekunder hipertensi tersebut adalah penyakit

renovaskuler, aldosteronism, pheochromocytoma, gagal ginjal, dan penyakit lainnya

(Ardyadmoko, 2015)

Hipertensi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan tekanan darah tinggi

secara terus-menerus dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg, tekanan diastolik 90

mmHg atau lebih. Hipertensi atau penyakit darah tinggi merupakan suatu keadaan

peredaran darah meningkat secara kronis. Hal ini terjadi karena jantung bekerja lebih

cepat memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi di dalam tubuh

(Parwati, 2018)

2. ETIOLOGI

Penyebab hipertensi pada lansia adalah terjadinya perubahan pada: (kasangke, 2019)

a. Elastisitas dinding aorta menurun

b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku


c. Kemampuan jantung memompa darah menurun; 1 % setiap tahun sesudah

berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan

menurunnya kontraksi dan volumenya.

d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah; Hal ini terjadi karena kurangnya

efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.

e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer ( Lany Gunawan,2001 )

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data

penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya

hipertensi,antara lain :

a. Faktor keturunan

Dari data stasistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan

lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita

hipertensi

b. Kebiasaan hidup:

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan hipertensi adalah :

1) konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr per hari )

2) kegemukan atau makan berlebihan

3) stress

4) Merokok

5) minum alcohol

6) minum obat-obatan ( ephedrine,prednison,epineprin ).

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :

1) Glomerulonephritis
2) Tumor

3) Atherosclerosis

4) diabetes mellitus

5) stroke

6) kontrasepsi

7) kortikosteroid.

3. KLASIFIKASI

Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:

a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau

tekanan diastolic sama atau lebih besar dari 90 mmHg.

b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg

dan tekanan diastolic lebih rendah dari 90 mmHg ( Darmojo,1999)

c. Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan rekomendasi

dari “ The Sixth Report of The Join National Comitee,Prevention,Detection and

Treatment of High Blood Pressure “( JNC-VI,1997 ) sebagai berikut :


Tabel 2.1. Treatment Of High Blood Pressure
No Kategori Sistolik ( mmHg ) Diastolik ( mmHg )
.
1. Optimal < 120 < 80
2. Normal 120 – 129 80 – 84
3. High normal 130 – 139 85 – 89
4. Hipertensi
Grade 1 ( ringan ) 140 -159 90-99
Grade 2 ( sedang ) 160 -179 100-109
Grade 3 ( berat ) 180-209 100-119
Grade 4 ( sangat berat ) >210 >120

Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya (kasangke, 2019)

a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui

penyebabnya.

b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain ( Lany

Gunawan,2001 ).

4. MANIFESTASI KLINIS

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun

secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan

dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud

adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan;

yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan

tekanan darah yang normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala

berikut:
a. Sakit kepala

b. Kelelahan

c. Mual

d. Muntah

e. Sesak nafas

f. Gelisah

g. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,

jantung dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan

koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif,

yang memerlukan penanganan segera (Kastera, 2017)

5. FAKTOR PREDISPOSISI

Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti

umur, jenis kelamin, dan keturunan. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita

kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita Hipertensi. Dugaan ini

menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi.

Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang

olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga

berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan

Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang

bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada

saat kita tidak beraktivitas.


Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara

intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan

tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka

kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini

dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang

tinggal di kota.

Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi

Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan

terjadinya Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan

antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya

pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih

tinggi dibandingan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal (Kastera,

2017)

6. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIPERTENSI

a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol (Parwati, 2018):

1) Jenis kelamin Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dengan wanita.

Wanita diketahui mempunyai tekanan darah lebih rendah dibandingkan

pria ketika berusia 20-30 tahun. Tetapi akan mudah menyerang pada

wanita ketika berumur 55 tahun sekitar 60% menderita hipertensi

berpengaruh pada wanita. Hal ini dikaitkan dengan perubahan hormon

pada wanita setelah menopause (Endang Triyanto, 2014).

2) Umur Perubahan tekanan darah pada seseorang secara stabil akan berubah

di usia 20-40 tahun. Setelah itu akan cenderung lebih meningkat secara
cepat. Sehingga, semakin bertambah usia seseorang maka tekanan darah

semakin meningkat. Jadi seorang lansia cenderung mempunyai tekanan

darah lebih tinggi dibandingkan diusia muda (Endang Triyanto, 2014).

3) Keturunan (genetik)

Adanya faktor genetik tentu akan berpengaruh terhadap keluarga yang

telah menderita hipertensi sebelumnya. Hal ini terjadi adanya peningkatan

kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap

sodium individu sehingga pada orang tua cenderung beresiko lebih tinggi

menderita hipertensi dua kali lebih besar dibandingan dengan orang yang

tidak mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi (Buckman, 2010).

4) Pendidikan Tingkat pendidikan secara tidak langsung mempengaruhi

tekanan darah. Tingginya resiko hipertensi pada pendidikan yang rendah,

kemungkinan kurangnya pengetahuan dalam menerima informasi oleh

petugas kesehatan sehingga berdampak pada perilaku atau pola hidup

sehat (Armilawaty, Amalia H, Amirudin R., 2007).

b. Faktor resiko hipertensi yang dapat dikonrol (Parwati, 2018):

1) Obesitas Pada usia pertengahan dan usia lanjut, cenderung kurangnya

melakukan aktivitas sehingga asupan kalori mengimbangi kebutuhan

energi, sehingga akan terjadi peningkatan berat badan atau obesitas dan

akan memperburuk kondisi (Anggara, F.H.D., & N. Prayitno, 2013).

2) Kurang olahraga Jika melakukan olahraga dengan teratur akan mudah

untuk mengurangi peningkatan tekanan darah tinggi yang akan

menurunkan tahanan perifer, sehigga melatih otot jantung menurunkan


tahanan perifer, sehigga melatih otot jantung untuk terbiasa melakuakn

pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu.

3) Kebiasaan merokok Merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Hal ini

dikarenakan di dalam kandungan nikotik yang dapat menyebabkan

penyempitan pembuluh darah.

4) Konsumsi garam berlebihan WHO merekomendasikan konsumsi garam

yang dapat mengurangi peningkatan hipertensi. Kadar sodium yang

direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram

sodium atau 6 gram) (H. Hadi Martono Kris Pranaka, 2014-2015).

5) Minum alkohol Ketika mengonsumsi alkohol secara berlebihan akan

menyebabkan peningkatan tekanan darah yang tergolong parah karena

dapat menyebabkan darah di otak tersumbat dan menyebabkan stroke.

6) Minum kopi Satu cangkir kopi mengandung kafein 75-200 mg, dimana

dalam satu cangkir kopi dapat meningkatakan tekanan darah 5- 10 mmHg.

7) Kecemasan Kecemasan akan menimbulkan stimulus simpatis yang akan

meningkatkan frekuensi jantung, curah jantung dan resistensi vaskuler,

efek samping ini akan meningkatkan tekanan darah.

7. PATOFISIOLOGI

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak

dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf

simpatis, yag berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla

spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis
ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor

seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap

rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi

(oktaviani, 2018)

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan

tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang

menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi epinefrin kortisol dan steroid

lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi

yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin

merangsang sekresi aldosteron I yang kemudian diubah menjadi angiostensin II, suatu

vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks

adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.

Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Sebagai

pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan struktural dan fungsional pada

sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi

pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan

ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya

menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya


aorta dan arteri berkurang kemampuannya dalam mengkomodasi volume darah yang

dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curah jantung dan

peningkatan tahanan perifer. (Smeltzer, 2001).

Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”

disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff

sphygnomanometer (Darmojo, 1999). Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf

simpatis yang diteruskan ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan

tekanan darah dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi ekskresi

pada renin yang berkaitan dengan angiostensinogen. Dengan adanya perubahan pada

angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah,

sehingga terjadi kenaikan pada peningkatan tekanan darah. Selain itu juga dapat

meningkatkan hormon aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan

berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah maka akan

menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung (Suyono, 2016).

8. KLASIFIKASI

Klasifikasi hipertensi menurut WHO :

a. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan

diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg

b. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg dan

diastolik 91-94 mmHg

c. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama dengan

160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95mmHg.
Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the Detection and Treatment of

Hipertension:

a. Diastolik

1) < 85 mmHg : Tekanan Darah Normal

2) 85 – 99 : Tekanan darah normal tinggi

3) 90 -104 : Hipertensi Ringan

4) 105 – 114 : Hipertensi Sedang

5) 5) >115 : Hipertensi berat

b. Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg)

1) < 140 mmHg : Tekanan darah normal

2) 140 – 159 : hipertensi sistolik perbatasan terisolasi

3) > 160 : Hipertensi sistolik teriisolasi


Daftar pustaka

Ardyadmoko, rendy harwin. (2015). Asuhan Keperawatan Keluarga Tn. S Khususnya Pada Ny.

S Dengan Hipertensi Di Desa Gunungsari Gatak Rt 02/ Rw 01 Wilayah Kerja Puskesmas

Gatak Sukoharjo. Naskah Publikasi Tugas Akhir Pendidikan D3 Keperawatan, 14.

Kasangke, morina. (2019). Asuhan Keperawatan Keluarga Tn. N Khususnya Pada Tn. N

Dengan Hipertensi Di Kampung Dagho Kecamatan Tamako Wailayah Kerja Puskesmas

Dagho Kecamatan Tamako Kab. Kepl. Sangihe.

Kastera, yulita. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI.

Manurung, lisma nurlina. (2018). Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Masalah Utama

Hipertensi Pada Tn. A Di Wilayah Kerja Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta. Karya

Tulis Ilmiah, 59.

Matheos, B., & Rottie, J. (2018). Hubungan Peran Keluarga Dalam Mengontrol Gaya Hidup

Dengan Derajat Hipertensi Di Puskesmas Tagulandang Kabupaten Sitaro. E-Journal


Keperawatan (E-Kp), 6, 6.

Oktaviani. (2018). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Hipertensi Dengan

Intervensi Inovasi Terapi Rendam Kaki Air Jahe Hangat Dan Terapi Light Massage

(Terapi Sentuhan Ringan) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Di Ruang Instalasi Gawat

Darurat Rsud Abdul Wahab Sj. Karya Tulis Ilmiah, (karya ilmiah akhir ners), 76.

Parwati, ni nyoman. (2018). Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Masalah Utama

Hipertensi Pada Tn. R Di Wilayah Kerja Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta. Karya

Tulis Ilmiah, 61.

Prasetyo, riko tri. (2019). Asuhan Keperawatan Keluarga Hipertensi Pada Ny. S Dan Ny. H

Dengan Masalah Keperawatan Ketidakpatuhan Minum Obat Di Wilayah Kerja Puskesmas

Rogotrunan Lumajang Tahun 2019. Karya Tulis Ilmiah, 103.

Widagda, wahyu. (2016). modul bahan ajar cetak keperawatan “keperawatan keluarga dan

komunitas .” ( santi dewiki, Ed.).

Anda mungkin juga menyukai