Anda di halaman 1dari 42

BAB I

A. Definisi Diare
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan berubahnya
bentuk tinja dengan intensitas buang air besar secara berlebihan lebih dari
3 kali dalam kurun waktu satu hari (Prawati & Haqi, 2019). Diare adalah
kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau
cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya
tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2011).
Berdasarkan beberapa pengertian dapat disimpulkan diare adalah
suatu keadaan dimana terjadi pola perubahan BAB lebih dari biasanya (> 3
kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja lebih encer atau berair
dengan atau tanpa darah dan tanpa lendir.
B. Etiologi
1. Fisiologis : inflamasi gastrointestinal, iritasi gastrointestinal, proses
infeksi, malabsorpsi
2. Psikologis : kecemasan, tingkat stres tinggi
3. Situasional :Terpapar kontaminan, terpapar toksin, penyalahgunaan
laksatif, penyalahgunaan zat, program pengobatan (mis: agen
tiroid, analgesik, pelunak feses, ferosulfat, antasida, cimetidine dan
antibiotik), perubahan air, makanan dan bakteri pada air
 Kriteria Mayor dan Kriteria Minor
Kriteria Mayor
a. Subjektif : -
b. Objektif : Defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam, Feses
lembek atau cair.
Kriteria Minor :
a. Subjektif : Urgency, Nyeri/ kram abdomen
b. Objektif : Frekuensi peristaltic meningkat, Bising usus
hiperaktif
C. Patofisiologi
Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya diare di antaranya
karena faktor infeksi dimana proses ini diawali dengan masuknya
mikroorganisme ke dalam saluran pencernaan kemudian berkembang
dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan usus.
Berikutnya terjadi perubahan dalam kapasitas usus sehingga menyebabkan
gangguan fungsi usus dalam mengabsorpsi (penyerapan) cairan dan
elektrolit. Dengan adanya toksis bakteri maka akan menyebabkan
gangguan sistem transpor aktif dalam usus akibatnya sel mukosa
mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit meningkat.
Faktor malaborpsi merupakan kegagalan dalam melakukan
absorpsi yang mengakibatkan tekanan osmotic meningkat sehingga terjadi
pergeseran cairan dan elektrolit ke dalam usus yang dapat meningkatkan
rongga usus sehingga terjadi diare. Pada factor makanan dapat terjadi
apabila toksin yang ada tidak diserap dengan baik sehingga terjadi
peningkatan dan penurunan peristaltic yang mengakibatkan penurunan
penyerapan makanan yang kemudian terjadi diare.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis anak diare menurut Wijayaningsih (2013) adalah
sebagai berikut :
1. Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur
dengan empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja
menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elastisitas
kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membrane mukosa
kering dan disertai penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat, tekanan
daran menurun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas,
kesadaran menurun (apatis, samnolen, spoor, komatus) sebagai
akibat hipovokanik.
7. Diueresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan
pernafasan cepat dan dalam
Sedangkan manifestasi klinis menurut Elin (2009) dalam Nuraarif &
Kusuma (2015) yaitu :
1. Diare Akut
a. Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset
b. Onset yang tak terduga dari buang air besar encer, gas- gas
dalam perut, rasa tidak enak, nyeri perut
c. Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi
pada perut
d. Demam
2. Diare Kronik
a. Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih
panjang
b. Penurunan BB dan nafsu makan
c. Demam indikasi terjadi infeksi
d. Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardia, denyut
lemah.
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nuraarif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada diagnos
medis diare adalah :
1. Pemeriksaan tinja meliputi pemeriksaan makroskopis dan
mikroskopis, Ph dan kadar gula dalam tinja, dan resistensi feses
(colok dubur).
2. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan
keseimbangan asam basa.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal
ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, kalsium dan Prosfat.
F. Penatalaksanaan
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah.
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Pemberian Makan
4. Antibiotik Selektif
BAB II
A. Asuhan keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik berlangsung aktual maupun
potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan yang
sering muncul pada kasus diare menurut Nuraarif&Kusuma (2015)
dan PPNI (2017) sebagai berikut :
a. Diare
b. Hipovolemi
c. Defisit nutrisi
d. Risiko syok
2. Intervensi Keperawatan
Menurut PPNI (2018) Intervensi keperawatan adalah segala
treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome)
yang diharapkan PPNI (2019). Adapun intervensi yang sesuai
dengan penyakit diare adalah sebagai berikut :
a. Diare b.d fisiologis (proses infeksi)
1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan
diharapkan eliminasi fekal pasien membaik dengan
kriteria hasil :
a) Konsistensi feses meningkat
b) Frekuensi defekasi/bab meningkat
c) Peristaltik usus meningkat
d) Kontrol pengeluaran feses meningkat
e) Nyeri abdomen menurun
2) Intervensi
Observasi
a) Identifiksi penyebab diare
b) Identifikasi riwayat pemberian makan
c) Identifikasi gejala invaginasi
d) Monitor warna, volume, frekuensi, dan
konsistensi tinja
e) Monitor jumlah pengeluaran diare
Terapeutik
a) Berikan asupan cairan oral (oralit)
b) Pasang jalur intravena
c) Berikan cairan intravena
d) Ambil sample darah untuk pemeriksaan
darah lengkap
e) Ambil sample feses untuk kultur, jik perlu
Edukasi
a) Anjurkan manghindari makanan pembentuk
gas, pedas, dan mengandung laktosa
b) Anjurkan makanan porsi kecil dan sering
secara bertahap
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat pengeras feses
b) Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
b. Hipovolemi b.d kehilangan cairan aktif
1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan
diharapkan status cairan pasien membaik dengan
kriteria hasil :
a) Turgor kulit membaik
b) Frekuensi nadi membaik
c) Tekanan darah membaik
d) Membrane mukosa membaik
e) Intake cairan membaik
f) Output urine meningkat
2) Intervensi
Obsevasi
a) Periksa tanda dan gejala hypovolemia (misal
frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume urin menurun, haus,
lemah).
b) Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
a) Hitung kebutuhan cairan
b) Berikan asupan cairan oral
Edukasi
a) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
b) Anjurkan menghidari posisi mendadak
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian cairan isotonis (Nacl
RL)
b) Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid
20 ml/kg bb untuk anak.
c. Defisit nutrisi b.d penurunan intake makanan
1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan
diharapkan status nutrisi pasien membaik dengan
kriteria hasil :
a) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
b) Diare menurun
c) Frekuensi makan membaik
d) Nafsu makan membaik
e) Bising usus membaik
2) Intervensi
Observasi
a) Identifikasi status nutrisi
b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c) Identifikasi makanan yang disukai
d) Identifikasi keburuhan kalori dan nutrisi
e) Monitor asupan makanan
f) Monitor berat badan
g) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
a) Berikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
b) Berikan makanan tinggi kalori dan protein
Edukasi
a) Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
a) Kolaborasi dengn ahli gizi untuk menetukan
jumlah kalori dan jenis nutsisi yang
dibutuhkan jika perlu.
b) Kolaborasi pemberian obat antimetik jika
perlu
d. Risiko Syok
1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan
diharapkan tingkat syok pasien menurun dengan
kriteria hasil :
a) Kekuatan nadi meningkat
b) Output urine meningkat
c) Frekuensi nafas membaik
d) Tingkat kesadaran meningkat
e) Tekanan darah sistolik, diastolic membaik
2) Intervensi
Observasi
a) Monitor status kardiopulmonal
b) Monitor frekuensi nafas
c) Monitor status oksigenasi
d) Monitor status cairan
e) Monitor tingkat kesdaran dan respon pupil
f) Monitor jumlah, warna, dan berat jenis urine
Terapeutik
a) Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
b) Pasang jalur IV, jika perlu
Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b) Jelaskan penyebab/factor risiko syok
c) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
A. Definisi Defisit Perawatan Diri
Merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas
perawatan diri secara mandiri seperti mandi, berpakian/berhias, makan,
dan BAB/BAK (Fitria, 2012).
B. Etiologi Defisit Perawatan Diri
1. Gangguan musculoskeletal
2. Gangguan neuromuskuler
3. Kelemahan
4. Gangguan psikologis dan/atau psikotok
5. Penurunan motivasi/minat
Gejala dan tanda mayor
Subjektif : menolak melakukan perawatan diri
Objektif : tidak mampu mandi atau mengenakan pakaian/makan/ke
toilet/berhias secara mandiri
Gejala dan tanda minor
Subjektif :-
Objektif :-
C. Manifestasi klinis Defisit Perawatan Diri
Menurut Purba dkk, 2011 ada tanda dan gejala pada Defisit Perawatan Diri
1. Mandi / hygine
Ketidakmampuan klien dalam membersihkan badan,
mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi,
mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh.
Gangguan kebersihan ini ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
2. BAB/BAK (toileting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan kamar kecil atau jamban, duduk atau berdiri di
jamban,manipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri
setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet, klien
BAB/BAK tidak pada tempatnya.
3. Berpakaian/Berhias
Klien mengalami kelemahan dalam meletakan atau
mengambil potongan pakaian, menanggalkan pakaian serta
memperoleh atau memakai, ketidakmampuan klien untuk
mengenakan pakaian dalam, menggunakan kancing tarik, melepas
pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan
pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian dan
mengenakan sepatu. Ketidakmampuan ini ditandai dengan rambut
tidak rapi, pakaian kotor dan tidak rapi.
4. Makan/Minum
Klien mengalami ketidakmampuan dalam menelan
makanan, mempersiapkan makanan, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, manipulasi makanan dalam minum,
mengambil makanan dari wadah untuk dimasukan ke dalam mulut,
serta tidak dapat mencerna makanan dengan baik dan aman.
D. Penatalaksanaan
Menurut Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2015 terdapat beberapa macam
penatalaksana personal hygiene, yaitu:
1. Personal hygiene pada kulit
Cara merawat kulit sebagai berikut:
a. Mandi minimal dua kali sehari/ setelah beraktifitas
b. Gunakan sabun yang tidak bersifat iritatif
c. Jangan gunakan sabun mandi untuk wajah
d. Menyabuni seluruh tubuh terutama daerah lipatan kulit,
misalnya sela-sela jari, ketiak dan belakang telinga.
e. Mengeringkan tubuh dengan handuk yang lembut dari
wajah, tangan, badan, hingga kaki.
2. Personal hygiene pada kuku dan kaki
Cara merawat kuku:
a. Kuku jari tangan dapat di potong dengan pengikir atau
memotong dalam bentuk oval(bujur) atau mengikuti bentuk
jari.
b. Jangan memotong kuku terlalu pendek karena bisa melukai
selaput kulit dan kulit di sekitar kuku.
c. Jangan membersihkan kotoran di balik kuku dengan benda
tajam, sebab akan merusak jaringan di bawah kuku.
d. Potong kuku seminggu sekali atau sesuai kebutuhan.
e. Khusus untuk jari kaki sebaiknya kuku di potong segera
setelah mandi atau di rendam dengan air hangat terlebih
dahulu.
f. Jangan menggigiti kuku karena akan merusak bagian kuku.
3. Personal hygiene pada rambut
Cara merawat rambut:
a. Cuci rambut 1-2 kali seminggu (sesuai kebutuhan) dengan
memakai sampo yang cocok.
b. Pangkas rambut agar terlihat rapih.
c. Gunakan sisir yang bergigi besar untuk merapikan rambut
keriting dan olesi rambut dengan minyak.
d. Jangan gunakan sisir yang bergigi tajam karena bisa
melukai kulit kepala.
e. Pijat-pijat kulit kepala pada saat mencuci rambut untuk
merangsang pertumbuhan rambut.
f. Pada jenis rambut ikal dan kriting, sisir rambut mulai dari
bagian ujung hingga ke pangkal dengan pelan dan hati-hati.
4. Personal hygiene pada mata
Cara merawat mata:
a. Usaplah kotoran mata dari sudut mata bagian dalam
kesudut bagian luar
b. Saat mengusap mata gunakanlah kain yang paling bersih
dan lembut
c. Lindungi mata dari kemasukan debu dan kotoran
d. Bila menggunakan kacamata, hendaklah selalu dipakai
e. Bila mata sakit cepat periksakan kedokter
f. Personal hygiene pada hidung
5. Personal hygiene pada gigi dan mulut
Cara merawat hidung dan mulut :
a. Tidak makan-makanan yang terlalu manis dan asam
b. Tidak menggunakan gigi atau mencongkel benda keras.
c. Menghindari kecelakaan seperti jatuh yang menyebabkan
gigi patah.
d. Menyikat gigi sesudah makan dan khususnya sebelum
tidur.
e. Menyikat gigi dari atas kebawah dan seterusnya
f. Memakai sikat gigi yang berbulu banyak, halus dan kecil.
g. Memeriksa gigi secara teratur setiap enam bulan.
6. Personal hygiene pada telinga
Cara merawat telinga :
a. Bila ada kotoran yang menyumbat telinga keluarkan secara
perlahan dengan menggunakan penyedot telinga
b. Bila menggunakan air yang disemprotkan lakukan dengan
hati-hati agar tidak terkena air yang berlebihan
c. Aliran air yang masuk hendaklah diarahkan kesaluran
telingan dan bukan langsung kegendang telinga.
d. Jangan menggunakan alat yang tajam untuk membersihkan
telinga karena dapat merusak gendang telinga.
7. Personal hygiene pada genetalia
Cara merawat genetalia:
a. Wanita: perawatan perineum dan area genetalia eksterna di
lakukan pada saat mandi 2x sehari
b. Pria: perawatan di lakukan 2x sehari pada saat mandi. Pada
pria terutama yang belum di sirkumsisi karena adanya
kulup pada penis yang menyebabkan urine mudah
terkumpul di sekitar gland penis yang lama kelamaan dapat
menyebabkan timbulnya berbagai penyakit seperti kanker
penis.
 Asuhan keperawatan
A. Diagnosis keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang singkat tugas
dan jelas berdasarkan pada hasil pengumpulan data dan evaluasai data
yang di lakukan dengan sistematis, praktis, etis, dan profesional oleh
tenaga keperawatan yang mampu untuk itu. Diagnosa keperawatan
menggambarkan respons klien terhadap masalah kesehatan atau penyakit.
Menurut buku SDKI,2017. Diagnosa yang muncul pada kasus
personal hygiene yang berkaitan dengan kondisi klinis demensia adalah:
1. Defisit perawatan diri
a. Definisi: tidak mampu melakukan atau menyelesaikan
aktivitas perawatan diri.
b. Penyebab atau etiologi
1) Gangguan musculoskeletal
2) Gangguan neuromuskuler
3) Kelemahan
4) Gangguan psikologis atau psikotik
5) Penurunan motivasi atau minat
c. Gejala dan tanda mayor
Subjektif: klien menolak melakukan perawatan diri.
Objektif: klien tidak mampu mandi atau mengenakan
pakaian, makan, ketoilet, berhias secara mandiri dan minat
melakukan perawatan diri kurang.
d. Gejala dan tanda minor
Gejala tanda minor baik subjektif maupun objektif tidak
tersedia.
Menurut doengoes,2012. Diagnosa yang muncul berkaitan dengan kondisi
klinis demensia adalah salah satunya:
1. Kurang perawatan diri(defisit perawatan diri)
2. Penurunan kognitif: keterbiasaan fisik
3. Frustasi atas kehilangan kemandiriannya: depresi
Kemungkinan di buktikan oleh:
Penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari,
seperti tidak mampu untuk makan, tidak mampu untuk membersihkan
bagian-bagian tubuh tertentu, mengatur suhu air, gangguan kemampuan
untuk memakai atau meninggalkan pakaian. kesulitan dalam melakukan
defekasi.
Hasil yang diharapkan atau kriteria evaluasi pasien akan:
Mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat
kemampuan diri sendiri. Mampu mengidentifikasi dan menggunakan
sumber-sumber pribadi atau komunitas yang dapat memberikan bantuan.
Menurut Judith M,2016. Diagnosa keperawatan umum untuk klien
dengan masalah perawatan personal hygiene adalah defisit perawatan diri
lebih lanjut, diagnosa tersebut terbagi menjadi empat yaitu:
1. Defisit perawatan diri : makan
2. Defisit perawatan diri: mandi atau hygiene
3. Defisit perawatan diri: berpakaian atau berhias
4. Defisit perawatan diri: eliminasi
B. Rencana keperawatan
Rencana keperawatan adalah pencatatan tentang kegiatan
perencanaan keperawatan (langkah pemecah serta urutan prioritasnya,
perumusan tujuan, perencanaan tindakan dan penilaian) yang dapat
dipertanggung jawabkan. Tujuan yang ingin dicapai, rencana tindakan
pemecahan masalah kelien dan rencana penilaiannya.
(Menurut Judith M, 2016) Intervensi keperawatan pada klien
gangguan pemenuhan personal hygiene pada lansia dengan masalah
keperawatan sebagai berikut:
1. Defisit perawatan diri : mandi
a. Tujuan atau kriteria hasil
Menunjukkan perawatan diri: mandi yang dibuktikan oleh
indikator ekstrim, berat, sedang, ringan, atau tidak ada
gangguan:
1) Mengambil perlengkapan mandi
2) Mandi dibak (sower)
3) Membersihkan area perinel
b. Intervensi keperawatan
1) Kaji dan akomodasi perubahan fisik atau koognitif
yang dapat menyebabkan defisit perawatan diri.
2) Kaji kemampuan untuk melakukan AKS secara
mandiri menggunakan skala yang berterima.
3) Gunakan pembersih tanpa detergen, bukan sabun,
gunakan air hangat pada kuku.
4) Lakukan mandi penuh sekali atau dua kali
seminggu, sisanya mandi parsial untuk mencegah
mandi kering.
5) Mandikan dan keringkan perlahan untuk melindungi
kulit rapuh.
6) Tingkatkan kemandirian seoptimal mungkin, sesuai
kemampuan klien.
2. Defisit Perawatan Diri: Berpakaian
a. Tujuan atau kriteria hasil
Manunjukkan perawatan diri: berpakaian yang dibuktikan
oleh indikator:
1) Mengenakan pakaian dibagian atas atau bawah
tubuh.
2) Memasang kaos kaki dan sepatu.
3) Mengikat sepatu.
b. Intervensi keperawatan
1) Kaji kemampuan untuk melakukan AKS secara
mandiri, menggunakan skala yang berlaku.
2) Kaji dan akomodasi perubahan fisik atau koognitif
yang dapat menyebabkan defisit perawatan diri.
3) Dorong berjalan dan latihan pembangun kekuatan.
4) Tingkatkan kemandirian sesuai kemampuan klien.
3. Defisit Keperawatan Diri: Makan
a. Tujuan atau kriteria hasil
Menunjukkan keperawatan diri: makan yang dibuktikan
oleh indikator :
1) Meletakkan makanan kepiring.
2) Mengarahkan makanan kemulut dengan jari (wadah
atau piring)
3) Mengunyah makanan.
4) Menelan cairan.
5) Menghabiskan makanan.
b. Intervensi keperawatan
1) Atur agar klien makan bersama individu lain:
biarkan klien mengambil makanannya sendiri dari
piring saji.
2) Kaji kondisi pemasangan gigi palsu.
3) Hindari meminta klien untuk makan buru-buru.

4. Defisit keperawatan diri: Eliminasi


a. Tujuan atau kriteria hasil
1) Menunjukkan perawatan diri eliminasi dibuktikan
oleh indikator:
2) Memposisikan diri ditoilet atau kursi buang air
menggosokkan kandung kemih atau defekasi.
3) Bangun dari toilet atau kursi buang air.
4) Mengganti pakaian setelah eliminasi.
b. Intervensi keperawatan
1) Akomodasi difisit koognitif misalnya pertahankan
arahan verbal yang singkat dan sederhana.
2) Beri cukup waktu untuk eliminasi guna menghindari
keletihan dan frustasi.
3) Rekomendasikan dan bantu melakukan latihan
membangun kekuatan.
4) Bantu klien ambulasi selama beberapa menit saat
mencapai toilet.
5) Beri pijakan kaki pada kursi buang air atau kloset
jika perlu untuk mengelevasi lutut diatas pinggul.
Intoleransi aktivitas
a. Definisi intoleransi aktivitas
Intoleransi aktivitas didefinisikan sebagai ketidakcukupan
energi psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan atau
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau
yang ingin dilakukan (Keliat, Dwi Windarwati, Pawirowiyono, &
Subu, 2015).
Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi untuk
melakukan aktivitas sehari-hari
b. Penyebab Intoleransi Aktivitas
Menurut data dari etiologi/penyebab intoleransi aktivitas
pada penyakit gagal jantung kongestif adalah :
1) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Terjadi apabila suplai darah tidak lancar diparu-paru
(darah tidak masuk kejantung), menyebabkan penimbunan
cairan diparu-paru yang dapat menurunkan pertukaran
oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah di paru-
paru. Sehingga oksigenisasi pada arteri berkurang dan
mengalami ketidakseimbangan dan terjadi peningkatan
karbondioksida yang akan menbentuk asam di dalam tubuh
2) Kelemahan
Kelemahan yang menyertai gagal jantung
disebabkan karena menurunnya curah jantung, gangguan
sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme
yang tidak adekuat dari jaringan (Smeltzer & Bare, 2013a).
Pada aktivitas fisik ringan, terutama yang hilang dengan
istirahat, dapat mengindikasikan awal gagal jantung. Pada
gangguan ini, jantung tidak dapat menyediakan cukup
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolic sel yang
sedikit meningkat (Hidayat, 2012).
3) Imobilitas
Perubahan akibat imobilitas pada pasien gagal
jantung kongestif dapat menyebabkan hipotensi ortostatik
dan meningkatnya kerja jantung. Menurunnya kemampuan
saraf otonom menjadi penyebab terjadinya hipotensi
ortostatik. Hal ini biasanya ditandai dengan sakit kepala
ringan, pusing, kelemahan, kelelahan, kehilangan energi,
gangguan visual, dispnea, ketidaknyamanan kepala atau
leher, hampir pingsan ataupun pingsan (Widuri, 2010).
4) Gaya hidup monoton
Perubahan gaya hidup pada penderita gagal jantung
kongestif dapat memengaruhi kemampuan mobilitas
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau
kebiasaan sehari-hari (Hidayat, 2012).
c. Patofisiologi
Beban pengisian preload dan beban tahanan afterload pada
ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi pada jantung
memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang
lebih kuat sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan pada
jantung secara berlebihan dapat meningkatkan curah jantung
menurun, yang mengakibatkan terjadinya retribusi cairan dan
elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan terjadi
vasokontriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran
balik vena ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan
akhir diastolik dan mampu menaikkan kembali curah jantung.
Dilatasi, hipertrofi, takikardi dan retribusi cairan tubuh merupakan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung
dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh. Bila semua
kemampuan mekanisme kompensasi jantung dalam
mempertahankan curah jantung telah dipergunakan seluruhnya
namun sirkulasi darah dalam tubuh juga belum terpenuhi maka
terjadilah keadaan gagal jantung (Price & Wilson, 2006).
Menurut Smeltzer & Bare, (2013b) gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, dapat menyebabkan curah jantung menjadi
lebih rendah dari curah jantung normal sehingga darah yang
dipompa pada setiap kontriksi menurun dan menyebabkan
penurunan darah keseluruh tubuh. Apabila suplai darah di paru-
paru tidak lancar (darah tidak masuk ke jantung), menyebabkan
penimbunan cairan di paru-paru yang dapat menurunkan
pertukaran oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah di
paru-paru. Hal ini akan mengakibatkan oksigenisasi arteri
berkurang dan terjadi peningkatan karbondioksida yang akan
menbentuk asam di dalam tubuh. Situasi ini akan memberikan
suatu gejala seperti sesak napas (dyspnea), dyspnea saat berbaring
(ortopnea) terjadi apabila aliran darah dari ektremitas
meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan paru-paru. Suplai
darah yang kurang di daerah otot dan kulit, menyebabkan kulit
menjadi pucat dan dingin serta timbul gejala letih, lemah dan lesu
pada penderita gagal jantung kongestif.
Intoleransi aktivitas adalah suatu diagnosa keperawatan
yang mengidentifikasikan bahwa tubuh memiliki ketidakcukupan
energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Pembentukan energi
dilakukan di sel, tepatnya di mitokondria melalui beberapa proses
tertentu. Dalam membentuk energi tubuh diperlukan nutrisi dan
CO2. Pada kondisi tertentu, mengakibatkan suplai nutrisi dan O2
tidak sampai ke sel, dan akhirnya tubuh tidak mampu
memproduksi energi yang banyak. Sehingga, penyakit apapun
yang menyebabkan terhambatnya/ terputusnya suplai nutrisi dan
O2 ke sel, dapat mengakibatkan respon tubuh berupa intoleransi
aktifitas (Wartonah, 2015).
d. Manifestasi klinis intoleransi aktivitas
Menurut data PPNI, (2016) merumuskan bahwa gejala dan
tanda Intoleransi aktivitas pada penyakit gagal jantung kongestif
dibagi menjadi dua, yaitu subjectif dan objektif.
1) Subjectif
a) Mengeluh lelah
Mudah lelah terjadi akibat curah jantung
yang berkurang yang dapat menghambat sirkulasi
normal dan suplai oksigen ke jaringan, yang
menyebabkan pembuangan sisa hasil katabolisme
terhambat. Hal ini juga terjadi akibat meningkatnya
energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia
yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk
(Smeltzer & Bare, 2013b).

b) Dispnea saat /setelah beraktivitas


Dispnea, dikarakteristikkan dengan
pernapasan cepat, dangkal dan keadaan yang
menunjukkan bahwa pasien sulit mendapatkan
udara yang cukup (Mutaqqin, 2014b).
Dispnea disebabkan oleh adanya
peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti
vascular paru yang mengurangi kelenturan paru.
Meningkatnya tahanan aliran udara juga
menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum
kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru
sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi
edema alveolar, maka dispnea juga dapat
berkembang progresif. Gagal jantung kiri biasanya
menunjukkan gejala awal saat beraktivitas seperti
dispnea (kesulitan bernapas). Ortopnea (dispnea
saat berbaring) terutama disebabkan oleh
redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh
yang dibawah ke arah sirkulasi sentral (Price &
Wilson, 2006).
Dispnea bahkan dapat terjadi saat istirahat
atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau
sedang (Smeltzer & Bare, 2013b).
2) Objektif
a) Frekuensi jantung meningkat > 20% dari kondisi
istirahat
Peningkatan frekuensi jantung adalah respon
awal jantung terhadap stress, sinus takikardia
mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada
pemeriksaan pasien dengan kegagalan pompa
jantung

b) Tekanan darah berubah >20 % dari kondisi istirahat


Tekanan darah biasanya menurun akibat
penurunan volume sekuncup.
c) Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat / setelah
aktivitas
Irama yang berasal bukan dari nodus SA
sering dikenal dengan aritmia. Frekuensi nadi
kurang dari 60 x/menit (sinus bradikardia) atau
frekuensi lebih dari 100 x/menit. Terdapatnya
hambatan impuls supra atau intra ventrikular.
d) Sianosis
Nokturia menjadi salah satu gejala penting
pada gagal jantung, biasanya hal ini dialami oleh
para penderita penyakit diabetes militus. Tanda
penting pada kebanyakan kasus gagal jantung
adalah warna biru yang biasanya terdapat di kaki,
kulit tangan, mukosa bibir dan pipi. Hal inilah yang
sering disebut dengan sianosis (Naga, 2012).
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dianjurkan dengan
diagnosa intoleransi aktivitas pada penderita gagal jantung
kongestif diantaranya:
1) EKG (Elektrokardiografi)
Pemeriksaan ini merupakan suatu penilaian yang
berguna untuk mencatat data tentang aktivitas listrik
jantung, denyut jantung, dan integritas konduksi listrik
jantung. fungsi dari pemeriksaan EKG yaitu untuk
mengetahui aritmia jantung, hipertrofi atrium dan ventrikel,
iskemia dan infark miokard, efek obat-obatan terutama
digitalis dan anti-aritmia, gangguan keseimbangan elektrolit
khususnya kalium, serta penilaian fungsi pacu jantung
(Mutaqqin, 2011).
2) ECG (Echocardiography)
Echocardiography adalah tes ultrasound non-invasif
yang digunakanan untuk memeriksa ukuran, bentuk dan
pergerakan struktur jantung. fungsi dari ECG yaitu
mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi
atrium, ventrikel hipertrofi. Selain itu ECG juga dapat
dipergunakan dalam membedakan berbagai murmur
jantung (Mutaqqin, 2011).
3) Rontgen dada
Pemeriksaan rontgen dada dilakukan bertujuan
untuk menunjukkan adanya pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan
dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulmonal
(Wijayaningsih, 2013).
4) Sean jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
gerakan jantung (Wijayaningsih, 2013).
5) Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kiri dan kanan,
stenosis katup atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri
koroner (Wijayaningsih, 2013).
6) Elektrolit
Dapat berubah karena perpindahan cairan atau
penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik (Wijayaningsih,
2013).
7) Oksimetri nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika CHF
memperburuk PPOM (Wijayaningsih, 2013).
8) AGD
Gagal ventrikel kiri ditandai alkalisis respiratorik
ringan atau hipoksemia dengan peningkatan penekanan
karbondioksida (Wijayaningsih, 2013)
9) Enzim jantung
Meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan
jantung, misalnya infark miokard (Wijayaningsih, 2013).
 Asuhan keperawatan
A. Diagnosis keperawatan
Intoleransi aktifitas
B. Intervensi keperawatan
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 3x24 jam di harapkan klien dapat
melakukan aktivitas bertahap secara mandiri, dengan kriteria hasil :
- Klien tidak mengalami kelemahan
- Klien dapat melaksanakan ADL dengan mandiri
1. Kaji kemampuan klien dalam beraktivitas
2. Kaji respon pasien terhadap aktivitas
3. Ajarkan tehnik penghematan energy
4. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas bertahap jika dapat
ditoleransi dan berikan bantuan sesuai kebutuhan.
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/1061/1/KTI%20Hidayatun%20Najah.pdf
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/322/3/BAB%20II.pdf
http://repository.stikespantiwaluya.ac.id/446/2/STIKESPW_Iventianus
%20Gantoro.S.H_fulltext.pdf
Pengkajian Keperawatan

1. Identitas pasien
Nama inisial : Tn. A
Usia : 54 tahun
Status perkawinan :
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Warga negara : WNI
Suku : -
Pendidikan : -
Pekerjaan : pensiunan
Alamat : Jl.Ali Malaka
Tanggal pengkajian : 19-10-2021
Diagnose medik : susp cholitis + HT + DM
2. Keluhan utama
Keluarga klien mengatakan klien mengalami sakit perut, sakit menelan
saat makan dan minum, klien mengalami diare selama 2 hari, mual (+),
keluarga klien mengatakan klien hanya makan setengah sendok saja.
Keluarga klien mengatakan kalau klien sudah mengalami diare klien akan
tidak mau makan karna trauma dengan sakit perut dan diarenya. Keluarga
klien mengatakan klien tidak mau mandi, selama di rumah sait klien tidak
mau mandi
Tekanan darah : 100/70
Pernapasan : 24 x/menit
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,5°C
3. Pengukuran
Tinggi badan sebelum sakit : 160 cm
Tinggi badan saat sakit : 160 cm
Berat badan sebelum sakit : 50 kg
Berat badan saat sakit : 46 kg
Indek Massa Tubuh : 21,3 (sebelum sakit) dan 17,96 (saat sakit)
4. Genogram

Keterangan:
: laki-laki

: perempuan

: klien

: meninggal

? : tidak diketahui

: garis perkawinan

: garis keturunan
……….. : tinggal serumah
5. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Pemeriksaan fisik
Kebersihan rambut : rambut klien tampak berminyak dan sedikit lepek,
warna rambut klien hitam dan ada putih-putih (uban)
Kulit kepala : kulit kepala klien tampak kotor dan sedikit berketombe
Kebersihan kulit : kulit klien tampak kering
Hygiene rongga mulut : tampak gigi klien hitam dan patah
6. Pola nutrisi dan metabolik
a) Keadaan sebelum sakit : nafsu makan baik
b) Keadaan saat sakit : klien hanya mau makan setengah sendok saja
c) Observasi
Pemeriksaan fisik
Mulut kering
Klien mengatakan sakit pada bagian perut
7. Pola eliminasi
a) Keadaan sebelum sakit: -
b) Keadaan saat sakit : urine berwarna kuning, BAB 3 x kemarin
malam, BAB encer
8. Pemeriksaan diagnostic
a) USG abdomen : distended GB dengan sludge di dalamnya
b) Kimia darah : GDS : 122 mg/dl, HbA1c : 9,2
c) Darah rutin : WBC (13,88), HGB (11,6), PLT (474)
9. Pola aktivitas dan latihan
a) Keadaan sebelum sakit
b) Keadaan saat sakit
c) Observasi
Aktivitas harian
Makan : di bantu orang
Mandi : di bantu orang
Pakaian : di bantu orang
Kerapihan : di bantu orang
BAB : di bantu orang
BAK : di bantu oramg
10. Pola tidur dan istirahat
a) Keadaan sebelum sakit
b) Keadaan saat sakit : tidur terganggu karna harus ke wc setiap
malam
c) Observasi
Ekspresi wajah mengantuk : Positif
11. Pola persepsi dan konsep diri
Observasi
Kontak mata : cukup
Rentang perhatian : cukup
Sura dan cara bicara : suara saat bicara kecil, lemah dan kurang jelas
12. Pola peran dan hubungan antar sesame
Peran dan hubungan dengan sesama cukup baik dan menjalankan
perannya sesuai dengan sebelumnya
13. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Pasien tampak gelisah dengan keadaannya, saat perut pasien sakit pasien
tampak meringis
14. Pola sistem nilai kepercayaan
Pasien beragama islam
Analisis data
No Data Penunjang Masalah Keperawatan
1 DS : keluarga klien mengatakan Diare
klien selalu mengeluh sakit perut,
keluarga klien juga mengatakan
klien mengalami diare
DO : keadaan umum klien tampak
lemah, klien mengalami diare lebih
dari 3 kali, BAB encer
2 DS : keluarga klien mengatakan Defisit perawatan diri
klien tidak mau mandi
DO : keadaan klien tampak lemah
- Rambut klien tampak
berminyak dan sedikit kotor
- Kulit klien tampak kering
3 DS : keluarga pasien mengatakan Intoleransi aktivitas
pasien saat makan di suap
- Keluarga klien mengatakan
saat ke kamar mandi klien di
bantu berdiri dan berjalan
DO : - keadaan umum pasien
tampak lemah berbaring di tempat
tidur
Aktivitas pasien nampaknya di
bantu oleh keluarga

Intervensi keperawatan
No Diagnosis Keperawatan Tujuan/ Kriteria Intervensi
Dx dan Data Penunjang Hasil Keperawatan
1 Diare berhubungan dengan setelah dilakukan Observasi
program pengobatan intervensi - Memonitori
DS : keluarga klien keperawatan ttv
mengatakan klien selalu diharapkan diare - Kaji penyebab
mengeluh sakit perut, pada pasien diare
keluarga klien juga membaik dengan - Kaji riwayat
mengatakan klien kriteria hasil pemberian
mengalami diare - Klien tidak makan
DO : keadaan umum klien mengalami - Monitor
tampak lemah, klien diare warna,
mengalami diare lebih dari - Klien tidak volume,
3 kali, BAB encer mengalami frekuensi, dan
nyeri (skala konsistensi
1) tinja
- Monitor
jumlah
pengeluaran
diare
Terapeutik
- Berikan
asupan cairan
oral (oralit)
- Pasang jalur
intravena
- Berikan
cairan
intravena
Edukasi
- Anjurkan
makanan
porsi kecil
dan sering
secara
bertahap
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
obat pengeras
feses
- Kolaborasi
pemberian
obat
antimotilitas

2 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan


berhubungan dengan intervensi selama 3 - Kaji
kelemahan x 24 jam hasil yang perubahan
DS : keluarga klien diharapkan: fisik atau
mengatakan klien tidak - Klien mau koognitif
mau mandi untuk mandi yang dapat
DO : keadaan klien tampak menyebabkan
lemah defisit
- Rambut klien perawatan
tampak berminyak diri.
dan sedikit kotor - Kaji
- Kulit klien tampak kemampuan
kering untuk
melakukan
AKS secara
mandiri
menggunakan
skala yang
berterima.
- Gunakan
pembersih
tanpa
detergen,
bukan sabun,
gunakan air
hangat pada
kuku.
- Lakukan
mandi penuh
sekali atau
dua kali
seminggu,
sisanya mandi
parsial untuk
mencegah
mandi kering.
- Mandikan dan
keringkan
perlahan
untuk
melindungi
kulit rapuh.
- Tingkatkan
kemandirian
seoptimal
mungkin,
sesuai
kemampuan
3 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan klien.
berhubungan dengan pengkajian 3 x 24 - Memonitori
kelemahan jam di harapkan ttv
DS : keluarga pasien dapat memenuhi - Bantu klien
mengatakan pasien saat kriteria sebagai melakukan
makan di suap berikut: aktifitas
- Keluarga klien Klien mampu
mengatakan saat ke beraktivitas sendiri
kamar mandi klien seperti bisa ke
di bantu berdiri dan kamar mani sendiri,
berjalan bangun dari tempat
DO : - keadaan umum tidur, makan sendiri
pasien tampak lemah
berbaring di tempat tidur
Aktivitas pasien
nampaknya di bantu oleh
keluarga

Implementasi keperawatan

No Hari/ Jam Implementasi


Tgl
1 Rabu/20- 10.30 Kaji tanda – tanda vital klien
TD :
10-2021
Nadi:
Pernapasan :
Suhu :
Anjurkan keluarga untuk memberikan minum
sedikit tapi sering

2 Rabu/20- 12.45 Anjurkan keluarga klien untuk memandikan


pasien
10-2021
Motivasi klien agar mau mandi

3. Rabu/20- 13.15
Bantu klien untuk melakukan aktivitas
10-2021

Evaluasi

No Diagnosis Hari/tgl Jam Evaluasi Perkembangan


Keperawatan
1

3
Analisis sintesis tindakan

Pemasangan infus

1. Pengertian :
Pemasangan infus adalah tindakan dilakukan untuk memasukkan bahan-
bahan larutan ke dalam tubuh secara kontinyu atau sesaat untuk
mendapatkan efek pengobatan secara cepat.
2. Tujuan :
a. Mencegah atau memperbaiki gangguan elektrolit dan cairan pada
pasien yang mengalami sakit akut
b. Mencegah ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
c. Memberi akses akses intravena pada pemebrian terapi intermitten
atau emergensi
3. Indikasi :
a. Menggantikan cairan yang hilang akibat perdarahan,
b. Dehidrasi karena panas atau akibat suatu penyakit,
c. Kehilangan plasma akibat luka bakar yang luas.
4. Masalah keperawatan
a. Diare
b. Defisit perawatan diri
c. Intoleransi aktivitas
5. Rasionalisasi tindakan
a. Menerapkan etika keperawatan
b. Mencegah transmisi mikro organisme
c. Memastikan keamanan dan kenyamana pasien saat
melakukantindakan
6. Prosedur tindakan

No

1. Persiapan Alat
1. Cairan yang diperlukan, sesuaikan cairan dengan kebutuhan pasien.
2. Saluran infus (infus set) : infus set dilengkapi dengan saluran infus,
penjepit selang infus untuk mengatur kecepatan tetesan.
Jenis infus set berdasarkan penggunaannya :
a. Macro drip set
b. Micro drip set
c. Tranfusion Set
3. Kateter intravena (IV catheter)
4. Desinfektan : kapas alkohol, larutan povidone iodine 10%
5. Kassa steril, plester, kassa pembalut
6. Torniket
7. Gunting
8. Bengkok
9. Tiang infus
10. Perlak kecil
11. Bidai, jika diperlukan (untuk pasien anak)
12. Sarung tangan steril yang tidak mengandung bedak
13. Masker
14. Tempat sampah medis
2. Persiapan Pasien dan Orientasi
1. Perkenalkan diri dan lakukan validasi nama pasien.
2. Beritahukan pada penderita (atau orang tua penderita) mengenai tujuan
dan prosedur tindakan, minta informed consent dari pasien atau
keluarganya.
3. Pasien diminta berbaring dengan posisi senyaman mungkin.
4. Mengidentifikasi vena yang akan menjadi lokasi pemasangan infus :
- Pilih lengan yang jarang digunakan oleh pasien (tangan kiri bila pasien
tidak kidal, tangan kanan bila pasien kidal).
- Bebaskan tempat yang akan dipasang infus dari pakaian yang menutupi.
- Lakukan identifikasi vena yang akan ditusuk
3. Fase Kerja
1. Alat-alat yang sudah disiapkan dibawa ke dekat penderita di tempat yang
mudah dijangkau
- Dilihat kembali apakah alat, obat dan cairan yang disiapkan sudah sesuai
dengan identitas atau kebutuhan pasien.
- Dilihat kembali keutuhan kemasan dan tanggal kadaluwarsa dari setiap
alat, obat dan cairan yang akan diberikan kepada pasien.
P2. Perlak dipasang di bawah anggota tubuh yang akan dipasang infus
33. Memasang infus set pada kantung infuse :
- Buka tutup botol cairan infus.
- Tusukkan pipa saluran udara, kemudian masukkan pipa saluran infus.
- Tutup jarum dibuka, cairan dialirkan keluar dengan membuka kran selang
sehingga tidak ada udara pada saluran infus, lalu dijepit dan jarum ditutup
kembali. Tabung tetesan diisi sampai ½ penuh.
- Gantungkan kantung infus beserta salurannya pada tiang infus.
44. Cucilah tangan dengan seksama menggunakan sabun dan air mengalir,
keringkan dengan handuk bersih dan kering.
5. Lengan penderita bagian proksimal dibendung dengan torniket
6. Kenakan sarung tangan steril, kemudian lakukan desinfeksi daerah tempat
suntikan.
7. Jarum diinsersikan ke dalam vena dengan bevel jarum menghadap ke atas,
membentuk sudut 30-40o terhadap permukaan kulit.
8. Bila jarum berhasil masuk ke dalam lumen vena, akan terlihat darah
mengalir keluar.
9. Turunkan kateter sejajar kulit. Tarik jarum tajam dalam kateter vena
(stylet) kira-kira 1 cm ke arah luar untuk membebaskan ujung kateter vena
dari jarum agar jarum tidak melukai dinding vena bagian dalam. Dorong
kateter vena sejauh 0.5 – 1 cm untuk menstabilkannya.
10. Tarik stylet keluar sampai ½ panjang stylet. Lepaskan ujung jari yang
memfiksasi bagian proksimal vena. Dorong seluruh bagian kateter vena
yang berwarna putih ke dalam vena
11. Torniket dilepaskan. Angkat keseluruhan stylet dari dalam kateter vena.
12. Pasang infus set atau blood set yang telah terhubung ujungnya dengan
kantung infus atau kantung darah
13. Penjepit selang infus dilonggarkan untuk melihat kelancaran tetesan
14. Bila tetesan lancar, pangkal jarum direkatkan pada kulit menggunakan
plester
15. Tetesan diatur sesuai dengan kebutuhan.
16. Jarum dan tempat suntikan ditutup dengan kasa steril dan fiksasi dengan
plester
17. Pada anak, anggota gerak yang dipasang infus dipasang bidai (spalk)
supaya jarum tidak mudah bergeser
18. Buanglah sampah ke dalam tempat sampah medis, jarum dibuang ke
dalam sharp disposal (jarum tidak perlu ditutup kembali)
4 Terminasi
1. Evaluasi hasil/ respon pasien

2. Mendokumentasikan hasilnya

3. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya

4. Mengakhiri kegiatan, membereskan alat-alat

5. Mencuci tangan

5 Dokumentasi
1. Waktu pelakasanaan tindakan

2. Infus terpasang baik/tidak

3. Letak pemasangan infus

4. Ukuran iv chateter yang digunakan.Jenis cairan yang di berikan dan


jumlah tetesan dalam 1 menit

7. Kesenjangan teori
a. Tidak menggunakan pengalas
b. Tidak memberikan posisi nyaman/apakah pasien merasa nyaman
atau tidak
c. Tidak menjelaskan prosedur kepada pasien

Anda mungkin juga menyukai