Anda di halaman 1dari 19

BAB III

GEOTEKNIK DAN METODE PEMBONGKARAN

3.1. Latar Belakang Geotek

Kegiatan penambangan baik dengan surface mine maupun underground


mine seringkali dihadapkan pada masalah stabilitas struktur dan infrastruktur
tambang yang bersumber pada problem geoteknik. Geoteknik adalah bidang kajian
rekayasa kebumian yang berkonsentrasi pada aplikasi teknologi teknik sipil untuk
konstruksi yang melibatkan material alam yang terdapat pada atau dekat permukaan
bumi. Geoteknik tambang merupakan aplikasi dari rekayasa geoteknik pada
kegiatan tambang terbuka dan tambang bawah tanah. Permasalahan kestabilan di
area tambang dapat dicegah dengan melakukan penyelidikan awal geoteknik yang
dilakukan secara teliti dengan mengamati pergerakan tanah.

Sistem penambangan yang dipilih pada bahan galian batugamping adalah


tambang bawah tanah dengan alasan adanya batasan sebagai berikut:
1. Wilayah Izin Usaha Pertambangan Bumicon Company terletak pada kawasan
hutan lindung, sehingga kegiatan di permukaan dapat di minimalisir.
2. Wilayah Izin Usaha Pertambangan Bumicon Company terletak dekat
pemukiman, sehingga dapat meminimalisir pencemaran udara dan suara.

Kegiatan penambangan seringkali dihadapkan pada masalah stabilitas struktur


dan infrastruktur tambang yang bersumber pada masalah geoteknik. Kemungkinan
masalah yang ditimbulkan pada tambang bawah taah diantaranya :
a. Atap terowongan runtuh (produksi terganggu/terhenti, kemungkinan ada
korban, rusaknya struktur tambang).
b. Terowongan menyempit (gangguan instabilitas yang menghambat kegiatan
penambangan).
c. Lantai terowongan terangkat (gangguan instabilitas yang menghambat
kegiatan penambangan).

39
Parameter atau data geoteknik utama yang diperlukan untuk perancangan
tambang bawah tanah meliputi :

a. Data geologi (topografi, morfologi, litologi, struktur, stratigrafi).

b. Sifat fisik (bobot isi, berat jenis, kadar air, porositas, void ratio, batas Atterberg
kadang-kadang diperlukan untuk material tanah).

c. Sifat mekanik (kuat tekan uniaksial, modulus elastisitas, poisson’s ratio,


parameter kekuatan geser (kuat geser, kohesi, sudut gesek dalam).

Parameter geoteknik di atas diperoleh melalui penyelidikan baik di lapangan


maupun di laboratorium.

Tujuan utama program penyelidikan geoteknik tambang bawah tanah dalam


suatu proyek pertambangan adalah untuk:

a. Memperoleh data kuantitatif kondisi geologi, hidrologi, hidrogeologi, sifat


fisik, dan sifat mekanik.

b. Mengetahui karakteristik massa batuan atau tanah sebagai dasar perancangan


penambangan.

c. Mengembangkan rancangan terowongan yang stabil atau rancangan jalan


masuk atau pilar untuk penambangan yang akan datang berdasarkan analisis
sensitivitas terhadap kondisi geoteknik dari strata atau kedalaman overburden.

3.2. Kajian Geoteknik


3.2.1. Struktur Geologi
Pada saat dilakukannya pengamatan batugamping yang ada di Dusun
Tukluk, Desa Tambakromo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dijumpai adanya struktur geologi berupa
struktur sekunder yaitu kekar. Kekar tersebut termasuk dalam jenis diaklas atau
rekahan-rekahan pada batuan sedimen yang terbentuk dari terumbu karang yang
mengalami pengangkatan dari dasar laut. Terumbu karang tersebut mendapatkan
tegasan kompresif dari aktifitas lempeng.

40
Dilakukan pengukuran terhadap kekar pada satu lokasi di koordinat
(474015;9120531;535) untuk mendapatkan nilai ketidak-menerusan yang
pengukurannya meliputi : spasi kekar, kondisi bidang kekar, kondisi air tanah,
orientasi kekar. Data yang diperoleh nantinya diolah untuk dijadikan acuan berapa
stand up time batuan dan rekomendasi penyanggaan yang digunakan nantinya.
Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 3.1. (Terlampir di Lampiran C.1)

Tabel 3.1.
Hasil Pengukuran Kekar
No Parameter Nilai
1. RQD(%) 97,8093
2. Spasi Kekar (m) 0,4435
3. Kondisi bidang kekar Length, persistence 1-3 m,
Separation <0,1 mm, Rough,
Hard Filling < 5 mm, slightly
weathering
4. Kondisi air tanah Kering
5. Orientasi kekar Arah jurus kekar searah
dengan sumbu terowongan

Data lapangan berupa arah dan kemiringan Terowongan yang terbentuk


(dip /dip direction), sudut gesek dalam dan dip/dipdirection dari pengukuran kekar
di lapangan selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan program
software Dips (lihat Gambar 3.1.) hasil analisisnya adalah sebagai berikut :

Gambar 3.1.
Analisis Stereografis Terowongan

Data Q-System digunakan untuk mengetahui diperlukan atau tidaknya suatu


penyangga. Adapun pengukuran pada massa batuan tersebut untuk mendapatkan
parameter Q-System yang dapat dilihat pada tabel 3.2.

41
Tabel 3.2.
Hasil Pengamatan Parameter Q-System

No Parameter Keterangan Nilai


Satu bidang kekar dengan tambahan
1. Jn (angka pasangan kekar) 3
kekar acak
2. Jr (angka kekasaran kekar) Kasar atau tidak beraturan, planar 3
Dinding kekar tidak teralterasi, hanya
3. Ja (angka ubahan kekar) 2,0
berubah warna pada permukaan
4. Jw (angka reduksi karena air) Struktur stabil, batuan kompeten 1,95
a. Sedikit lepas karena lokasi
permukaan, gangguan peledakan atau
penggalian
SRF (Faktor reduksi akibat
5. b. Rentang tegangan-kekuatan tinggi 2,8
tegangan)
c. Diskontinuitas mayor dengan
sedikit atau tanpa lempung,
Menguntungkan

Dari hasil pengamatan dan analisis parameter Q-system diketahui bahwa


nilainya sebesar 33,7290 dapat dilihat pada tabel 3.2.

3.2.2. Sifat Fisik


Berdasarkan hasil pengujian percontoh di Laboratorium Mekanika Batuan
Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas
Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Yogyakarta (Terlampir di Lampiran C.2),
batugamping yang di Dusun Tukluk, Desa Tambakromo, Kecamatan Ponjong,
Kabupaten Gunungkidul, Provinsi D.I.Y. mempunyai sifat fisik sebagai berikut :

Tabel 3.3.
Hasil Pengujian Sifat Fisik Batugamping
KODE
NO. SAMPLE
PARAMETER
E
1 Berat conto asli (Wn), gr 343,50
2 Berat conto kering (Wo), gr 340,10
3 Berat conto jenuh (Ww), gr 346,30
4 Berat conto jenuh tergantung dalam air (Ws),gr 212,50
5 Bobot isi asli (natural density), gr/cm3 2,57
6 Bobot isi kering (dry density), gr/cm3 2,54
7 Bobot isi jenuh (saturated density), gr/cm3 2,59

42
Lanjutan Tabel 3.3.

8 "Apperent specific gravity" 2,54

9 "True specific gravity" 2,67

10 Kadar air asli (natural water content), % 1,00

11 Kadar air jenuh (absorption), % 1,82

12 Derajat kejenuhan, % 54,84

13 Porositas, % 4,63

14 Void ratio 1,28

3.2.3. Sifat Mekanik


Pengujian sifat mekanik dilakukan di Laboratorium Mekanika Batuan
Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas
Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Yogyakarta uji mekanik terdiri dari pengujian
kuat geser (lihat Tabel 3.4), dan pengujian kuat tekan uniaksial (Tabel 3.5).

Tabel 3.4.
Hasil Pengujian Kuat Geser Batugamping
Sample Tegangan normal Kuat geser, kg/cm2
No. kg/cm2 Puncak Residu
1 6,93 13,87 8,32
2 8,56 15,70 9,28
3 13,17 24,46 10,35

Dari hasil pengujian kuat geser batugamping didapat kohesi sebesar 888,64 Kpa
dan sudut geser dalam (φr) sebesar 38,5478 o
(Terlampir di Lampiran C.3).
Sedangkan hasil Pengujian Kuat Tekan Uniaksial sebagai berikut :
Tabel 3.5.
Hasil Pengujian Kuat Tekan Uniaksial
Kuat tekan uniaksial 91,46 MPa
Nisbah Poisson 0,26
Modulus Elastisitas 5.520 MPa
Batas Elastisitas 76,21 MPa

(Terlampir di Lampiran C.4)

43
3.3. Analisis Kemantapan Terowongan
Dalam analisis kemantapan terowongan menggunakan dua metode
yaitu Metode Empirik dan Metode Analitik.

3.3.1. Metoda Empirik


Metode Empirik adalah rancangan berdasarkan analisis statistik, yaitu
melakukan pendekatan empirik dari banyak pekerjaan serupa sebelumnya.
Pendekatan empirik yang paling baik adalah klasifikasi massa batuan Rock Mass
Rating (RMR). Ukuran span yang digunakan dengan pertimbangan target
produksi dan factor safety maka yang dipilih ukuran terbesar span ialah 5 m.
Menurut Klasifikasi Rock Mass Rating (RMR) massa batuan pada Dusun Tukluk,
Desa Tambakromo, Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul tersebut termasuk
kelas no 2 (lihat pada tabel 3.10).
Tabel 3.6.
Klasifikasi Rock Mass Rating

Parameter Selang Nilai


Untuk kuat
Kuat tekan
PLI (MPa) >10 4 – 10 2−4 1−2
Tekan rendahperlu
1 Batuan UCS
Utuh 5- 1-
UCS (MPa) >250 100 – 250 50 −100 25 – 50 25 5 <1
Bobot 15 12 7 4 2 1 0
RQD (%) 90 – 100 70 – 90 50 – 75 25 – 50 <25
2
Bobot 20 17 13 8 3
Jarak diskontinu (m) >2 0,6 – 2 0,2 − 0,6 0,06 − 0,2 <0,06
3
Bobot 20 15 10 8 5
Length, <1M 1-3m 3 - 10 m 10 - 20 m >20 m
Persistence
Rating 6 4 2 1 0
Separation None < 0.1 mm 0.1 - 1 mm 1 - 5 mm > 5 mm
4 Rating 6 5 4 1 0
Roughness Very Rough Rough Slightly Rough Smooth Slickensided
Kondisi
Rating 6 5 3 1 0
diskontinu
Infilling None Hard Filling Soft Filling
(Gouge)
- < 5 mm > 5 mm < 5 mm > 5 mm
Rating 6 4 2 2 0
Weathering Unweathered Slightly W. Moderately W. Highly W. Decomposed
Rating 6 5 3 1 0

44
Lanjutan Tabel 3.6.
Aliran/10 m
Air panjang tunnel None <10 10 − 25 25 – 125 >125
Tanah (liter/menit)
Pada Tek.Air pada
kekar kekar/Maks Teg. 0 <0,1 0,1-0,2 0,2-0,5 >0,5
5 Utama (kPa)

Kondisi umum Kering Lembab Basah Menetes Mengalir

Bobot 15 10 7 4 0

Tabel 3.7.
Efek Orientasi Jurus & Kemiringan Kekar Dalam Terowongan
Kemiringan
Arah jurus memotong sumbu terowongan Arah jurus searah
0⁰-20⁰
Maju searah Maju melawan tidak
Sumbu terowongan memperhatikan
kemiringan kemiringan
kemiringan
45⁰-90⁰ 20⁰-45⁰ 45⁰-90⁰ 20⁰-45⁰ 45⁰-90⁰ 20⁰-45⁰
Sangat Menguntung Sedang Tidak Sangat Tidak Sedang Tidak
Menguntung Kan Menguntung
Menguntung Menguntung
Kan Kan
Kan kan

Tabel 3.8.
Penyesuaian Pembobotan Untuk Orientasi Kekar
Sangat
Sangat Tidak
Orientasi Jurus & Menguntung Tidak
Menguntung Sedang Menguntung
Kemiringan : Kan Menguntung
Kan Kan kan
Terowongan 0 -2 -5 -10 -12
Pembo-
Fondasi 0 -2 -7 -15 -25
botan
Lereng 0 -2 -25 -50 -60

Tabel 3.9.
Pembobotan RMR
PARAMETER PEMBOBOTAN KETERANGAN
Kekuatan batuan utuh 7 91,46 MPa
RQD 20 97,8093 %
Spasi Kekar 10 0,4435 m
Kondisi Kekar 23 Sangat kasar, tdk menerus, tidak ada
pemisahan, dinding batu tidak lapuk.
Kondisi Air Tanah 15 Kering
Orientasi -12 Sangat Tidak Menguntungkan
Ketidakmenerusan
Jumlah 63

45
Tabel 3.10.
Kelas Massa Batuan dari Total Pembobotan
Bobot : 100-81 80-61 60-41 40-21 <21
Kelas : I II III IV V
Pemerian : Sangat Baik Baik Sedang Jelek Sangat Jelek

Dari Tabel diatas dapat ditentukan Stand-up time dengan menghubungkan roof span
dan hasil dari klasifikasi RMR. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2.
Grafik Stand-Up Time Span Terowongan Dengan Penyangga

Dari grafik diatas span maksimum 5,5 m dan nilai R M R 63 didapat


hasil stand-up time selama 2,8x103 jam = 116,67 hari = 3,89 bulan.

Tabel 3.11.
Rekomendasi Penyanggan berdasarkan nilai RMR

Rekomendasi penyanggaan ialah menggunakan bolts pada atap dengan


panjang 3 m dan spasi 2,5 m, dapat ditambahkan mesh dan shotcrete ketebalan 50
mm saat dibutuhkan.

46
3.3.2. Metoda Analitik

Metode Analitik adalah metode rancangan berdasarkan analisis tegangan-


tegangan dan deformasi. Perhitungan faktor keamanan secara analitik
menggunakan Kriteria Generalisasi Mohr-Coulomb pada program Rockscience
phase2. Parameter lain yang digunakan untuk menghitung Faktor Keamanan dalam
sebuah lubang bukaan pada sistem tambang bawah tanah metode room and pillar
adalah :

1. Unit Weight, γ (gr/cm3) : 2,57


2. Young’s Modulus, E (MPa) : 5.520
3. Poisson’s Ratio, v : 0,26
4. UCS, σc (MPa) : 91,46
5. Cohesion, c (kPa)-residu : 630
6. Friction Angle, θ (o)-residu : 38,55˚

Adapun hasil analisis faktor keamanan lubang bukaan dari 7 parameter diatas
menggunakan pendekatan Generalisasi Mohr-Coulomb. Dengan pertimbangan
target produksi dan faktor keamanan pada rancangan pillar maka ukuran lubang
bukaan yaitu bentuk persegi dengan dimensi lebar = 5 m dan tinggi = 6 m. Hasil
analisis terowongan menggunakan skala Mohr-Coulomb dapat dilihat di Lampiran
C.5.

Gambar 3.3.
Nilai Strength Factor pada analisis Model 1

47
Gambar 3.4.
Nilai Strength Factor pada analisis Model 2

Setalah dilakukan analisis lubang bukaan menggunakan model kotak atau


persegi maka didapatkan nilai Strength Factor sebesar 1,89.

3.4. Pemilihan Metode Penambangan


Untuk memilih metode Penambangan, khususnya metode tambang bawah tanah
yang akan diterapkan memerlukan parameter yang cukup banyak dan saling berkaitan serta
memerlukan berbagai pertimbangan baik dari aspek teknis maupun non- teknis. Dengan
bantuan klasifikasi yang disampaikan oleh Nicholas (1981) dapat membantu dalam
melakukan pembobotan sehingga dapat direkomendasikan metode tambang bawah tanah
yang akan diterapkan secara numerik dan nyata kuantitatif. Dengan memasukkan
parameter-parameter yang diperlukan seperti:

General Shape = Platy Tabular/Pipih


Ore Thickness = Intermediate
Plunge = Flat
Grade Distribution = Uniform
Rock Substance Strength = Strong
Fracture Frequency = Very Wide
Fracture Shear Strenght = Moderate

48
Tabel 3.12.
Pemilihan Metode Penambangan Klasifikasi Nicholas

Hasil pembobotan menunjukan bahwa metode Open Pit Mining dengan


total nilai 36.8 memiliki nilai tertinggi, akan tetapi karena daerah penambangan
merupakan daerah yang dilindungi maka yang tertinggi kedua yaitu metode Room-
and-Pillar Mining dipilih dengan total nilai 36 karena sangat cocok dengan keadaan
bahan galian yaitu Batugamping pada lokasi penambangan. Selain itu metode
Room-and-Pillar Mining memang cocok diterapkan untuk endapan sedimen
berlapis dalam ukuran yang luas seperti batubara dan bahan galian industri seperti
batugamping.

3.5. Rancangan Pillar


Metode penambangan batugamping yang direncanakan akan menggunakan
metode Room-and-Pillar. Penambangan dengan Room-and-Pillar dirancang
khusus untuk endapan mendatar dengan ketebalan terbatas, seperti batubara, garam,
limestone, dolomite dan batugamping. Metode ini memanfaatkan penyanggaalamiah
dari endapan itu sendiri. Yaitu dengan meninggalkan pillar sebagai penyanggaan
untuk mendukung batuan di atasnya. Agar cadangan dapat terambil secara
maksimum, maka dalam menambang diusahakan meninggalkan pillar sedikit
mungkin, namun masih dalam batas yang diizinkan dengan faktor keamanan
minimum 1,3.

49
Gambar 3.5.
Penambangan dengan metode room and pillar

Rancangan pillar yang digunakan untuk menambang batugamping ini


berdasarkan perhitungan untuk metode tradisional room and pillar. Dalam metode
tradisional room and pillar ini, desain ukuran pilar ditentukan dengan
menjumlahkan pillar yang termuat pada kekuatan pillar tanpa menggunakan efek
distribusi tekanan nyata pada pillar dan interaksi sebagian atap, endapan dan pillar.
Menurut Obert and Duvall (1967), rancangan pillar tradisional untuk penambangan
room and pillar dimulai dengan menaksir tegangan vertikal insitu  v , ditunjukkan
dengan rumus :

Dengan  v = tegangan vertical insitu


 = berat jenis batuan
h = kedalaman penambangan dari permukaan tanah.

Sedang tegangan rata-rata pillar dirumuskan :

50
Dengan P = total beban pillar
 a = tegangan rata-rata pillar
Wo = lebar room / bukaan
Wp = lebar pillar
Lp = panjang pillar

Kekuatan Pillar (S)

Dimensi pillar yang akan dipakai adalah pada kuat tekan minimum
dikarenakanpillar akan menjadi aman untuk menyangga batuan itu sendiri.

Tabel 3.13.
Rekomendasi Geometri Room and Pillar dan faktor keamanan

Kedalaman H Wp Wo 𝜎v S 𝜎a
(m) (m) (m) (m) (ton/m2) (KPa) (KPa) FK

29 6 6 5 74,45 5,02 2,45 2,04

3.6. Metode Penggalian


Untuk menentukan metode penggalian yang dapat digunakan untuk
membongkar batugamping di Dusun Tukluk, Desa Tambakromo maka dapat
digunakan grafik hubungan point load index (MPa) dengan Fracture Indeks – m.
Kriteria penggalian ditentukan berdasarkan Indeks Kekuatan Batuan yang
diusulkan oleh Franklin, dkk (1971). Klasifikasi massa batuan berdasarkan dua
parameter yaitu :
1. Fracture Index, dipakai sebagai ukuran karakteristik diskontinu dan
didefinisikan sebagai jarak rata - rata fraktur pada Terowongan massa batuan.
Hasil dari pengukuran spasi kekar pada singkapan didapat fracture index =
0,4435 m (dari hasil rata-rata spasi kekar).
2. Point Load Index (PLI). Dari hasil UCS sebesar 91,46 MPa didapat Conversion
factor 23Is dan Point Load Index = 3,9765 MPa.

51
Gambar 3.6.
Kriteria Indeks Kekuatan Batuan (Franklin, dkk.1971)

Berdasarkan (Gambar 3.6), maka penggalian yang tepat untuk membongkar


batugamping di Dusun Tukluk dengan cara Peledakan Retakan. Kegiatan Peledakan
dilakukan dengan perhitungan geometri bujur sangkar.

3.7. Rancangan Peledakan


Peledakan pada tambang bawah tanah dilakukan ke arah 1 bidang bebas (free
face).Tempat peledakan atau ruang bawah tanah juga lebih terbatas. Oleh karena
itu perlu dibuat suatu bidang bebas (secondary free face).

Pada peledakan bawah tanah terdapat tahapan – tahapan yang disebut “siklus
penerowongan“, dimana siklus tersebut ialah :
1. Pemboran
2. Pemuatan
3. Peledakan
4. Pembersihan asap (ventilasi)

52
5. Scalling-grouting
6. Penyanggaan (apabila kondisi terowongan hasil memerlukan penyangga)
7. Pemuatan & dan pengangkutan
8. Persiapan pemboran selajutnya

Pemboran dilakukan untuk membuat lubang ledak, peledakan pada terowongan


perlu dibuat cut untuk membuat bidang bebas atau free face yang dalam
pelaksanaannya diledakkan terlebih dahulu (lihat gambar 3.7.). Setelah bukaan cut
terbentuk maka peledakkan diikuti dengan lubang stoping yang mengarah kea rah
cut, lalu diikuti lubang pada dinding (wall holes) dan lubang lantai (lifter holes).

Gambar 3.7.
Letak dan Posisi Cut Holes

Area perimeter pada dinding dan atap terowongan perlu dilakukan pres
pilting dansmooth blasting untuk menghasilkan terowongan yang sesuai dengan
standar. Supaya dimensi terowongan tetap terjaga lubang ledak pada bagian dinding
perlu dimiringkan sebesar look out (Lihat gambar 3.8.)

53
Gambar 3.8.
Cara Menghitung Look Out

Berbagai macam bentuk cut yang dipergunakan untuk membuat


terowongan salahsatunya adalah Large Hole Cut dimana jumlah cut hanya satu
dengan diameter yang lebih besar daripada lubang-lubang berdiameter kecil yang
berisi muatan bahan peledak .

Ukuran lubang cut juga mempengaruhi keberhasilan suatu peledakan round


semakin besar dan semakin dalam lubang kosong maka kemajuan makin besar. Bila
menggunakan beberapa lubang kosong, maka dihitung terlebih dahulu lubang
samarannya (fictious diameter).

D = d√n

Keterangan:
D : Diameter lubang samaran
D : Diameter lubang kosong
n : Jumlah lubang

Agar peledakan berhasil dengan baik (cleaned blast) maka jarak antar lubang
ledak dengan lubang kosong, tidak boleh lebih besar daripada 1,5 kali diameter
lubang kosong. Apabila jaraknya lebih besar hanya akan menimbulkan kerusakan
(breakage) dan apabila jaraknya terlalu dekat ada kemungkinan lubang ledak
bertemu dengan lubang besar kosong.

54
a = 1.5 Φ
a = 1.5 D
Keterangan :

a : Jarak antara titik pusat lingkaran lubang besar dengan lubangtembak

Φ : Diameter lubang besar

D : Diameter samara

Pada peledakan bawah tanah pada umunya pola lubang ledaknya berupa
bujur sangkar. Pemuatan lubang tembak dalam bujur sangkar pertama harus sesuai
dengan round yang akan diledakkan. Apabila muatan bahan peledak (harge
concentration) sedikit, maka batuan tidak akan terbongkar. Apabila muatan bahan
peledak banyak tidak akan terjadi blow out melalui lubang kosong sehingga terjadi
pemadatan kembali batuan yang telah terpecahkan dan efisiensi kemajuan rendah.
Kebutuhan muatan bahan peledak untuk berbagai jarak C-C (pusat ke pusat) antara
lubang kosong dan lubang tembak. Geometri peledakan tambang bawah tanah
Bumicon Company seperti terlihat pada gambar 3.12, dan jumlah bahan peledak per
round dapat dilihat pada tabel 3.14.

Dengan Geometri :
A. Cut Hole
a. Bujur Sangkar 1 c. Bujur Sangkar 3
a = 0,191 m B2 = 0,57 m
W1 = 0,2369 m C-C2 = 0,86 m
Q1 = 2,82 kg W3 = 1,21 m
Q3 = 3,38 kg

b. Bujur Sangkar 2 d. Bujur Sangkar 4

B1 = 0,269 m Bmaks = 0,92 m

C-C1 = 0,404 m C-C3 = 1,53 m

W2 = 0,572 m W4 = 2,16 m

Q2 = 2,86 kg Q4 = 2,80 kg

55
B. Countour Holes
a. Floor Holes b. Wall Holes and Roof Holes
B = 0,92 m B = 0,8 m
S = 1,01 m S = 0,6 m
Qb = 1,53 kg Qb = 0,15 kg
Qc = 2,56 kg Qc = 0,71 kg
Qtotal = 4,39 kg Qtotal = 0,86 kg
C. Stoping
a. Upward amd Horizontal b. Downwards
B = 0,92 m B = 0,92 m
S = 1,01 m S = 1,012 m
Qb = 1,5 kg Qb = 1,5 kg
Qc = 1,3 kg Qc = 1,3 kg
Qtotal = 2,8 kg Qtotal = 2,8 kg

Gambar 3.12.
Geometri Peledakan Tambang Bawah Tanah

56
Tabel 3.14.
Konsumsi Bahan Peledak Per Round
Total
Bahan Peledak
(Kg)
Emulite 150: 29 x 200 mm (kg) 26,07

Emulite 150: 32 x 200 mm (kg) 91,47

Gurit : 17 x 500 mm (kg) 19,15

Nonel GT/T (unit) 64

Dari analisis geometri peledakan yang dilakukan diketahui bahwa kemajuan


per round sebesar 90 %; diperkirakan sepanjang 3,6 m, dengan jumlah round
diperkirakan sebanyak 3.203 kali.

57

Anda mungkin juga menyukai