Anda di halaman 1dari 7

Efektivitas Pemberian Ekstrak Ethanol Daun Polyscias obtusa dan Elephantopus scaber

terhadap Modulasi Sel T CD4+ dan CD8+ pada Mencit Bunting BALB/c

Roffico1), Muhammad Sasmito Djati1)


1)
Laboratorium Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Brawijaya, Malang

Corresponding author Muhammad Sasmito Djati: msdjati@ub.ac.id

ABSTRAK

Tanaman yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai obat dalam pengobatan tradisional adalah
Kedondong Laut (Polyscias obtusa) dan Tapak Liman (Elephantopus scaber. L). Tanaman ini
mengandung senyawa aktif yang dapat mempengaruhi mekanisme pertahanan tubuh. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana efek dari ekstrak ethanol daun Polyscias obtusa dan
Elephantopus scaber. L terhadap ekspresi sel T CD4+ dan CD8+ pada mencit bunting BALB/c. Hasil
menunjukkan bahwa jumlah relatif sel T CD4+ dan CD8+ tidak berbeda nyata (p> 0,05) dapat diketahui
dari peningkatan dan penurunan yang terjadi pada setiap perlakuan dibandingkan dengan kontrol. Hal
ini berarti, rata-rata jumlah relatif sel T tidak berbeda secara nyata untuk perlakuan yang diberikan
pada mencit bunting BALB/c. Berdasarkan hasil output Tukey Test dan subset yang terbentuk terlihat
bahwa jumlah relatif sel T tidak berbeda nyata untuk perlakuan yang diberikan pada mencit bunting
BALB/c. Hasil juga menunjukkan jumlah relatif sel T memang berbeda secara nyata (p< 0,05) untuk
waktu pembedahan. Namun, setelah dilakukan Tukey Test subset yang terbentuk menunjukkan bahwa
jumlah relatif sel T tidak berbeda nyata (p> 0,05) terhadap waktu pembedahan. Kenaikan dan
penurunan jumlah sel T CD4+ dan CD8+, kemungkinan karena aktivitas biologis senyawa yang
terkandung dalam P. obtusa yaitu panaxidol dan stiqmasterol dalam E. scaber yang dapat bertindak
sebagai imunosupresan dan imunomodulasi. Dosis optimum ekstrak ethanol daun P. obtusa dan E. scaber
dalam peningkatan sel limfosit belum dapat ditentukan.

Kata kunci: Elephantopus scaber, limfosit, Polyscias obtusa

ABSTRACT

Plants that have the potential to be used as a drug in traditional medicine are Kedondong Laut
(Polyscias obtusa) and Tapak Liman (Elephantopus scaber. L), these plants contain active compounds that
can affect the body's defense mechanisms. This study aims to determine how the effects of the ethanol
extract of the Polyscias obtusa and Elephantopus scaber L. leaves on the expression of CD4+ and CD8+ T
cells in pregnant mice strain BALB/c. The results showed that the relative amount of CD4+ and CD8+ T
cells were not significantly different (p> 0.05) can be determined from the increase and decrease in each
treatment compared with the control. This means that, on average the relative number of T cells was not
significantly different for the treatment accorded to pregnant mice BALB/c. Based on the results of the
Tukey test output and the subset that forms seen that the relative number of T cells was not significantly
different for the treatment to be given to pregnant mice BALB/c. The results also show the relative
number of T cells was significantly different (p <0.05) for the time of surgery. However, after the Tukey
test showed that the subset that forms the relative number of T cells was not significantly different (p>
0.05) to the time of surgery. The increase and decrease in the number of CD4+ and CD8+ T cells, possibly
due to the biological activity of the compounds contained in the P. obtusa is panaxidol and E. scaber is
stiqmasterol in that can act as an immunosuppressant and immunomodulating. The optimum dose of
ethanol extract of P. obtusa and E. scaber leaves can increase lymphocyte cells could not be determined.

Key words: Elephantopus scaber, lymphocytes, Polyscias obtusa


PENDAHULUAN berperan dalam proses eliminasi penyebab
penyakit dan mikroba [4]. Tanaman Tapak
Kehamilan berhubungan erat dengan respon Liman juga diketahui dapat mengatasi berbagai
imun maternal. Terjadi reaksi penolakan yang penyakit radang seperti peradangan amandel,
dilakukan oleh sel-sel fagosit ketika antigen influenza, radang tenggorok, radang mata,
berada di saluran reproduksi. Hal ini disebabkan radang ginjal akut dan kronis serta radang rahim
dari gen paternal yang dianggap sebagai protein [5]. Tumbuhan ini dimungkinkan dapat
asing oleh tubuh maternal. Selama hamil, sistem membangun kembali kondisi pemulihan dari
kekebalan tubuh berubah. Ibu hamil jadi lebih tubuh maternal.
rentan terhadap penyakit dan infeksi oleh bakteri Salah satu alternatif untuk memahami
dan virus. Hal ini karena janin memiliki separuh manfaat suatu tanaman secara farmakologis
DNA dari sang ayah, sehingga sistem kekebalan dapat dilakukan dengan cara mengamati
tubuh ibu mengenali sebagai antigen asing. Oleh determinasi pertumbuhan hematopoietic stem
karena itu, selama kehamilan sistem kekebalan cells (HSC), terutama mobilisasi HSC yang
tubuh berubah agar tidak membahayakan janin mengarah dalam terbentuknya sistem imun.
dalam kandungan [1]. Sistem imun terdiri dari sistem imun alamiah
Perubahan dalam sistem kekebalan tubuh atau non spesifik dan sistem imun spesifik.
ibu yaitu dengan berkurangnya aktivitas sel T. Sistem imun spesifik terdiri dari sistem imun
Sel ini yang membantu mengontrol infeksi virus, spesifik humoral dan selular. Bagian yang
bakteri dan patogen lain. Akibat menurunnya berperan dalam sistem imun spesifik selular
fungsi sel T, ibu hamil jadi lebih rentan terhadap adalah limfosit T. Sel T berfungsi sebagai
infeksi, seperti infeksi saluran kemih, infeksi dari regulator dan efektor, salah satu organ yang
bakteri seperti Salmonella penyebab demam berperan dalam metabolisme sistem imun adalah
tifoid. Sebagai contoh, infeksi dari bakteri seperti limpa [4].
Salmonella juga tentu dapat membahayakan ibu Sel limfosit T akan berproliferasi menjadi
hamil dan janin. Hal ini pasti menimbulkan dua beberapa subpopulasi sel T, seperti sel T helper
kekhawatiran yaitu apa penyakitnya bisa (CD4+), sel T sitotoksik (CD8 +), dan sel T
membahayakan janin dan apa obat yang memori. Sel T berkembang menjadi dua subset:
diminum berbahaya bagi janin. Beberapa CD4+ Th yang berkembang menjadi Th1, Th2
penyakit infeksi selama kehamilan, memang dan CD8+ CTL/Tc. Sel T juga mengekspresikan
lebih berisiko pada ibu, tapi juga bisa reseptor T spesifik yang berperan dalam proteksi
membahayakan janin, antara lain bisa terhadap infeksi virus dan infeksi intraseluler
menyebabkan keguguran, kelahiran prematur, [6,13,14,15].
bayi lahir dengan menderita kelainan atau CD4 merupakan antigen yang
meninggal di dalam kandungan [1]. mengekspresikan sel pada subset timosit dan sel
Sehingga penggunaan obat sintetik sebaiknya inflamasi sel T (sekitar 2/3 sel T perifer),
diminimalkan. Terdapat alternatif lain untuk monosit dan makrofag. CD4 berfungsi sebagai
menghindari penggunaan obat sintetik yang ko-reseptor MHC kelas-II (Mayor
berdampak destruktif, yaitu dengan penggunaan Histocompatibility Complex) dan mengikat Lck
obat herbal. Obat herbal ini berasal dari pada membran yang berhubungan dengan
tumbuhan sehingga memberi efek sistemik pada membran. Sedangkan CD8 adalah antigen yang
tubuh tidak seperti obat aktif sintetik [2]. mengekspresikan sel subset timosit, sel T
Salah satu contoh tumbuhan yang sitotoksik. CD8 ini berperan sebagai ko-reseptor
berpotensi sebagai obat herbal yaitu Polyscias MHC kelas I dan mengikat Lck pada membran
obtusa dan Elephantopus scaber. Kedua yang berhadapan dengan sitoplasma [6]. Tujuan
tumbuhan ini dapat dijadikan alternatif untuk penelitian ini yaitu ingin mengetahui bagaimana
mengurangi penggunaan obat sintetik yang efek dari kombinasi ekstrak ethanol daun
berdampak negatif bagi janin dan tubuh Polyscias obtusa dan daun Elephantopus scaber.
maternal. Tumbuhan Kedondong Laut L terhadap ekspresi sel T CD4 +, CD8+ pada
(Polyscias obtusa) dan Tapak Liman mencit bunting strain BALB/c.
(Elephantopus scaber. L) mengandung senyawa
aktif yang mampu mempengaruhi mekanisme METODE PENELITIAN
pertahanan tubuh [3,13,14,15]. Mekanisme
pertahanan alamiah tubuh itu meliputi reaksi- Percobaan ini dilaksanakan pada bulan
reaksi spesifik maupun reaksi non-spesifik yang November 2013 sampai dengan bulan Juni 2014.
Pelaksanaan penelitian bertempat di Animal membuat larutan stok ekstrak P.obtusa juga
Room Laboratorium Biologi Molekuler dan sama seperti uraian di atas.
Seluler, Laboratorium Fisiologi Hewan, Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Preparasi Infeksi Salmonella typhimurium.
Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Setelah dilakukan uji konfirmasi dan
Malang. menunjukkan hasil positif, berarti isolat yang
digunakan adalah benar bakteri S. Typhimurium
Desain Eksperimen. Hewan yang digunakan dan bersifat patogen. Kemudian, disiapkan 10 ml
dalam penelitian ini yaitu mencit betina bunting media steril Nutrient Broth. Diambil 1 ose pada
(Mus musculus) galur BALB/c berumur 6 NA slant yang berisi S. Typhimurium dan
minggu dengan kondisi sehat, bergerak aktif, dimasukkan dalam 10 ml NB diinkubasi 37ºC
rambut tidak rontok, dan tidak memiliki selama 24 jam dalam inkubator, sehingga
kecacatan. Penelitian ini menggunakan 4 diperoleh inokulum aktif. Diambil 0,5 ml
perlakuan yaitu mencit kontrol non-bunting, inokulum aktif, dicampur dengan 4,5 ml NB
mencit kontrol bunting diinfeksi Salmonella steril. Injeksi dilakukan pada jam ke-0 sampling.
typhimurium, mencit bunting diinfeksi diberi Mencit diinjeksi secara intraperitoneal pada hari
ekstrak dosis I (ekstrak campuran daun E. kebuntingan ke-7 sebanyak 0,5 ml per mencit.
Scaber 50 mg/g BB dan P. obtusa 0 mg/g BB),
dan mencit bunting diinfeksi diberi ekstrak dosis Isolasi Sel Limfosit dari Organ Spleen. Mencit
II (ekstrak campuran daun E.scaber 25 mg/g BB didislokasi leher terlebih dahulu, ditaruh pada
dan P. obtusa 25 mg/g BB). Awalnya mencit papan sectio yang telah disemprot alkohol.
betina estrus dikawinkan dengan mencit jantan Mencit dibedah pada bagian peritoneal, diisolasi
dan pada pagi hari dilihat adanya vaginal plug. organ berupa spleen. Dicuci dengan PBS steril 2-
Mencit mulai diberi perlakuan oral ekstrak 3 kali, organ spleen dimasukkan dalam cawan
campuran daun E. Scaber dan P. obtusa pada Petri berbeda yang berisi PBS dan dipencet
hari kebuntingan ke-0 hingga hari ke-7 dan menggunakan pangkal spuit searah jarum jam.
dilakukan infeksi menggunakan Salmonella Disaring dengan wire, dimasukkan dalam tabung
typhimurium. Sebelum dilakukan infeksi propilen 15 ml, diberi PBS ± 5 ml pada saringan
menggunakan bakteri Salmonella typhimurium, sel. Kemudian, suspensi sel disentrifugasi pada
terlebih dahulu dilakukan uji konfirmasi dalam 2500 rpm suhu 4ºC selama 5 menit. Pelet
rangka untuk memastikan isolat yang digunakan diresuspensi dengan PBS sebanyak 1 ml dan
adalah benar bakteri S. Typhimurium. Pemberian dihomogenasi dalam eppendorf. Diambil 70 µl
ekstrak secara oral tetap dilakukan hingga sel dan ditambah 500 µl PBS dimasukkan dalam
pembedahan pertama yaitu hari kebuntingan ke- microtube, dilakukan sentrifugasi pada 1500 rpm
14 dan pembedahan kedua hari kebuntingan ke- suhu 10ºC selama 5 menit. Pelet ditambah
18. antibodi 50µl dan diinkubasi selama 15 menit
dalam kondisi gelap di dalam ice box.
Pembuatan Ekstrak Ethanol E. Scaber dan P.
obtusa. Simplisia daun P.obtusa sebanyak 500 g Analisis Kuantitatif Sel T CD4+ dan CD8+
direndam dengan 2,5 liter alkohol 96% selama Menggunakan Flowcytometry. Pelet hasil dari
24 jam. Hasil rendaman diberi lagi dengan 2,5 isolasi spleen dalam eppendorf ditambahkan
liter alkohol 96% dan dibiarkan selama 24 jam. antibodi monoklonal phycoerythrin (PE)-
Hasil rendaman ditekan dengan press hidrolik conjugated anti-mouse CD8 dan fluorescein
dan diekstraksi hingga diperoleh pasta. Hasil isothiocyanate (FITC)-conjugated anti-mouse
akhir diperoleh pasta daun P.obtusa. Proses CD4, lalu disimpan dalam ice box dan diinkubasi
pembuatan pasta daun E.scaber juga sama dalam kondisi gelap. Kemudian dilakukan
dengan pembuatan pasta daun P.obtusa seperti koneksi antara komputer dengan flowcytometry
penjelasan di atas. Kemudian pasta daun pada keadaan “acquiring” dan setting software
P.obtusa dan pasta daun E.scaber dilarutkan BD Cell Quest ProTM sesuai kebutuhan. Pelet
dengan akuades untuk membuat larutan stok. dimasukkan dalam tabung kuvet pada
Ditimbang 0,5 g E.scaber, disiapkan 100 ml flowcytometry dengan mikropipet, lalu
akuades hangat dicampur dengan pasta E.scaber. ditambahkan 500µl PBS dan dihomogenkan
Diaduk dengan spatula hingga tercampur, dengan pipeting. Kuvet dipasang pada nozzle BD
dimasukkan dalam botol dan diberi label. Cara Biosciences FACSCaliburTM flowcytometry.
Analisis Data. Penelitian ini menggunakan Gambar 1. Profil persentase jumlah relatif sel T
Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial CD4+ dan CD8+ dari hasil analisis
dengan uji ANOVA selang kepercayaan 95%, Flowcytometry pada organ spleen
data jumlah relatif sel T CD4 +, CD8+, pada organ
pembedahan hari ke-14
spleen diuji statistik dengan uji normalitas, uji
homogenitas varian. Data yang telah terdistribusi
normal dengan variasi homogen, diuji dengan
Kontrol Non-Bunting Kontrol Bunting Infeksi
one-way ANOVA dengan nilai α=0.05. apabila
diperoleh p>0.05 maka tidak ada beda nyata 6,17%
antar perlakuan, sebaliknya jika p<0.05 maka ada
11,74%
beda nyata antar perlakuan. Kemudian dilakukan
post-hoc test dengan uji Tukey HSD (High
Significant Difference). Data diuji statistik 19,98% 13,35%
menggunakan program SPSS 16.0 for Windows.
Dosis I Dosis II
HASIL DAN PEMBAHASAN 12,20%
10,89%
Analisis Jumlah Relatif Sel T CD4 + dan CD8+.
Analisis jumlah relatif sel T CD4 + dan CD8+
dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
16,51% 39,08%
pengaruh aktifitas biologis dari pemberian
ekstrak ethanol daun E. Scaber dan P. obtusa CD4+
terhadap peningkatan kuantitas sel CD4 + dan Gambar 2. Profil persentase jumlah relatif sel T
CD8+. Peningkatan kuantitas sel CD4+ dan CD8+
CD4+ dan CD8+ dari hasil analisis
dapat digunakan untuk melihat karakter sistem
imun yang dianalisis menggunakan Flowcytometry pada organ spleen
Flowcytometry. Sel CD4+ dan CD8+ berhubungan pembedahan hari ke-18
dengan respon imun seluler, dimana sel CD4 +
sebagai sel T helper dan sel CD8+ sebagai sel T Hasil (gambar 1) di atas menunjukkan,
sitotoksik. Berikut di bawah ini (Gambar 1) jumlah relatif sel T CD4+ dan CD8+
merupakan profil persentase jumlah relatif sel T pembedahan hari ke-14 pada perlakuan kontrol
CD4+ dan CD8+ pada pembedahan hari ke-14 lebih tinggi dibanding dengan perlakuan dosis I
dan (Gambar 2) merupakan profil persentase dan dosis II. Sel T CD4+ dan CD8+ pembedahan
jumlah relatif sel T CD4 + dan CD8+ pada hari ke-14 mengalami peningkatan jumlah relatif
pembedahan hari ke-18. sel pada perlakuan dosis I dibanding dengan
perlakuan dosis II. Hal ini berbeda dengan hasil
pada gambar 2. Jumlah relatif sel T CD4+
Kontrol Non-Bunting Kontrol Bunting Infeksi pembedahan hari ke-18, pada perlakuan dosis II
mengalami peningkatan dibanding dengan dosis
16,06% 10,26%
I dan perlakuan kontrol (Gambar 2). Sedangkan
jumlah relatif sel T CD8+ pembedahan hari ke-
18, pada perlakuan dosis I mengalami
peningkatan dibanding dengan dosis II dan
23,01% 21,75% perlakuan kontrol. Data hasil Flowcytometry,
kemudian dianalisis statistika (Gambar 3)
Dosis I Dosis II menunjukkan jumlah relatif sel T CD4+ dan
CD8+ tidak berbeda nyata (p> 0,05) dengan
perlakuan yang digunakan.
9,47% 7,69%

20,42% 15,51%

CD4+
nyata untuk perlakuan yang diberikan pada
mencit bunting BALB/c. Berdasarkan hasil
output Tukey Test dan subset yang terbentuk
terlihat bahwa jumlah relatif sel T tidak berbeda
nyata untuk perlakuan yang diberikan pada
mencit bunting BALB/c. Kemudian, terlihat
bahwa terdapat perbedaan secara nyata (p< 0,05)
untuk waktu pembedahan. Hal ini berarti rata-
rata jumlah relatif sel T memang berbeda secara
nyata untuk tiap waktu pembedahan.
Berdasarkan hasil output Tukey Test dan subset
yang terbentuk terlihat bahwa jumlah relatif sel T
tidak berbeda nyata terhadap waktu pembedahan.
Terdapat kemungkinan, senyawa yang
terkandung dalam ekstrak ethanol daun E.scaber
Gambar 3. Perubahan jumlah relatif sel T CD4 + dan P.obtusa mampu berperan sebagai
dan CD8+ terhadap perlakuan pada imunostimulan, sehingga dapat meningkatkan
proliferasi dan deferensiasi sel T naive menjadi
organ spleen. Keterangan: Kontrol =
subset sel T CD4+. Peningkatan maupun
non-bunting; Kontrol = bunting penurunan jumlah sel T CD4+ dan CD8+
infeksi; Dosis I = 50 mg/g E. scaber kemungkinan akibat dari aktifitas biologis
dan 0 mg/g P. obtusa; Dosis II = 25 senyawa panaxidol yang terkandung dalam
mg/g E. scaber dan 25 mg/g P. P.obtusa dan senyawa stiqmasterol yang
obtusa terkandung dalam E.scaber.
Senyawa tersebut mampu berperan sebagai
Hasil uji statistik (gambar 4) menunjukkan imunostimulan dan imunosupresan. Senyawa
bahwa jumlah relatif sel T CD4+ dan CD8+ tersebut mampu menjadi imunosupresan sel T
tidak berbeda nyata dengan waktu pembedahan naive CD4+ CD8+ yang menghambat proliferasi
hari ke-14 dan hari ke-18. maupun diferensiasi sel T naive menjadi subset
sel T CD8+ yang spesifik sebagai sel Tc. Sel Tc
ini berperan dalam mengeliminasi antigen yang
menginfeksi tubuh. Terjadi stimulasi proliferasi
dan deferensiasi sel T naive CD4+CD8+ menjadi
spesifik sel T CD4 + sebagai sel T efektor Th1
maupun Th2 [7,14]. Terjadinya diferensiasi sel T
CD4+ menjadi Th1 dan Th2 tergantung sitokin
yang diproduksi pada saat merespon mikroba
yang memacu reaksi imunitas [8,13].
Mikroba yang dapat memacu produksi IL-
12 secara tidak langsung, misalnya virus,
beberapa parasit memacu sel NK untuk
memproduksi IFN-gamma dan memacu
makrofag mengeluarkan IL-12. IL-12 berikatan
dengan sel T CD4+ sehingga memacu untuk
menjadi sel Th1. IL-12 juga meningkatkan
Gambar 4. Perubahan jumlah relatif sel T CD4 + produksi IFN-gamma dan aktifitas sitolitik yang
dan CD8+ terhadap waktu dilakukan oleh sel T sitotoksik dan sel NK
sehingga memacu imunitas seluler. IFN-gamma
pembedahan hari ke-14 dan hari ke- yang diproduksi Th1 akan menghambat
18 pada organ spleen proliferasi sel Th2 sehingga meningkatkan
dominasi sel Th1 [9,13,14].
Berdasarkan hasil, terlihat bahwa percobaan Kemungkinan selanjutnya senyawa yang
ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata terkandung di dalam ekstrak ethanol daun
(p> 0,05) untuk perlakuan. Hal ini berarti rata- E.scaber dan P.obtusa berperan sebagai
rata jumlah relatif sel T tidak berbeda secara imunostimulan yang mampu meningkatkan
proliferasi dan deferensiasi sel T naive menjadi optimum ekstrak ethanol daun E.scaber dan
subset sel T CD4+. Pada permulaannya, P.obtusa dalam peningkatan sel limfosit belum
progenitor sel T dalam timus tidak dapat ditentukan.
mengekspresikan CD8 dan CD4. Proses
perkembangannya juga melalui beberapa DAFTAR PUSTAKA
tahapan. Timosit yang belum matang
mengekspresikan CD8 dan CD4 dan sel ini akan [1] Saito S, Nakashima A, Shima T, Ito M.
meningkatkan kematangan sel T yaitu 2010. Th1/Th2/Th17 and regulatory T-
CD4+,CD8- atau CD4-,CD8+. Sel T yang mampu cell paradigm in pregnancy. Am J
mengenal pasti MHC ini akan dipilih untuk Reprod Immunol 73: 601-610.
proses pematangan yang dikenali sebagai seleksi [2] Spelman, K., Burns J.J., Nichols D.,
positif. MHC kelas I ini akan mengeluarkan Winters N., Ottersberg S., dan Tenborg
sinyal instruksi untuk mengarahkan diferensiasi M. 2006. Modulation of cytokine
kepada jalur CD8 [10,15]. expression by traditional medicines: A
Sel T CD8+ naif memerlukan aktivasi dan review of herbal immunomodulators.
diferensiasi lanjut untuk menjadi sel T efektor Alternative Med. Rev. 11: 128 – 146.
yang bisa melisiskan sel target yang terinfeksi [3] Pinca S, Djati, MS., Rifa’i M. 2013.
antigen dan sel-sel tumor [11,15]. Sel T CD8 + Analisis Mobilisasi Sel T CD4+ dan
mengenali antigen yang dipaparkan oleh molekul CD8+ pada Timus Ayam Pedaging Pasca
MHC I. Oleh karena, molekul MHC I dapat Infeksi Salmonella typhimurium dan
ditemukan pada sel-sel tubuh yang memiliki Pemberian Simplisia Polyscias obtusa.
nukleus, maka sel T CD8+ dengan mudah Biotropika 1 (1) : 27-32.
memonitor sel jika terjadi tanda-tanda infeksi [4] Abbas, A.K., dan Lichtman, A.H. 2005.
[10,14]. Cellular and Molecular Immunology.
Sel T CD8+ akan diaktifasi menjadi sel T Fifth Edition. W.B. Saunders Company.
efektor setelah bertemu langsung dengan antigen California.
pada APC profesional atau non-profesional dan [5] Mohan V.R., Chenthurpandy P., dan
menerima “second signal”, sehingga sitokin Kalidass C. 2010. Pharmacognostic and
seperti IL-2, IFN-gamma dan TNF-alpha yang phytochemical investigation of
dilepaskan oleh sel T helper CD4+ [12,13,14,15]. Elephantopus scaber L. Journal of
Pemberian perlakuan dosis untuk Pharmaceutical Science and Technology.
mengetahui jumlah sel T CD4 + dan CD8+ masih 2 (3), 191-197.
belum bisa ditentukan, berapa dosis optimum [6] Baratawidjaya, K.G. 2000. Imunologi
untuk meningkatkan ekspresi sel T CD4 + dan Dasar. Balai Penerbit. FK UI: Jakarta.
CD8+. Peranan sel T CD8+ sebagai sel T [7] Rifa’i M, Shi Z, Zhang SY, Lee YH,
sitotoksik, seharusnya mengalami peningkatan Shiku H, Isobe K, Suzuki H. 2008.
apabila tubuh terpapar antigen, bisa juga akibat CD8+CD12+ regulatory T cells recognize
adanya sel yang dimungkinkan sel kanker. activated T cells via conventional MHC
Berdasar hasil, dimungkinkan adanya senyawa class I-αβTCR interaction and become
aktif panaxidol dalam P.obtusa mampu IL-10 producing active regulatory cells.
menstimulasi proliferasi sel T CD4 + dan CD8+, International immunology 20 (7), 937-
namun ketika ekstrak tersebut dicampur mampu 947
menjadi imunosupresan, sehingga hasilnya tidak [8] Rifa’i M. 2010. Andrographolide
ada beda nyata resultantenya. ameliorate rheumatoid arthritis by
promoting the development of regulatory
KESIMPULAN T cells. Journal of Tropical Life Science
1 (1), pp.5-8.
Pemberian ekstrak ethanol daun E.scaber [9] Kung, C., Pingel J., Heikinheimo M.,
dan P.obtusa secara oral meningkatkan jumlah Klemola T. 2000. Mutations in The
sel T CD4+ pada Dosis I (50 mg/g E.scaber dan 0 Tyrosine phosphatase CD45 Genes in
mg/g P.obtusa) pembedahan hari ke-14 dan Child With Sever Combine
Dosis II (25 mg/g E.scaber dan 25 mg/g Immunodeficiency Disease. Nature
P.obtusa) pada pembedahan hari ke-18. Medicine. 6(3): 343-5.
Peningkatan jumlah sel T CD8 +, pada Dosis 1
(50 mg/g E.scaber dan 0 mg/g P.obtusa). Dosis
[10] Michael, H.R. 2006. Histology A Text
and Atlas 5 th Edition. Lippincott
William & Wilkins. Maryland.
[11] Rifa’i M. 2013. CD4+CD25+ Regulatory
T Cells Preventing Detrimental
Autoimmune Reactions. The Open
Autoimmunity Journal 5: 1-5.
[12] Rifa’i M, Kawamoto Y, Nakashima I,
Suzuki H. 2004. Essential roles of
CD8+CD122+ regulatory T cells in the
maintenance of T cell homeostasis. The
Journal of experimental medicine 200
(9), 1123-1134.
[13] Farsely, M., Djati, MS., Rifa'i M. 2013.
Effectivity of Polyscias obtusa Simplicia
as Immunomodulator on CaecaTonsil of
Broiler Post Infection of Salmonella
typhimurium. The Journal of
Experimental Life Science, 3(1): 20-24.
[14] Kurnianingtyas, E., Djati, MS., Rifa'i M.
2013. Aktivitas Imunomodulator
Polyscias obtusa Terhadap Sistem
Imunitas Pada Bone Marrow Broiler
Setelah Pemberian Salmonella
typhimurium. The Journal of
Experimental Life Science, 3(1): 25-30.
[15] Pradana, A. R. A., Djati, MS., Rifa'i M.
2013. Mobilization of CD4+, CD8+, and
B220+ on Broiler Chicken Spleen with
Feed Contained Polyscias obtusa Post
Infection of Salmonella typhimurium.
The Journal of Experimental Life
Science, 3(1): 7-12.

Anda mungkin juga menyukai