Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan
amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik
kesudahannya.
Asbabul Nuzul
Sebab ayat ini turun, karena Allah menegaskan dan membantah orang- orang zalim yang
menjadikan keadaan dunia berupa harta dan anak yang banyak sebagai ukuran baiknya
keadaan pemiliknya, bahkan ukuran kebahagiaan dan keberuntungan itu terletak pada iman
dan amal saleh (Tafsir As-Sa’di).
Dalam ayat ini, Allah hendak memberitahukan bahwa keadaan dunia tidak sebagaimana
yang mereka sangka. Akan tetapi, amalan yang menjadi pertanda kebahagiaan dan penebar
keberuntungan adalah segala sesuatu yang disukai dan diridai oleh Allah (Tafsir Al-Wajiz).
Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan
amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik
kesudahannya (Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir).
Sedangkan `Atha’ bin Abi Rabah dan Sa’id bin Jubair, dari Ibnu `Abbas, yang dimaksud
dengan al-baaqiyaat ash-shaalihaat adalah kalimat: laa ilaaHa illallaaHu wa subhaana wal
hamdulillaaHi wallaaHu akbar (“Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Ilah [yang
berhak diibadahi] kecuali Allah, Allah Mahabesar.”).
`Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengemukakan, “Ia adalah amal perbuatan salih secara
keseluruhan.” Dan yang terakhir ini menjadi pilihan Ibnu Jarir.
Syaikh Abdurrahman as Sa’diy dalam Taisiru Karimir Rahman mengaatakan, “Amalan yang
baik dinamakan amal saleh karena dengan sebab amal saleh keadaan urusan dunia dan
akhirat seorang hamba Allah akan menjadi baik dan akan hilang seluruh
keadaan-keadaannya yang rusak. Dengan amalan yang baik tersebut seseorang akan
termasuk golongan orang yang saleh yang pantas bersanding dengan Allah Yang Maha
Pengasih di dalam surga-Nya” (Taisiru Karimir Rahman: 1/62,cet:Markaz Shalih bin Shalih
ats Tsaqafiy).
Maknsa Istikamah
Istikamah menurut beberapa ahli yaitu sebagai berikut:
● Istikamah menurut Ali Bin Abi Thalib adalah sebagai tindakan melakukan suatu
kewajiban.
● Ibnu Abbas memaknai istikamah dengan tiga arti, pertama adalah istikamah dengan
lisan dengan sikap bertahan dengan membaca syahadat. Kemudian yang kedua
adalah istikamah dengan hati yakni dengan melakukan segala sesuatu disertai niat
yang jujur. Dan terakhir adalah istikamah dengan jiwa di mana seseorang senantiasa
menjalankan ibadah serta ketaatan kepada Allah secara terus menerus.
● Mujahid memaknai istikamah sebagai komitmen terhadap kalimat syahadat dan juga
tauhid hingga bertemu dengan Allah Swt.
Menguatkan Istikamah
إن الذين قالوا ربنا هللا ثم استقاموا فال خوف عليهم وال هم يحزنون اوالئك اصحاب الجنة خالدين فيها جزاء بما كانوا يعملون
Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian mereka
tetap istiqamah, maka tidak ada rasa khawatir pada mereka, dan tidak pula mereka bersedih
hati. (13) Mereka itulah para penghuni surga, mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan
atas apa yang telah mereka kerjakan. (14). – (Q.S Al-Ahqaf: 13-14)
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa para malaikat akan turun menuju orang-orang
yang beristikamah, ketika kematian menjemput, ketika dalam kubur dan ketika dibangkitkan.
Ketika itu para malaikat akan datang dan memberi rasa aman dari ketakutan ketika
kematian menjemput. Menghilangkan kesedihannya yang disebabkan berpisah dengan
keluarganya karena Allah pengganti dari hal itu. Memberikan kabar gembira berupa
dihilangkan keburukan dan mendapatkan kebaikan dengan surga.
Mengapa kita diperintahkan senantiasa Istiqomah dalam ibadah dan kebaikan?
Takut Meninggal dalam Keadaan Tidak Ibadah dan Tidak Berbuat Kebaikan
“Sungguh, ada orang yang melakukan kebaikan selama tujuh puluh tahun, tetapi ia
berwasiat dan zhaim dalam wasiatnya, lalu menutup usianya dengan kejelekan amalnya
sehingga ia dimasukkan ke dalam neraka. Dan sungguh, ada orang yang melakukan
keburukan selama tujuh puluh tahun, lalu ia adil dalam wasiatnya, dan menutup usianya
dengan kebaikan amalnya, sehingga ia dimasukkan ke dalam surga” (HR. Imam Ahmad bin
Hanbal dari Abu Hurairah).
Takut Meninggal dalam Keadaan Tidak Ibadah dan Tidak Berbuat Kebaikan
Rasulullah Saw. tak hanya memberikan teladan dengan menjalani perilaku istikamah yang
tidak terbatas dalam memegang erat Islam dan iman. Namun, juga dalam mendakwahkan
Islam di segenap lapisan masyarakat, baik bangsa Arab maupun ‘Ajamy.
Dalam beristikamah Rasulullah Saw. tidaklah sepi dari berbagai ujian keimanan, di
antaranya tawaran kenikmatan duniawi, hal-hal buruk seperti pemboikotan, siksaan fisik
hingga percobaan pembunuhan. Semua itu dilakukan musuh-musuh Allah agar beliau
meninggalkan Islam dan dakwah. Tapi semua upaya itu tidak menyurutkan langkah beliau.
Rasulullah Saw. terus menunjukkan keteguhannya dari kaum Quraisy yang ingin
menghentikan dakwah yang dilakukannya sehingga Abu Thalib berjanji akan
melindunginya.
Suatu hari Nabi Muhammad Saw. dicurhati sahabatnya yang miskin. Sahabat miskin ini iri
kepada orang kaya, uangnya banyak, punya kesempatan bersedekah, pasti pahalanya
banyak. Sedangkan dirinya hanyalah orang miskin.
"Sahabat-sahabat Nabi yang miskin mengutarakan kepada Nabi bahwa mereka iri terhadap
ibadahnya orang kaya yang memiliki banyak kesempatan bersedekah di jalan Allah S,“
Kisah ini diambil dari periwayatan Abu Dzar RA.: "Beberapa sahabat waktu itu bertanya
kepada Nabi Muhammad Saw., Wahai Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat
pahala, mereka mengerjakan salat sebagaimana kami salat, mereka berpuasa sebagaimana
kami berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka." (HR. Muslim).
Kemudian Nabi menjelaskan kepada mereka bahwa ada banyak jalan untuk mendapatkan
pahala sedekah, seperti menyuruh kepada kebaikan, mencegah kemungkaran, tasbih,
tahmid. Semua ini adalah sedekah.
Allah Swt. juga telah memberitakan di dalam banyak ayat-Nya bahwa amalan yang
dilakukan seseorang dicatat oleh malaikat dan di akhirat nanti akan diberikan catatan
amalannya serta akan ditimbang dengan timbangan keadilan. Allah Swt. berfirman:
“Timbangan pada hari itu ialah kebenaran, maka barang siapa berat timbangan
kebaikannya, mereka itulah orang-orang yang beruntung dan barang siapa yang ringan
timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri,
disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.” (Q.S al-A’raf: 8—9).
َالّلُهَّماخِت َم َلناِب ِا َلس َ َلِ َمواخِت َم َلناِب ِا َل َيم ِا َنواخِت َم َلنا ِب ُ َّح ِنال َخ ِا َتمِة
“Ya Allah, akhirilah hidup kami dengan Islam, akhirilah hidup kami dengan membawa iman
dan akhirilah hidup kami dengan husnul khatimah.”