Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN GANGGUAN SISTEM REGULASI

PADA KASUS HIPERTERMI

DI SUSUN OLEH :

DAVINA

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA

BARAT

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN YARSI

MATARAM

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020/2021


LEMBAR PENGESAHAN

laporan ini digunakan untuk memenuhi syarat

penugasan ilmu penyakit dan penunjang diagnostic, dengan gangguan system regulasi
pada kasus “hipertermi”.

laporan ini disusun oleh

Nama : davina

Kelas : XII A KEPERAWATAN

No absen : 05 (kosong lima)

Tanggal :26-oktober-2021

Pembimbing lahan

( QURRATA AINI Amd.Kep )

mengetahui

guru pembimbing pendidikan

( FATHUL AZIZ S.Kep.,Ners )


KATA PENGANTAR

puji syukur atas kehadira dan anugrah Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan nikmat serta karunianya diberikan kesempatan untuk menyelesaikan
laporan pendahuluan dengan gangguan regulasi pada kasus “hipertermia” ini. tujuan
dari penyusunan laporan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menuntaskan
penugasan dan sebagai penilaian tengah semester lima

pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada guru


pembimbing atas bimbingan dan arahannya. Saya menyadari bahwa penyususnan
laporan ini masih jauh dari kata sempurna. oleh karena itu, saya selaku penyusuna
laporan sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun, demi kesempurnaan
laporan ini. Semoga laporan ini memberikan wawasan yang luas kepada pembaca.

mataram, oktober 2021


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

BAB. I PENDAHULUAN I

1.1 Latar belakang 1

1.2 Tujuan

1.3 Manfaat

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1 Definisi

2.2 Anatomi-fisiologi

2.3Etiologi

2.4 Klasifikasi

2.5 Patofisiologi

2.6 Manifestasi Klinis

2.7 Pemeriksaan Penunjang

2.8 Penatalaksanaan

2.9 Komplikasi

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 15

3.1 Pengkajian Keperwatan

3.2 Diagnosa Keperawatan


3.3 Intervensi Keperawatan

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

DAFAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan


ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi
panas. Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan mekanisme kehilangan
panas untuk mengimbangi produksi panas yang berlebihan sehingga terjadi
peningkatan suhu tubuh.Hipertermi tidak berbahaya jika dibawah 39oC.Selain
adanya tanda klinis, penentuan hipertermi juga didasarkan pada pembacaan suhu
pada waktu yang berbeda dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai normal
individu tersebut (Potter & Perry,2010).

Menurut Wong (2008) terdapat empat jenis demam yang umum terjadi yaitu
demam intermiten, remiten, kambuhan, dan konstan. Selama demam intermiten,
suhu tubuh akan berubah-ubah dalam interval yang teratur, antara periode demam
dan periode suhu normal serta subnormal. Selama demam remiten, terjadi fluktuasi
suhu dalam rentang yang luas (lebih dari 2oC) dan berlangsung selama 24 jam,
dan selama itu suhu tubuh berada di atas normal. Pada demam kambuhan, masa
febril yang pendek selama beberapa hari diselingi dengan periode suhu normal
selama 1 – 2 hari. Selama demam konstan, suhu tubuh akan sedikit berfluktuasi,
tetapi berada di atas suhu normal.

Tanda-tanda klinis demam dapat bervariasi, bergantung pada awitan,


penyebab, dan tahap pemulihan demam. Semua tanda tersebut muncul akibat 2
adanya perubahan set point pada mekanisme pengontrolan suhu yang diatur oleh
hipotalamus. Pada kondisi normal, ketika suhu inti naik diatas 37oC, laju
pengeluaran panas akan meningkat sehingga suhu tubuh akan turun ke tingkat set
point. Sebaliknya, ketika suhu inti kurang dari 37oC, laju produksi panas akan
meningkat sehingga suhu tubuh akan naik ke tingkat set point. Dalam keadaan ini
termostat hipotalamus berubah secara tiba-tiba dari tingkat normal ke tingkat yang
lebih tinggi akibat pengaruh kerusakan sel, zat-zat pirogen, atau dehidrasi pada
hipotalamus. Selama fase interval, terjadi respons produksi panas yang biasanya
muncul, yakni meriang, kedinginan, kulit dingin akibat vasokontriksi, dan menggigil
yang dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh pada anak yang mengalami
hipertermia.

Hipertermia yang berhubungan dengan infeksi yang dapat berupa infeksi lokal
atau sistemikharus ditangani dengan benar karena terdapat beberapa dampak
negatif yang ditimbulkan (Kolcaba,2007, dalam Setiawati,2009). Hipertermi
disebabkan karena berbagai faktor. Jika tidak di manajemen dengan baik,
hipertermi dapat menjadi hipertermi berkepanjangan. Hipertermi berkepanjangan
merupakan suatu kondisi suhu tubuh lebih dari 38oC yang menetap selama lebih
dari delapan hari dengan penyebab yang sudah atau belum diketahui. Tiga
penyebab terbanyak demam pada anak yaitu penyakit infeksi (60%-70%), penyakit
kolagen-vaskular, dan keganasan.Walaupun infeksi virus sangat jarang menjadi
penyebab demam berkepanjangan, tetapi 20% penyebab adalah infeksi virus (Sari
Pediatri,2008).

1.2 Tujuan

. Tujuan Umum

Melaporkan penurunan suhu tubuh pada anak yang mengalami hipertermia yang
diberikan tindakan kompres tepid sponge hangat.

Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien anak dengan hipertermia

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat pada anak dengan


hipertermia

c. Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan anak dengan hipertermia d.


Mampu melakukan implementasi pada anak dengan hipertermia.
e. Mampu melakukan evaluasi pada anak dengan hipertermia

f. Mampu menganalisispenurunan suhu tubuh anak dengan hipertermia yang


diberikan kompres tepidsponge hangat.

1.3 manfaat

mengetahui tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan


system regulasi pada kasus hipertermia. Sehingga pada penatalaksanaan
hipertermia dapat mengurangi gejala,mencegah aksaserbasi berulang, dan
mencegah meluasnya kasus hipertermia pada kalangan masyarakat.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Hipertermia adalah keadaan meningkatnya suhu tubuh di atas rentang


normal tubuh. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Hipertermi merupakan keadaan
di mana individu mengalami atau berisiko mengalami kenaikan suhu tubuh >37,80
C (100 o F) per oral atau 38,80 C (101 o F) per rektal yang sifatnya menetap karena
faktor eksternal (Carpenito, 2012).

Hipertermia merupakan keadaan peningkatan suhu tubuh (suhu rektal >


38,80 C (100,4 F)) yang berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk
menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas (Perry & Potter, 2010).
Hipertermia adalah kondisi di mana terjadinya peningkatan suhu tubuh sehubungan
dengan ketidakmampuan tubuh untuk meningkatkan pengeluaran panas atau
menurunkan produksi panas. (Perry & Potter, 2005). 9

Hipertermia merupakan suatu kondisi di mana terjadinya peningkatan suhu


tubuh di atas 37,20 C akibat dari system pertahanan tubuh dari infeksi (viremia).
(Sudoyo, Aru W, dkk, 2010). Jadi hipertermia merupakan salah satu gejala klinis
yang ditemukan pada DHF sehingga dimungkinkan bahwa hipertermi juga
berpengaruh terhadap derajat keparahan penyakit DHF.

2.2 Anatomi-fisiologi

2.1 Anatomi

Hubungan regulasi melalui mekanisme kontrol suhu untuk meningkatkan


regulasi suhu. Hipotalamus yang terletak antara hemisfer serebral, mengontrol suhu
tubuh sebagaimana kerja termostat dalam rumah. Hipotalamus merasakan
perubahan ringan pada suhu tubuh. Hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran
panas, dan hipotalamus posterior mengontrol produksi panas. Suhu adalah
pernyataan tentang perbandingan (derajat) panas suatu zat. Dapat pula dikatakan
sebagai ukuran panas/dinginnya suatu benda. Temperatur adalah suatu subtansi
panas atau dingin. Sementara dalam bidang termodinamika.

suhu adalah suatu ukuran kecenderungan bentuk atau sistem untuk


melepaskan tenaga secara spontan. Suhu inti (core temperature), yaitu suhu yang
terdapat pada 3 jaringan dalam, seperti kranial, toraks, rongga abdomen, dan
rongga pelvis. Suhu ini biasanya dipertahankan relative konstan sekitar 37°C 1 °F
kecuali seseorang yang mengalami demam. Suhu normal rata – rata secara umum
adalah 98,0 – 98,6 °F atau 0,6 °F lebih tinggi bila diukur per rektal. b. Patofisiologi
gangguan thermoregulasi.

2.2.2 fisiologi

peningkatan suhu tubuh dipicu oleh zat pirogen yang menyebabkan pelepasan
prostaglandin E2 (PGE2) yang pada gilirannya memicu respon balik sistemik
keseluruh tubuh menyebabkan efek terciptanya panas guna menyesuaikan dengan
tingkat suhu yang baru. Jadi pusat pengatur suhu yang letaknya di hipotalamus
sesungguhnya seperti termostat. Jika titik pengatur dinaikkan, maka tubuh
menaikkan suhu dengan cara memproduksi panas dan menahannya di dalam
tubuh. Panas ditahan dalam tubuh dengan cara vasokonstriksi pembuluh darah.
Jika dengan cara di atas suhu darah di dalam otak tidak cukup untuk menyesuaikan
dengan pengaturan baru yang ada di hipotalamus, maka tubuh akan menggigil
dalam rangka untuk memproduksi panas lebih banyak lagi. Ketika demam berhenti
dan pusat pengaturan suhu di hipotalamus disetel lebih rendah, maka berlaku
proses sebaliknya dimana pembuluh darah akan bervasodilatasi sehingga banyak
dikeluarkan keringat. Panas badan selanjutnya dilepas bersama dengan
penguapan keringat.

Pada hipertermia, pusat pengaturan suhu dalam batas normal yang berarti bahwa
tidak ada upaya hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh. Akan tetapi, tubuh
kelebihan panas akibat dari retensi dan produksi panas yang tidak diinginkan.

2.3 Etiologi/Faktor Resiko

Beberapa yang dapat menyebabkan kondisi hipertermi yaitu


penyakit/trauma, peningkatan metabolisme, aktivitas yang berlebihan,
pengaruh medikasi, terpapar lingkunagn panas, dehidrasi dan pakaian yang tidak
tepat (Nanda, 2012)

2.4 klasifikasi
a. Hipertermia maligna

Hipertermia maligna biasanya dipicu oleh obat-obatan


anesthesia.Hipertermia ini merupakan miopati akibat mutasi gen yang diturunkan
secara autosomal dominan. Pada episode akut terjadi peningkatan kalsium
intraselular dalam otot rangka sehingga terjadi kekakuan otot dan hipertermia.
Pusat pengatur suhu di hipotalamus normal sehingga pemberian antipiretik tidak
bemanfaat
b. Exercise-Induced hyperthermia (Exertional heat stroke)

Hipertermia jenis ini dapat terjadi pada anak besar/remaja yang melakukan
aktivitas fisik intensif dan lama pada suhu cuaca yang panas.
Pencegahan dilakukan dengan pembatasan lama latihan fisik terutama bila
dilakukan pada suhu 30C
c. Endocrine Hyperthermia (EH)

Kondisi metabolic/endokrin yang menyebabkan hipertermia lebih jarang dijumpai


pada anak dibandingkan dengan pada dewasa. Kelainan endokrin yang sering
dihubungkan dengan hipertermia antara lain hipertiroidisme, diabetes
mellitus, phaeochromocytoma, insufisiensi adrenal dan Ethiocolanolone
suatu steroid yang diketahui sering berhubungan dengan demam
(merangsang pembentukan pirogen leukosit).

2.5 patofisiologi
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen.
Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu
pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari
pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme
seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida
yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen
endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh
dari pirogen endogen antara lain L-1, IL-6, TNF- , dan IFN. α Sumber dari pirogen
endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel
lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello &
Gelfand, 2005).

Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah put ih (monosit,
limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi,
atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang
dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF- , danα IFN). Pirogen eksogen
dan pirogen endogen akan merangsang endothelium hipotalamus untuk
membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005).
Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan
termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan enganggap
suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu
mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil,
vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga
akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang
pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut
(Sherwood, 2001).

PATHWAY/WOC

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) gejala dan tanda hipertermia,yaitu:

a. Gejala dan Tanda Mayor Suhu tubuh di atas nilai normal (> 37,5ºC)
b. Gejala dan Tanda Minor Kulit merah, kejang, takikardia, takipnea.

Gejala-gejala yang timbul dari demam typhoid bervariasi, dalam minggu pertama
keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual muntah obstipasi atau
diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaris pada pemeriksaan fisik
hanya didapatkan peningkatan suhu tubuh. Dalam minggu kedua gejala-gejala
terjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah pada penderita penyakit
typhoid (kotor, ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor). Hepatomegali,
splenomegali, metiorisme, gangguan kesadaran berupa salmonella sampai koma,
(H. Nabiel Ridha, 2017).

2.7 pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan fisik/diagnostic

2.7.1 pemeriksaan penunjang

 SGOT dan SGPT


pada demam typoid seringkali meningkatkan tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typoid.
 uji widal
suatu reaksi aglutimasi antara antigen dan antibody, agkutinin yang spesifik
terhadap salmonella thpi terdapat dalam serum klien dengan typoid juga
terdapat pada orang pernah di vaksinasi. Tujuan dari uji widal ini adalah
untuk menentukan adanya agkutinin dalam serum klien yang di sangka
menderita typoid.

2.7.2 pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik yang harus di kaji adalah terdapat nafas berbau
tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah (ragaden) Lidah tertutup selaput putih
kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor, pada
bagian 13 abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus),
bisa terjadi konstipasi dapat juga diare atau normal dan pada hati dan limpa
membesar disertai nyeri pada perabaan
2.8 penatalaksanaan

a. Hipertermi.

Penatalaksanaan medis

Tindakan yang diberikan meliputi

 Pemberian obat antipiretik dan antibiotic


 Pemberian cairan infuse
Penatalaksanaan Keperawatan
tindakan yang dilakukan meliputi :
 Bina hubungan saling percaya ( BHSP )
 Observasi TTV 
 Beri kompres
 Anjurkan minum banyak air 
 Anjurkan menggunakan pakaian dan selimut yang tipis.
2.9 KOMPLIKASI
1.Dehidrasi : Demam meningkatkan penguapan cairan tubuh

2.Kejang ( sepsis ) : Jarang sekali terjadi ( 1 dari 30 anak demam ), sering terjadi
pada anak usia 6 bulan 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama demam dan
umumnya sebentar dan berulang.
BAB III
ASUHAN KEPERWATAN

3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan dasar proses keperawatan yang bertujuan
untukmengumpulkan data tentang penderita agar dapat mengidentifikasi
kebebutuhanserta masalahnya. Pengkajian meliputi :

1) Pengumpulan D
a. Data subyektif
Data yang didapat oleh pencatat dan pasien atau keluarga dan dapat diukur
dengn menggunakan standar yng di akui.
 b. Data obyektif
Data yang didapat oleh pencatat dari pemeriksaan dan dapat diukur dengan
menggunakan standar yang diakui.

c. Analisa data
1) Data primer
Data yang diperoleh dari pasien itu sendiri melalui percakapan dengan pasien.
2) Data sekunder
Data yang diperoleh dari orang lain yang mengetahui keadaan pasien melalui
komunikasi dengan orang yang dikenal,dokter/perawat.
2. ANAMNESE
1. Keluhan utama
Biasanya klien Hipertermi sering mengalami dehidrasi.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian meliputi tindakan pertama yang pernah diberikan pada keluhan utama.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian mengenai riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan 
penyakit yang dialami saat ini.
4. Riwayat psikososial dan spirituala.
a. Riwayat Psikososial
Pada klien yang mengalami hipertermi akan timbul kecemasan.
 b. Aspek Sosial
Pada klien yang mengalami hipertermi akan terjadi gangguan dalam  berinteraksi
dengan orang lain.
c. Aspek Spiritual
Klien akan mengalami gangguan dalam menjalankan ibadah karena klien harus
menjalani ibadah, namun ada klien yang cenderung lebih mendekatkan diri pada
Tuhan dan begitu sebaliknya menyalahkan Tuhan akan penyakit yang dideritanya.
5. Pola kebiasaan sehari-hari
 Pola aktivitas
Pola aktivitas menurun karena mengalami kelelahan disebabkan oleh hipertermi.
 Pola istirahat
Pola istirahat terganggu diakibatkan hipertermi.

 Pola kebersihan diri


Kebersihan diri kurang karena pasien cenderung memikirkan penyakit yang di
deritanya daripada kebersihan diri.
 Pola nutrisi
Pola nutrisi terganggu karena hipertermi.
3.PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
a. Menggigil.
 b. Kulit pecah.
c. Pengeluaran keringat berebihan.
d. Tampak lemah.
e. Bibir kering.
f. Tingkat kesadaran compos mentis sampai terjadi shock.
GCS: mata = 4
Verbal = 5
Motorik = 6
2. Tanda-tanda vital
a. Tensi : 105/65 mmHg – 125 /80 mmHg dibawah / diatas normal.
  b. Nadi : 70-110 x/menit dibawah/ diatas normal.
c .Respirasi : 19-23 x/menit.
d. Suhu : > 370C
Perlu dikaji untuk menilai apakah reaksi fisiologis terhadap penyakit klien
menglami kehilangan penurunan berat badan,asupan nutrisi yang tidak adekuat
ataupun reaksi psikologis.
 4. Pemeriksaan sistem chepalocaudal
a.Pemeriksaan Kepala
Bibir : mukosa bibir kering,tidak ada cyanosis.
Lidah: tampak kotor dan berwarna putih.
 b.Pemeriksaan Ekstrimitas
Telapak tangan dan kaki berwarna kekuningan / tampak pucat Terjadi kelemahan
dan nyeri pada otot
. c. Pemeriksaan Intugmen
Kulit tampak kemerahan
Akral hangat –  panas turgor baik
Terjadi kelembapan kulit.
3.2 diagnosa keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan ketidak adekuatan termoregulasi suhu/febris

2. Kurang pengetahuan/kebutuhan belajar tentang kondisi dan aturan pengobbatan.

3.3 intervensi keperawatan

Rencana kperawatan atau intervensi adalah tindakan keperawatan yang akan di


laksanakan untuk menanggualngi masalah keperawatan yang telah di tentukan
dengan tujuan.
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KERITERIA
HASIL
1 Hipertermi berhubungan - Tujuan Suhu 1. pantau tanda Untuk
tubuh tidak tanda vital mengetahui
dengan ketidak adekuatan
panas lagi terutama suhu perkembangan
termoregulasi suhu/febris - Keriteria hasil kesehatan
Suhu tubuh pasien dan
dalam rentang memudahkan
normal dalam
pemberian
theraphy.

2. beri pasien Pemberian


kompres air kompres hangat
hangat. mampu
menditalasi
pembuluh
darah, sehingga
akan
mempercepat
perpindahan
panas dari
tubuh ke kulit.

3.anjurkan Peningkatan
pasien banyak suhu tubuh
minum. meniningkatkan
penguapan
sehingga perlu
di imbangi
dengan asupan
cairan yang
banyak.

4. kolaborasi Pemberian obat


dalam antipiretik untuk
pemberian obat mempercpat
antipiretik dan proses
antibiotik penyembuhan
dan
menurunkan
demam.
pemberian
antibiotic
menghambat
pertumbuhan
dan proses
infeksi.

2 Kurang -Tujuan : klien -Uji tingkat


pengetahuan/kebutuhan mampu untuk pengetahuan
belajar tentang kondisi mengetahui pasien.
dan aturan pengobatan. tentang
pengertian/infor -
masi hipertermi Mengidentifikas
i kemungkinan
-Keriteria hasil : kambuh/kompli
menyatakan kasi jangka
pemahaman panjang.
kondisi/proses
penyakit dan - Uji ulang
tindakan. tanda /gjala
Mengidentifikas yang
i hubungan memerlukan
tanda/gejala evaluasi madic.
yang ada dari cepat.
proses penyakit
dan -Uji ulang
menghubungka praktik
n dan factor ksehatan yang
penyebab. baik, contoh:
nutrisi baik,
istirahat,
latihan.
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Pada kesimpulan ini, penyusun dapat di harapkan mampu menemukan gagasan


pokok dari materi yang dibahas pada gangguan system regulasi pada kasus
“hipertermi” di mana hal-hal pokok yang dapat di temukan ialah :

1. latar belakang kasus hipertermi

2. pembahasan tentang kasus hipertermi itu sendiri.

3. konsep asuhan keperawatan dari gangguan respirasi pada kasus hipertermi

4.2 saran

1. Dihrapkan kepada perawat yang bertugas di setiap instansi kesehatan untuk


tetap memerhatikan sumber informasi dalam pengumpulan data pasien
(wawancara terapeutik, anamnesa, atau observasi)

2. perawat diharapkan mampu berusaha untuk beradaptasi dengan prilaku pasien


dalam memberikan respon terhadap perawat itu sendiri.

3. memilih asuhan keperawatan yang di rasa sangat mendekati cocok untuk klien
dengan memerhatikan tindkan adaptasi klien dengan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry,2010, Wong (2008), Kolcaba,2007, Setiawati,2009, Sari Pediatri,2008,

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016, Carpenito, 2012, Perry & Potter, 2005, Sudoyo,

Sudoyo, Aru W, dkk, 2010, Nanda, 2012, Dinarello & Gelfand, 2005, Sherwood, 2001,

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016, H. Nabiel Ridha, 2017,

.
NO HARI/TGL MATERI KONSULTASI PARAF
BIMBINGAN
NO HARI/TGL MATERI KONSULTASI PARAF
BIMBINGAN

Anda mungkin juga menyukai