Dosen pengampu:
Apt. Triyani Sumiati, M. Si
Disusun Oleh:
Mutiara Lukita Hakim (1010127)
May Ryan Gigs S. (18010124)
M. Ilyas (18010125)
Regular Khusus A
Pada kesempatan ini, saya juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
untuk ibu Apt. Triyani suminar, M.Si selaku dosen mata kuliah Kimia medisinal
ini. Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami menunggu kritik
dan saran yang bersifat membangun. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini
dapat memberi manfaat untuk kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sejak tahun 1945 ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang pesat dan
hal ini untung sekali bagi penelitian sistematis obat baru. Beribu-ribu zat
sintetis telah ditentukan rata-rata 500 zat setahunnya, kebanyakan obat kuno
ditinggalkan dan diganti dengan obat-obat mutakhir, karena segera terdesak
oleh obat yang lebih baru dan lebih baik khasiatnya.
Sifat kimia fisika obat dapat mempengaruhi aktivitas biologis obat, karena
dapat mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat
dalam tubuh. Aktivitas senyawa bioaktif di sebabkan oleh interaksi antara
molekul obat dengan bagian molekul dari objek biologis, dasar dari aktivitas
obat adalah proses-proses kimia yang kompleks mulai dari saat obat diberikan
sampai teijadinya respon biologis.
Hubungan kuantitatif struktur kimia dan aktivitas biologis obat merupakan
bagian penting rancangan obat, dalam usaha mendapatkan suatu obat baru
dengan aktivitas yang lebih besar, keselektifan yang lebih tinggi, toksisitas
atau efek samping yang sekecil mungkin dan kenyamanan yang lebih besar.
Aktivitas obat berhubungan dengan sifat kimia fisika obat, dan merupakan
fungsi dari struktur molekul obat. Hubungan struktur kimia dan aktivitas
biologis yang tidak baik dapat disebabkan oleh kurang baiknya metode
penelitian yang di gunakan. Oleh karena itu, pengetahuan tentang hubungan
struktur kimia dan aktivitas biologis merupakan dasar penting dari
penggunaan rancangan obat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme aksi obat ?
2. Apakah pengaruh pH dalam proses absorpsi obat?
3. Bagaimana proses distribusi obat didalam tubuh ?
4. Bagaimana proses tubuh memetabolisme obat ?
5. Bagaimana proses ekskresi obat didalam tubuh ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Bagaimana mekanisme aksi obat ?
Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingial (bawah lidah), rektal
(dubur), dan parenteral tertentu seperti, intradermal, intramuskular, subkutan, dan
intraperitorial melibatkan proses absopsi obat yang berbeda - beda. Pemberian
secara parenteral yang lain seperti, intravena, intraarteri, intraspinal, dan
intraserebral tidak melibatkan absorpsi melainkan obat langsung masuk ke
peredaran darah kemudian menuju reseptor. Cara pemberian lain adalah secara
inhalasi melalui hidung dan cara setempat melalui kulit / mata. Proses absopsi
merupakan dasar yang penting untuk menentukan farmakologis suatu obat.
Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorpsi akan mempengaruhi efek
obat dan menyababkan kegagalan suatu obat.
Pada pemberian obat secara oral, sebelum obat masuk ke peredaran darah
dan didistribusikan ke seluruh tubuh terlebih dahulu harus mengalami proses
absorpsi pada saluran cerna. Faktor - faktor yang berpengaruh terhadap proses
absorpsi pada saluran cerna antara lain bentuk sediaan, sifat kimia, cara
pemberian, faktor biologis dan faktor lain – lain, yakni :
Bentuk sediaan
Ukuran partikel
Bentuk asam, basa, garam, ester, kompleks atau hidrat dari bahan obat
dengan mempengaruhi kelarutan dan proses absorpsi obat. Selain itu bentuk
kristal atau plimorf, kelarutan dalam lemak/air dan derajat ionisasi juga
mempengaruhi proses absorpsu obat.
Faktor Biologis
Faktor - faktor yang berpengaruh terhadap proses absorpsi obat antara lain
adalah variasi keasaman (pH) saluran cerna, sekresi cairan lambung, gerakan
saluran cerna, lus permukaan saluran cerna, waktu pengosongan lambung dan
waktu transit dalam usus, serta banyaknya buluh darah pada tempat absorpsi.
Faktor lain - lain yang berpengaruh terhadap proses absorpsi obat antara
lain adalah umur, diet (makanan), adanya interaksi obat dengan senyawa lain
adalah penyakit tertentu. Suatu obat yang bersifat basa lemah, seperti amin
aromatic (Ar-NH2), aminopirin, asetanilid, kafein, dan kuinin, bila diberikan
melalui oral, dalam lambung yang bersifat asam (pH 1-3, 5), sebagian besar
akan membentuk ion (Ar-NH3+), yang mempunyai kelarutan dalam lemak
sangat kecil sehingga sukar menembus membrane lambung. Bentuk ion
tersebut kemudian masuk ke usus halus yang bersifat agak basa (pH 5-8), dan
berubah menjadi bentuk tidak terionisasi (Ar-NH2). Bentuk ini mempunyai
kelarutan dalam lemak besar sehingga mudah terdifusi menembus membrane
usus.
Suatu obat yang bersifat asam lemah seperti asam salisilat, asetosal,
fenobarbital, asam benzoate, dan fenol, pada lambung yang bersifat asam akan
terdapat dalam bentuk tidak terionisasi, mudah larut dalam lemak sehingga
dengan mudah menembus membran lambung.
Senyawa yang sangat sukar larut dalam air seperti BaSO4, MgO, dan
Al(0HP)3 juga tidak diabsorbsi oleh saluran cerna. Saluran cerna bersifat
permeable selektif terhadap bentuk tidak terdisosiasi obat yang bersifat mudah
larut dalam lemak. Kelarutan obat dalam lemak merupakan salah satu sifat
fisik yang mempengaruhi absorbsi obat ke membran biologis. Makin besar
kelarutannya dalam lemak makin tinggi pula derajad absorbs obat ke membran
biologis.
Bila suatu obat diberikan secara setempat pada mata, sebagian diabsorpsi
melalui membran konjungtiva dan sebagian melalui kornea mata. Kecepatan
penetrasi tergantung pada derajat ionisasi dan koefisien partisi obat. Bentuk yang
tidak terionisasi dan mudah larut dalam lemak cepat diabsorpsi oleh membran
mata. Penestrasi obat yang bersifat asam lemah lebih cepat dalam suasana asam
karena dalam suasana tersebut bentuk tidak terionisasi besar sehingga mudah
menembus membran mata. Untuk obat yang bersifat basa lemah penetrasi akan
teijadi lebih cepat dalam suasana basa.
1) Cairan ekstraseluler, yang terdiri atas plasma darah (4,5% dari berat badan),
cairan interstisial (16%) dan limfe (1-2%).
2) Cairan intraseluler (30-40% dari berat badan), yang merupakan jumlah cairan
dalam seluruh sel-sel tubuh.
Membran sel tersusun atas protein dan dua lapis fosfolipid, yang bertindak
sebagai sawar lemak untuk ambilan obat. Obat yang mudah larut dalam lemak
akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam sel, sedangkan obat yang
tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusi nya
terbatas, terutama di cairan ekstra sel. Obat yang tidak larut dalam lemak tersebut
bersifat polar sehingga akan terikat pada protein plasma (albumin) dan membent
uk kompleks obat-protein yang terlalu besar untuk berdifusi melintasi membran
sel (Katzung, 2011)
Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh adalah ;
Obat dibawa ke seluruh jaringan tubuh oleh aliran darah sehingga semakin
cepat obat mencapai jaringan, semakin cepat pula obat terdistribusi ke dalam
jaringan. Kadar obat dalam jaringan akan meningkat sampai akhirnya terjadi
keadaan yang disebut keadaan mantap (steady state). Kecepatan distribusi
obat masuk ke jaringan sama dengan kecepatan distribusi obat keluar dari
jaringan tersebut. Pada keadaan ini, perbandingan kadar obat dalam jaringan
dengan kadar obat dalam darah menjadi konstan dan keadaan ini disebut
keseimbanga n distribusi. Oleh karena itu, pada jaringan tubuh yang
mendapat suplai darah relatif paling banyak dibandingkan ukurannya akan
menyebabkan terjadinya keseimbangan distribusi yang paling cepat (Staf
Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya, 2008).
Obat
Sifat-sifat fisikokimia obat juga mempengaruhi tercapainya
keseimbangan distribusi pada jaringan tertentu. Jika suatu jaringan dapat
menampung atau mengikat lebih banyak obat, dibutuhkan waktu yang lebih
lama untuk mencapai keseimbangan distribusi. Ambilan obat oleh suatu
jaringan ditentukan oleh faktor yang disebut koefisien partisi (Kp)
Protein
Permeabilitas Kapiler
Pada dasarnya, tubuh akan merespon setiap benda asing yang masuk dengan
membentuk antibodi dan menghancurkannya. Akan tetapi, molekul-molekul yang
berukuran kecil tidak dapat memicu respon imun. Untuk senyawa-senyawa toksik
yang berukuran kecil, tubuh melindungi diri dengan mekanisme utama yaitu
mengubah senyawa toksik (nonpolar) menjadi non toksik (polar) sehingga mudah
dikeluarkan dari dalam tubuh. Pengubahan senyawa toksik menjadi non toksik
memerlukan enzim (non spesifik enzim).
Pada umumnya, obat mempunyai ukuran molekul kecil, tetapi tetap akan
dikeluarkan dari dalam tubuh. Biotransformasi enzimatis obat dikenal sebagai
metabolisme obat karena banyak obat yang mempunyai struktur yang mirip
dengan senyawa-senyawa endogen sehingga obat dapat dimetabolisme
menggunakan enzim-enzim spesifik seperti pada senyawa-senyawa endogen
padanannya (ada dalam tubuh). Hal ini dapat berlangsung dengan baik seperti
proses metabolisme yang menggunakan enzim non spesifik.
First pass effect bisa diatasi dengan mengubah rute penggunaan obat. Ada
beberapa rute pemberian obat untuk menghindari first pass effect, seperti:
sublingual (nitroglycerin); rectal (ergotamin); intravena; intramuscular;
subcutaneous; pulmonary absorption; dan topikal. Tidak semua obat dapat
digunakan melalui rute alternatif (selain peroral). Agar obat dapat diberikan
melalui rute alternatif maka diperlukan modifikasi struktur.
Meskipun first pass effect dapat dihindari, ada banyak enzim yang berada di
luar hati yang dapat mengatalisis reaksi metabolisme obat. Saat obat telah
mencapai tempat aksi dan menimbulkan respon yang diinginkan, biasanya obat
yang diinginkan untuk mengalami metabolisme dan eliminasi. Hal sebaliknya
akan terjadi jika obat masih ada atau tertinggal dalam tubuh dan menghasilkan
efek yang lebih lama dari pada yang diinginkan atau menjadi toksik terhadap sel.
Penelitian tentang metabolisme obat sangat penting untuk menentukan keamanan
penggunaan obat. Sebelum obat dapat digunakan pada manusia, metabolit yang
dihasilkan harus dapat diisolasi dan dibuktikan tidak toksik. Penelitian ini juga
bisa digunakan sebagai penuntun dalam pendekatan modifikasi obat. Setelah hasil
metabolisme diketahui sangat memungkinkan untuk dapat mendesain suatu
senyawa yang tidak aktif ketika digunakan tetapi dapat berubah menjadi aktif
setelah mengalami perubahan atau metabolisme oleh enzim- enzim metabolik.
Senyawa seperti ini biasanya disebut dengan prodrug. Biasanya hanya sejumlah
kecil obat yang diperlukan untuk menimbulkan respon yang diinginkan sehingga
akan sulit untuk dapat mendeteksi semua produk metabolitnya. Pada bagian ini
akan ditekankan pada berbagai macam reaksi yang terlibat dalam metabolisme
obat.
2.5 Proses Ekskresi Obat
Eksresi adalah proses kontes zat-zat yang tidak diperlukan lagi olehtubuh.
Zat tersebut merupakan zat kimia obat yang telah mengalami proses
metabolisme di dalam hati dan organ lain ditubuh. Ekskresi baik obat yang tidak
berubah maupun metabolit merupakan tempat-hilang yang irreversibel. Akan
tetapi perubahan metabolik mengakibatkan metabolit mempunyai aktivitas
dipertinggi, menurun atau sama sekali tak berubah.
Sebagian besar obat diekskresikan ke luat tubuh melalui paru, ginjal, empedu
atau hati dan sebagian kecil dengan kadar rendah yang diekskresikan melalui air
liur dan air susu.
Salah satu jalan terbesar untuk ekskresi obat adalah melalui ginjal. Ekskresi
obat melalui ginjal melibatkan tiga proses yaitu penyaringan glomerulus, absorpsi
kembali secara pasif pada tubulus ginjal dan sekresi aktif pada tubulus ginjal.
Ginjal menerima ± 20 - 25% cairan tubuh dari curah jantung atau 1,2 - 1,5
liter darah per menit dan ± 10% disaring melalui glomerulus. Membran
glomerulus mempunyai pori karakteristik sehingga dapat dilewati oleh molekul
obat dengan garis tengah ± 40A, berat molekul lebih kecil dari 5000 dan mudah
larut dalam cairan plasma atau obat yang bersifat hidrofil.
Obat dapat bergerak dari plasma darah ke kencing melalui selaput tubulus
ginjal dengan mekanisme transportasi aktif. Contoh ;
1) Bentuk terionisasi obat yang bersifat asam, seperti asam salisilat, penisilin,
probenesid, diuretika turunan tiazid, asam aminohirupat, konjugat sulfat,
konjugat asam glukuronat, indometasin, klorproramid dan furosemid,
1) Hemodinamika
2) Usia
(Ampicillin) (Asetosal)
2.5.6. Ekskresi obat memalui empedu
Obat dengan berat molekul lebih kecil dari 150 dan obat yang akan
dimetabolisme menjadi senyawa yang kebih polar dapat diekskresikan dari hati
melewati empedu menuju ke usus dengan mekanisme pengangkutan aktif. Obat
tersebut biasanya dalam bentuk terkonjugasi dengan asam glukuronat, asam sulfat
atau glisin. Di usus bentuk konjugat tersebut secara langsung diekskresikan
melalui tinja, atau dapat mengalami proses hidrolisis oleh ensim atau bakteri
ususmenjadi senyawa yang bersifat nonpolar sehingga diabsorpsi kembali ke
plasma darah, kembali kehati, dimatabolisis, dikeluarkan lagi melalui empedu
menuju ke usus, demikian seterusnya sehingga merupakan suatu siklus yang
dinamakan siklus enterohepatik. Siklus ini menjadikan masa kerja obat menjadi
lebih panjang.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Mekanisme aksi obat
Secara umum reseptor merupakan suatu protein integral (seperti
makromolekul polipeptida) yang menempel pada fosfolipid bilayer pada sel
membran. Sifat dan mekanisme aksi reseptor bergantung pada ukuran
fosfolipid.
2. Pengaruh ph dalam proses absorpsi obat
Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorpsi akan
mempengaruhi efek obat dan menyababkan kegagalan suatu obat.
Berikut ini tempat absorbsi obat didalam tubuh, yakni ;
Absorbsi obat melalui saluran cerna
- Bentuk sediaan
- Sifat Kimia Fisika Obat
- Faktor Biologis
- Faktor lain – lain
Absorpsi obat melalui mata
Absorpsi obat melalui paru
Absorpsi obat melalui kulit
3. Proses distribusi obat didalam tubuh
Distribusi obat adalah proses-proses yang berhubungan dengan transfer
senyawa obat dari satu lokasi ke lokasi lain di dalam tubuh.
Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh adalah ;
Perfusi darah melalui jaringan
Ikatan obat pada protein plasma
Obat
Interaksi dengan obat lain
Protein
Permeabilitas kapiler
https://dokumen.tips/reader/f/-kimia-medisinal-55993600aa82f