Analisis Statistik
Analisis statistic menggunakan perangkat lunak SPSS . Perbandingan
dibuat antara parameter yang menggambarkan profil ketebalan epitel
antara pasien dengan DED dan kontrol normal. Dalam korelasi
subkelompok pemeriksaan lengkap parameter UHR-OCT dengan
keparahan DED yang dievaluasi secara klinis dan dengan kuesioner
dinilai dengan menggunakan korelasi Pearson. Analisis regresi bertahap
linier digunakan untuk mengidentifikasi prediktor signifikan dari
respons kuesioner di antara parameter klinis (uji Shirmer, pewarnaan
Fluorescein, TBUT), usia, dan EIF pada subkelompok pasien ini. Untuk
mendeteksi apakah terjadi perbedaan antara gambrana epitel kornea
pada penderita DED ringan dan berat, kami membagi subjek
subkelompok pemeriksaan lengkap sesuai dengan skor kuesioner mereka
menjadi dua subkelompok. Subkelompok pertama termasuk mereka
dengan DED berat yang memiliki skor kuesioner lebih dari atau sama
dengan 12, sedangkan subkelompok kedua dengan DED ringan
termasuk mereka dengan skor kurang dari 12. Perbandingan EIF dibuat
antara dua subkelompok. Kurva karakteristik operasi penerima (ROC)
dibangun untuk penilaian EIF sebagai parameter untuk diagnosis DED
dan DED parah. Perbandingan nilai EIF sebelum dan sesudah
pengobatan DED dinilai. Nilai-P kurang dari 0,05 dianggap signifikan
secara statistik. Nilai disajikan sebagai mean ± standar deviasi
Hasil Pada penelitian ini melibatkan 85 mata dari 52 pasien DED dan 30 mata
dari 19 kontrol. Pasien DED memiliki permukaan epitel kornea yang
sangat tidak teratur dibandingkan dengan kontrol. Varians profil
ketebalan epitel (EIF) dan jangkauan secara signifikan lebih tinggi di
DED dibandingkan dengan kontrol (5,79 vs 0,77, p <0,001 dan 7,6 vs
4,6 m, p <0,001). Kedua parameter berkorelasi sangat signifikan dengan
skor kuesioner (EIF: r = 0,778; p < 0,001, rentang: r = 0,737; p < 0,001).
Tindak lanjut menunjukkan penurunan yang signifikan secara statistik
dalam varians profil ketebalan epitel dan kisaran pasien yang dirawat (p
<0,001)
Pembahasan Pada DED fungsi dari pelindung air mata telah ditembus, dan kerusakan
permukaan mata terjadi kemudian. Ini menghasilkan tanda dan gejala
DED yang pada akhirnya dapat menyebabkan hilangnya integritas mata.
Baru baru ini penggunaan pencitraan ini diperkenalkan seperti
mikroskop confocal dan UHR-OCT. Namun demikian, diagnosis DED
menggunakan mikroskop confocal adalah prosedur yang memakan
waktu yang hanya dapat menangkap gambar di area kecil dari total
kornea, dan sebagian besar membutuhkan kontak dengan permukaan
mata yang membuatnya sulit untuk dimasukkan dalam praktik sehari-
hari. Pencitraan in vivo pada permukaan mata menggunakan UHR-OCT
adalah tes noninvasif dan sensitif. Dalam diagnosis DED, Shen dkk.
telah menunjukkan bahwa dengan menggunakan OCT, robekan
meniskus dapat diukur dan dibandingkan dengan normal.. Dengan
menggunakan UHR-OCT baru kami, kami telah memeriksa permukaan
okular hingga resolusi 3 m yang memungkinkan kami untuk
mengungkapkan dampak dari DED. Pada penelitian ini telah ditemukan
bahwa pasien dengan DED memiliki permukaan mata yang tidak teratur
sementara subjek normal memiliki permukaan yang lebih halus.
Meskipun kami tidak dapat secara langsung menguji apa yang diwakili
oleh EIF, kami percaya bahwa ketidakteraturan kemungkinan besar
merupakan manifestasi dari permukaan mata yang kering. Kami telah
merumuskan faktor untuk menggambarkan ketidakteraturan permukaan
mata yang diamati dan menamakannya EIF (Epithelial Irregulary
Factor). Hasil kami telah mengungkapkan perbedaan yang sangat
signifikan secara statistik antara EIF subjek normal dan pasien DED.
Parameter baru yang kami sajikan menggambarkan ketidakteraturan
mikroskopis permukaan mata dan telah menunjukkan korelasi tinggi
dengan gejala pasien DED lebih baik daripada semua pengukuran lain
yang diuji. Dalam model statistika untuk mendeteksi nilai mana yang
paling baik menjelaskan varians gejala pasien DED, hanya EIF dan
TBUT yang terlibat dan menjelaskan 68% gejala pasien.. Penelitian lain
telah mempelajari parameter ketebalan epitel dan korelasinya dengan
DED. Kanellopoulos dan Asimelis menunjukkan bahwa ketebalan epitel
lebih tebal pada pasien DED daripada kontrol, dan bahwa ada perbedaan
parameter lain seperti ketebalan minimum, ketebalan maksimum, dan
variabilitas ketebalan yang diukur dengan OCT mereka. Sebuah
penipisan superior dari epitel juga ditemukan dalam sebuah penelitian
oleh Cui dkk. Dalam penelitian ini telah ditemukan perbedaan dalam
ketebalan epitel, selain itu ditemukan perbedaan dalam kisaran dan
varians ketebalan di seluruh gambar antara DED dan pasien kontrol.
Singkatnya, pengukuran EIF yang diperoleh dengan menggunakan UHR
OCT mewakili kelainan struktural yang ditimbulkan oleh DED pada
permukaan mata dan dapat menjadi sarana objektif untuk mendiagnosis
dan menindaklanjuti DED secara kualitatif dan kuantitatif. EIF
merupakan indikator akurat dari gejala klinis pasien DED. EIF mampu
memantau respons pasien secara kuantitatif terhadap pengobatan dan
menjadikannya alat yang ampuh untuk membantu kemajuan standar
perawatan pasien DED.
Kesimpulan Pasien DED memiliki permukaan epitel tidak beraturan yang dapat
diukur menggunakan peta CEP yang dihasilkan UHR-OCT. Rentang
profil ketebalan epitel dan EIF berkorelasi akurat dengan gejala pasien
dan dapat digunakan untuk follow-up pasien dan respon terhadap
pengobatan.