Anda di halaman 1dari 6

PAPER EKOLOGI

“Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Nilai Mata Kuliah Ekologi”

Dosen Pengampu :

Syariffudin, M.Sc.,Ph.D

Disusun oleh :

Nama : Natasya Ningtyas Nurhadi

Nim : 4192141001

Kelas : PSPB 19 A

PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
Introduksi Ikan Grass carp Ke Danau Laut Tawar
Introduksi ikan asing ke suatu perairan akan menyebabkan turun dan bahkan
punahnya populasi ikan asli setempat khususnya ikan-ikan yang bersifat endemik , hal ini
disebabkan karena ada terjadinya pemangsaan (predation) terhadap ikan lokal, kompetensi
dalam mendapatkan makanan dan habitat (food competition and habitat alteration),
gangguang dalam mendapatkan pasangan (disturbance of mate recognition) dan lain
sebagainya.

Salah satu penyebab utama menurunnya populasi ikan asli Danau Laut Tawar adalah
kehadiran species ikan asing (presence of introduce species). Spesies ikan asing grass crap
(Ctenopharyngodon idella) telah memasuki perairan Indonesia. Secara umum, introduksi ikan
asing grass carp ke Danau Laut Tawar akan membawa dampak negatif bagi ikan asli
setempat baik secara langsung maupun tidak langsung yang pada akhirnya akan
menyebabkan populasi ikan asli setempat turun dan bahkan punah.

Industri Ikan Mujair,Nila, Pora-pora dll Ke Danau Toba


Kawasan Danau Toba merupakan habitat (tempat) hidup berbagai jenis flora dan
fauna (biota) baik yang masih liar maupun yang telah dibudidayakan manusia. Secara umum
habitat kawasan danau Toba (KDT) dapat dikelompokkan menjadi dua tipe habitat, yaitu (1)
habitat perairan Danau Toba, dan (2) habitat kawasan Danau Toba (Pulau Samosir dan
dibagian luar keliling danau). Dalam habitat ini terdapat berbagai jenis flora dan fauna
endemik dan atau dilindungi yang harus terjaga kelestariannya. Di Danau Toba terdapat
berbagai jenis ikan endemik (asli) maupun jenis ikan yang diintroduksikan ke dalam perairan.

Jenis ikan asli yang saat ini keberadaannya hampir punah adalah ikan Batak
(Neolissochilus sumatranus) dan ikan Jurung (Labeobarbus soro), sedangkan yang
mengalami penurunan populasi adalah ikan Pora-pora (Puntius binotatus). Jenis-jenis ikan
yang diintroduksikan ke dalam perairan Danau Toba yaitu ikan Mas, Mujair, Nila, Tawes,
Lele, Bilih dan Gabus. Kesuburan perairan Danau Toba untuk kehidupan ikan sangat
ditentukan oleh kondisi kualitas air, seperti ketersediaan unsur hara, suhu udara, dan
kemelimpahan plankton. Penangkapan ikan mulai berkembang dan telah tercatat sejak tahun
1950-an, dan meningkat pesat seiring dengan berkembangnya ikan Bilih di Danau Toba. Alat
penangkap ikan yang digunakan pada umumnya bersifat pasif dengan daerah penangkapan
pada muara-muara sungai yang masuk ke dalam Danau Toba.
Penebangan Mangrove Untuk Pembuatan Tambak Udang

Laju kerusakan hutan mangrove di Indonesia sangat tinggi sehingga menghambat


mitigasi perubahan iklim. Indonesia kehilangan 52 ribu hektare mangrove per tahun. Angka
itu setara dengan luas tiga lapangan sepak bola per minggu. “Penyebab paling signifikan
adalah konversi lahan pertanian, tambak, dan infrastruktur,” kata Firman dalam sesi pararel
pembahasan mangrove dan karbon biru di Konferensi Tingkat Tinggi Hutan Hujan Asia
Pasifik di Yogyakarta.

Peneliti Pengembangan dan Inovasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian


Lingkungan Hidup, laju deforestasi mangrove Indonesia paling cepat di dunia. Penyebab
terbesarnya adalah masih adanya pembuatan tambak udang. Budi pernah meneliti
penggunaan tambak udang di Delta Mahakam, Kalimantan Timur, pada 2013-2015. Ia
mengambil sampel 10 tambak udang untuk menghitung kerusakan mangrove akibat
konversi menjadi tambak udang. Tanah bekas tanaman mangrove yang ditebang mengalami
dekomposisi yang cepat sehingga tidak subur lagi bila ditanami tanaman itu Ia pun
menghitung secara kasar waktu yang diperlukan untuk memulihkan
keseluruhan mangrove yang rusak. “Setidaknya perlu waktu 226 tahun untuk memulihkan
kembali seperti semula.”

Introduksi Ikan Sapu Kaca ke Hampir Semua Sungai di Indonesia

Ikan sapu kaca berasal dari benua Amerika. Awalnya ikan ini merupakan ikan piaraan
akuarium. Namun karena pertumbuhan yang cepat tidak sedikit kolektor yang membuangnya
ke sungai ketika tubuhnya menjadi besar. Ikan ini berhabitat di lantai perairan yang hangat.
Sebagai jenis ikan hasil introduksi, ikan ini sering ditemukan di sungai, danau, atau rawa.
Ikan ini paling bisa beradaptasi dengan perairan dengan kandungan oksigen terlarut yang
rendah.

Pertumbuhan satwa ini relatif cepat tanpa membutuhkan peliharaan yang intensif
seperti jenis ikan lainnya. Ikan ini juga dapat dijumpai di perairan yang terkontaminasi logam
berat seperti kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan timbal (Pb). Banyaknya jumlah populasi ikan
sapu kaca di sunga, menjadi amcaman tersendiri bagi populasi spesies ikan ikan lokal yang
ada. Hal ini karena populasi dan kemampuan adaptasi ikan ini yang tinggi, sehingga
memungkinkan menjadi hama bagi suatu perairan umum, seperti di perariran sungai
ciliwung.
Introduksi Eceng Gondok ke Berbagai Perairan di Indonesia

Eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan tanaman air yang dapat tumbuh
dengan cepat di daerah tropis. Tanaman ini mampu beradaptasi dengan baik, sehingga
penyebarannyapun sangat cepat. Eceng gondok didatangkan ke Indonesia pada tahun 1894
dari Brazil untuk koleksi Kebun Raya Bogor. Ternyata dengan cepat menyebar ke beberapa
perairan di Pulau Jawa. Tanaman keluarga Pontederiaceae ini juga mampu mendatangkan
manfaat lain, yaitu sebagai biofilter cemaran logam berat, sebagai bahan kerajinan dan
campuran pakan ternak. Akan tetapi kebanyakkan orang mengenal eceng gondok sebagai
tumbuhan pengganggu (gulma) di perairan karena pertumbuhannya sangat cepat.

Eceng gondok sangat merugikan manusia yang memanfaatkan daerah perairan. Eceng
gondok dapat mengakibatkan meningkatnya evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air
melalui daun-daun tanaman) karena daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya
yang cepat. Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga
menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (DO: Dissolved Oxygens).
Bahkan tumbuhan eceng gondok yang sudah mati pun sangat mengganggu karena akan turun
ke dasar perairan sehingga mempercepat terjadinya proses pendangkalan. Eceng gondok juga
dapat mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang
kehidupannya masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman Kalimantan dan beberapa
daerah lainnya. Pertumbuhannya yang sangat cepat dan menutupi permukaan air
menghalangi perahu yang melintas bahkan dapat merusak motor yang terdapat pada perahu.

Pembukaan Hutan Untuk Perkebunan Kelapa Sawit

Perkembangan industri kelapa sawit yang pesat di Indonesia tentu memiliki dampak
positif dan negatif. Dampak positif yang ditimbulkan antara lain, dapat meningkatkan
perekonomian negara sebab nilai ekonomi tanaman ini yang cukup tinggi dan berdaya saing.
Adanya industri kelapa sawit ini juga akan menopang kehidupan masyarakat, seperti
menyediakan lapangan pekerjaan sehingga dapat membantu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Namun, ditengah perannya yang besar terhadap perekonomian dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat Indonesia, industri kelapa sawit harus menghadapi berbagai
tantangan yang semakin besar, khususnya mengenai isu lingkungan.

Perluasan lahan perkebunan kelapa sawit pada akhirnya akan mengkonversi kawasan
hutan, khususnya pada lahan gambut. Sehingga akan menyebabkan degradasi lahan
(kerusakan lahan) dimana lahan mengalami penurunan produktivitas. Pembakaran lahan pada
saat deforestasi juga akan menyebabkan peningkatan emisi karbon yang berakibat
meningkatnya intensitas efek gas rumah kaca pada atmosfer. Hal ini membuat panas matahari
terperangkap di bumi sehingga kondisi mengalami pemanasan secara global. Jika hal ini
terjadi secara terus menerus, akan menyebabkan climate change.

Lolosnya Berbagai Jenis Tumbuhan dan Hewan di Bandara dan Pelabuhan

Pada dasarnya pembangunan sektor pertanian dan perikanan dikembangkan dengan


tujuan antara lain meningkatkan produksi, memperluas penganekaragaman hasil untuk
memenuhi kebutuhan pangan dan industri domestik, meningkatkan ekspor, meningkatkan
pendapatan dan taraf hidup petani dan nelayan, mendorong perluasan dan pemerataan
kesempatan berusaha dan lapangan kerja serta mendukung pembangunan daerah. Selain itu
pembangunan tersebut dilakukan dengan selalu berorientasi pada pelestarian sumber daya
alam hayati yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dalam pelaksanaan pencapaian
tujuan tersebut terdapat berbagai hambatan dan ancaman yang harus dihadapi. Salah satu
ancaman yang berpotensi besar adalah adanya penyakit pada hewan dan ikan serta organisme
pengganggu tumbuhan, baik yang belum maupun yang telah terdapat di dalam wilayah
Indonesia.

Melalui UU Nomor 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan,
pemerintah telah melakukan usaha untuk mencegah ancaman yang dapat merusak kelestarian
sumber daya alam hayati dari masuk, keluar, dan tersebarnya penyakit hewan, penyakit ikan,
dan organisme pengganggu tumbuhan yang selain membahayakan kelestarian sumber daya
alam berupa hewan, ikan, dan tumbuhan, juga dapat membahayakan bagi kehidupan manusia
maupun lingkungan hidup. Hal ini terkait dengan laju arus perdagangan antarnegara yang
dapat berdampak positif dan juga negatif. Selain mendapatkan keuntungan berupa devisa,
perdagangan juga mampu memperluas jangkauan pemasaran dan meningkatkan transfer
teknologi serta ilmu pengetahuan. Namun aktivitas perdagangan hasil-hasil pertanian dan
perikanan juga memiliki risiko tersebarnya hama penyakit tanaman, hewan, dan juga ikan.
Risiko ini tidak hanya mengancam penurunan produktivitas, namun juga mengancam
kehidupan manusia, baik secara langsung (penyakit) maupun tidak langsung (vektor).
Pencemaran Berbagai Badan Air Oleh Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit

Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi produsen minyak sawit (Crude Palm Oil =
CPO) terbesar di dunia. Bersama dengan Malaysia, Indonesia menguasai hampir 90%
produksi minyak kelapa sawit dunia dan bahkan mampu memproduksi 16.050.000 ton
mengungguli Malaysia yang hanya produksi CPO sebesar 15.881.000 ton Apabila tidak
dikelola secara baik dan arif, perkembangan kelapa sawit yang begitu pesat dapat saja
berpotensi menimbulkan berbagai masalah, terutama masalah limbah cair pabrik kelapa sawit
yang dibuang ke lingkungan aquatik.

Hampir semua pabrik kelapa sawit yang berada di Indonesia masih menggunakan
metode penggilingan basah, sehingga membutuhkan banyak air pada proses penggilingannya.
Hal ini berdampak pada meningkatnya limbah cair kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent)
sebagai buangan atau efek samping dari kegiatan produksi pengolahan kelapa sawit.
Diperkirakan untuk setiap ton minyak mentah hasil kelapa sawit akan menghasilkan limbah
cair sebanyak 2,5 Limbah cair kelapa sawit memiliki potensi sebagai bahan pencemar
lingkungan karena memiliki kandungan Chemical Oxygen Demand (COD), Biochemical
Oxygen Demand (BOD) dan padatan tersuspensi yang tinggi sehingga dapat menurunkan
kesuburan suatu perairan

Anda mungkin juga menyukai