Anda di halaman 1dari 52

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

SISTEM INTEGUMEN

OLEH: KELOMPOK 10

1.NI PUTU YULI ASTARI (17089014103)


2.PUTU NANDYA SATYA M (17089014057)
3.TRI BUANA (17089014088)
4. I GEDE UMIPA (17089014091)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat-Nya lah
sehingga penulis dapat meyelesaikan makalah ini dalam waktu yang telah
ditentukan. Dengan adanya penulisan makalah ini semoga dapat membantu dalam
pembelajaran kita dan bisa menyelesaikan masalah-masalah,. Disamping itu kami
menyadari bahwa mungkin terdapat banyak kesalahan baik dari penulisan
ataupun dalam penyusunannya yang tidak kami ketahui.
Penulispun menyadari bahwa susunan pembuatan makalah ini belum
mencapai hasil yang sempurna. oleh karena itu, kritikan dan saran sangat
diharapkan yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini. Akhir
kata penulis mengucapkan Terimakasih dan semoga makalah ini dapat membantu
pembaca dalam mengupas imajinasi mengenai hal-hal yang masih
belum diungkapkan dalam membahas tentang “Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat Sistem Integumen”.

2
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………….… 1

KATA PENGANTAR………………………………………………. 2

DAFTAR ISI…………………………………………………………. 3

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………….... 4

Latar Belakang………………………………………………........ 4
1.1 Rumusan Masalah……………………………………………. …. 5
1.2 Tujuan………………………………………………………........... 5

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………….. 6

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Sistem Integumen…………………….. 6

2.2 Askep Gadar Luka Bakar Dan Inhalasi…………………….….. 11

2.3 Askep Gadar Trouma Bahan Kimia.............……….………...... 25

2.4 Perhitungan Luas Luka Bakar Dan Resusitasi.............….……... 32

BAB III PEMBAHASAN KASUS…………………………………… 38

3.1 Asuhan Keperawatan Luka Bakar………………………………..... 38

BAB IV PENUTUP…........................………………………………... 50

4.1 Kesimpulan……………………………………………….………... 50

4.2 Saran...........……………………………………………….……….... 51

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………..… 52

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas
melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung.
Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan
yang mengancam kehidupan. Seorang dengan luka bakar 50% dari luas
permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat
terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%.
Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup
50%. dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkan pasien
dengan luka bakar 95% yang diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan,
antisipasi dan penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan
fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif
semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah klien
dengan luka bakar serius.
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus
yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi
luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang
meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif
daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan
oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan
komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan
radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang
berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka
bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar
daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau

4
tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan
tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Pengetahuan
umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar sangat
diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna
untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang
menyertai.
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung
dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan
sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan
pengaruh lain yang menyertai. Klien luka bakar sering mengalami kejadian
bersamaan yang merugikan, seperti luka atau kematian anggota keluarga yang
lain, kehilangan rumah dan lainnya. Klien luka bakar harus dirujuk untuk
mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih baik untuk menangani segera dan
masalah jangka panjang yang menyertai pada luka bakar tertentu.
1.1 Rumusan Masalah
1. Bagaimana askep gadar luka bakar dan trauma intalasi ?
2. Baimana askep gadar trauma bahan kimia ?
3. Bagaimana perhitungan luas luka dan dan cairan resusitasi ?
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum

Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah mendapat pengetahuan
tentang pengelolaan nyeri selama internatal secara Non-farmakologi
1.2.2 Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah:


1. Untuk mengetahui askep gadar luka bakar dan trauma intalasi
2. Untuk mengetahui askep gadar trauma bahan kimia
3. Untuk mengetahui perhitungan luas luka dan cairan resusitasi
1.3 Manfaat

Manfaat dalam penulisan makalah dan meteri ini adalah untuk menambah
pengetahuan bagi pembaca agar dapat menerapkaan dan berbagi ilmu
pengetahuan ini berguna untuk memajukan pengetahuan tentang kesehatann.

5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM INTEGUMEN

A. Anatomi Integumen
Sistem integumen adalah sistem organ yang paling luas. Sistem ini terdiri
atas kulit dan aksesorinya, termasuk rambut, kuku, kelenjar (keringat dan
sebaseous), dan reseptor saraf khusus (untuk stimuli perubahan internal atau
lingkungan eksternal).
Fungsi dari sistem integumen sendiri adalah melindungi struktur internal,
mencegah masuknya kuman penyebab penyakit, mengatur suhu tubuh, melakukan
proses ekskresi melalui keringat, melindungi bahaya sinar matahari, dan juga
memproduksi vitamin D.(Pudjiadi, 2017)

Berikut ini adalah bagian-bagian dari anatomi fisiologi sistem integumen.


1. Epidermis
Epidermis sering kita sebut sebagai kulit luar. Kulit luar ini jika
dikumpulkan akan menjadi organ terbesar dari tubuh. Luas permukaannya sendiri
adalah sekitar 18 meter persegi. Epidermis memiliki beberapa lapisan yang
mengandung empat jenis sel, yaitu :
a. Stratum korneum.
Lapisan ini terdiri dari banyak lapisan tanduk (keratinasi), gepeng, kering,
tidak berinti, inti selnya sudah mati, dan megandung zat keratin.
b. Stratum lusidum.

6
Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum adalah sel-sel sudah
banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan
tembus sinar.
Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan
terlihat seperti suatu pipa yang bening, batas-batas sel sudah tidak begitu terlihat
disebut stratum lusidum.
c. Stratum granulosum.
Lapisan ini terdiri dari 2-3 lapis sel pipih seperti kumparan dengan inti
ditengah dan sitoplasma berisi butiran (granula) keratohiali atau gabungan keratin
dengan hialin. Lapisan ini menghalangi benda asing, kuman dan bahan kimia
masuk ke dalam tubuh.

d. Stratum spinosum/stratum akantosum.


Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2
mm terdiri dari 5-8 lapisan. sel-selnya disebut spinosum karena jika dilihat di
bawah mikroskop, sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya polygonal/banyak
sudut dari mempunyai tanduk (spina). Lapisan ini berfungsi untuk menahan
gesekan dan tekanan dari luar. Bentuknya tebal dan terdapat di daerah tubuh yang
banyak bersentuhan atau menahan beban dan tekanan seperti tumit dan pangkal
telapak kaki.
Disebut akantosum sebab sel-selnya berduri. Ternyata spina atau tanduk tersebut
ada hubungan antara sel yang lain yang disebut intercelulair bridges atau jembatan
interselular.
e. Stratum Basal/Germinativum.
Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak dibagian basal/basis,
stratum germinativum menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-
sel induk.
Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang lonjong. Di dalamnya terdapat
butir-butir yang halus disebut butir melanin warna.
Sel tersebut disusun seperti pagar pagar (palisade) dibagian bawah sel tersebut
terdapat suatu membran disebut membran basalis, sel-sel basalis dengan membran
basalis merupakan batas terbawah dari pada epidermis dengan dermis.

2. Dermis
Dermis adalah lapisan kulit yang berada di bawah epidermis. Penyusun
utama dari dermis adalah kolagen (protein penguat), serat retikuler (serat protein
yang berfungsi sebagai penyokong), dan serat elastis (protein yang berperan
dalam elastisitas kulit).
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit, batas dengan epidermis dilapisi oleh
membrane basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tapi batas ini
tidak jelas hanya diambil sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak.
Dermis terdiri dari 2 lapisan :
1. Bagian atas, Pars Papilaris (stratum papilar).
2. Bagian bawah, Retikularis (stratum retikularis).
Batas antara pars papilaris dengan pars retikularis adalah bagian bawahnya sampai
ke subkutis. Baik pars papilaris maupun pars retikularis terdiri dari serabut-
serabut yaitu serabut kolagen, serabut elastis, dan serabut retikulus.

7
Serabut ini saling beranyaman dan masing-masing mempunyai tugas yang
berbeda. Serabut kolagen, untuk memberikan kekuatan kepada kulit, serabut
elastic untuk memberikan kelenturan pada kulit, dan retikulus terdapat terutama
disekitar kelenjar dan folikel rambut dan memberikan kekuatan pada alat tersebut.
a) Unsur sel dermis
Unsure utama sel dermis adalah fibroblast, makrofag, dan terdapat sel lemak yang
berkelompok. Disamping itu ada juga sel jaringan ikat bercabang dan berpigmen
pada lingkungan epidermis yang banyak mengandung pigmen misalnya areola
mammae dan sekitar anus.
b) Serat otot
Serat otot polos dijumpai di dalam dermis tersusun membentuk berkas
dihubungkan dengan folikel rambut (muskulus erector fili) bertebaran diseluruh
dermis dalam jumlah yang cukup banyak pada kulit, puting susu, penis, skrotum
dan sebagian perenium.

3. Hipodermis
Lapisan ini terutama berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan
antara lapisan kulit dengan struktur internal seperti otot dan tulang. Terdapat
pembuluh darah, saraf dan limfe dengan jaringan penyambung yang terisi sel
lemak. Jaringan lemak bekerja sebagai penyekat panas dan menyediakan
penyangga bagi lapisan kulit diatasnya.
Pembuluh darah kulit terdiri dari Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel
lemak dan diantara gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis.
Sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak ke pinggir, sehingga
membentuk seperti cincin.
Lapisan lemak ini di sebut perikulus adiposus, yang tebalnya tidak sama pada
tiap-tiap tempat dan juga pembagian antara laki-laki dan perempuan tidak sama
(berlainan).
Guna perikulus adiposus adalah sebagai Shok breker (pegas) bila tekanan trauma
mekanis yang menimpa pada kulit, Isolator panas atau untuk mempertahankan
suhu, penimbun kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh. Di bawah subkutis
terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot.

Kelenjar-kelenjar kulit
1. Kelenjar sebasea
Kelenjar ini berhubungan dengan folikel rambut yang bermuara dalam sebuah
folikel rambut. Kelenjar yang tidak berhubungan dengan folikel rambut bermuara
langsung ke permukaan kulit seperti yang terdapat pada glans penis, labium
minus, dan kelenjar tarsalia pada kelopak mata.
Kelenjar ini terletak dalam dermis dan tidak terdapat pada kulit telapak kaki dan
tangan. Perkembangan dan pertumbuhan kelenjar sebasea terutama terjadi selama
pubertas di bawah control hormone, sekresi sebum terjadi terus menerus dan
bermanfaat untuk pemeliharaan kesehatan kulit.

2. Kelenjar keringat
Kelenjar keringat adalah kelenjar tubular bergelung yang tidak bercabang,
terdapat pada seluruh kulit kecuali pada dasar kuku, batas bibir, glans penis dan
gendang telinga. Kelenjar ini paling banyak terdapat pada telapak tangan dan kaki.
8
Bagian sekretorisnya terletak di dalam dermis atau hypodermis dan bergabung
membentuk massa tersendiri.
Duktusnya keluar menuju epidermis dan berjalan berkelok-kelok menyatu dengan
epidermis dan berjalan spiral untuk mencapai permukaan kulit. Tempat
bermuaranya disebut pori keringat. Terdapat 2 macam kelenjar keringat yaitu
kelenjar keringat ekrin dan apokrin.

a. Kelenjar keringat ekrin.


Tersebar diseluruh kulit tubuh, kecuali kulup penis bagian dalam dan telinga luar,
telapak tangan, telapak kaki dan dahi. Badan kelenjar terdapat diantara perbatasan
kulit ari (epidermis) dan kulit dermis. Salurannya berkelok-kelok keluar dan
berada pada lapisan jangat yang berjalan lurus ke pori-pori keringat.

b. Kelenjar keringat apokrin.


Kelenjar keringat yang besar dan hanya dapat ditemukan pada ketiak, kulit puting
susu, kulit sekitar alat kelamin dan dubur. Kelenjar ini terletak lebih dalam dan
saluran keduanya berbelok-belok kemudian lurus menuju epidermis dan bermuara
pada folikel rambut.

3. Kelenjar payudara (glandula mamae)


Glandula mamae termasuk kelenjar kulit karena berasal dari lapisan ektodermal
yang secara fungsional termasuk sistem reproduksi. Kelenjar ini terletak di atas
fasia pektoralis superfisilis yang dihubungkan dengan perantaraan jaringan ikat
longgar dan jaringan lemak. Kelenjar ini melekat erat dengan kulit diatasnya.
Disekitar putting susu (papila mamae) terdapat reticulum kutis yang tumbuh
dengan baik dan dinamakan ligamentum suspensorium. Ke dalam putting susu
bermuara 15-20 duktuli laktiferus.
Disekitar papilla mamae terdapat areala mamae yang mengandung kelenjar
sebasea montgomeri (glandula areola mammae) yang berfungsi untuk melindungi
dan melicinkan putting susu pada waktu bayi mengisap. Pada wanita yang tidak
hamil dan tidak menyusui, alveoli tampak kecil dan padat berisi sel-sel granular.
Pada waktu hamil, alveoli akan membesar dan sel-sel membesar.

B. Fisiologi Integumen
1. Termoregulasi
Adalah Kemampuan yang dimiliki oleh hewan untuk mempertahankan
panas tubuhnya. Hewan dibagi menjadi dua :

a. Hewan Poikiloterm
Yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu berubah seiring dengan berubahnya suhu
lingkungan.

b. Hewan Homeoterm
Yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu konstan/tidak berubah sekalipun suhu
lingkungannya sangat berubah.

2. Termodinamika
9
Termodinamika berhubungan dekat dengan mekanika statistik di mana
banyak hubungan termodinamika berasal.
Pada sistem di mana terjadi proses perubahan wujud atau pertukaran energi,
termodinamika klasik tidak berhubungan dengan kinetika reaksi (kecepatan suatu
proses reaksi berlangsung). Karena alasan ini, penggunaan istilah
"termodinamika" biasanya merujuk pada termodinamika setimbang. Dengan
hubungan ini, konsep utama dalam termodinamika adalah proses kuasistatik, yang
diidealkan, proses "super pelan". Proses termodinamika bergantung-waktu
dipelajari dalam termodinamika tak-setimbang.
Karena termodinamika tidak berhubungan dengan konsep waktu, telah diusulkan
bahwa termodinamika setimbang seharusnya dinamakan termostatik.
Hukum termodinamika kebenarannya sangat umum, dan hukum-hukum ini tidak
bergantung kepada rincian dari interaksi atau sistem yang diteliti. Ini berarti
mereka dapat diterapkan ke sistem di mana seseorang tidak tahu apa pun kecual
perimbangan transfer energi dan wujud di antara mereka dan lingkungan.

Fungsi kulit sebagai pengatur panas.


Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Hal ini
karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat pengatur
panas, medulla oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu suhu visceral 36-37,5
derajat untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian persarafan dan vasomotorik
dari arterial kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler melebar, kulit menjadi
panas dan kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi
penguapan cairan pada permukaan tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah
mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat dibatasi, dan panas
suhu tubuh tidak dikeluarkan).
Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat, kontraksi otot, dan
pembuluuh daarh kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan
kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vaskular dipengaruhi oleh saraf
simpatis (asetilkolin).

- Fungsi ekskresi.
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau zat sisa
metabolism dalam tubuh berupa NaCl, urea, asamurat, dan amonia. Sebum yang
diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum (bahan
berminyak yang melindungikulit) ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit
tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan
keasaman pada kulit.

- Fungsi persepsi.
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Respons
terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan subkutis, terhadap dingin
diperankan oleh dermis, perabaan diperankan oleh papilla dermis dan markel
renvier, sedangkan tekanan diperankan oleh epidermis. Serabut saraf sensorik
lebih banyak jumlahnya didaerah yang erotik.

- Reaksi putih.

10
Bila ujung suatu objek ditekan perlahan-lahan pada kulit, garis tekanan menjadi
pucat (reaksi putih). Rangsangan mekanik menimbulkan konstriksi sfingter
kapiler dan darah mengalir keluar dari kapiler, respons ini tampak kira-kira 15
detik.

- Tripel Respons.
Bila kulit ditekan lebih keras lagi dengan alat yang runcing, sebagian reaksi putih
terdapat kemerahan. Pada tempat tersebut diikuti pembengkakan, bintik
kemerahan sekitar luka yang disebabkan dilatasi kapiler merupakan suatu respons
langsung dari kapiler terhadap tekanan. Pembengkakan local disebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler dan venolus. Kemerahan karena dilatasi
arteriola dan denarvasi karena hambatan saraf menimbulkan rasa nyeri.

- Hiperemia Aktif.
Hiperemia aktif yaitu kelainan jumlah darah dalam suatudaerah yang dihidupkan
kembali setelah periode penyumbatan atau tekanan. Respons pembuluh darah
yang terjadi pada organ dalam kulit darah mengalir dalam pembuluh darah yang
melebar membuat kulit menjadi sangat merah karena efek lokal hipoksia dan
dipengaruhi oleh zat kimia.

2.2 ASKEP GADAR LUKA BAKAR DAN INHALASI


2.2.1 Definisi Luka Bakar
Luka Bakar ditimbulkan panas kering atau panas basah, terkena bahan
kimia, arus listrik, dan radiasi.(Long Barbara.C;1996;640)
Luka Bakar adalah kerusakan/ kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak langsung dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik
dan radiasi. (Moenajat;2000)

2.2.2 ETIOLOGI
Penyebab luka bakar bervariasi antara lain :
A. Terpapar benda/ sumber panas akibat kontak langsunf denagn api, cairan
panas, semiliquit,steam ,semisoloi.
B. Terpapar zat kimia, seperti : asam kuat, basa kuat, dan zat kimia lainnya
C.Sengatan listrik
D. Radiasi

2.2.3. KLASIFIKASI
Luka bakar digambarkan dengan kedalaman, keparahan, dan gen
penyebab. Keparahan cedera luka bakar diklasifikasikan berdasarkan pada resiko

11
mortilitas dan resiko kecacatan fungsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
keparahan cedera termasuk sebgai berikut :
2.2.3.1.Kedalaman luka bakar
Umumnya luka bakar mempunyai kedalaman yang tidak sama. Setiap area
mempunyai tiga zona cedera yaitu:
a. zona koagulasi terjadi kematian seluler
b. zona statis disebut are pertengahan, tempat terjadinya gannguan suplay darah,
inflamasi, dan cedera jaringan
c. zona hiperemia merupakan area terluar, berhubungan dengan luka bakar derajat
I yang seharusnya sembuh dalam seminggu.

Klasifikasi kedalaman luka bakar antara lain :


Tabel Derajat Luka Bakar

Jaringan
Kedalaman Penyebab Karakteristik Nyeri Penyembuhan
terkena
1. 1. ketebalan Kerusakan Sinar Kering, tidak ada Nyeri Sekitar 5 hari
superfisial epitel matahari lepuh, merah-
(derajat I) minimal pink, memutih
dengan tekanan

2.Ketebalan Epidermis, Kilat,cairan Basah, pink atau Nyeri Sekitar 21 hari


partial dermis hangat merah, lepuh, hipeestetik jaringan parut
superfisial minimal sebagian memutih minimal
(derajat IIA)

3.Ketebalan Keseluruhan Benda panas, Kering, pucat, Sensitif Berkepanjangan,


partial dermal epidermis, nyala api, berlilin, tidak pada membentuk
dalam (derajat sebgaian cedera memutih tekanan jaringan
IIB) dermis radiasi hipertrofik,
pembentukan
kontraktur
12
4.Ketebalan Semua yang Nyala api yg Kulit terkelupas, Sedikit Tidak dapat
penuh (derajat diatas, dan berkepanjan avaskular, pucat, nyeri beregenerasi
III) bagian gan, listrik, kuning sampai sendiri,membutu
lemak kimia, dan coklat hkan tandur
subkutan, uap panas kulit
dapat
mengenai
jaringan ikat
otot, tulang

2.2.3.2 Keparahan luka bakar


Cedera luka bakar dapat berkisar dari lepuh kecil sampai luka bakar masif
derajat III. Luka bakar dikategorikan kedalam luka bakar :
a. Cedera luka bakar minor/ ringan
Cedera ketebalan partial <15% dari luas permukaan tubuh total orang
dewasa, <10% luas permukaan tubuh total anak-anak, atau cedera ketebalan
penuh <2% luas permukaan tubuh total.Biasanya mendapat perawatan awal
di UGD,kemudian dipulangkan dengan instruksi dibagian rawat jalan.
b.Cedera luka bakar sedang/ moderat/ pertengahan
Cedera ketebalan partial dengan 15% sampai 25% dari luas permukaan
tubuh total (LPTT) pada orang dewasa, 10% sampai 20% LPTT pada anak-
anak, atau cedera dengan ketebalan penuh kurang dari 10%LPTT yang tidak
berhubungan dengan komplikasi. Umumnya ditangani dibagian rawat inap.
c.Cedera luka bakar berat/mayor
Biasanya dibawa ke fasilitas perawatan luka bakar khusus, setelah
mendapatkan perawatan kedaruratan ditempat kejadian.Cedera luka bakar
mayor adalah :
1.cedera ketebalan partial >25%LPTT orang dewasa atau
20%LPTT anak-anak
2.cedera ketebalan penuh 10%LPTT atau lebih
3.Luka bkar yang mengenai tangan, wajah, mata, telinga, kaki, dan
perineum
13
4cedera inhalasi
5.cedera listrik
6.luka bakar yang berkaitan dengan cedera lain misalnya: cedera
jaringan lunak, fraktur, trauma lain.(long.C Barbara,1996)
2.2.3.3. Lokasi luka bakar
Luka bakar pada kepala, leher, dan dada seringkali berkaitan dengan
komplikasi akar wajah menyebabkan abrasi kornea.Luka bakar telinga membuat
mudah terserang kondritis aurikular dan rentan terhadap infeksi serta kehilangan
jaringan lebih lanjut. Luka bakar pada tangan dan persendian sering membutuhkan
terapi fisik dan okupasi yang lama dan memberikan dampak kecacatan fisik
menetap.Luak bakar pada perineum membuat midah terserang infeksi akibat
autokontaminasi oleh urine dan feses.Luka bakar sirkumferensial ekstremitas
dapat menyebabkan efek seperti penebalan pembuluh darah dan mengarah pada
gangguan vaskular distal. Luka bakr sirkumferensial toraks dapat mengarah kpada
inadekuat ekspansi dinding dada da nfinsufisiensi pulmonal.

2.2.3.4 Agen penyebab luka bakar


Pada situasi misalnya kebakaran, gunung meletus,atau ledakan mobil akan
mengakibatkan pasien tidak hanya mengalami luka bakar, tetapi juga menghirup
udara panas/ keracunan monoksida (CO) sehingga mengakibatkan pasien
mengalami gangguan pada saluran napas yang dapat menyebabkan kegagalan
pernapasan sehingga menimbulkan kematian.
a. Luka bakar pada trauma inhalasi dibagi menjadi 3 kategori (Meyer & Salber):
1. Trauma panas pad saluran napas
karena luka bakar pada wajah termasuk bibir dan rambut hidung dan
leher aka nmenunjukkan tanda-tanda sulit bicara an menelan serta
mengalami dipsnea, stridor karena adanya edema pada saluran napas
aas yang menyebabkan obstruksi jalan napas.
2. Trauma kimia pada saluan napas da nparenkim paru
3. Keracunan kimia sistemik

14
biasanya keracunan CO dala mruan gtertutup karena CO mengikat
hb lebih cepat dari pada O2 sehingga mengakibatka hipoksia yang
cepat pada otak.
2.2.3.5 Ukuran luka bakar
Ukuan luka bakar (presentase cedera pada kulit) ditentuka ndengan dua metode
yaitu :
a. Rule of nine
Digunakan sebagai alat untuk memperkirakan ukuan luka bkar yang
cepat.Dasar dari perhitungan ini denga nmembagi tubuh kedalam
bagian-bagia nanatomi,yang setiap bagian mencerminkan 9% dari
LPT,tidak membutuhka ndiagram untuk menentukan presentaseLPT
yang mengalami cedera.
b. Diagram bagan Lund & Browder
Ditujukan untuk menetukan keluasan luka bakar yang terjadi pada
anak-anak dan bayi dimana dalam bagian ini usia yang berbeda
mempunya ikeluasan yang berbeda.Bagan ini memberikan
penilaian yang lebih akuat.
c. Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka terbagi dalam 3 Fase yaitu

FASE INFLAMASI

Adalah fase yang bertentangan dari terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari
pasca luka bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan vaskular dan proliferasi
selular. Daerah luka mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkan
serotinin, Mulai timbul epitelisasi.

FASE FIBROLASTIK

Adalah fase yang dimulai pada hari ke 4-20 pasca luka bakar. Pada fase ini
timbul sebukan fibroblast yang membentuk kolagen yang tampak secara
klinis sebagai jaringan granulasi yang berwarna kemerahan.

FASE MATURASI

15
Adalah fase dimana terjadinya proses pematangan kolagen. Pada fase ini
terjadi pula penurunan aktivitas selular dan vaskular, berlangsung hingga 8
bulan sampai lebih dari 1 tahun dan berakhir jika sudah tidak ada tanda-
tanda radang. Bentuk akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang
berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau gatal.

2.2.4 PATOFISIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke
tubuh, yang mungkin dipindahkan melalui konduksi dan radiasi
elektromagnetik.Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada
epidermis, dermis maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan
lamanya kulit kontak dengan sumber panas tersebut.Dalamnya luka bakar akan
mempengaruhi kerusakan/ gamgguan integritas kulit dan kematian sel-sel.
Akibat luka bakar fungsi kulit yang normal hilang, berakibat terjadi perubahan
fisiologis :
2.2.4.1. hilang daya lindung terhadap infeksi
2.2.4.2. cairan tubuh terbuang
2.2.4.3. hilang kemampuan mengendalikan keringat
2.2.4.4. banyak kehilangan reseptor sensoris
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meningkat.Sel darah
yang ada didalamnya ikut rusak sehingga terjadi anemia.Meningkatnya
permeabilitas pembuluh darah sehingga air, natrium, klorida dan protein tubuh
akan keluar dalam sel dan menyebabkan edema dan menimbulkan bula dengan
membawa serta elektrolit.Hal itu akan menyebabkan berkurangnya volume cairan
intravaskuler dan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang
berlebihan.Jika keadaan berlanjut akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala
yang khasseperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat,nadi kecil an cepat,tekanan
darah menurun,serta produksi urine berkurang.Pembengkakan terjadi pelan-pelan.
Maksimal terjadi setelah 8 jam.Kehilangan cairan tubuh dapat disebabkan
beberapa faktor (Donna;1991):
16
a. peningkatan mineralokortikoid
 Retensi air, natrium, klorida
 Ekresi kalium
b. peningkatan permeabilits pembuluh darah, keluarnya elektrolit dan protein
dari pembuluh darah
c. perbedaan tekanan osmotik intra-ekstrasel
Bila luka bakar terjadi dimuka kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap
atau uap yang terhisap.Edema laring yang terjadi dapat menyebabkan gangguan
hambatan jalan napas.Gejala yang timbul adalah seseka napas, takipnea, stridor,
suara serak dan dahak berwarna gelap.
Tingkat hipovolemi dimulai dari terjadinya luka bakar dan berlangsung
sampai 48-72 jam pertam. Kondisi disertai dengan pergeseran cairan dari
kompartemen vaskular keruang interstitium.Bila terjadi syok hipovolemi dan
terjadi penurunan desakan darah yang berat dan etrjadi pengaliran cairan yang
tidak adekuat ke ginjal yang memburuk kondisi syok dan timbul anuri.Akibat
pergeseran cairan bisa mnyebabkan dehidrasi kepada jaringan yang tidak
menderita kerusakan. Jadi menimbulkan banyak cairan dan gara mhilang dari
kapiler pada protein. Perfusi jaringan yang tidak sempurna menyebabkan
metabolisme anaerob dan hasil akhir produk asam ditahan karena rusaknya fungsi
ginjal. Selanjutnya timbul asidosis metabolik.(Sjamsuhdajat,1998)

17
2.2.5 INDIKASI RAWAT INAP LUKA BAKAR
1. Luka bakar grade II:
2. Dewasa > 20%
3. Anak/orang tua > 15%
4. Luka bakar grade III.
5. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.
2.2.6 PENATALAKSANAAN
1. Resusitasi A, B, C.
2. Pernafasan:
a. Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi
b. Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi à
Bronkhokontriksi à obstruksi à gagal nafas.
3. Sirkulasi: gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari
intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler à hipovolemi
relatif à syok à ATN à gagal ginjal.
4. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
5. Resusitasi cairan à Baxter.
a Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

b Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:


RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.

c Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ à diberikan 8 jam pertama

18
½ à diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.

6. Monitor urine dan CVP.


7. Topikal dan tutup luka
8. Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan
nekrotik.
9. Tulle.
10.Silver sulfa diazin tebal.
11.Tutup kassa tebal.
12.Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
13.Obat – obatan:
a. Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak
kejadian.
b. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan
sesuai hasil kultur.
c. Analgetik : kuat (morfin, petidine)
d. Antasida : kalau perlu

2.2.7 KONSEP ASKEP GAWAT DARURAT LUKA BAKAR


2.2.7.1 PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, agama, suku, bangsa, pekerjaan, pendidikan,
status perkawinan, alamat, tanggal masuk Rumah Sakit.

2. Keluhan utama

19
3. Riwayat penyakit sekarang, terdahulu dan keluarga

A. Riwayat kesehatan sekarang


1) Sumber kecelakaan
2) Sumber panas atau penyebab yang berbahaya
3) Gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi
4) Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan
5) Keadaan fisik disekitar luka bakar
6) Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk rumah sakit
7) Beberapa keadaan lain yang memeperberat luka bakar
B. Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk menentukan apakah pasien ,mempunyai penyakit yang
merubah kemampuan utuk memenuhi keseimbangan cairan dan daya
pertahanan terhadap infeksi (seperti DM, gagal jantung, sirosis hepatis,
gangguan pernafasan). (Doengoes, 2000)

4. Data Triage :

2.2.7.2 Pengumpulan Data


1. Data Primer (Primary Survey)
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya
harus dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.

a. Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang
Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain
adalah: terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang
terbakar, dan sputum yang hitam.

b. Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada untuk
bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-
trauma lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya pneumothorax,
hematothorax, dan fraktur costae.

c. Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan
edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena
kebocoran plasma yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar,
dapat diberikan dengan Formula Baxter.
Formula Baxter
a) Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar
20
b) Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16
jam berikutnya.

2. Data Sekunder (Secondary Survey)


Pengkajian SAMPLE/KOMPAK (SAMPLE : sign symptom, Alergi,
Medication, Past history, Last meal (makan terakhir), Event (kejadian
sebelum nya)
Pengkajian Head To Toe lengkap
Pengkajian bagian belakang tubuh
Tambahan:
Folley Cateter (pemasangan Kateter)
Gastric Tube (Pemasangan selang NGT)
3. Pemeriksaan Penunjang
Heart Monitor (Pulses oxymetri dan Heart monitor)
Imaging (pemeriksaan penunjang seperti Rongetn, USG, Ct Scan dll)

2.2.7.3 Pengelompokan Data

1. Data subjektif
2. Data objektif

2.2.7.4 Analisis data

2.2.7.5 DIAGNOSA

1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial;

oedema mukosa; kompresi jalan nafas

2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema

3. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute

abnormal.

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat;

kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatic


21
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan metabolic

2.2.7.6 INTERVENSI

NO Diagnosa kep. Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)


1. Kerusakan pertukaran Ø Tujuan : Oksigenasi jaringan 1. Kaji tanda-tanda distress
adekuat nafas, bunyi, frekuensi, irama,
gas berhubungan
kedalaman nafas
dengan obstruksi Ø Kriteria Hasil: 2. Monitor tanda-tanda
- Tidak ada tanda-tanda sianosis hypoxia(agitsi,takhipnea,
trakheobronkhial;
- Frekuensi nafas 12 - 24 x/mnt stupor,sianosis)
oedema mukosa; - SP O2 > 95 3. Monitor hasil laboratorium,
AGD, kadar oksihemoglobin,
kompresi jalan nafas.
hasil oximetri nadi
4. Tinggikan kepala tempat
tidur. Hindari penggunaan
bantal di bawah kepala, sesuai
indikasi
5. Dorong batuk/latihan nafas
dalam dan perubahan posisi
sering
6. Kolaborasi dengan tim
medis untuk pemasangan
endotracheal tube atau
tracheostomi tube bila
diperlukan
7. Kolabolarasi dengan tim
medis untuk pemasangan
ventilator bila diperlukan
8. Kolaborasi dengan tim
medis untuik pemberian
inhalasi terapi bila diperlukan
2. Nyeri berhubungan Ø Tujuan: Pasien dapat 1. Kaji respon pasien terhadap
mendemonstrasikan hilang dari rasa sakit
dengan kerusakan
ketidaknyamanan. 2. Kaji kualitas, lokasi dan
kulit/jaringan; penyebaran dari rasa sakit
Ø Kriteria Hasil: menyangkal nyeri, 3. Berikan posisi yang nyaman
pembentukan edema
melaporkan perasaan nyaman, 4. Ajarkan teknik relaksasi
ekspresi wajah dan postur tubuh 5. Kolaborasi pemberian
rileks. anlgesik narkotik sedikitnya 30
menit sebelum prosedur
perawatan luka
6.Bantu dgn pengubahan posisi
setiap 2 jam bila diperlukan.
khususnya bila pasien tak

22
dapat membantu membalikkan
badan sendiri.
3. Kurang volume Ø Tujuan: Pasien dapat 1. Awasi tanda vital, CVP.
mendemostrasikan status cairan dan Perhatikan kapiler dan
cairan berhubungan
biokimia membaik kekuatan nadi perifer
dengan kehilangan 2. Awasi pengeluaran urine
Ø Kriteria Hasil: tak ada dan berat jenisnya. Observasi
cairan melalui rute
manifestasi dehidrasi, resolusi warna urine dan hemates
abnormal. oedema, elektrolit serum dalam sesuai indikasi
batas normal, haluaran urine 1-2 3. Perkirakan drainase luka dan
Peningkatan
cc/kg BB/jam kehilangan yang tampak
kebutuhan : status 4. Timbang BB setiap hari
5. Ukur lingkar ekstremitas
hypermetabolik,
yang terbakar tiap hari sesuai
ketidakcukupan indikasi
6. Observasi distensi
pemasukan.
abdomen,hematomesis,feces
hitam.
7.Lakukan program kolaborasi
meliputi :
a) Pasang / pertahankan
kateter urine
b) Pasang/ pertahankan
ukuran kateter IV
c) Berikan penggantian
cairan IV yang dihitung,
elektrolit, plasma, albumin

8. Awasi hasil pemeriksaan


laboratorium (Hb, elektrolit,
natrium)
9.Berikan obat sesuai idikasi
10.Tanda-tanda vital setiap
jam selama periode darurat,
setiap 2 jam selama periode
akut, dan setiap 4 jam selama
periode rehabilitasi.

23
4. Resiko tinggi infeksi Ø Tujuan: Pasien bebas dari infeksi
1. Pantau :
berhubungan dengan a. Penampilan luka bakar (area
pertahanan primer Ø Kriteria Hasil: tak ada demam, luka bakar, sisi donor dan
tidak adekuat; pembentukan jaringan granulasi status balutan di atas sisi
kerusakan baik tandur bial tandur kulit
perlinduingan kulit; dilakukan) setiap 8 jam.
jaringan traumatik. b. Suhu setiap 4 jam.
Pertahanan sekunder c. Jumlah makanan yang
tidak adekuat; dikonsumsi setiap kali makan.
penurunan Hb,
penekanan respons 2.Bersihkan area luka bakar
inflamasi. setiap hari dan lepaskan
jaringan nekrotik (debridemen)

3.Lepaskan krim lama dari


luka sebelum pemberian krim
baru. Gunakan sarung tangan
steril dan berikan krim
antibiotika topikal yang
diresepkan pada area luka
bakar dengan ujung jari.
Berikan krim secara
menyeluruh di atas luka

4.Batasi pengunjung yang


menyebabkan infeksi silang
5.Kolaborasi untuk pemberian
antibiotik sistemik dan topical
6.Kolaborasi pemberian diet,
berikan protein tinggi, diet
tinggi kalori. Berikan
suplemen nutrisi seperti ensure
atau sustacal dengan atau
antara makan bila masukan
makanan kurang dari 50%.

5. Perubahan nutrisi Ø Tujuan : Intake nutrisi adekuat 1.Kaji sejauh mana kurangnya
kurang dari dengan mempertahankan 85-90% nutrisi
kebutuhan tubuh b.d BB 2. Lakukan penimbangan berat
peningkatan badan klien setiap hari (bila
metabolik Ø Kriteria Hasil : mungkin)
- Intake kalori 1600 -2000 3. Pertahankan keseimbangan
kkal intake dan output
- Intake protein +- 40 gr /hari 4. Jelaskan kepada klien
- Makanan yang disajikan tentang pentingnya nutrisi
habis dimakan sebagai penghasil kalori yang
sangat dibutuhkan tubuh dalam
kondisi luka bakar
24
5. Kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian nutrisi
parenteral
6. Kolaborsi dengan tim ahli
gizi untuk pemberian nutrisi
yang adekuat

2.3 ASKEP GADAR TRAUMA BAHAN KIMIA

2.3.1 Definisi
Trauma bahan kimia adalah kondisi kulit yang mengalami trauma baik
oleh zat kimia. Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi
dalam laboratorium, industry, dan pekerjaan yang memakai bahan kimia.
2.3.2 Klasifikasi
A. Trauma Kimia Asam
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion
dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan
mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein,
presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi
yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass  dari
stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada
mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada
trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi
dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya
buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka
kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga
mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh
epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan
proteoglikan di kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya
mirip dengan trauma basa.
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi
protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga
25
bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma
alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Koagulasi
protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan.
Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam
Bahan kimia bersifat asam contohnya asam sulfat, air accu, asam sulfit,
asam hidrklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam
hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar
asam sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimia
pada mata. Asam Hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan
penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat.
Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat
melewati membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel,
dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan
kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes. Nyeri local yang
ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang
berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis
akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki sistem sirkulasi, dan
memberikan gambaran gejala pada jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan
neurologik.
B. Trauma Kimia Basa
Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-
bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara
cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan
sampai retina.Trauma basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila
dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa
ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea,
kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan
kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen
kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi,
disertai dengan dehidrasi.
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel
jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai

26
dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel
akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida
jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau
keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati.
Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam
stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan
pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel
kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru
terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui
plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator
dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea.
Selain itu gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus
kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam
sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus
pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan
ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah
menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata
depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya
akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang.
Kedua unsur ini memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan
kornea.

2.3.3 Manifestasi bahan kimia pada mata


a. Keluarnya air mata yang berlebihan
b. Kekakuan bola mata
c. Mata merah
d. Nyeri hebat
e. Penglihatan tidak nyaman
d. Sulit untuk membuka mata
e. Pandangan kabur

2.3.4 Patofisiologi
27
2.3.4 Penatalaksanaan
Pada saat mata terkena larutan asam atau di tempat kejadian, tindakan
pertama yang harus diambil adalah dengan irigasi bagian mata yang terkena
dengan menggunakan air keran yang mengalir atau menggunakan garam
fisiologis jika ada selama 15-30 menit. Bila terkena larutan basa hendaknya
dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2000 ml dalam 30 menit
Pada saat di rumah sakit, dapat diberikan anestesi topikal, larutan natrium
bikarbonat 3% dan kemudian bisa diberi antibiotic.

2.3.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Hitung darah lengkap : peningkatan Ht awal menunjukan hemokonsentrasi
sehubungan dngan perpindahan/kehilangan cairan. Selanjutnya menurunkan Ht
dan SDM dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap
endotelium pembuluh darah.
b. SDP : leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi
luka dan respon inflamasi terhadap cidera.
c. GDA : dasar penting untuk kecurigaan cidera inhalasi. Penuruan PaO2 atau
peningkatan PaCO2 mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida. Asidosis

28
dapat terjadi sehubungan dengan penurunan fungsi ginjal dan kehilanagan
mekanisme kompensasi pernapasan.
d. COHbg ( Karboksi Hemoglobin ) : Peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan keracunan karbon monoksida/cidera inhalasi.
e. Elektrolit serum : kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cidera
jaringan/kerusakan sel darah merah dan penuurunan fungsi ginjal. Hipokalemia
dapat terjadi bila mulai deuresis, magnesium mungkin menurun. Natrium pada
wal mungkin menurun pada kehilangan air, hiponatremia dapat terjadi selanjutnya
saat terjadi konservasi ginjal.
f. Natrium urin random : lebih besar dari 20 mEg/L mengindikasikan kelebihan
resusitasi cairan. Kurang dari 10 mEg/L menduga ketidakadekuatan resusitasi
cairan.
g. Alkali Fosfat : Peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan
interstitial/gangguan pompa natrium.
h. Glukosa Serum : Peningkatan menunjukan respon stress.

2.3.5 KONSEP ASKEP GADAR TRAUMA KIMIA MATA


2.3.5.1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, agama, suku, bangsa, pekerjaan, pendidikan,
status perkawinan, alamat, tanggal masuk Rumah Sakit.
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit sekarang, terdahulu dan keluarga
1. Riwayat kesehatan sekarang
Kapan kejadian mata terkena cairan kimia, nyeri, pandangan kabur, atau
tidak bisa melihat, air mata kering, perdarahan, zat yang menyebabkan
trauma

2. Riwayat kesehatan dahulu

d. Pemeriksaan fisik

2.3.5.1. DIAGNOSA

29
1. Nyeri b.d kerusakan jaringan mata
2. Gangguan Sensori Penglihatanberhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori /status organ indera
3. ansietas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit prognosis
2.2.7.6 Intervensi Keperawatan

2.3.5.2 INTERVENSI

NO Diagnosa kep. Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)


1. nyeri b.d kerusakan Tujuan : nyeri berkurang, hilang 1. observasi kaji derajat nyeri
jaringan mata atau terkontrol setiap hari atau sesering
KH: mungkin
-klien dapat mengidentifikasi 2. terangkan penyebab nyeri
dan factor atau tindakan yang
penyebab nyeri
dapat memprofokasi nyeri
-klien menyebutkan factor-faktor
3. lakukan kompres pada
yang dapat meningkatkan nyeri
jaringan sekitar mata
- klien mmpu melkukan tindakan
menguragi nyeri
4. ajarkan tindakan distraksi
dan relaksasi pada klien

5. kolaborasi dengan tim medis


dalam pemberian analgesic

2. Gangguan Sensori Tujuan : klien melaporkan 1. Observasi ketajaman


penglihatan klien
Perseptual : kemampuan yang lebih baik untuk
2. Anjurkan penggunaan
Penglihatanberhubun proses rangsang penglihatan dan alternatif rangsang lingkungan
yang dapat diterima : auditorik,
gan dengan gangguan mengkomunikasikan perubahan
taktil
penerimaan sensori visual. 3. Sesuaikan lingkungan untuk
/status organ indera Kriteria Hasil : optimalisasi penglihatan :
a. Klien mengidentifikasi a. Orientasikan klien terhadap
faktor-faktor yang memperngaruhi ruang rawat
fungsi penglihatan. b. Letakan alat yang sering
digunakan di dekat klien atau
30
b. Klien mengidentifikasi dan pada sisi mata yang lebih
menunjukan pola-pola alternatif sehat.
untuk menigkatkan penerimaan c. Berikan pencahayaan cukup.
rangsang penglihatan. d. Hindari cahaya
menyilaukan.
3. ansietasb.dkurangpen Tujuan: tidak terjadi kecemasan 1. kaji derajat kecemasan,
factor yang menyebabkan
getahuantentangpeny KH:
kecemasan, tingkat
akit, prognosis - klien mengungkapkan pengetahuan dan ketakutan
klien akan penyakit.
kecemasan miniml atau hilang
2. Orientasi tentang penyakit
- klien berpartisipasi dalam yang dialami klien, prognosis
dan tahapan perawatan yang
kegiatan pengobatan
akan dijalani klien.
3. Berikan kesempatan pada
klien untuk bertanya tentang
penyakitnya
5. Beri dukungan psikologis

6. Terangkan setiap prosedur


yang dilakukan, jelaskan
tahapan perawatan yang akan
dijalani.

2.3.5.3 IMPLEMENTASI

Merupakantindakanyangdilaksanakanuntukmengatasikeluhanpasienberdasarkanin

tervensi yang telahdibuat

2.3.5.4 EVALUASI

S : Berisi keluhan pasien, berasal dari pasien sendiri


O : Data yang diambil dari hasil observasi
A : Pernyataan masalah sudah teratasi atau sebagian atau belum teratasi
P: Rencana tindakan untuk mengatasi keluhan pasien

2.4 PERHITUNGAN LUAS LUKA BAKAR DAN RESUSITASI

31
Beberapa metode yang menggunakan presentasi TBSA ( total body
surfaced area) dapat digunakan untuk memperkirakan luasnya luka bakar.
Aturan sembilan membagi beberapa bagian tubuh menjadi 9 % dan
kelipatannya. Kepala dianggap mewakili 9 % TBSA, setiap lengan 9 %, setiap
tungkai 18%, batang tubuh anterior 18%, batang tubuh posterior 18%, dan
perineum 1%, sehingga jumlah totalnya 100%. Luka bakar mungkin hanya
mengenai sebuah bagian permukaan tubuh atau dapat juga sirkumferensial.
Misalnya, jika hanya permukaan anterior lengan yang terbakar, maka TBSA
diperkirakan bernilai 4,5%. Namun, jika luka bakar mengelilingi seluruh
lengan, maka nilai 9 %.(Parkland & Evans, 2000)
Grafik lund dan brauder dalah metode lain untuk mengukur ukuran luka.
Metode ini sangat direkomendasikan karena tepat untuk perbandingan kepala-
tubuh yang besar pada bayi dan anak- anak. Pengukuran permukaan
ditetapkan untuk setiap bagian tubuh dalam kaitannya dengan usia pasien.
Untuk memperkirakan luka bakar kecil yang menyebar (misalnya luka bakar
akibat air mendidih dan luka bakar akibat minyak).
Aturan telapak tangan memungkinkan pengkajian yang cepat sampai
pengkajian lund dan brouder dapat dilakukan. Telapak tangan pasien sama
dengan 1 % TBSA.
Cedera luka bakar dapat berkisar dari lepuhan kecil sampai luka bakar
dengan kedalaman penuh yang masif. Mengenali kebutuhan akan deskripsi
istilah yang jelas, american burn association menyusun sistem derajat
keparahan cedera, yang digunakan untuk menentukkan besarnya cedera luka
bakar dan untuk memberikan kriteria optimal untuk sumber – sumber
perawatan pasien di rumah sakit. Keparahan cedera luka bakar dikategorikan
sebagai luka bakar minor, moderat, dan mayor. Cedera luka bakar minor dapa
ditangani di unit gawat darurat dengan pemeriksaan lanjutan rawat jalan setiap
48 jam, sampai resiko infeksi berkurang dan penyembuhan luka berlangsung.
Pasien yang mengalami cedera luka bakar moderat tanpa komplikasi atau
mengalami cedera luka bakar mayor harus dirujuk ke pusat luka bakar
regional dan, jika tepat, ditranfer untuk mendapatkan asuhan khusus.
Lahir 1 Th 5 Th 10 Th 15 Th Dewasa

32
A:Setengah 9 ½% 81/2% 61/2% 51/2% 41/2% 31/2%
kepala
B:Setengah Paha 21/4 % 31/4% 4% 41/4% 41/2% 43/4%

C:Setengah 21/2% 21/2% 23/4% 3% 31/4% 31/2%


tungkai bawah

2.4.1 Penghitungan Luas Luka Bakar

Seorang tenaga medis profesional harus terlatih dalam menentukan derajat


dan menangani suatu luka bakar. Ada pedoman yang biasa digunakan untuk
memperkirakan luas daerah yang terbakar yang disebut dengan Hukum Sembilan
(rule of nine), yaitu membagi daerah tubuh dengan persentase Sembilan (9%) per
daerah tubuh. Secara singkat, penjelasan Hukum Sembilan adalah sebagai berikut:

Kepala (Nilai Total = 9%), terdiri dari: bagian depan = 4,5% dan bagian belakang
= 4,5%
Tubuh (Nilai Total = 36%), terdiri dari: dada dan perut = 18% serta punggung =
18%
Lengan (Nilai Total = 18%), terdiri dari: lengan atas depan-belakang = 9% dan
lengan bawah depan-belakang = 9%
Kaki (Nilai Total =36%), terdiri dari: tungkai atas depan-belakang = 18% dan
tungkai bawah depan-belakang =18%
Alat kelamin (Nilai Total =1%)
Cara lain yang dapat digunakan untuk menghitung luas luka bakar adalah
membandingkan antara luka bakar yang dialami dengan telapak tangan korban.
Telapak tangan korban dianggap memiliki luas sebesar 1% dari luas permukaan
tubuh. Perlu diingat bahwa penghitungan luas luka bakar dihitung juga
berdasarkan masing-masing derajat luka bakar.

33
2.4.1.1Penggolongan Luka Bakar

A. Berdasarkan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan, sebuah luka bakar dapat


dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu:

1. Luka bakar superfisial (derajat satu)


Luka bakar ini hanya meliputi lapisan kulit paling atas saja (lapisan epidermis).
Luka bakar ini biasanya ditandai dengan kemerahan, rasa nyeri, dan terkadang
membengkak.

2. Luka bakar derajat dua (sedikit lebih dalam dari derajat satu)
Luka bakar ini meliputi kerusakan lapisan paling luar kulit dan mengganggu
lapisan di bawahnya dengan ditandai munculnya gelembung-gelembung yang
berisi cairan di bawah kulit, bengkak di sekitar luka, kulit berwarna kemerahan
atau bahkan menjadi putih, kulit lembap, dan rusak. Pada tingkatan ini, ciri yang
paling khas adalah rasa nyeri yang hebat.

3. Luka bakar derajat tiga


34
Pada luka bakar tingkat ini, lapisan yang terkena luka bakar tidak terbatas, bahkan
bisa sampai ke tulang dan organ dalam. Luka bakar ini merupakan tingkat yang
paling berat. Biasanya ditandai dengan kulit menjadi kering, pucat atau bahkan
putih, namun bisa juga gosong dan hitam. Berbeda dengan derajat satu dan dua,
luka bakar derajat tiga ini tidak menimbulkan nyeri.

B. Berdasarkan lokasi luka bakar dan luas permukaan tubuh yang mengalami luka
bakar, terdapat 3 jenis luka bakar:

1. Luka bakar ringan


Luka bakar derajat tiga kurang dari 2% luas, kecuali pada wajah, tangan, kaki,
kemaluan, dan saluran napas
Luka bakar derajat dua kurang dari 15% luas
Luka bakar derajat satu kurang dari 50% luas

2. Luka bakar sedang


Luka bakar derajat tiga antara 2%-10% luas, kecuali pada wajah, tangan, kaki,
kemaluan, dan saluran napas
Luka bakar derajat dua antara 15%-30% luas
Luka bakar derajat satu lebih dari 50%

3. Luka bakar berat


Semua luka bakar yang disertai cedera pada saluran napas, cedera jaringan lunak,
dan cedera tulang
Luka bakar derajat dua atau tiga pada wajah, tangan, kaki, kemaluan, atau saluran
napas
Luka bakar derajat dua di atas 10%
Luka bakar derajat dua lebih dari 30%
Luka bakar yang disertai cedera alat gerak
Luka bakar mengelilingi alat gerak

35
2.4.2 Penghitungan Cairan Resusitasi

1. FORMULA PARKLAND :
24 JAM PERTAMA RINGER LAKTAT 4 ML X Kg BB X % LUKA
BAKAR
CONTOH :PASIEN DENGAN BB 80 Kg DENGAN LUAS LUKA BAKAR 25 %
CAIRAN YANG DIBUTUHKAN :
4 MLX 80 X25 = 8000 ML DALAM 24 JAM PERTAMA
 8 JAM PERTAMA=4000 ML
 16 JAM BERIKUTNYA= 4000 ML

2. CARA EVANS :
A. LUAS LUKA BAKAR % X BB DALAM Kg= JUMLAH NACL / 24 JAM
B. LUAS LUKA BAKAR % X BB DALAM Kg = JUMLAH PLASMA / 24 JAM
(NO. a DAN bPENGGANTI CAIRAN YANG HILANG AKIBAT OEDEMA.
PLASMA YANG KELUAR DARI PEMBULUH & MENINGGIKAN
TEKANAN OSMOSIS HINGGA MENGURANGI PEMBESARAN KELUAR
& MENARIK KEMBALI CAIRAN YANG TELAH KELUAR).
C. 2000 CC DEXTROSE 5% / 24 JAM (UNTUK MENGGANTI CAIRAN AKIBAT
PENGUAPAN).
SEPARUH DARI JUMLAH CAIRAN a + b + c DIBERIKAN DALAM 8 JAM
PERTAMA, SISANYA DIBERIKAN DALAM 16 JAM BERIKUTNYA. PADA
HARI KEDUA DIBERIKAN SETENGAH JUMLAH CAIRAN PADA HARI
PERTAMA. DAN HARI KETIGA DIBERIKAN SETENGAH JUMLAH HARI
KEDUA.

3. RUMUS BAXTER (CARA SEDERHANA):


% X BB X 4

- SEPARUH DARI JUMLAH CAIRAN INI DIBERIKAN DALAM 8 JAM


PERTAMA, SISANYA 16 JAM BERIKUTNYA.
- HARI PERTAMA TERUTAMA DIBERIKAN ELEKTROLIT (RL) KARENA
TERJADI DEFISIT ION Na & HARI KEDUA DIBERIKAN SETENGAH
CAIRAN HARI PERTAMA.
Resusitasi cairan à Baxter.
d Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
e Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3

36
2 cc x BB x % LB.

CONTOH :SEORANG DEWASA DENGAN BB 50 Kg DAN LUAS LUKA


BAKAR 20%.

CAIRAN YANG DIBUTUHKAN : 20X 50 X 4 CC = 4000 CC


 8 JAM PERTAMA= 2000 ML
 16 JAM BERIKUTNYA = 2000 ML

37
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

3.1. ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR


3.1.1.PENGKAJIAN
a. Anamnesa
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-Laki
Tanggal masuk : 31 Maret 2016
Usia : 27 tahun
Status perkawinan : Menikah
Suku bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Surabaya
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai swasta
Pendidikan : Tamat SMP
Keluhan Utama : Klien merintih kesakitan dan sesak napas karena luka
bakar 3 jam sebelum MRS.

Riwayat Penyakit Sekarang : 3 jam sebelum masuk RSUA, Tn. S menderita luka
bakar karena terkena ledakan tabung gas elpiji. Kesadaran composmentis, TD:
100/70 mmHg, Nadi: 110x/mnt, S: 37,6o C, RR: 29x/menit, TB: 165 cm, BB: 60
kg pasien mengeluh sesak dan nyeri di daerah yang terbakar.

Riwayat Penyakit Dahulu : Tn.S mengatakan belum pernah mempunyai


riwayat masuk rumah sakit/operasi di RS sebelumnya. Riwayat Diabetes Melitus
tidak ada dan Hipertensi tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada riwayat DM, hipertensi, asma, TBC

38
Pola aktivitas dan latihan : sebelum sakit pasien dapat melakukan aktivitas sehari
– ahri seperti makan ,minum, toileting, berpakaina dan bekerja secara mandiri.
Sedangkan selama sakit aktivitas seperti makan atau minum, toileting dan
mobilisasi dibantu oleh keluarga atau perawat.

Pola istirahat tidur : sebelum sakit pasien mengatakan setiap hari tidur selama 6-7
jam, dan jarang tidur siang karena bekerja. Sedangkan selama sakit, pasien
mengatakan tidur 5-6 jam dimalam hari dan 1-2 jam disiang hari.

Pola kognitif presepsi : pasien mengatakan tidak mengalami gangguan


penglihatan atau pendengaran juga penciuman juga fungsinya. Selama sakit
pasien mengatakan mengalami gangguan nyeri pada daerah leher, perut dan
punggung sehingga sulit beratifitas. Karakteristik nyeri yang dirasakan sebagai
berikut:
 P: nyeri akibat trauma luka bakar
 Q : nyeri terasa panas
 R : rasa nyeri terasa didaerah leher, dada dan punggung.
 S : Skala nyeri 7 dari 10
 T: Hilang timbul dan meningkat jika danya aktivitas, dan saat tertekan
lama untuk daerah punggung.
Pasien juga mengatakan masih merasa sesak saat bernapas.

a. Pemeriksaan Fisik:
 Primary survey
Airway : tidak tampak adanya sumbatan jalan napas , darah (-), muntahan (-),
suara napas tidak ngorok.
Breathing : : kedua dinding thorak tampak normal, napas spotan, rochi (-),
whezhing (-). Napas cepat dangkal , irreguler, RR 29x/menit.
Circulasi : pasien tidak tampak pucat, sianosis (-), HR 110x/menit reguler.
Disability : GCS : eye 4 verbal 5 movement 6 = 15
Exposure : pakaian pasien segera dievakuasi guna mengurangi pajanan
berkelanjutan serta menilai luas dan derajat luka bakar.
39
 Secondary survey
Status Generalis
KeadaanUmum : Tampak sakit berat
Kesadaran :Compos mentis
Tekanan darah :100/70 mmHg
Nadi :110x/mnt, reguler
Suhu : 37,8oC
Pernapasan : 29x/menit
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 60 kg
Kelenjar Getah Bening
Submandibula : tidak teraba
Leher : tidak teraba
Supraklavikula : tidak teraba
Ketiak : tidak teraba
Lipat paha : tidak teraba
Kepala
Ekspresi wajah : menyeringai, menahan sakit
Rambut : hitam
Simetri muka : simetris tidak ada lebam.
Mata
Lapang pandang normal.
Pupil : isokor
Sklera :tidak ikterik
Konjungtiva :tidak anemis
Kelopak mata : tidak udema.
Reflek : cahaya langsung +/+
Telinga
Tidak tampak kelainan.
Mulut
Bentuk : normal

40
Mukosa bibir : kering
Leher
Tampak luka bakar pada leher sebelah kiri dengan ukuran 10x2 cm warna kulit
merah pucat.
Tekanan vena Jugularis (JVP) : 2-5 cmH2O
Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe : tidak taraba membesar
Dada
Bentuk : simetris
Pembuluh darah : tidak tampak
Retraksi sela Iga : (+)
Paru – paru
Inspeksi : pergerakan paru simetris, tampak retaksi dinding dada ringan. Pasien
tampak sesak.
Palpasi : bentuk normal. Tugor kulit menurun ≥ 2 detik
Perkusi : sonor
Auskultasi : ronchi (-) whezhing (-)
Jantung
Inspeksi : tidak tampak iktus kordis
Auskultasi : BJ I-II regular , murmur (-) , gallop (-)
Lain – lain normal.
Perut
Inspeksi : datar, tidak ada ascites, tampak luka bakar bagian bawah memanjang
ukuran 15x3 cm ( derajat 3 )
Palpasi : supel, hati tidak membesar
Perkusi : shifting dullness (-)
Auskultasi : bising usus (+)normal.
Punggung
Terdapat luka bakar menyeluruh pada bagian punggung (18%). Warnanya merah,
keabu-abuan, sedikit tampak cairan.
Hasil laboratorium
HB : 14,5g/dl

41
Lekosit ; 29.600/mm3
Trombosit : 213.000/mm3
Ht : 30%
Ureum : 39mg/dl
Kretinin : 1,3mgdl
Na : 133 mmol/L
K : 3,68mmol/L
Cl : 112 mmol/L

Status luka bakar :


 tampak luka bakar di perut bagian bawah memanjang ukuran 15x3 cm
( derajat 3 ) = 9% derajat 2
 Terdapat luka bakar menyeluruh pada bagian punggung . Warnanya
merah, keabu-abuan, sedikit tampak cairan. = 18% derajat 3
 Tampak luka bakar pada leher sebelah kiri dengan ukuran 10x2 cm warna
kulit merah pucat. = 4,5% derajat 2
Luas luka bakar = 31,5% dengan derajat kedalaman 2-3

Penatalaksanaan medis
 Rumus baxter : (% luka bakar)x (BB)x(4cc)
31,5%x60x 4= 7560/24jam
8 jam pertama : 3780 cc
8 jam kedua : 1890cc
8 jam ke 3 : 1890
 Mendapat O2 2liter permenit nasal kanul
 Therapy obat :
2. Inj. Cefotaxin 1gr/12 jam : anti infeksi
3. Inj. Keterolac 1gr/8jam : anti nyeri
4. Tab. tramadol 50mg/8jam : anti nyeri
5. Mebo salep.
6. Supratul

42
c. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1 DS: Klien merasa lemas Luka bakar Permeabilitas kapiler
DO: meningkat
 Turgor kulit menurun ≥ 2 ↓
detik. Evaporasi / Penguapan
 Mukosa kering cairan
 TTV : TD 100/70 mmHg, ↓
Nadi :110x/mnt, regular, Suhu Kehilangan cairan tubuh
: 37,8ºC ↓
Pernapasan : 29x/m Defisit volume cairan

 Rumus baxter : (% luka


bakar)x (BB)x(4cc)
31,5%x60x 4= 7560/24jam
8 jam pertama : 3780 cc
8 jam kedua : 1890cc
8 jam ke 3 : 1890
 Luas luka bakar = 31,5%
dengan derajat kedalaman 2-
3.

2 DS: Pasien mengeluh sesak Luka bakar Vasodilatasi Pembuluh


DO: Darah
 Tampak kesulitan ↓
bernafas/sesak Penyumbatan saluran nafas
 Gerakan dada simetris bagian atas
 Pola napas cepat dan dangkal, ↓
irreguler Edema paru

43
 TTV : RR: 29x/menit ↓
Hiperventilasi

Gangguan pertukaran
gas

3 DS: klien mengeluh panas dan sakit Luka bakar Kerusakan kulit/
DO: jaringan dan edema
 TTV: TD100/70mmHg, ↓
Nadi: 110x/mnt, Nyeri akut
S: 37,8ᵒC, RR:
29x/menit
 Pasien nampak meringis
kesakitan sambil memegang
dada yang sakit.
 P: trauma luka bakar
 Q : terasa panas
 R : sisi trauma/cidera yang
sakit
 S : Skala nyeri 7
 T: Hilang timbul dan
meningkat jika adanya
aktivitas
 Mendapatkan anti nyeri: - Inj.
Keterolac 1gr/8jam : anti
nyeri.
-Tab. tramadol 50mg/8jam :
anti nyeri

4 DS: pasien mengeluh perih, sakit Luka bakar Kerusakan kulit/


DO: jaringan
 Kulit kemerahan hingga ↓

44
nekrosis Inflamasi, Lesi
 Luas luka bakar = 31,5% Kerusakan integritas
dengan derajat kedalaman 2- kulit
3. ↓
 Kulit tidak utuh Gangguan integritas
 Akral dingin, lembab kulit

 Suhu 37,8ºC
 Peningkatan leukosit
(26.900mm3 )

Diagnosa Keperawatan:
 Defisit volume cairan b.d banyaknya penguapan/cairan tubuh yang keluar
 Gangguan pertukaran gas/oksigen b.d kerusakan jalan nafas
 Nyeri akut b.d kerusakan kulit dan jaringan
 Gangguan integritas kulit b.d kerusakan kulit dan jaringan yang terkena
luka bakar

Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi


Keperawatan hasil (NOC)
1 Defisit volume cairan (Setelah dilakukan  Monitor dan catat intake, output
b.d banyaknya tindakan (urine 0,5 – 1 cc/kg.bb/jam)
penguapan/cairan keperawatan  Beri cairan infus yang
tubuh yang keluar dalam waktu 2 x mengandung elektrolit (pada 24
24 jam pemulihan jam ke I), sesuai dengan rumus
cairan optimal dan formula yang dipakai
keseimbangan  Monitor vital sign
elektrolit serta  Monitor kadar Hb, Ht,
perfusi organ vital elektrolit, minimal setiap 12
tercapai) jam.
Kriteria Hasil
45
 BP 100-140/60-90
mmHg
 Produksi urine >30
ml/jam (minimal 1
ml/kg BB/jam)
 Ht 37-43 %
 Turgor elastic
 Mucosa lembab
 Akral hangat
 Rasa haus tidak
ada
2 Gangguan pertukaran (Setelah dilakukan  Mengkaji tanda-tanda distress
gas/oksigen b.d tindakan nafas, bunyi, frekuensi, irama,
kerusakan jalan nafas keperawatan kedalaman nafas.
dalam waktu 2 x  Monitor tanda-tanda hypoxia
24 jam oksigenasi (agitsi,takhipnea,
jaringan adekuat) stupor,sianosis)
Criteria hasil:  Monitor hasil laboratorium,
 Tidak ada tanda- AGD, kadar oksihemoglobin,
tanda sianosis hasil oximetri nadi.
 Frekuensinafas 12  Kolaborasi dengan tim medis
- 24 x/mnt untuk pemasangan endotracheal
 SP O2 > 95 tube atau tracheostomi tube bila
diperlukan.
 Kolabolarasi dengan tim medis
untuk pemasangan ventilator
bila diperlukan.
 Kolaborasi dengan tim medis
untuik pemberian inhalasi terapi
bila diperlukan
3 Nyeri akut b.d (Setelah dilakukan  Kaji rasa nyeri yang dirasakan
kerusakan kulit dan tindakan klien

46
jaringan keperawatan  Atur posisi tidur dengan
dalam selama nyaman
masa perawatan  Anjurkan klien untuk teknik
nyeri berkurang) relaksasi
Criteria hasil  Lakukan prosedur pencucian
 Skala 1-2 luka dengan hati-hati
 Expresi wajah  Anjurkan klien untuk
tenang mengekspresikan rasa nyeri
 Nadi 60-100x/mnt yang dirasakan
 Klien tidak gelisah  Beri tahu klien tentang
penyebab rasa sakit pada luka
bakar
 Kolaborasi dengan tinm medis
untuik pemberian analgesik
4 Gangguan integritas (Setelah dilakukan  Kaji luka pada fase akut
kulit b.d kerusakan tindakan (perubahan warna kulit)
kulit dan jaringan keperawatan  Cegah adanya gesekan pada
yang terkena luka selama masa kulit yang terdapat luka
bakar penyembuhan luka  Lakukan perawatan pada luka
bakar sembuh bakar
dengan baik dan
integritas kulit)
Criteria hasil
 Luka sembuh
sesuai dengan fase
 penyembuhan luka

EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Tn. S No. RM : 50xx


Umur : 27th Diagnosa medis : COMBUSTIO
Ruang rawat : ARJUNA Alamat : Surabaya

47
No Tgl / Diagnosa
Catatan Perkembangan Paraf
jam Keperawatan
Defisit volume cairan S : Klien merasa tidak
1 b.d banyaknya lemas
penguapan/cairan tubuh O : Turgor kulit baik,
yang keluar mukosa lembab, kadar
Kalium= 4.0 mEq/L
dan kadar Natrium=
135 mEq/L, intake dan
output seimbang
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

2. Gangguan pertukaran S : Klien mengatakan


gas/oksigen b.d sesak berkurang
kerusakan jalan nafas O : Klien kadang-kadang
masih terlihat bernafas cepat,
RR: 25 kali/menit, SaO2 = 95
%
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

3.  Nyeri akut b.d S : Klien mengatakan


kerusakan kulit nyeri berkurang dengan skala
dan jaringan nyeri 4
O : Klien tidak meringis
dan nadi 95 kali/ menit
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

48
No Tgl / Diagnosa
Catatan Perkembangan Paraf
jam Keperawatan
4.  Gangguan S : Klien masih
integritas kulit mengeluhkan perih pada luka
b.d kerusakan O : Masih ada luka
kulit dan terbuka
jaringan yang A : Masalah belum
terkena luka teratasi
bakar P : Intervensi dilanjutka

BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan


kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi.

49
Luka bakar dapat tejadi pada setiap orang dengan berbagai faktor
penyebab seperti :panas, sengatan listrik, zat kimia, maupun radiasi. Penderita
luka bakar memerluakn penanganan yang serius secara holistik/ menyeluruh dari
berbagai aspek dan disiplin ilmu. Pada penderita luka bakar yang luas dan dalam
memerluakn perawatan luka bakar yang lama dan mahal serta mempunyai efek
resiko kematian yang tinggi.
Dampak luka bakar bagi penderita dapat menimbulkan berbagai masalah
fisik, psikis dan sosial bagi pasien dan juga keluarganya.Perawat sebagai tim yang
paling banyal berhubungan dengan asien dituntut untuk terus meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya sehingga mampu merawat pasien luka bakar
secara komprehensif dan optimal.
Prinsip-prinsip penanganan pasien luka bakar selama perawatan dirumah
sakit termasuk :
1. Pemberian terapi cairan dan nutrisi yang adekuat
2. Pencegahan infeksi
3. Penanganan/penyembuahn luka
4. Pencegahan kontraktur/ deformitas
5. Rehabilitasi lanjut

4.2. SARAN
Bagi profesi keperawatan, mampu untuk melakukan asuhan keperawatan
gawat darurat. Perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal
ini melakukan penyuluhan mengenai pentingnya hal-hal yang dapat memperberat
penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan
baik. Perawat juga sebaiknya membantu mencari atau memberikan dukungan dari
berbagai aspek untuk klien.

50
DAFTAR PUSTAKA

Parkland, F., & Evans, C. (2000). LUKA BAKAR. 4000.


Pudjiadi, A. H. (2017). Resusitasi Cairan: dari Dasar Fisiologis hingga Aplikasi
Klinis. 18(71), 409–416.
Parkland, F., & Evans, C. (2000). LUKA BAKAR. 4000.
Pudjiadi, A. H. (2017). Resusitasi Cairan: dari Dasar Fisiologis hingga Aplikasi

51
Klinis. 18(71), 409–416.
Hardisman. 2014. Gawat Darurat Medis Praktis. Yogyakarta : Gosyen Publising.
Borley R. Neil danGrase A. Pierce. 2007. At a glance IlmuBedah. Edisi 3. Jakarta
Erlangga
Dewi, Yulia Ratna Sintia. 2013. Luka Bakar : Konsep Umum dan Investigasi
Berbasis Klinis Luka Antemortem dan Postmortem. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.

52

Anda mungkin juga menyukai