Anda di halaman 1dari 5

Malpraktek Yang Dilakukan Oleh Tim Dokter RS Kasih Ibu Terhadap Pasien Sutiah

LBH Banda Aceh Pos Lhokseumawe, Praktek kedokteran yang tidak profesional dan terlihat
asal-asalan memberikan dampak yang buruk kepada pasien Sutiah, Umur 45 tahun warga Kuta
Glumpang, pada tanggal 14 Juli 2014 dirawat di Rumah Sakit Kasih Ibu Kota Lhokseumawe
dengan keluhan sebelumnya memiliki penyakit Hernia, pada tanggal 15 Juli 2014 TIM Dokter
RS. Kasih Ibu Kota Lhokseumawe melakukan operasi terhadap pasien.

Pada tanggal 17 Juli 2014 pasien diperbolehkan pulang kerumahnya, namun setiba dirumahnya
pasien langsung mengalami gatal-gatal disekujur tubuhnya dan merasa seperti terbakar pada
seluruh tubuh pasien serta mual-mual disertai muntah, 3 (tiga) hari pasien berada dirumahnya
kondisi pasien semakin memprihatinkan, dengan alasan tidak sanggup lagi untuk menahan sakit
kemudian pasien tersebut dilarikan kembali ke Rumah Sakit Kasih Ibu Lhokseumawe, 4 (empat)
hari dirumah sakit tersebut pasien disarankan oleh petugas rumah sakit yang piket pada saat itu
agar dirawat di Rumah Sakit Cut Mutia, dengan alasan rumah sakit kasih ibu tidak memiliki
ketersedian obat.

Petugas sempat mengatakan kepada keluarga pasien “jangankan obat gatal obat mencret pun tak
ada” mendengar hal tersebut keluarga pasien langsung menanyakan biaya pemindahan pasien
dari RS. Kasih Ibu ke RSCM. tujuan keluarga pasien bertanya hal tersebut dikarenakan faktor
keuangan pasien yang tidak memadai untuk membayar biaya pemindahan pasien. Petugas
tersebut menjawab, “semua biaya gratis” asalkan mendapat rujukan dari Puskesemas tempat
kediaman pasien. Setelah keluarga selesai mengurus rujukan di Puskesmas Geudong, Kab. Aceh
Utara, keluarga pasien langsung kembali dan menjumpai petugas, akan tetapi pihak RS. Kasih
Ibu mengatakan “mobil ambulance tidak ada karena sedang di service” akan tetapi ada 1 unit
mobil ambulan lainnya tetapi dengan syarat harus membayar uang sebesar Rp.150.000,-, (seratus
lima puluh ribu rupiah) mendengar hal tersebut pihak pasien menyatakan tidak sanggup
membayar, tanpa pikir panjang dengan keadaan pasrah keluarga pasien dikarenakan faktor tidak
sanggup untuk membayar ongkos mobil tersebut, terpaksa membawa pulang pasien kerumahnya
dengan menggunakan becak dan untuk membayar ongkos becak tersebut keluarga meminta
pinjaman kepada tetangganya.
Satu minggu berada dirumahnya, pasien semakin parah lalu keluarga pasien membawa pasien ke
RS. Cut Mutia Kab. Aceh Utara, lalu pihak medis mengatakan ini adalah gejala yang diakibakan
karena keracunan obat. 5 (lima) hari di RS Cut Mutia, keluarga pasien dengan alasan sudah tidak
sanggup lagi untuk membiayai segala macam kebutuhan baik kebutuhan pasien maupun
kebutuhan keluarga yang menjaganya di rumah sakit, maka pasien terpaksa dibawa pulang oleh
keluarga.

Saat ini tidak ada konfirmasi apapun dari RS. Kasih Ibu maupun dokter yang bersangkutan, dan
kondisi pasien saat ini, pasien tidak dapat lagi beraktifitas sama sekali, pasien hanya tergeletak di
rumahnya dengan setiap harinya mengeluh kesakitan di sekujur tubuhnya terasa seperti terbakar.

Sumber :
lbhbandaaceh.org

Analisis khasus

Berdasarkan kasus yang terjadi pada artikel diatas, terdapat pelanggaran terhadap Ethical
Principles. Menurut The Kitchener's Ethical principles ada lima prinsip etika. Pada kasus ini,
etika yang dilanggar adalah

1. Non maleficence : Do no Hurm (tidak merugikan orang lain)

Dilihat dari kasus diatas, jelas sekali terjadi pelanggaran etika ini. pasien Sutiah, Umur 45 tahun
tahun harus mengalami gatal-gatal disekujur tubuhnya merasa seperti terbakar serta mual-mual
disertai muntah setelah melakukan operasi dan perawatan di rs tersebut . Kemudian setelah di
rujuk ke RS. Cut Mutia Kab. Aceh Utara, lalu pihak medis mengatakan ini adalah gejala yang
diakibakan karena keracunan obat . Hal tersebut pasti berhubungan dengan pengobatan atau obat
yang di berikan kepada rumah sakit sebelum ia di rujuk karena dokter atau pelayanan kesehatan
tidak kompeten dalam melakukan penanganan terhadap pasien itu sehingga bukannya membaik
setelah melakukan oprasi tetapi malah semakin memperburuk keadaan nya. Ini jelas sekali
merugikan pasien Jadi, pihak RS telah melakukan pelanggaran etika "Non maleficence".
Berdasarkan Pasal 39 undang undang republik indonesia nomor 29 tahun 2004 juga
menyebutkan tentang pelaksanaan praktek bagi Dokter yg berbunyi “Praktik kedokteran
diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien
dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan”.Namun kejadian yang menimpa sutiah, Pasien
bukan malah sembuh, malah makin memperparah.

2. Beneficence: Act to benefit others (Manfaat untuk orang lain)

Apa yang dilakukan pihak RS sama sekali tidak bermanfaat terhadap pasien. Karena seteleh
melakukan perawatan selama berhari hari sutiah tidak kunjung sembuh dan tidak ada
penanganan berkelanjutan dari pihak rumah sakit .

Berdasarkan Pasal 46 nomor 44 tahun 2009 Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum
terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas Kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
di Rumah Sakit. Tetapi disini di lihat bahwa bu sutiah tidak mendapat kan pelayanan
berkelanjutan dan rumah sakit tidak bertanggung jawab atas insiden tersebut

3.justice (keadilan)

‌Dilihat dari segi justice nya atau keadilannya rumah sakit tersebut jelas melakukan pelanggaran
terhadap prinsip keadilan. Di jelaskan bahwa Petugas sempat mengatakan kepada keluarga
pasien “jangankan obat gatal obat mencret pun tak ada” dan ketika pasien ingin menggunakan
pasilitas pelayanan kesehatan dengan menggunakan ambulance untuk melakukan rujukan harus
terlebih dahulu membayar biaya. Padahal seharusnya pasien berhak mendapatkan segala fasilitas
kesehatan dan hak hak yang lain sebagai nya yang ada di rumah sakit. dengan menyamaratakan
pasien baik dalam segi finansial nya yang kurang

Dijelaskan dalam Pasal 29 ayat 1 bagian NOMOR 44 TAHUN 2009 tentang kewajiban dan hak
- melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak
mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa Uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban
Bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti Sosial bagi misi kemanusiaankemanusiaan

-menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin

Tetapi di lihat disini bu sutiah sebagai masyarakat yang kurang mampu tidak mendapat kan
fasilitas tersebut dan terlebih dahulu ada panjar biaya yang di minta dari pihak rumah sakit

Autonomy

Dari segi autonomy nya pelayanan rumah sakit tidak operasi sesuai dengan sop karena terjadi
efek samping setelah operasi di lakukan sehingga merugikan bagi pihak pasien dan tidak
menghormati hak autonomi pasien tersebut.

Di jelaskan dalam Pasal 6 peraturan menteri kesehatan republik Indonesia Nomor 4 tahun
2018Tentang Kewajiban rumah sakit dan kewajiban pasien yaitu Kewajiban Rumah Sakit
memberikan pelayanan Kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan Pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit

Solusi

Untuk menangani agar tidak terjadinya malpraktik yaitu dengan tak menjanjikan atau memberi
garansi akan keberhasilan upayanya, perjanjian yang di berikan berbentuk daya upaya
(inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis) . Kemudian
sebelum melakukan tindakan medis diharapkan dokter harus mendapatkan izin terlebih dahulu
terhadap pasien kemudian Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam bentuk rekam medis
kemudian menunjukan rekam medis tersebut sebagai perlindungan hukum seumpama nya pasien
menuntut karena ada terjadinya tindakan malpraktik yang dilakukan dengan melakukan hal
tersebut dapat menimalisir terjadinya malpraktik di rumah sakit ataupun dari tenaga kesehatan
lainnya

Hal utama yang perlu di perhatikan dalam melakukan praktek kedokteran adalah
Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya apa yang
di butuhkan seorang pasien harus terpenuhi karena haknya dalam memperoleh kesehatan
.Menjalin komunikasi efektif yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya
adalah cara untuk menghindari perbuatan dari praktek kedokteran yang salah

Anda mungkin juga menyukai