Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SWAMEDIKASI BATUK
disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi Semester 4
Dosen Pengampu : apt. Poppy Diah Palupi, M.Sc.

oleh :

Tri Subekti

( 1192111 )

PRODI D3 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI NUSAPUTERA SEMARANG
TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Swamedikasi Batuk “
tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Farmakologi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang swamedikasi batuk bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu apt. Poppy Diah Palupi, M.Sc, selaku dosen
mata kuliah Farmakologi yang telah memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah
yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 22 Juni 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

PENDAHULUAN......................................................................................................................4

Latar Belakang........................................................................................................................4

Rumusan Masalah..................................................................................................................5

Tujuan.....................................................................................................................................5

PEMBAHASAN........................................................................................................................6

Pengertian...............................................................................................................................6

Gejala dan Penyebab..............................................................................................................7

Terapi yang baku....................................................................................................................8

Kasus......................................................................................................................................9

Penatalaksanaan......................................................................................................................9

PENUTUP................................................................................................................................14

Simpulan...............................................................................................................................14

Saran.....................................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Swamedikasi (Pengobatan sendiri) merupakan upaya yang dilakukan oleh
masyarakat dalam pengobatan tanpa adannya resep dari dokter atau tenaga medis
lainnya. Swamedikasi dilakukan berdasarkan dari pengalaman pasien atau dari
rekomendasi orang lain. Pengobatan sendiri dilakukan untuk mengatasi keluhan -
keluhan ringan (Merianti et al., 2013), menurut World Health Organization (WHO)
peran pengobatan sendiri adalah untuk mengatasi dan menanggulangi secara cepat
dan efektif keluhan yang tidak memerlukan konsultasi medis, mengurangi beban
biaya dan meningkatkan keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan medis
(Supardi & Notosiswoyo, 2005).
Salah satu penyakit ringan yang dapat diatasi dengan pengobatan sendiri
adalah penyakit batuk. Batuk merupakan simptom umum bagi penyakit respiratori
dan non-respiratori (Haque, 2005). Timbulnya respon batuk bisa dikarenakan
beragam hal salah satunya adalah keberadaan mukus pada saluran pernafasan.
Normalnya, mukus membantu melindungi paru-paru dengan menjebak partikel asing
yang masuk. Namun apabila jumlah mukus meningkat, maka mukus tidak lagi
membantu malahan mengganggu pernafasan (Koffuor dkk., 2014). Oleh karena itu,
tubuh memiliki respon batuk untuk mengurangi mukus yang berlebihan tersebut.
Selain oleh mukus, batuk dapat disebabkan oleh faktor luar seperti debu
maupun zat asing yang dapat mengganggu pernafasan. Semakin banyak partikel asing
yang harus dikeluarkan, semakin banyak pula frekuensi batuk seseorang. Frekuensi
batuk yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Secara umum
batuk dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu batuk kering yang merupakan batuk
yang disebabkan oleh alergi, makanan, udara, dan obat-obatan. Batuk kering dapat
dikenali dari suaranya yang nyaring, sedangkan yang kedua adalah batuk berdahak
yang disebabkan oleh adanya infeksi mikroorganisme atau virus dan dapat dikenali
dari suaranya yang lebih berat dengan adanya pengeluaran dahak (Djunarko &
Hendrawati, 2011). Kesulitan dalam pengeluaran dahak akan berdampak pada
sulitnya bernafas yang bisa menyebabkan sianosis, kelelahan, apatis serta merasa
lemah (Nugroho & Kristianti, 2011).
Swamedikasi batuk diperlukan pengetahuan mengenai pemilihan obat yang
rasional sesuai batuk yang dialami oleh pasien, untuk batuk berdahak digunakan obat

4
golongan mukolitik (pengencer dahak) dan ekspektoran (membantu mengeluarkan
dahak), sementara untuk batuk kering digunakan obat golongan antitusif (penekan
batuk) (Djunarko & Hendrawati, 2011). Obat batuk banyak diiklankan dan bisa
diperoleh tanpa resep dokter atau dikenal sebagai obat bebas (over-the-counter
medicine). Menurut Corelli (2007) jenis obat batuk bebas yang sering ada di pasaran
adalah jenis ekspektoran dan antitusif.
Masyarakat hari ini saat batuk tidak meminum obat batuk tetapi melakukan
swamedikasi non farmakologi seperti minum air hangat, minum perasan jeruk dan
adapula yang meminum obat yang berdasarkan iklan yang berasal dari media sosial.
Obat-obat yang dipilih mengandung lebih dari satu zat aktif yang kurang sesuai untuk
pengobatan batuk. Menurut Kartajaya (2011) alasan masyarakat Indonesia melakukan
swamedikasi atau peresepan sendiri karena penyakit dianggap ringan, harga obat yang
lebih murah dan obat mudah diperoleh, walaupun jumlah dokter dan rumah sakit
bertambah, hal ini tidak mempengaruhi masyarakat untuk melakukan tindakan
swamedikasi (Kartajaya et al., 2011). Maka pengetahuan mengenai obat batuk sangat
dibutuhkan dalam memilih obat yang benar saat mengalami batuk (Djunarko &
Hendrawati, 2011). Oleh karena itu makalah ini dilakukan untuk menjadi bahan
dalam pemilihan obat pada swamedikasi batuk, sehingga dimaksudkan akan
berdampak positif kepada apoteker untuk lebih dapat menjelaskan dengan benar
fungsi dari masing-masing obat batuk yang akan dipilih oleh pasien (Kartajaya et al.,
2011).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan gejala batuk?
2. Bagaimana pengobatan batuk dengan cara terapi?
3. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus secara farmakologi dan non farmakologi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui swamedikasi.
2. Untuk mengetahui obat yang digunakan dalam swamedikasi batuk.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Batuk merupakan mekanisme pertahanan diri paling efisien dalam


membersihkan saluran nafas yang bertujuan untuk menghilangkan mukus, zat beracun
dan infeksi dari laring, trakhea, serta bronkus. Batuk juga bisa menjadi pertanda
utama terhadap penyakit perafasan sehingga dapat menjadi petunjuk bagi tenaga
kesehatan yang berwenang untuk membantu penegakan diagnosisnya (Chung, 2003).
Jenis-jenis batuk meliputi batuk kering dan batuk berdahak.Tanda-tanda awal
batuk kering biasanya adalah rasa gatal di tenggorokan yang memicu batuk. Batuk
tanpa dahak ini biasanya terjadi pada tahap akhir pilek atau ketika ada paparan iritasi.
Pada kasus yang berdahak, batuk justru sangat membantu karena berfungsi
mengeluarkan dahak tersebut bisa berasal dari tenggorokan, sinus, serta paru-paru.
Berdasarkan durasinya, batuk dibedakan menjadi batuk akut, subakut, dan
batuk kronis. Batuk akut yaitu batuk yang terjadi kurang dari 3 minggu. Batuk
subakut yaitu batuk yang terjadi selama 3-8 minggu, sedangkan batuk kronis yaitu
batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu. Dari durasi batuk maka dapat diprediksi
penyakitnya. Misalnya batuk akut yang biasanya disebabkan oleh infeksi saluran
pernafasan atas (ISPA) atau bisa juga karena pnemonia dan gagal jantung kongestif.
Batuk subakut bisa disebabkan oleh batuk pasca infeksi, bakteri sinusitis maupun
batuk karena asma. Sedangkan batuk kronis bila terjadi pada perokok biasanya
merupakan penyakit chronic obstructive pulmonary disease (COPD) dan pada non
perokok kemungkinan adalah post-nasal drip, asma dan gastroesophageal reflux
disease (GERD).
Bila berdasarkan tanda klinisnya, batuk dibedakan menjadi batuk kering dan
batuk berdahak. Batuk kering merupakan batuk yang tidak dimaksudkan untuk
membersihkan saluran nafas, biasanya karena rangsangan dari luar. Sedangkan batuk
berdahak merupakan batuk yang timbul karena mekanisme pengeluaran mukus atau
benda asing di saluran nafas (Ikawati, 2009). Pada dasarnya mekanisme batuk dapat
dibagi menjadi empat fase yaitu :
a. Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensorik nervus vagus di laring, trakea,
bronkus besar, atau serat aferen cabang faring dari nervus glosofaringeus

6
dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan
faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang.
b. Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi
otot abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat,
sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru.
Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan
diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar mengakibatkan
peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah
banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi
sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil rongga udara yang tertutup
sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang potensial.
c. Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot
adductor kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini
tekanan intratoraks meningkat hingga 300 cm H2O agar terjadi batuk yang
efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah glotis terbuka .
Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu
meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.
d. Fase ekspirasi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot
ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan
kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan
bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan cabang-cabang
bronkus merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme batuk dan
disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi
akibat getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara
(Putri, 2012).

B. Gejala dan Penyebab


Gejala umum dari batuk adalah demam, menggigil, nyeri pada tubuh, radang
tenggorokan, mual atau muntah, sakit kepala, berkeringat pada malam hari, hidung
beringus. Penyebab batuk meliputi :

7
1. Penyakit jangka panjang yang kambuh, misalnya asma, Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK), atau bronkitis kronis.
2. Rinitis alergi, misalnya alergi terhadap debu.
3. GERD. Penyakit ini menyebabkan asam lambung berkumpul pada esofagus dan
memicu batuk.
4. Cairan dari hidung yang menetes ke tenggorokan.
5. Merokok atau menggunakan tembakau dengan cara lain.
6. Paparan debu, asap, serta senyawa kimia.

C. Terapi yang baku


Untuk terapi anak batuk yang lumayan kronis bisa dilakukan 6 kali terapi dengan
3 tahapan yang harus dijalani, yaitu :
1. Di uap ( Inhalasi )  untuk tahap ini anak diberikan obat melalui satu alat namanya
Nebulizer , dipasang seperti memakai masker dan obat dimasukkan ke dalam alat,
saat alat dinyalakan maka uap akan keluar, fungsinya untuk membuka jalan napas
dan mengencerkan dahak.
2. Di sinar  , bagian punggung dan dada anak disinari dengan alat khusus selama 20
menit ( 10 menit punggung dan 10 menit dada) ada rasa hangat saat alat yang
mengeluarkan sinar ultra violet itu menyentuh kulit dada dan pungung anak,
terapisnya mengatakan kalau sinar ini sama dengan sinar matahari pagi.
3. Di Puk-puk ( massage) istilah puk-puk umum digunakan terapis untuk menyebut
tahap terakhir ini, daerah yang di lakukan pemijatan biasanya punggung dan dada,
tapi kebanyakan punggung dengan diolesi sedikit krim hangat, ada dua gerakan
utama pemijatan yaitu menepuk dan memberikan semacam getaran pada
punggung anak.
Pada orang dewasa terapi yang bisa dilakukan antara lain :
1. Terapi makanan
Jika batuknya tipe panas perbanyak makan buah pir (dimakan langsung atau dijus)
pagi dan sore hari. Jika batuk tipe dingin perbanyak makan lobak (1 buah lobak
dicampur dengan 1/2 ons jahe ditambah air 3 gelas, masak selama 5 menit, minum
2 kali sehari. Jika batuk tipe kering makanlah irisan kencur 3 kali sehari.
2. Terapi Pijat Refleksi
Titik-titik tekan Pijat diarea tubuh

8
1. Lakukan pemijatan di titik refleksi paru-paru (saluran pernafasan), tekan
selama 5-15 menit lakukan 2-3 kali sehari sampai dirasa batuk sembuh.
2. Gunakan jari telunjuk dan jari tengah untuk menggosok madras dan kebawah
bagian tengah tulang dada selama satu menit. Kemudian tekan dan Pijat
dengan lembut tulang dada dari ujung hingga bawah selama satu menit.
3. Gunakan ibu jari atau jari telunjuk untuk menekan dg lembut antara ibu jari
dan jari telunjuk selama 1-5 menit.

D. Kasus
Seorang ibu mengeluhkan tenggorokannya gatal – gatal dan susah digunakan untuk
menelan kadang batuk – batuk kecil dan sering saat kedapatan memakan gorengan
dan minum es. Batuk berlanjut sudah 2 hari ini.

E. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Obat Sintesis
1) Bromheksin HCl (Bisolvon® Tablet)
Pabrik : Boehringer Ingelheim
Indikasi : Untuk batuk berdahak, batuk yang disebabkan flu,
batuk karena asma dan bronkhitis akut atau kronis.
Efek samping : Adakalanya terjadi efek samping pada saluran
pencernaan. Sangat jarang : kemerahan pada kulit karena alergi.
Perhatian : Hindari penggunaan BROMHEXINE pada tiga bulan
pertama kehamilan dan pada masa menyusui. Hati-hati penggunaan pada
penderita tukak lambung.
Kegunaan : Bekerja dengan mengencerkan sekret pada saluran 
pernafasan dengan jalan menghilangkan serat-serat mukoprotein dan
mukopolisakarida yang terdapat pada sputum / dahak sehingga lebih
mudah dikeluarkan.
Aturan Pakai : Dewasa dan anak > 10 tahun 1x 3 tablet, Anak 5 – 10
tahun 3×1/2 tablet, Anak 2 – 5 tahun 2×1/2.
Interaksi : Pemberian bersamaan dengan antibiotika (amoksisilin,
sefuroksim, doksisiklin) akan meningkatkan konsentrasi antibiotika pada
jaringan paru.

9
Kontraindikasi : Penderita yang hipersensitif terhadap Bromhexine
HCI.
Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas

2) Ambroxol (Epexol®)
Pabrik : PT. Sanbe Farma
Indikasi : penyakit-penyakit pada saluran pernafasan dimana
terjadi banyak lendir atau dahak, seperti emfisema, radang paru kronis,
bronkiektasis, eksaserbasi bronkitis kronis dan akut, bronkitis asmatik,
asma bronkial yang disertai kesukaran pengeluaran dahak, serta penyakit
radang rinofaringeal.
Kontra Indikasi : Jangan menggunakan obat ini untuk pasien yang
memiliki riwayat alergi terhadap  ambroxol. Pasien yang menderita ulkus
pada lambung penggunaan obat ini harus dilakukan secara hati-hati.
Efek Samping : Efek samping yang relatif ringan yaitu gangguan pada
saluran pencernaan misalnya mual, muntah, dan nyeri pada ulu hati. Efek
samping yang lebih serius tetapi kejadiannya jarang misalnya reaksi alergi
seperti kulit kemerahan, bengkak pada wajah, sesak nafas dan kadang-
kadang demam.
Perhatian : Keamanan pemakaian obat ini untuk ibu menyusui
belum diketahui dengan jelas. Meski demikian, pemakaian obat ini selama
menyusui sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter. penggunaan obat
sebaiknya dilakukan setelah makan atau bersama makanan.
Interaksi Obat : Jika diberikan bersamaan dengan antibiotik
seperti amoxicillin,cefuroxim, erythromycin, dan doxycycline, konsentrasi

10
antiobiotik-antibiotik tersebut di dalam jaringan paru meningkat. Obat
ini juga sering dikombinasikan dengan obat-obat standar untuk
pengobatan bronkitis seperti glikosida jantung, kortikosteroid dan
bronkospasmolitik.
Dosis Epexol : 5-10 tahun : 3 x sehari ½ talet, Dewasa dan anak > 10
tahun : 3 x sehari 1 tablet.
Golongan Obat : Obat Keras

3) Dekstromethorphan HBr (Konidin®)


Pabrik : Konimex Pharmaceutical Laboratories
Indikasi : Untuk meringankan batuk
Kegunaan : Bekerja sebagai antitusif, espektoran dan antihistamin
Kontra indikasi : Penderita yang hipersensitif terhadap komponen obat
ini
Efek samping : Mengantuk, gangguan pencernaan, sakit kepala,
insomnia, eksitasi, tremor, takikardi, aritmia, mulut kering, palpitasi, sulit
berkemih
Peringatan : Hati-hati penggunaan pada penderita dengan gangguan
fungsi hati dan ginjal, glaucoma, hipertrofi prostat, hipertiroid, gangguan
jantung, dan diabetes mellitus. Tidak dianjurkan untuk anak-anak dibawah
6 tahun, wanita hamil dan menyusui, kecuali atas petunjuk dokter
Aturan pemakaian : Dewasa dan anak-anak diatas 12 tahun : 3 x
sehari 1-2 tablet, Anak-anak 6-12 tahun : 3 x sehari ½-1 tablet.
Atau menurut petunjuk dokter
Interaksi Obat : Dapat terjadi rangsangan SSP dan depresi
pernafasan yang berat pada pemberian bersamaan dengan penghambat
MAO.
Cara penyimpanan : Simpan pada suhu dibawah 30 ºC
11
Golongan Obat : Obat Bebas Terbatas

b. Obat Herbal Moderen


1) Woods®

Indikasi : Membantu meredakan batuk berdahak


Komposisi : Tiap 5 ml sirup mengandung 35 mg Ekstrak Daun Ivy
(Hedera helix folii extract) , 25 mg Ekstrak Daun Meniran (Phyllanthus
urinaria folii extract), 25 mg Ekstrak aun Mint (Menthae piperitae folii
extract) , 3 gram Madu.
Aturan pakai : 2 - 5 tahun : 2,5 ml, 3 kali sehari, 6 – 12 tahun : 5 ml, 3 kali
sehari, Anak >12 tahun & dewasa: 10 ml, 3 kali sehari.

2. Non Farmakologi
Antara penjagaan sendiri untuk pencegahan batuk yang dianjurkan :
a. Tidak merokok.

12
b. Minum air yang banyak, untuk membantu mengencerkan dahak, mengurangi
iritasi atau rasa gatal.
c. Menjauhi dari penyebab batuk seperti etiologi abu dan asap rokok.
d. Meninggikan kepala dengan menggunakan bantal tambahan pada waktu
malam untuk mengurangkan batuk kering.
Hindari paparan debu yang merangsang tenggorokan, dan udara malam yang
dingin.
Atau bisa menggunakan obat tradisional seperti :
a. Jeruk nipis, peras dan ambil airnya lalu seduh dengan air panas 1 gelas
(60cc) + kapur sirih sedikit dan diminum 2x sehari 1 sendok makan.
b. Ambil 15 biji cengkeh, 1 biji pala, 6 buah jeruk nipis, 15 helai daun sirih
dan 3 gelas air.Cengkeh ditumbuk,jeruk di belah menjadi 2 kemudian
semua bahan dimasukkan kedalam panci dan dididihkan sampai air tinggal
separuhnya baru diangkat.Digunakan 3x sehari,sekali minum 3-4 sendok
makan, anak-anak 3x sehari 1-2 sendok makan serta dapat ditambahkan
madu,hindari makan berlemak

13
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Dapat disimpulkan bahwa :
1. Swamedikasi (Pengobatan sendiri) merupakan upaya yang dilakukan oleh
masyarakat dalam pengobatan tanpa adannya resep dari dokter atau tenaga medis
lainnya. Swamedikasi dilakukan berdasarkan dari pengalaman pasien atau dari
rekomendasi orang lain.
2. Pasien tersebut ternyata mengidap penyakit batuk kering karena setelah makan
gorengan dan minum es tenggorokannya terasa gatal – gatal dan susah untuk
menelan disertai batuk – batuk kecil dan sering. Obat yang dapat digunakan
antara lain dekstrometorphan dan kodein.

B. Saran
Sebaiknya pada swamedikasi batuk dapat dilakukan secara mandiri tanpa
adanya saran dokter. Selain obat sintetis dapat juga menggunakan obat tradisional
antara lain jeruk nipis, biji cengkeh, bawang putih, jahe dan belimbing wuluh.
Namun apabila tidak kungjung membaik segera hubungi dokter.

14
DAFTAR PUSTAKA

Sartono, 2000. Obat Wajib Apotek, Edisi ketiga, Gramedia Pustaka Utama; Jakarta.

Merianti, N. W. E., Goenawi, L. R., & Wiyono. W., 2013. Dampak penyuluhan pada
pengetahuan masyarakat terhadap pemilihan dan penggunaan obat batuk
swamedikasi di kecamatan malalayang, Jurnal Ilmiah Farmasi, 2(03), pp.100–103.

Haque, R. A., Chung, K. F., 2005. Cough: Meeting The Needs of A Growing Field, London.
Available from: http://www.coughjournal.com/content/1/1/1/. [Accessed 27 March
2017]

Djunarko, I., & Hendrawati, D., 2011. Swamedikasi yang Baik dan Benar. Citra Aji
Parama,Yogyakarta.

Nugroho, A., & Kristianti, E., 2011. Stikes RS. Baptis Kediri. Batuk Efektif Dalam
Pengeluaran Dahak Pada Pasien Dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di
Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Baptis Kediri, 4(2).

Corelli, R. L., 2007. Therapeutic & Toxic Potential of Over-the-Counter Agents. In :


Katzung, B. G., Basic and Clinical Pharmacology. 10th ed. USA : McGraw Hill,
1045-1046.

Kartajaya, H., Taufik., Mussry, J., Setiawan, I., Asmara, B., Winasis, N.T., 2011. Self-
Medication. Who Benefit and Who Is At Loss. Mark Plus Insight, Indonesia.

Koffuor, G.A., Ofori-Amoah, J., Kyei, S., Antwi, S. dan Abokyi, S, 2014, Anti-tussive,
Mucosuppressant and Expectorant Properties, and the Safety Profile of a Hydro-
ethanolic Extract of Scoparia dulcis, International Journal of Basic and Clinical
Pharmacology, 3 (3), 447-453.

Chung, K.F., 2003, Management of Cough, dalam Chung, K.F., Widdicombe, J.G., Boushey,
H.A., (Eds.), Cough: Causes, Mechanisms and Therapy, 283-297, Blackwell
Publishing Ltd., U.K.

Ikawati, Z., 2009, Bahan Ajar Kuliah Materi Batuk, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai