Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan untuk pembuatan furfural
adalah sembung rambat dimana pada sembung tersebut terdapat pentosan yang
tinggi dapat digunakan untuk pembuatan furfural.

4.1 ANALISIS UNSUR CANGKANG KEMIRI

Cangkang kemiri yang digunakan untuk bahan baku dalam pembuatan asam
padat ini diperoleh dari masyarakat dalam keadaan yang sudah dipecahkan.
Cangkang kemiri memiliki tekstur yang keras dan berwarna cokelat kehitaman.
Berdasarkan hasil analisa dari EDS (Energy Dispersive Spectrometry), bahan
baku cangkang kemiri yang telah dihaluskan mengandung unsur-unsur yang dapat
dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Unsur cangkang Kemiri Menurut Hasil Analisis EDS
No Unsur Persen berat (%)
1 C 53,12
2 O 43,47
3 Mg 0,96
4 Ca 2,45

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil analisa yang diperoleh dari bahan
baku cangkang kemiri yang telah telah dihaluskan memiliki nilai karbon yang
tinggi, sehingga merupakan bahan baku yang baik untuk pembuatan dasar karbon.
Gambar 4.1 menununjukan bahwa permukaan cangkang kemiri yang tidak diberi
perlakuan apapun memiliki permukaan yang tidak berpori-pori dan tidak teratur
hal yang sama juga telah dilaporkan oleh Ghani et al. (2016) yang menggunakan
bahan dasar pembuatan karbon yaitu olive cake yang menunjukkan hasil tidak
memiliki pori-pori dan juga tidak teratur sebelum adanya perlakuan karbonasi.
Hal ini yang menyebabkan bahan baku memiliki luas permukaan yang kecil,
sehingga sulit untuk menjerap suatu bahan dengan baik. Luas permukaan suatu
biomassa perlu diperbesar untuk meningkatkan kemampuan penjerapannya.

30
Peningkatan luas permukaan dengan pembentukan pori pada karbon dapat
dilakukan dengan cara fisika yaitu melalui proses karbonisasi (Wang et al. 2017).

Gambar 4.1 Hasil Analisis SEM dengan Perbesaran 1000 kali pada Cangkang
Kemiri Bahan Baku

4.2 PEMBUATAN KATALIS KARBON TERSULFONASI


Tahap pertama yang dilakukan untuk menyiapkan karbon tersulfonasi
adalah karbonisasi cangkang kemiri. Karbonisasi cangkag kemiri dilakukan
selama 4 jam dengan suhu 350oC di dalam muffle furnace. Selama proses
karbonisasi struktur polimer dari biomassa tersebut akan membebaskan sebagian
besar unsur-unsur non-karbon terutama hidrogen, nitrogen dan oksigen dan
menghasilkan kerangka karbon yang kaku dalam bentuk lembaran aromatik
(Kumar et al. 2016).
Suhu karbonisasi dapat mempercepat terjadinya proses degradasi yang
akan berpengaruh terhadap luas permukaan dan pengembangan pori-pori dari
karbon yang dihasilkan (Kumar et al. 2016). Seperti yang telah dilaporkan oleh
(Fraga et al. 2016) temperatur karbonisasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan
peningkatan kristalinitas, peningkatan jumlah lapisan aromatik dan penyempitan
lapisan aromatik. Hal ini membuat struktur karbonisasi lebih rapat sehingga
reagen sulit masuk dan menyebabkan situs yang terakses sangat sedikit untuk
proses sulfonasi.
Cangkang kemiri yang telah dikarbonasi selanjutya disulfonasi dengan
menggunakan asam sulfat selama 6 jam dengan suhu sulfonasi 120 oC di dalam

31
oven. Pada tahap sulfonasi ini gugus sulfonat akan terikat pada struktur poli
aromatiknya (Fraga et al. 2016), hal ini menyebabkan kandungan nitrogen,
oksigen dan hidrogen menurun dan meningkatkan nilai kandungan karbon
(Kumar et al. 2016). Selanjutnya katalis yang telah disulfonasi dicuci dan
dikeringkan. Kemudian nilai keasaman ataupun kapasitas H+ gugus asam sulfonat
(SO3H) pada karbon yang diharapkan berperan sebagai katalis dianalisa. Menurut
Lutfi (2014) reaksi kimia pelarutan oksida logam oleh larutan H2SO4 dapat
ditunjukan pada Persamaan 4.1 dan 4.2

K2O + H2SO K2SO4 + H2O (4.1)


CaO + H2SO4 CaSO4 + H2O (4.2)

Hasil analisa nilai keasaman katalis ataupun kapasitas H + dari cangkang


kemiri yang telah tersulfonasi dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2. Nilai Keasaman Atau Kapasitas H+ Gugus Asam Sulfonat (SO3H)
Katalis pada Suhu Karbonasi 350oC dan Suhu Sulfonasi pada 120oC
Temperatur Temperatur Nilai Keasaman atau
Karbonisasi Sulfonasi Kapasitas H+Katalis
( C)
o
( C)
o
(mmol/g)
350 (4 jam) 120 (6 jam) 4,875

4.3 ANALISIS SEM DAN EDS KATALIS HASIL KARBONISASI DAN


TERSULFONASI
Karakteristik suatu katalis dapat dilakukan dengan melihat sifat permukaan
yang meliputi struktur dan morfologi suatu katalis yang dilakukan dengan
menggunakan analisa SEM (Scanning Electron Microscopy). Morfologi dari suatu
katalis untuk cangkang kemiri yangtelah dikarbonasi dengan suhu 350oC dan
temperatur sulfonasi dengan suhu 120 oC dapat dilihat pada Gambar 4.2
Berdasarkan hasil analisa SEM terhadap sampel karbon cangkang kemiri
dengan temperatur karbonasi 350oC dan temperatur sulfonasi 120oC, dengan
perbesaran 1000x dapat dilihat pada gambar karbon sebelum tersulfonasi
memiliki permukaan yang beraturan dan pori-pori yang masih sedikit. Karbon
yang telah tersulfonasi memiliki permukaan yang tidak beraturan namun dapat
dilihat bahwa setelah tersulfonasi pori-pori karbon lebih terbuka dan menjadi

32
lebih banyak. Pori- pori tersebut akan menjadi tempat terjadinya reaksi antar
reaktan yang menghasilkan produk, dimana reaktan akan berdifusi kedalam
permukaan atau pori-pori dari katalis dan terkonversi menjadi produk. Hal serupa
dilaporkan oleh Mardiah et al. (2017) pada katalis karbon tersulfonasi dari
biomassa Jatropha curcas.

33
(a)
(b)
Gambar 4.2. Hasil Analisis SEM dengan
Perbesaran 1000 (a)
karbon Hasil Karbonasi
Cangkang Kemiri pada
(T=350oC dan t= 120
menit) (b) Karbon
Hasil Sulfonasi pada
(T=120oC dan t=6 jam)

Karakterisasi suatu katalis dapat


dilihat dari melalui sifat permukaan yang meliputi unsur dari kandungan suatu
katalis tersebut dengan melakukan pengujian menggunakan EDS (Energy
Dispersive Spectrometry). Hasil EDS terhadap sampel karbon yang berasal dari
cangkang kemiri setelah mengalami karbonisasi pada 350oC dengan t= 4 jam, dan
hasil sulfonasi pada 120oC dengan t= 6 jam dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil Analisis Karbon dengan EDS


Sebelum
Setelah tersulfonasi
Unsur tersulfonasi
Persen berat % Persen berat %
C 67,46% 78,37%
O 18,87% 19,94%
K 0,36% -
Ca 13,30% 0,43%
S - 3,60%

Dari hasil analisa EDS tersebut menunjukkan bahwa katalis karbon setelah
tersulfonasi mengandung belerang (S) sebesar 3,60%, sedangkan pada karbon
sebelum sebelum tersulfonasi tidak ada mangandung unsur belerang. Dari data
diatas dapat dikatakan bahwa pembakaran karbon pada suhu tertentu membentuk
struktur poliaromatik hidrokarbon sehingga memungkinkan untuk menjadi
penyangga (support) tempat melekatnya gugus sulfonat sebagai pusat aktif
katalis.

4.4 UJI AKTIVITAS KATALIS PADA PEMBUATAN FURFURAL


DARI TANAMAN SEMBUNG RAMBAT (Mikhania Micrantha)

4.4.1 Analisis Tanaman Sembung Rambat (Mikhania micrantha)

34
Analisa awal pada sembung rambat meliputi analisa kadar air dan kadar
pentosan. Detail analisa awal ini dilampirkan pada lampiran A. Adapun hasil
analisa berikut dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4. Hasil Analisis Awal Sembung Rambat


Keterangan Nilai %
Kadar air batang sembung rambat 84,5614
Kadar air daun sembung rambat 86,3204
Kadar pentosan sembung rambat 47,67

Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan air sembung rambat pada


batang dan daun masing-masing 84,5614% dan 86,3204% .Untuk kadar pentosan
yang di dapat dari hasil analisis untuk sembung rambat sebesar 47,67%,
Kandungan pentosan pada sembung rambat 56,04 ± 0,86% (Ko, et al. 2013).

4.4.2 Hasil Uji Densitas pada Pembuatan Furfural


Tabel 4.5 Data Pengamatan Densitas Furfural

No Katalis Suhu Waktu ρpercobaan ρliteratur * ρstandard **


(menit) (g/cm )3
(g/cm ) 3
(g/cm3)
o
1 Asam Padat 120 C 120 1,152
1,16 1,1598
2 Asam Sulfat 110oC 120 1,1603
* Machado et al. (2016)
** ρstandard berdasarkan International Furan Chemical (2016)

Menurut Machado et al. (2016), nilai densitas furfural pada suhu 25 oC


adalah sebesar 1,16 g/cm3, sangat mendekati nilai densitas furfural standar
berdasarkan International Furan Chemical (2016). Data pada Tabel 4.5
menunjukkan bahwa nilai densitas pada variasi (110oC dan 120 menit) untuk
katalis asam padat mendekati nilai densitas furfural standar dan pada
(110oC dan 120 menit) untuk katalis asam sulfat sangat mendekati nilai densitas
furfural standar. Nilai densitas yang tidak sesuai dengan teori dapat disebabkan
karena senyawa kloroform yang masih bercampur dengan furfural dan belum
terdistilasi.

4.4.3 Identifikasi Furfural Yang Dihasilkan Dengan Uji Warna

35
Furfural yang dihasilkan dari hasil destilasi pertama kali kemudian
diidentifikasi dengan uji kualitatif dengan menggunakan pereaksi anilin asetat
dengan perbandingan (1:1). Furfural diidentifikasi dengan adanya perubahan
warna benig menjadi merah bata setelah adanya penambahan preaksi anilin asetat.
Penelitian ini dilakukan pengujian pada pengunaan katalis asam padat dan asam
sulfat (H2SO4).
Perubahan warna yang terjadi pada pembuatan furfural dengan
menggunakan katalis asam sulfat dengan konsentrasi 20% pada suhu 110oC dan
waktu 30, 60 dan 90 menit dapat dilihat pada Gambar 4.3. Dari gambar 4.3 dapat
dilihat dari waktu 30 menit sampai 90 menit terjadi perubahan warna menjadi
merah tua, hal ini menunjukkan bahwa furfural sudah terbentuk pada waktu 30
menit. Hal ini menunjukkan pentosan pada sembung rambat dapat cepat
dihirolisis oleh H+ dari asam sulfat (H2SO4), sehingga tidak membutuhkan waktu
yang lama untuk terjadinya reaksi pembentukan furfural.
Hasil identifikasi furfural yang dihasilkan dari sembung rambat dengan
menggunakan katalis asam padat 30% dan 40% pada suhu yang sama dan waktu
yang sama, dapat dilihat pada Gambar 4.4 dan 4.5. Dari gambar 4.4 dan 4.5 dapat
dilihat bahwa furfural sudah terbentuk dari waktu 30 menit sampai 90 menit, yang
ditandai dengan adanya perubahan warna ketika ditambahkan reagen anilin asetat
sebagai reagen untuk identifikasi warna pada furfural, dari ketiga konsentrasi
dapat dilihat bahwa yang paling cepat terbentk furfural adalah dengan
menggunakan katalis asam sulfat 20% karena asam sulfat merupakan asam kuat
dan memiliki nilai H+ yang lebih tinggi dibanding dengan asam padat yang
memiliki nilai H+ yang lebih rendah. Hal ini menunjukan bahwa pentosan pada
sembung rambat dapat cepat dihidrolisis oleh H+ dari asam sulfat, sehingga tidak
membutuhkan waktu yang lama untuk terjadinya reaksi pembentukan furfural.
Perubahan warna yang terjadi pada peroses identifikasi dengan
menggunakan reagen anilin ini disebabkan terjadinya kondensasi antara furfural
dengan anilin yang membentuk senyawa dianil hidroksiglukoat dialdehida yang
berlangsung dalam dua tahap, sehingga terjadi pemecahan cincin furfural dan
pembentukan dialdehida (Hidajati, 2006)

Gambar 4.3 Identifikasi Furfural dengan Katalis Asam Sulfat 20% Pada Suhu
110oC (a) Merah Terang (b) Merah Agak36 Gelap (c) Merah Bata

(a) (b) (c)


30 menit 60 menit 90 menit
Gambar 4.4 Identifikasi Furfural Dengan Katalis Asam Padat 30% Pada Suhu
110oC (a) Merah Muda (b) Merah Terang (c) Merah Agak Gelap

(a) (a) (a)


30 menit 60 menit 90 menit

Gambar 4.5 Identifikasi Furfural Dengan Katalis Asam Padat 40% Pada Suhu
110oC (a) Merah Muda (b) Merah Terang (c) Merah Agak Gelap

(a) (a) (a)


30 menit 60 menit 90 menit

Untuk memperkuat hasil yang didapat adalah furfural maka dilakukan


analisa kembali dengan menggunakan FTIR. FTIR berfungsi untuk penentuan
gugus-gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa, sehingga dapat diketahui
senyawa yang dihasilkan adalah furfural.

4.4.4 Identifikasi Furfural dengan FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Analisis FTIR untuk menentukan gugus-gugus fungsi untuk memperkuat


destilat yang dihasilkan merupakan furfural. Hasil FTIR dapat dilihat pada
Gambar 4.6. Berdasarkan hasil analisa FTIR pada Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa

37
C-H aromatis dan C=C aromatis terdapat dalam furfural yang dihasilkan dengan
menggunakan katalis asam padat dan didukung oleh adanya puncak 3.131,97 cm -1
dan 1.533,36 cm-1. Ikatan C-H aldehida dan C-O aldehida pada furfural yang
dihasilkan dengan menggunakan katalis asam padat ditunjukan pada puncak
2.854,66 cm-1 dan 1.680,17 cm-1. Ikatan C-aldehida pada furfural yang dihasilkan
memnggunakan katalis asam padat daat dilihat pada puncak 1.321,30 cm -1.
Berdasarkan hasil FTIR di dapat dilihat untuk C-O-C di tunjukan pada puncak
1.158,17 cm-1.
Furfural yang dihasilkan dengan menggunakan katalis asam sulfat untuk
C-H aromatis dan C=C aromatis di tunjukan oleh puncak 3.131,97 cm -1 dan
1.565,98 cm-1. Adanaya ikatan C-H aldehida dan C=O aldehida dalam furfural
yang dihasilkan dengan menggunakan katalis asam sulfat (H 2SO4) di tunjukan
oleh puncak 2.854,66 cm-1 dan 1.680,17cm-1. Ikatan C-aldehida dalam furfural di
tunjukan oleh puncak 1.353,92 cm-1 dan puncak C-O-C di dukung dengan adanya
puncak 1.158,17 cm-1.
Tabel 4.6 Vibrasi Furfural Standar

Gugus Fungsi Vibrasi (cm-1)


Streching C=H aromatis 3131,61
Streching C=H aldehid 2860-2800
Streching C=O aldehid 1700-1600
Streching C=C aromatis 1600-1475
Streching C-aldehida 1329,73
Streching C-O-C 1200-1100
Sumber: (Taslim et al 2018; Ong et al. 2007)

Bila dilihat dari hasil analisa FTIR yang didapat jika dibandingkan dengan
vibrasi standart furfural yang dilaporkan oleh Taslim et al (2018); Ong et al.
(2007), spektra hasil katalis asamTransmittance
padat dan asam sulfat mendekati nilai vibrasi
furfural standar. Hal ini menunjukkam bahwa senyawa yang dihasilkan ialah
berupa furfural. Untuk memperkuat hasil yang diperoleh, dapat dibuktikan dengan
analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GCMS).

3.131,97 3.131,97
2.854,66 2.854,66
Wavenumber

38
1.680,17 1.680,17
1.565,98
1.533,61
1.337,61 1.337,61

1.158,17 1.1587,17

Gambar 4.6 Hasil Analisa FTIR Furfural dengan Katalis Asam Sulfat 20% dan
Asam Padat 40% pada Suhu 110oC

4.4.5 Identifikasi Furfural Dengan Gas Kromatografi Massa


Spektrofotometri (GCMS)

Analisis Gas Kromatografi Massa Spektrokopi (GCMS) untuk


menentukan waktu retensi komponen furfural. Hasil GCMS untuk furfural yang
dihasilkan dengan katalis asam padat dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan hasil
GCMS untuk furfural yang dihasilkan dengan katalis asam sulfat dapat dilihat
pada Gambar 4.8. Dari Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 diperoleh hasil analisis
dengan menggunakan GCMS yang menunjukkan bahwa senyawa hasil hidrolisis
merupakan furfural. Dapat dilihat senyawa furfural untuk katalis asam padat
ditunjukkan pada peak 4, retention time 7.597 menit dengan % area sebesar
65.15% (Tabel 4.7) sedangkan senyawa furfural untuk katalis asam sulfat
ditunjukkan pada peak 1, retention time 8,975 menit dengan % area sebesar 100%
(Tabel 4.8).

Tabel 4.7 Data Hasil Analisa GCMS Furfural dengan Katalis Asam Padat 40%
pada Suhu 110oC

Peak# R.Time Area Area% Name


1 3.189 21558105 19.62 Trichloromethane
2 3.368 3756596 3.42 Hexaborane-12
3 3.594 5899399 5.37 -
4 7.597 71571217 65.15 Furfural
5 9.460 2473475 2.25 5 Methyl Furfural
4-Tert-Butyl-2-(1-Methyl-2-Nitro-
6 11.602 4597743 4.19
Ethyl)-Cyclohexanone

39
4-Tert-Butyl-2-(1-Methyl-2-Nitro-
Trichloromethan
Abundance

Ethyl)-Cyclohexanone
5 Methyl Furfural
Hexaborane-12
e

Furfural

Time (minute)

Gambar 4.7 Hasil Analisis GCMS Furfural dengan Katalis Asam Padat 40% pada
Suhu 110oC

Tabel 4.8 Data Hasil Analisis GCMS Furfural dengan Katalis Asam Sulfat 20%
pada Suhu 110oC

Peak# R.Time Area Area% Name


2-Furan carbo xaldehyde (CAS)
Furfural $$ 2-Furaldehyde $$ Fural
$$ Furole $$ Furale $$ Furfurole $$
1 8.975 34964012 100.00
2-Furfural $$ Furaldehyde $$
Furancarbonal $$ 2-Formylfuran $
$ .alpha.-Furole $$ Furfuraldehyde
Abundance

Time (minute)

40
Gambar 4.8 Hasil Analisis GCMS Furfural dengan Katalis Asam sulfat 20% pada
Suhu 110oC
Relative intensity

Mass to charge ratio (m/z)


(a)

Relative intensity O
O

Mass to charge ratio (m/z)


(b)

Gambar 4.9 Hasil analisis Spektroskopi Massa (a) Furfural dengan Katalis Asam
padat 40% (b) Furfural dengan Katalis Asam Sulfat 20%

Fragmentasi ion pada m/z 26, 39, 42, 67, 96, dan 98 menunjukkan
penguraianfurfural menjadi beberapa fragmen. Tiap m/z mewakili satu elemen.
Nama-nama elemen dan nilai nilai m/z dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9
menjelaskan proses peluruhan furfural menjadi 4 (empat) saluran disosiasi
dengan pembentukan ion anak sebagai berikut: Awalnya kation furfural
(C5H4O2+, m/z = 96) akan terdisosiasi membentuk ion-ion berikut: C 4H3O+ (m/z =
67), C3H3+ (m/z = 39), C2H2O+ (m/z = 42), dan C2H2+ (m/z = 26). Dengan base peak
pada m/z 96 yang merupakan nilai rasio massa/muatan untuk furfural. Hal ini
dilihat pada Gambar 4.9 a dan b.

Tabel 4.9 Elemen Senyawa Furfural dan Nilai Massa/Muatan (m/z)

Elemen m/z
+
C5H4O2 (Furfural) 96
C4H3O (2-Furyl) 67
(C2H2O)+ (Ketene) 41 42
+
C3H3 (Cyclopropenyl) 39
C2H2+ (Asitilena) 26
Mekanisme penguraian tersebut bermula ketika C5H4O2+ (m/z = 96) sebagai
ion induk terpecah dan kehilanagan gugus CO dan ion H dan menjadi fragman
pertama yakni ion C4H3O+ (m/z = 67) , kemudian kation C2H2O+ (m/z = 42)
muncul sebgai kelanjutan dari disosiasi ion C4H3O+ (m/z = 67). Ion minor C2H2+
(m/z = 26) terbentuk aibat kehilangan C3H3 sebagai kelanjutan dari disosiasi
fragmen ion C4H3O+ (m/z = 67) (Winfough et al., 2017).
Pada hasil analisis spektroskopi massa yang di peroleh dari hasil uji GCMS
baik untuk furfural dengan katalis asam padat maupun asam sulfat menunjukkan
fragmentasi ion pada m/z 26, 39, 42, 67, 96, dan 98. Dimana peak ion molekul
pada 96 m/z merupakan rasio massa/muatan untuk furfural. Peak ion molekul
pada 96 m/z mendekati rumus molekul furfural yakni sebesar 96,0841 (National
Institute of Standards and Technology (NIST), 2014; National Institute of
Advanced Industrial Science and Technology (AIST), 1999), dengan nilai
fragmentasi (m/z) yang sesuai dengan nilai m/z furfural standar. Untuk nilai m/z
furfural standart dapat dilihat pada Tabel 4.10

Tabel 4.10 Nilai m/z Furfural Standar


Intensitas Intensitas
Senyawa m/z m/z
relatif (%) relatif (%)
97 6 41 1,4
96 100 40 5,9
95 88,6 39 56,2
68 1,5 38 14,3
67 5,8 37 8,5
Furfural 66 1,0 36 56,2
53 21,6 29 14,3
51 2,5 28 3,9
50 2,3 26 1,7
49 1,3 25 1,0
42 4,7 14 1,2
Sumber: AIST Japan (1999)

4.5. PENGARUH WAKTU DAN TEMPERATUR TERHADAP YIELD


FURFURAL
Proses pembuatan furfural pada penelitian ini menggunakan cangkang
kemiri sebagai katalis asam padat dan menggunakan sembung rambat sebagai

42
sumber pentosan untuk bahan baku pembuatan furfural. Dalam penelitian ini
menggunakan katalis asam padat dengan konsentrasi 40%, sampel sembung
rambat sebanyak 25 g, massa NaCl sebanyak 25 g, dan pelarut aquades sebanyak
20 ml setiap 1 g bahan baku. Dengan variasi suhu (100, 110, dan 120 oC) dan
variasi waktu (10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100, 110, 120, 130 dan 140
menit). Pengaruh waktu dan temperatur terhadap yield furfural yang dihasilkan
dapat dilihat pada Gambar 4.10
Dari gambar 4.10 untuk percobaan furfural dengan konsentrasi katalis 40%
dapat dilihat pada suhu 100 oC yield furfural mulai terbentuk pada menit ke-30
dengan nilai yield tertinggi yang diperoleh pada menit ke-120 yaitu 4,5% dan
menurun pada menit ke-130, untuk suhu 120oC pembentukan furfural dimulai
pada menit ke-10 dengan nilai yield tertinggi yang diperoleh pada menit ke-110
yaitu 6% dan menurun pada menit ke-120. Unruk pembuatan furfural dengan
temperatur 110oC furfural terbentuk pada menit ke-20 dengan nilai yield tertinggi
yang diperoleh pada menit ke-120 yaitu 7%. Dari grafik diatas dapat disimpulkan
bahwa pembentukan furfural yang terbaik adalah pada suhu 110 oC karena pada
suhu 120oC air lebih mudah menguap dan menyebabkan bahan baku pada
pembuatan furfural lebih cepat mengering. Seperti yang dilaporkan oleh Rao et al.
(2019) bahwa peningkatan suhu pada proses pembutan furfural maka akan
memberikan dampak kenaikan pula pada yield furfural yang dihasilkan, namun
dengan terus bertambahnya suhu maka akan menyebabkan degradasi pada
pembentukan furfural dan menyebabkan produk samping.
Dari Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa dengan adanya peningkatan waktu
dan suhu maka yield furfural yang dihasilkan juga akan meningkat. Namun jika
waktu terlalu lama dan suhu terlalu tinggi maka akan menyebabkan yield furfural
menurun, hal ini disebabkan furfural tidak bisa bertahan lama dalam kondisi asam
pada suhu tinggi dan waktu yang lama, karena dapat menyebabkan terjadinya
produk samping selain furfural. Hal ini juga dilaporkan oleh Li et al (2014)
dimana pembentukan yield furfural akan meningkat hingga menit ke-120 dan
yield furfural mulai konstanYield
jikaFurfural
waktu sudah melewati menit ke-120. Hal yang
%
sama juga dilaporkan oleh Guche et al. (2017), bahwa yield furfural akan

43
Waktu
meningkat dengan waktu reaksi. Setelah waktu tertentu, peningkatan waktu akan
mengarah pada pengurangan yield furfural karena terbentuk reaksi samping.

Gambar 4.10 Pengaruh Waktu dan Temperatur Terhadap Yield Furfural pada
Berbagai Suhu Reaksi, Jumlah Katalis Asam Padat 40%

Ketika waktu reaksi terlalu lama, pH hidrolisat akan menurun sehingga


menghadirkan gugus fungsi asetil di dalam hemiselulosa biomassa dan
menghasilkan asam asetat (Li et al., 2015). Seperti yang dilporkan oleh Liu et al
(2018) bahwa degradasi furfural dapat membentuk molekul-molekul kecil dan
kation, sehingga menyebabkan furfural mengalami reaksi kondensasi dengan
xilosa sehingga membentuk polimer tidak larut seperti humin.

4.6 PENGARUH WAKTU DAN KONSENTRASI TERHADAP YIELD


FURFURAL
Pembuatan furfural pada penelitian ini menggunakan katalis asam padat
dengan konsentrasi 40% dan 30% dan menggunakan katalis asam sulfat 20%,
yield yang dihasilkan dengan perbandingan katalis dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Konsentrasi katalis pada pembuatan furfural berpengaruh terhadap yield yang
dihasilkan, seperti ditunjukan pada Gambar 4.11 tersebut terlihat bahwa
peningkatan konsentrasi katalis asam padat dapat meningkatkan yield furfural
yang dihasilkan. Secara umum peningkatan konsentrasi katalis pada pembuatan
furfural dapat meningkatkan bidang kontak yang lebih baik antara reaktan dan
molukul katalis, sehingga konversi pentosan (hemiselulosa) menjadi lebih tinggi.

44
Seperti yang dilaporkan oleh (Luo et al., 2018) dengan adanya penambahan
katalis dapat mempercepat pemecahan ikatan inter dan intra di dalam reaksi. Hal
ini dapat meningkatkan pemecahan selektif dari hemiselulosa dan mempermudah
terbentuknya furfural.

Tabel 4.11 Perbandingan Katalis yang Digunakan dalam Pembuatan Furfural


Yield
Katalis konsentrasi Nilai H+ tertinggi Kondisi Operasi
(%)
Asam Padat 30% 4,875 mmol/g 5,26 110oC, 30 menit
Asam Padat 40% 4,875 mmol/g 7,00 110 oC, 10 menit
Asam Sulfat
20% 200,4 mg/g 12,94 110oC, 10 menit
(300 ml)

Dari gambar 4.11 dapat dilihat bahwa yield furfural dari sembung rambat
dengan menggunakan katalis asam padat lebih rendah dibandingkan dengan
pembuatan furfural dari sembung rambat dengan menggunakan katalis asam
sulfat. Hal ini disebabkan ion H+ pada asam sulfat lebih tinggi dibanding dengan
katalis asam padat, dan juga disebabkan berbedanya jenis katalis yang digunakan.
Katalis asam padat merupakan katalis yang berbentuk padatan yang menyebabkan
katalis susah untuk bercampur dengan pelarut dan juga bahan baku, hal inilah
yang menyebabkan hasil yield yang didapat pada pembuatan furfural dengan
menggunakan katalis asam padat tidak begitu tinggi. Karena ketika air menguap,
konsentrasi asam padat menjadi semakin pekat dan ion-ion H+ lebih cepat
menghidrolisis pentosan dalam membentuk furfural.
Pada pembuatan furfural dengan konsentrasi katalis asam padat 40%
pembentukan furfural dimulai pada menit ke-20 dengan nilai yield yang
dihasilkan 0,91% dan yield tertinggi diperoleh pada menit ke-120 yaitu 7% dan
menurun pada menit ke-130, pembentukan furfural pada katalis 30% mulai
terbentuk pada menit ke-30 dengan nilai yield 1,01 dan yield tertinggi diperoleh
pada menit ke-120 yaitu 5,26% dan menurun pada menit ke-130.
Yield Furfural %

45
Waktu
(menit)

Gambar 4.11 Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Yield Furfural untuk Berbagai
Konsentrasi Katalis pada Suhu 110oC

Pada kondisi suhu yang sama pembentukan furfural dengan katalis asam
sulfat 20% lebih cepat terbentuk dibandingkan pembuatan furfural dengan asam
padat, hal ini terjadi karena nilai H+ asam sulfat lebih tinggi dibandingkan dengan
nilai H+ asam padat, nilai H+ dari masing-masing katalis yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel 4.9. pembentukan furfural dengan katalis asam sulfat mulai
terbentuk pada menit ke-10 dengan nilai yield yang diperoleh sebesar 3,32%
dengan nilai yield tertinggi diperoleh pada menit ke-120 yaitu 12,94% dan mulai
menurun pada menit ke-130.
Konsentrasi katalisator yang semakin besar akan menambah hasil furfural.
Hal ini disebabkan oleh jumlah pereaksi yang teraktifkan sehingga konstanta
kecepatan reaksi menjadi besar dan kecepatan reaksi bertambah cepat pula.
Namun setelah mencapai konsentrasi asam yang optimum maka hasil furfural
akan menurun, hal ini terjadi karena furfural yang terurai menjadi asam furoat
sebagai hasil pemecahan gugus aldehid dan terbentuk sejenis damar yang
berwarna hitam (Dunlop, 1948).
Pada Ganbar 4.12 dapat dilihat trend dari asam padat dengan asam sulfat
yang persamaan matematisnya dapat dilihat pada Persamaan 4.3 dan 4.4.
Persamaan matematis untuk pembuatan furfural dengan katalis asam sulfat
ditunjukkan pada Persamaan 4.3.

Y= -2E-06x3 – 8E-05x2 + 0,1389x + 0,505 dengan nilai R= 0,9961 (4.3)


Persamaan 4.4 merupakan matematis untuk pembuatan furfural dengan asam
padat.
Y= -6E-06x3 + 0,0009x2 + 0,0422x – 0,2253 dengan nilai R2= 0,9977 (4.4)

46
dimana y adalah nilai yield furfural dan x adalah waktu (menit)

Gambar 4.12 Trend Pengaruh Jumlah dan Jenis Konsentrasi Terhadap Yield
Furfural pada Suhu 110oC
Yield Furfural %

Pembentukan furfural umumnya dimulai dari hidrolisis pentosan


menjadi pentosa dan kemudian terjadi dehidrasi pentosa menjadi furfural
dengan katalis asam. Beberapa penelitian mengenai produksi furfural telah
dilakukan walaupun terdapat perdebatan di dalam beberapa teori yang ada
dalam literatur sehingga mekanisme produksi furfural sedikit ambigu.
Namun terdapat skema klasik yang menunjukkan mekanisme pembentukan

Waktu (menit)
furfural. Xilosa yang terdapat pada hemiselulosa di dalam
biomassa didehidrasi untuk membentuk furfural. Mekanisme ini didukung dan
bergantung pada peran intermediet 1,2-enediol dalam pembentukan furfural dari
xilosa (Yan et al., 2014). Mekanisme reaksi pembentukan furfural dapat dilihat
pada Gambar 4.13
(OH)n1

Karbon dari Cangkang H+


(SO3H)n3
kemiri + H2SO4

(COOH)n2

Karbon Tersulfonasi

Hidrolisis O OH O
OH
Sembung Rambat z

HO OH
HO OH
OH OH
+
O H Pentosan
OH H+ O

OH H OH
OH H

Xilosa
H HO H HO
H + H
H+
H
OH H 47 OH H OH
-H2O
OH OH OH
Xilulosa 1,2-Enediol

H+ O

-H2O
Furfural

Gambar 4.13 Mekanisme Pembentukan Furfural

48

Anda mungkin juga menyukai