Anda di halaman 1dari 3

NAMA : KAYUS MULYA A.

LOBO

N I M : 2007020052

PRODI/KELAS : PSIKOLOGI/IIIB

MATKUL : PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA

MASALAH BUDAYA DAN GENDER DI NTT

“Stigma Masyarakat Bahwa Laki-laki Tidak Boleh Menangis”

Di setiap daerah pasti tidak luput dengan dengan yang namanya permasalahan budaya
dan gender. Dalam sebuah daerah pasti akan kita temukan dengan masalah-masalah seperti
ini. Adanya budaya dan gender di sebuah daerah sebenarnya akan sangat membuat suatu
kehidupan di dalam masyarakat berwarna. Namun selalu saja akan ada stigma-stigma
masyarakat yang membuat kebudayaan dan gender yang mengakibatkan sebuah konflik.

Stigma diciptakan oleh masyarakat saat melihat sesuatu yang dianggap telah
menyimpang ataupun aneh karena ada hal yang tidak seperti sewajarnya. Stigma biasanya
diciptakan oleh masyarakat untuk menilai sesuatu hal yang memalukan ataupun tidak sesuai
dengan nilai-nilai yang telah dianut, sehingga hal tersebut nantinya akan dapat menyebabkan
penurunan rasa percaya diri, motivasi, penarikan diri dari lingkungan sosial, menghindar
pekerjaan, serta kehilangan arah masa depan.

Salah satu stigma yang menyebabkan munculnya sebuah konflik dalam masyarakat
yaitu “stigma masyarakat bahwa laki-laki tidak boleh menangis”. Fenomena stigma yang
telah tertanam dalam masyarakat ini pun kian lama dibenarkan, dan menangis laki-laki
dianggap sebagai hal yang tabu. Padahal menangis merupakan reaksi atau respon dari emosi
yang ada dalam diri. Menangis tidak selalu mengarah pada sifat-sifat buruk, dan tertawa juga
tidak selalu mengarah pada sifat-sifat baik (Abdul Mujib, 2002). Menangis bukan hanya
menggambarkan kesedihan, melainkan juga bisa menggabarkan rasa kebahagiaan.
Manusia menangis dalam keadaan apapun, seperti dalam keadaan cemas dan bahagia,
di saat sunyi atau hiruk pikuk, disaat siang dan malam dan tak kenal masa kanak-kanak,
remaja atau dewasa, baik kafir, orang yang bodoh atau yang cerdas, baik laki-laki maupun
perempuan, dan sebagainya menurut Abdul Mujib 2002.

Tapi faktanya berdasarkan studi observasi terhadap perempuan dan laki-laki,


ditemukan bahwa laki-laki lebih sering menangis ketika masih bayi dan sedang belajar
berjalan dengan tertati daripada anak perempuan, tetapi perempuan dewasa dan tua lebih
sering menangis daripada laki-laki yang seusianya (Nicholson, 1993).

Menurut sudut pandang saya, kita sesama makhluk sosial harus saling menopang satu
dengan yang lain, demi suatu kehidupan yang lebih baik. Dan satu hal yang perlu kita ingat
adalah bahwa laki-laki juga adalah manusia biasa, dalam artian laki-laki juga punya yang
namanya emosional sama hal nya seperti perempuan. Kita sebagai masyarakat juga harus
menilai suatu peristiwa bukan saja dari satu sudut pandang, melainkan harus dari dua sudut
pandang.

Dalam hal ini seandainya kita berada di posisi tersebut seperti apakah perasaan kita?
Pasti kita yang menjadi korban akan sangat tertekan. Kita dipaksa untuk selalu mengikuti apa
yang menjadi stigma mereka, dimana dapat menimbulkan ketidaknyamanan dalam diri
sendiri. Oleh karena itu kita sebagai masyarakat tidak boleh melestarikan budaya stigma atau
mengintimidasi suatu hal atau keadaan yang kita tidak pernah tahu-menahu dengan baik
seperti apa yang terjadi, dan tidak memikirkan dampak dari stigma tersebut.

pandangan klasik dan menurut saya tidak relevan sama sekali dengan laki-laki yang
notabene adalah manusia yang berperasaan juga seperti perempuan. Mungkin karena
konstruksi sosial yang selama ini selalu menempatkan laki-laki sebagai sosok yang kuat
barangkali sampai menangis dianggap sebagai bentuk kelemahan padahal tidak seperti itu.

Kita lihat data, laki-laki banyak yang bunuh diri hal ini terjadi karena perasaan-
perasaan negatif laki-laki ini sering diabaikan atau dipaksa untuk diabaikan salah satunya tadi
dipaksa keadaan untuk tidak menangis. Pada akhirnya dari perasaan-perasaan positif yang
terabaikan ini kemudian semakin banyak dan meledak akhirnya bunuh diri yang terjadi.

Masyarakat seharusnya memberikan suatu hal yang positif terkait hal-hal seperti ini.
Stigma-stigma seperti ini merupakan suatu ketidakadilan yang sangat merugikan pihak lain.
Oleh karena itu harus ada pihak yang melakukan psikososial terhadap masyarakat untuk
memberikan pemahaman lebih. Pihak yang melakukan psikososial harus benar-benar
memberikan sutu pemahaman yang membuat masyarakat paham dan mengerti. Pemahaman
yang diberikan kepada masyarakat yakni bahwa, setiap orang memiliki emosi dan dapat
merasakan emosinya karena dalam otak manusia terdapat sistem limbik. Sistem limbik sering
ijuluki otak emosional karena terdiri dari hipotalamus, amigdala, talamus, girus cingulas,
hipokampus.

Oleh karena itu, kita harus menghapus “Stigma masyarkat bahwa laki-laki tidak boleh
menangis” atau menyalurkan emosi. Emosi akan menjadi sangat bermanfaat dalam
kehidupan individu terutama dalam hal bersosialisasi, dengan catatan individu tersebut dapat
menyalurkan emosinya dengan baik dan benar.

Solusinya untuk mengatasi stigma-stigma seperti ini yakni, untuk laki-laki mau
seperti apapun jika ingin sedih dan ingin menangis tidak mengapa, menangis lah dan jika
memang masih malu menangis di depan orang cobalah cari tempat sendiri dan menangislah
sepuasnya. Untuk masyarakat ubah persepsi cara pandang dengan mulai menyadari bahwa
setiap orang punya perasaan sedih.

Anda mungkin juga menyukai