Anda di halaman 1dari 4

MALEAKHI LUDJI ( 2007020058 )

PSIKOLOGI B

Kasus Pelanggaran Kode Etik


Kasus : Motivator Doktor Psikologi Dedy Susanto
Tanggal Publikasi : 24 Februari 2020, 12.32
Sumber : CNN Indonesia, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200224120737-12-
477460/motivator-doktor-psikologi-dedy-susanto-dilaporkan-ke-polisi
Motivator Doktor Psikologi Dedy Susanto Dilaporkan ke Polisi
Jakarta, CNN Indonesia -- Motivator yang mengklaim sebagai 'doktor psikologi', Dedy
Susanto, dilaporkan oleh seorang model dan selebgram bernama Revina VT ke Polda Metro
Jaya.
Laporan itu teregister dengan nomor LP/1246/II/YAN 2.5/2020/SPKT PMJ, tanggal 24
Februari 2020.
"Benar (Dedy Susanto) dilaporkan, laporannya baru saja selesai tadi pagi," kata Kepala
Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus saat dikonfirmasi, Senin (24/2).
Disampaikan Yusri, saat ini pihaknya bakal mendalami laporan tersebut. Nantinya, penyidik
bakal memanggil pihak pelapor, terlapor, hingga saksi untuk dimintai klarifikasi.
"Nanti kan kita harus gelarkan dulu dengan klarifikasi yang bersangkutan (pelapor dan
terlapor)," ujarnya.
Dalam tanda terima laporan yang diperoleh, Dedy dilaporkan terkait tindak pidana tenaga
kesehatan Pasal 83 jo Pasal 64 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan.
Pasal 83 sendiri berbunyi, "Setiap orang yang bukan Tenaga Kesehatan melakukan praktik
seolah-olah sebagai Tenaga Kesehatan yang telah memiliki izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 64 dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun".
Nama Dedy Susanto ramai diperbincangkan di masyarakat di media sosial setelah model dan
selebgram Revina VT bicara soal sosok Dedy.
Dedy diketahui mengajak Revina untuk berkolaborasi di channel YouTube. Namun, sebelum
berkolaborasi, Revina lebih dulu mencari tahu sosok Dedy.
Saat itu, Revina juga mendapat informasi bahwa Dedy diduga pernah melakukan pelecehan
seksual kepada kliennya saat melakukan proses terapi. Modusnya, mengajak korban untuk
melakukan sesi terapi di kamar hotel. Sejumlah warganet pun menudingnya belum memiliki
izin praktik sebagai psikolog.
Dedy Susanto sejauh ini belum memberikan pernyataan soal laporan ke polisi ini. Sementara
akun instagramnya sudah tidak bisa diakses sejak beberapa hari terakhir.
Identifikasi Kasus :
Pemberitaan soal Dedy Susanto mendadak ramai setelah ada pengakuan dari Revina
VT. Revina VT mengatakan, bahwa Dedy mengajaknya berkolaborasi di YouTube. Tapi
sebelum itu, Revina lebih dulu mencari tahu tentang siapa Dedy Susanto. Revina kemudian
mendapatkan informasi bahwa Dedy pernah melakukan pelecehan terhadap pasiennya
dengan modus mengajak korban melakukan terapi di kamar hotel. Selain itu, Revina juga
memperoleh informasi bahwa Dedy tidak memiliki lisensi praktik sebagai seorang Psikolog.
Dari pengakuan Ketum Himpsi Dr Seger Handoyo, Psikolog, Dedy Susanto tidak terdaftar
sebagai anggota HIMPSI serta tidak memiliki Surat Sebutan Psikolog (SSP)dan Surat Ijin
Praktik Psikolog (SIPP) yang menjadi syarat dalam melakukan terapiKarena tidak terima
dituduh macam-macam, Dedy Susanto melaporkan Revina VT ke Polda Metro Jaya pada
tanggal 21 Februari 2020 atas dugaan pencemaran nama baik. Sedangkan Revina melaporkan
Dedy tiga hari setelahnya terkait tindak pidana tenaga kesehatan.
Pasal Kode Etik Psikologi yang Dilanggar :
1. BAB II : MENGATASI ISU ETIKA
PASAL 4 : PENYALAHGUNAAN DI BIDANG PSIKOLOGI (butir 3)
(3) “Pelanggaran kode etik psikologi adalah segala tindakan Psikolog dan atau Ilmuwan
Psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang telah dirumuskan dalam
Kode Etik Psikologi Indonesia. Termasuk dalam hal ini adalah pelanggaran oleh Psikolog
terhadap janji/sumpah profesi, praktik psikologi yang dilakukan oleh merekayang bukan
Psikolog, atau Psikolog yang tidak memiliki Ijin Praktik, serta
layanan psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam kode Etik Psikologi
Indonesia”.
2. BAB IV : HUBUNGAN ANTAR MANUSIA
PASAL 14 : PELECEHAN
“Pelecehan Seksual Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam penerapankeilmuannya tidak
terlibat dalam pelecehan seksual. Tercakup dalam pengertian ini adalah permintaan hubungan
seks, cumbuan fisik, perilaku verbal atau non verbal
yang bersifat seksual, yang terjadi dalam kaitannya dengan kegiatan atau peran sebagai
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi. Pelecehan seksual dapat terdiri dari
satu perilaku yang intens/parah, atau perilaku yang berulang, bertahan/sangat meresap, serta
menimbulkan trauma. Perilaku yang dimaksud dalam pengertian iniadalah tindakan atau
perbuatan yang dianggap.
a . Tidak dikehendaki, tidak sopan, dapat menimbulkan sakit hati atau dapat menimbulkan
suasana tidak nyaman, rasa takut, mengandung permusuhanyang dalam hal ini Psikolog
dan/atau Ilmuwan Psikologi mengetahui ataudiberitahu mengenai hal tersebut atau 
b.bersikap keras atau cenderung menjadi kejam atau menghina terhadap seseorang dalam
konteks tersebut,
c . sepatutnya menghindari hal-hal yang secara nalar merugikan atau patut diduga dapat
merugikan pengguna layanan psikologi atau pihak lain”.
Analisis: Jika kita mengamati latar belakang pendidikan Dedy Susanto, dengan asumsi semua
riwayat pendidikannya valid, maka dia masuk ke klasifikasi ilmuwan psikologi. Meskipun
Dedy Susanto adalah doktor dalam bidang psikologi, menurut Kode Etik Psikologi, ia tetap
tidak berwenang untuk melakukan praktik psikologi. Lalu, bagaimana dengan klarifikasi
Dedy Susanto yang mengatakan bahwa ia memang bukan psikolog, tapi seorang psikoterapis
--sehingga tetap berhak untuk berpraktik psikologi? "Bahkan S1 Pariwisata pun, misalkan
yang nggak ada hubungan dengan psikologi, bila ia ambil sertifikasi NLP practitioner,
Hypnotherapy practitioner, dll, dia boleh buka praktek," begitu tulis Dedy Susanto dalam
unggahan klarifikasinya. Di sinilah letak celah lemahnya regulasi praktik psikologi di
Indonesia. Meskipun apa yang dilakukan oleh Dedy Susanto dinilai tidak etis oleh banyak
profesional kesehatan mental, namun apa yang ia lakukan tidak dapat disalahkan atau dituntut
karena memang belum ada regulasi maupun payung hukum yang mengatur praktik-praktik
psikologi di Indonesia. Tidak ada regulasi yang menyebutkan bahwa psikoterapi hanya boleh
dilakukan oleh psikolog dan psikiater. Dan, tidak ada pula regulasi yang menjelaskan seperti
apa kedudukan psikoterapis yang melakukan praktik psikologi hanya dengan modal
sertifikasi psikoterapi tertentu. Padahal, aktivitas psikoterapi bukanlah aktivitas main-main.
Bagi seorang psikolog profesional, psikoterapi adalah "obat" yang diberikan kepada klien
untuk mengatasi hambatan maupun gangguan yang dialaminya. Ibarat obat yang memiliki
efek samping, psikoterapi juga bukan aktivitas yang bebas dari risiko. Tak selamanya
psikoterapi yang dijalankan dapat berdampak positif bagi klien. Dalam kondisi-kondisi
tertentu, psikoterapi dapat tidak berpengaruh apapun atau justru menimbulkan efek negatif
bagi klien. Pada prinsipnya, tidak ada satu teknik psikoterapi yang pasti ampuh untuk semua
jenis gangguan dan semua jenis orang. Inilah yang dipelajari oleh psikolog profesional
selama setidaknya tujuh tahun menempuh pendidikan psikologi plus profesi, untuk
memahami dinamika psikologi, menegakkan diagnosis, dan mampu memberikan psikoterapi
yang tepat. erdasarkan kedua artikel di atas dapat disimpulkan bahwa Dedy Susanto
sebenarnya merupakan ilmuwan psikologi dan bukan dokter psikologi. Dijelaskan di Kode
Etik Psikologi Indonesia pasal 7 ayat 1 bahwa ilmuwan psikologi memberikan layanan dalam
bentuk mengajar, melakukan penelitian dan/ atau intervensi sosial dalam area sebatas
kompetensinya, berdasarkan pendidikan, pelatihan atau pengalaman sesuai dengan
kaidahkaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka Dedy telah melanggar pasal
tersebut karena Dedy seharusnya tidak membuka praktik psikologi. Namun karena regulasi di
Indonesia yang masih lemah, walaupun dinyatakan tidak etis, Dedy tidak dapat dinyatakan
bersalah. Selain itu Dedy juga tidak menjaga privasi dari pasien-pasiennya dan bahkan Dedy
diduga melakukan pelecehan seksual pada pasien-pasiennya.

Anda mungkin juga menyukai