Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 4.

ANALISIS KASUS PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI

Deskripsi Tugas:
1. Sifat Tugas: individu
2. Format Pengerjaan Tugas:
Nama :
NIM :

BAGIAN 1. ANALISIS KASUS PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI


Kasus 1
Analisis berisi:
- Pasal berapa yang dilanggar + penjelasan

Kasus 2
Analisis berisi:
- Pasal berapa yang dilanggar + penjelasan

Kasus 3
Analisis berisi:
- Pasal berapa yang dilanggar + penjelasan

Kasus 4
Analisis berisi:
- Pasal berapa yang dilanggar + penjelasan

BAGIAN 2. SIKAP PROFESIONAL DALAM HUBUNGAN ANTAR MANUSIA


Pada tugas bagian 2 ini, silakan rangkum berbagai kasus di atas dan buat komentar/
kajian/ analisis dari sisi sikap profesional dalam hubungan antar manusia.
Silakan buat analisis yang singkat namun lengkap.

Selamat Mengerjakan

KASUS 1.
Tribratanews.kepri.polri.go.id – NN adalah seorang psikolog yang barusaja menyandang
gelar psikolognya dan bekerja pada salah satu biro psikologi di Kota JK bersama dengan
beberapa ilmuan psikologi dan psikolog yang lain. Suatu hari, datang klien berinisial AB yang
menderita depresi berat sehingga mencoba membunuh diri dan membutuhkan layanan
darurat di biro tersebut, namun para psikolog senior sedang ke luar kota untuk melakukan
perjalanan dinas selama beberapa minggu. Sehingga klien tersebut diberikan kepada
psikolog NN dengan maksud pemberian layanan darurat untuk sementara waktu.

Beberapa hari kemudian, salah seorang psikolog senior berinisial SH kembali ke Kota JK
untuk melakukan penanganan kepada klien AB, namun psikolog NN menolak untuk
memberikan penanganan klien tersebut kepada psikolog SH karena menganggap bahwa
dirinya mampu menyelesaikan masalah klien AB hingga selesai tanpa bantuan dari psikolog
SH walaupun penanganan yang diberikan oleh NN ke AB tidak menunjukkan hasil yang
signifikan. Kasus di atas menunjukkan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh psikolog
NN kepada psikolog SH

KASUS 2.

Seorang psikolog Sherly Solihin dan klinik tempatnya bekerja yakni ICAC Profesional Service
digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka digugat lantaran diduga telah
melanggar kode etik psikolog.

Gugatan ini menyusul gagalnya dalam proses mediasi oleh PN Selatan antara pihak tergugat
yakni Sherly dan ICAC dengan pihak penggugat seorang warga negara (WN) Australia
bernama Denis Anthony Michael Keet.

Pengaduan tersebut disebabkan pihak tergugat telah mengeluarkan rekam medis dari
proses konseling perceraian antara pihak tergugat dan penggugat Denis beserta istrinya
Yeane Sailan.

"Kita sudah kirim somasi, tapi tidak ada tanggapan positif. Kita sebenarnya hanya minta
maaf dan cabut dari tergugat tapi tidak ada. Jadi kita adukan ke pengadilan. Mereka anggap
yang dilakukan sesuai prosedur. Tapi prosedur yang mana? ICAC kan berprinsip menjaga
kerahasian. Tapi ternyata tidak menjaga kerahasian klien kami," jelas kuasa hukum Denis,
Andru Bimaseta Siswodihardjo, di Jakarta, Rabu (2/10/2013).

Menurutnya, ICAC dan Sherly secara nyata telah melanggar kode etik psikolog, dengan
mengeluarkan rekam medis hasil konseling.

Upaya mediasi sebelumnya telah dilakukan pekan lalu di PN Selatan, namun gagal lantaran
pihak ICAC dan Sherly bersikukuh tidak bersalah terkait proses keluarnya rekaman medis
yang sejatinya bersifat rahasia.

"Padahal dalam konseling yang dilakukan, tidak pernah membahas soal anak, apalagi soal
yang dituliskan oleh pihak ICAC. Di mana dikeluarkan Luke telah mengalami gangguan
kecemasan yang disebabkan pengalaman buruk masa lalunya atau penyekapan oleh
ayahnya pada 20 Mei 2012," terang Andru.
Kliennya pun merasa telah dirusak nama baiknya karena dalam rekam medis yang
dikeluarkan oleh ICAC melalui dokter Sherly, tercantum nama Denis telah melakukan
penyekapan dan penyiksaan terhadap anaknya, Luke Xavier Keet.

Andru menambahkan, kliennya tersebut tidak pernah meminta surat rekam medis dari klinik,
namun ICAC justru mengeluarkannya tanpa izin.

Kasus 3.

Beberapa hari terakhir, jagad Instagram dihebohkan oleh perang dua akun dengan centang
biru, yaitu @revinavt dan @dedysusantopj. Bermula dari ajakan kolaborasi Dedy Susanto
kepada Revina VT, diskusi awal di antara mereka justru membuat Revina memunculkan
pertanyaan kritis: Benarkah Dedy Susanto seorang psikolog? Apa legitimasi Dedy Susanto
melakukan terapi psikologi?
Revina mengunggah keraguannya tersebut ke dalam fitur story-nya. Dengan jumlah
pengikut mencapai 637 ribu akun, unggahan tersebut menjadi viral. Hal yang tak disangka-
sangka kemudian terjadi. Banyak pengikut Revina yang merespons unggahan tersebut
dengan menceritakan pengalaman buruk mereka bersama Dedy Susanto. Isu kemudian
berkembang ke arah dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Dedy Susanto terhadap
sejumlah perempuan yang mengikuti terapinya.

Banyak orang yang mendukung Revina karena dianggap telah membongkar kecacatan
proses terapi psikologi yang dilakukan oleh Dedy Susanto. Namun demikian, banyak juga
yang menganggap Revina hanya mencari sensasi dan melakukan "panjat sosial" untuk
menambah jumlah pengikut di media sosial. Sebagian lain memandang apa yang dilakukan
oleh Revina bagian dari persaingan bisnis dalam industri terapi psikologi.

Isu awal yang diangkat oleh Revina mengenai legitimasi Dedy Susanto dalam melakukan
terapi psikologi memang bukan isu yang akan dengan mudah dipahami oleh masyarakat
awam. Masih banyak warganet yang kebingungan mengapa Dedy Susanto yang "jelas-jelas"
seorang doktor dalam bidang psikologi, kok dipermasalahkan dalam memberikan terapi
psikologi?

Kasus 4.

Pengacara terdakwa Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan, menyebut tindakan ahli
psikologi mengungkap rahasia kliennya dalam sidang perkara pembunuhan Wayan Mirna
Salihin sebagai pelanggaran kode etik profesi.

Saat menyampaikan nota pembelaan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
Kamis, Otto mengatakan bahwa berdasarkan hukum yang berlaku psikolog atau ahli
psikologi tidak dibolehkan mengungkapkan rahasia pengguna layanan psikologi serta orang
yang dilayani di muka umum.
Psikolog dan ilmuwan psikologi, ia menjelaskan, wajib memegang teguh rahasia yang
menyangkut klien atau pengguna layanan psikologi dalam hubungan pelaksanaan
kegiatannya.

Menurut dia, psikolog hanya dapat membuka rahasia tanpa persetujuan klien untuk
keperluan hukum atau tujuan lain seperti membantu mereka yang memerlukan pelayanan
personal baik secara perorangan maupun organisasi serta untuk melindungi pengguna
layanan psikologi dari masalah atau kesulitan.

Penggunaan keterangan atau data yang diperoleh psikolog atau ilmuwan psikologi, ia
melanjutkan, hendaknya mematuhi hal-hal antara lain hanya dapat diberikan kepada pihak
berwenang dan hanya memuat hal-hal yang langsung berkaitan dengan tujuan pemberian
layanan psikologi.

Selain itu, menurut dia, pengungkapan keterangan psikolog dapat didiskusikan dengan
orang-orang atau pihak yang langsung berwenang atas diri pengguna layanan psikologi dan
dikomunikasikan secara bijaksana lewat lisan atau tertulis kepada pihak ketiga hanya bila
diperlukan untuk layanan psikologi profesi.

"Dengan demikian di mana ahli psikologi Antonia Ratih, yang membuka rahasia di depan
umum, adalah bertentangan dengan kode etik profesi psikolog. Apalagi ahli psikologi ini
hadir di persidangan secara volunteer, bukan atas perintah pengadilan," kata Otto.

"Apabila membuka rahasia di muka sidang tanpa perintah pengadilan atau di mana pun itu
dapat diancam hukum pidana," tambah dia.

Anda mungkin juga menyukai