Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN

HASIL ANALISIS KASUS PELANGGARAN KODE ETIK PASAL 24 DAN 26

“Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kode Etik Psikologi”

Dosen Pengampu:

Dr. RR. Alfiatun Sarasati, SE., MM.

Disusun oleh:

Vanya Nayla Reza Basri (11520076)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS GUNADARMA

DEPOK

PTA 2022/2023
A. Judul Artikel : Otto Nyatakan Saksi Ahli Psikologi Langgar Kode Etik

B. Penerbit : Tirto.id

C. Tahun Terbit : 2016

D. Lampiran Kasus :

Berdasarkan hukum yang berlaku, menurut Otto Hasibuan, psikolog tidak


diperbolehkan mengungkap rahasia pengguna layanan psikologinya di depan umum.
Karena itulah, pengacara terdakwa Jessica Kumala Wongso itu menyatakan bahwa
tindakan saksi ahli psikologi yang menguak rahasia kliennya dalam sidang perkara
pembunuhan Wayan Mirna Salihin, merupakan bentuk pelanggaran kode etik.

Pernyataan itu diungkapkan Otto Hasibuan dalam sidang lanjutan atas terdakwa
Jessica Kumala Wongso dengan agenda pembacaan nota pembelaan. Sebelum ini,
terkait pemaparan kondisi psikis Jessica, Otto juga menyebutkan bahwa hasil
pemeriksaan psikologis tidak memiliki kesesuaian dan tidak benar.

“Psikolog dan ilmuwan psikologi wajib memegang teguh rahasia yang


menyangkut klien atau pengguna layanan psikologi dalam hubungan pelaksanaan
kegiatannya,” jelas Otto saat menyampaikan nota pembelaan dalam sidang di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, seperti dilansir Antara, Kamis (13/10/2016).

Menurut dia, psikolog hanya dapat membuka rahasia tanpa persetujuan klien
untuk keperluan hukum atau tujuan lain seperti membantu mereka yang memerlukan
pelayanan personal baik secara perorangan maupun organisasi serta untuk melindungi
pengguna layanan psikologi dari masalah atau kesulitan.

Penggunaan keterangan atau data yang diperoleh psikolog atau ilmuwan


psikologi, ia melanjutkan, hendaknya mematuhi hal-hal antara lain hanya dapat
diberikan kepada pihak berwenang dan hanya memuat hal-hal yang langsung
berkaitan dengan tujuan pemberian layanan psikologi.

Selain itu, menurut dia, pengungkapan keterangan psikolog dapat didiskusikan


dengan orang-orang atau pihak yang langsung berwenang atas diri pengguna layanan
psikologi dan dikomunikasikan secara bijaksana lewat lisan atau tertulis kepada pihak
ketiga hanya bila diperlukan untuk layanan psikologi profesi.

"Dengan demikian di mana ahli psikologi Antonia Ratih, yang membuka rahasia
di depan umum, adalah bertentangan dengan kode etik profesi psikolog. Apalagi ahli
psikologi ini hadir di persidangan secara volunteer, bukan atas perintah pengadilan,"
katanya.

Otto melanjutkan, apabila saksi ahli tersebut membuka rahasia di muka sidang
tanpa perintah pengadilan atau di mana pun akan mendapat ancaman hukum pidana.
Dia juga menuduh jaksa penuntut umum telah keliru menafsirkan kode etik profesi
tersebut. "Sehingga penjelasan di sini hanya terkait dengan pengungkapan rahasia di
di sidang pengadilan,” katanya.

E. Analisis dan Opini Pelanggaran Kode Etik Pasal 24 dan 26

Berdasarkan analisis dari artikel tersebut dapat diketahui Otto Hasibuan selaku
pengacara hukum Jessica Kumala Wongso menolak pernyataan saksi ahli psikolog
Antonia Ratih dan menyebut Antonia Ratih melanggar kode etik psikologi. Dalam
kasus ini Antonia menjadi saksi independen dan mengungkapkan data kepribadian
Jessica dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dari hasil observasinya
Antonia Ratih menyebut bahwa perilaku yang dilakukan oleh Jessica memberikan
respon yang tidak normal dan ada kecenderungan menggunakan kebohongan yang
rumit untuk beralih dari satu hubungan ke hubungan lain, hal ini berkaitan dengan teori
amorous narcisstic. Kemudian dalam sidang lanjutan ini, Antonia Ratih menjelaskan
hasil pemeriksaannya ketika disuruh menjelaskan oleh hakim. Kemudian
pernyataannya inilah yang diperdebatkan oleh Otto dan psikolog pihak Jessica karena
melanggar kode etik psikologi.

Berdasarkan hasil analisis, kasus Antonia Ratih ini melanggar kode etik psikologi
khususnya pasal 24 mengenai kerahasiaan data dan pasal 26 ayat 1 mengenai
pengungkapan kerahasiaan data. Seperti yang dikatakan oleh Otto berdasarkan hukum
yang berlaku psikolog atau ahli psikologi tidak dibolehkan mengungkapkan rahasia
pengguna layanan psikologi serta orang yang dilayani dimuka umum. Psikolog dan
ilmuwan psikologi, wajib memegang teguh rahasia yang menyangkut klien atau
pengguna layanan psikologi dalam hubungan pelaksanaan kegiatannya.

Seperti yang tertera dalam pasal 24 mengenai mempertahankan kerahasiaan data,


Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib me- megang teguh rahasia yang
menyangkut klien atau pengguna layanan psikologi dalam hubungan dengan
pelaksanaan kegiatannya. Penggunaan keterangan atau data mengenai pengguna
layanan psikologi atau orang yang menjalani layanan psikologi yang diperoleh
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam rangka pemberian layanan Psiko- logi,
hendaknya mematuhi hal-hal sebagai berikut;

a) Dapat diberikan hanya kepada yang ber- wenang mengetahuinya dan hanya
memuat hal-hal yang langsung berkaitan dengan tujuan pemberian layanan
psikologi.
b) Dapat didiskusikan hanya dengan orang- orang atau pihak yang secara langsung
berwenang atas diri pengguna layanan psikologi.
c) Dapat dikomunikasikan dengan bijaksana secara lisan atau tertulis kepada
pihak ketiga hanya bila pemberitahuan ini diperlukan untuk kepentingan
pengguna layanan psikologi, profesi, dan akademisi. Dalam kondisi tersebut
indentitas orang yang menjalani pemeriksaan psikologi tetap dijaga
kerahasiaannya.

Seandainya data orang yang menjalani layanan psikologi harus dimasukkan ke data
dasar (data base) atau sistem pencatatan yang dapat diakses pihak lain yang tidak dapat
diterima oleh yang bersangkutan maka Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus
menggunakan kode atau cara lain yang dapat melindungi orang tersebut dari
kemungkinan untuk bisa dikenali. Dalam kasus ini Antonia Ratih mengungkapkan data
Jessica dipersidangan terbuka yang dihadiri oleh wartawan dan orang yang memiliki
kepentingan sehingga dapat diketahui publik.

Kemudian dalam pasal 26 ayat 1 yang berisi sejak awal Psikolog dan/atau Ilmuwan
Psikologi harus sudah merencanakan agar data yang dimiliki terjaga kerahasiaannya
dan data itu tetap terlindungi, bahkan sesudah ia meninggal dunia, tidak mampu lagi,
atau sudah putus hubungan dengan posisinya atau tempat praktiknya.

Dapat disimpulkan Antonia Ratih melanggar kode etik psikologi karena


mengungkapkan data klien tanpa persetujuan klien dan kuasa hukumnya ke publik
yang mana bukan pihak yang berwenang dan mengungkapkan data tersebut tanpa
diminta oleh hakim. Seperti yang dikatakan oleh psikolog Jessica Dewi, bahwa Antonia
Ratih melanggar kode etik psikologi. Menurutnya informasi itu bersifat rahasia dan
tidak boleh disampaikan ke publik karena hal tersebut dapat membuat persepsi di
masyarakat berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

HIMPSI. (2010). Kode etik psikologi Indonesia. Pengurus Pusat Himpunan Psikologi
Indonesia.

Ratnasari (2016) Otto Nyatakan Saksi Ahli Psikologi Langgar Kode Etik. Tirto.id.
Diakses pada tanggal 6 Nov 2022, dari
https://tirto.id/otto-nyatakan-saksi-ahli-psikologi-langgar-kode-etik-bT2n

Anda mungkin juga menyukai