Gigitan Ular Berbisa-Eka Evia
Gigitan Ular Berbisa-Eka Evia
PENDAHULUAN
ILUSTRASI KASUS
II.2 Anamnesis
Diambil secara : Autoanamnesa
Tgl : 2 Mei 2010
Jam : 23.00 WIB
a. Keluhan Utama
Gusi berdarah terus menerus sejak 9 jam sebelum masuk rumah
sakit.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien, laki-laki 50 tahun dibawa ke IGD RSUP Fatmawati
dengan keluhan gusi berdarah terus menerus sejak 9 jam sebelum
masuk rumah sakit. Sebelumnya, 1 hari sebelum masuk rumah
sakit (pukul 14.00 WIB) pasien digigit ular pada mata kaki kiri, saat
itu pasien sedang bekerja di kebun. Selain itu, pasien juga
mengeluh luka bekas gigitan ular yang berdarah terus menerus
sejak 14 jam sebelum masuk rumah sakit. Kaki kiri pasien juga
bengkak sampai lutut disertai nyeri terutama daerah sekitar luka.
Paru :
Inspeksi : pergerakan dada simetris saat statis dan
dinamis
Palpasi : vokal fremitus teraba sama di kedua lapang
paru
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler di kedua lapang paru,
rhonkii -/-, wheezing -/-
b. Status Neurologis
Tanda Rangsang Meningeal (-)
Nervus cranial : parese (-)
Refleks fisiologis : +2/+2
Refleks patologis : -/-
Sensorik : baik
Motorik : motorik kaki kiri sulit dinilai karena nyeri
Otonom : baik
II.5 Resume
Pasien, laki-laki 50 tahun datang dengan keluhan gusi berdarah
terus menerus sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya,
1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien digigit ular pada mata kaki
kiri. Nyeri dan perdarahan pada luka bekas gigitan (+), sejak 14 jam
SMRS, edema non pitting pada kaki kiri (+) sampai lutut, demam (+),
pusing (+)
Menurut pasien, pasien digigit ular tanah berukuran 40 cm,
lebar 5 cm berwarna coklat dan hitam belang-belang, kepala gepeng
menyerupai segitiga. Setelah digigit ular, kaki pasien diikat kain pada
II.7 Penatalaksanaan
- Bed Rest : Rawat ICU
- Observasi tanda vital, perdarahan, tanda compartment syndrome
- Perawatan luka
- UMU BC seimbang
- IVFD NaCl 0,9% 500 cc + SABU 5 vial/ 8 jam
- O2 nasal kanul 2 liter / menit
II.9 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : bonam
II.10 Follow Up
O : Tanda Vital :
Status Generalis
Status neurologis
Sensorik ; baik
- Ranitidin 2 x1 amp
- Vitamin C 2 x 200 mg
- N 5000 1 x 1 mg
- Transfusi PRC 500 cc
- Transfusi TC 10U
- Cek hemostasis dan darah perifer lengkap ulang
Status Generalis
Status neurologis
Sensorik ; baik
Output : 3050
BC : +280
O : Tanda Vital :
Status Generalis
Status neurologis
Sensorik ; baik
O : Tanda Vital :
Status Generalis
Status neurologis
Sensorik ; baik
P:
O : Tanda Vital :
Status Generalis
Status neurologis
Sensorik ; baik
Motorik : baik
F : nyeri tekan (+), a.radialis (+), a.dorsalis pedis (+), edema (+)
minimal
M: ROM terbatas karena nyeri
P:
O : Tanda Vital :
Status Generalis
Status neurologis
Sensorik ; baik
Motorik : baik
Otonom : baik
F : nyeri tekan (+), a.radialis (+), a.dorsalis pedis (+), edema (+)
minimal
M: ROM terbatas karena nyeri
P:
- IVFD Nacl 500 cc/ 8jam
- Picyn 2x 1,5 gram (hari VI)
- Metronidazole 3 x 500 mg (hari VI)
- Transfusi PRC 500 cc
O : Tanda Vital :
Status Generalis
Status neurologis
Sensorik ; baik
Motorik : baik
O : Tanda Vital :
Status Generalis
A:
Anemia ec perdarahan
Riwayat Snakes Bites grade III perbaikan
P:
- IVFD Nacl 500 cc/ 8jam
- Picyn 2x 1,5 gram (hari VIII)
- Metronidazole 3 x 500 mg (hari VIII)
- Cek hemostasis, analisa gas darah dan darah perifer lengkap
ulang
- UMU BC Seimbang
O : Tanda Vital :
Status Generalis
P:
- Picyn 2x 1,5 gram
- Metronidazole 3 x 500 mg
- Ranitidin 2 x1 amp
- Rencana pulang – kontrol poliklinik IPD
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.2 Epidemiologi
b. Bisa Neurotoksik
Bisa neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf pusat
maupun perifer. bisa ular merusak dan melumpuhkan jaringan-
jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-
jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar
luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrosis) serta
menyebabkan paralisis transmisi saraf ke otot dan pada kasus
terburuk paralisis melibatkan otot-otot menelan dan pernafasan.
Penyebaran bisa selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat
dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf
pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh,
ialah melalui pembuluh limfe. Untuk mengetahui manifestasi
neurotoksik dapat dilakukan pemeriksaan kekuatan otot dan sistem
pernapasan pasien. (Rana, 2003). Manifestasi neurotoksik
diantaranya Hiperonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan,
ptosis, oftalmoplegi, paralisis otot laring, refelek abnormal, kejang
dan koma (Djunaedi, 2006).
c. Bisa Kardiotoksik
Untuk mengetahui efek kardiotoksik dapat dilakukan pemeriksaan
denyut jantung, tekanan darah, hipotensi postural, disritmia dan
elektrokardiogram. Penilaian akan sulit dilakukan apabila pasien
ketakutan, panik, dehidrasi, kehilangan volume intravaskular dan
hipovolemi karena perdarahan akibat hematotoksik, semua hal
tersebut akan mempengaruhi sistem kardiovaskular. Manifestasi
koardiotoksik berupa takikardi, disritmia, hipotensi dan miokarditis.
d. Nekrosis lokal
Manifestasi nekrosis lokal berupa pembengkakan dan nyeri yang
semakin memburuk serta darah yang terus mengalir dari tempat
gigitan ular. Lakukan penilaian terhadap adanya sindrom
kompartemen akibat gangguan suplai vaskular dan persarafan.
(Rana, 2003 dan Djunaedi, 2006).
III.5 Diagnosis
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
1. Penilaian pada luka gigitan
Lakukan palpasi pada area yang membengkak dan meluas,
serta kelenjar getah bening yang menuju area luka gigitan,
perhatikan apakah terdapat limfangitis ataupun ekimosis. Tungkai
yang mengalami gigitan akan menegang dan membengkak, dingin,
immobile dan denyut arteri bisa tidak teraba. Hal ini menunjukkan
adanya thrombosis intravaskular atau sindrom kompartemen yang
2. Pemeriksaan Umum
Pengukuran tekanan darah (baik saat duduk ataupun berbaring
untuk mengetahui adanya hipotensi postural yang mengindikasikan
hipovolemi) dan denyut jantung. Pemeriksaan kulit dan membran
mukosa untuk membuktikan adanya petekiae, purpura, ekimosis
dan perdarahan konjungtiva. Abdominal tenderness
mengindikasikan adanya perdarahan gastrointestinal atau
retroperitoneal. Nyeri pada punggung bawah mengindikasikan
adanya iskemia renal (misalnya pada gigitan Russel`s viper).
Perdarahan intrakranial ditandai dengan adanya tanda neurologis
berupa lateralisasi, pupil yang asimetris, kejang, atau gangguan
kesadaran. Tanda toksisitas sistemik yang dapat dicari termasuk
petekie, memar, bula, atau blister. Pengukuran pada tempat yang
sama sebaiknya diulang setiap 15 menit sampai progresifitas
edema dan eritema berkurang. Pemeriksaan klinis yang sering
sebaiknya fokus terhadap profil neurologik, hematologik dan
hemodinamik (WHO,2005).
c. Pemeriksaan Penunjang
0 0 + +/- <3cm/12> 0
Syok, petekia,
ekimosis
Gangguan faal
ginjal,
Koma,
perdarahan
III.6 Penatalaksanaan
Langkah-langkah penatalaksanaan gigitan ular meliputi (WHO,2005) :
a. Pertolongan pertama
b. Transportasi ke rumah sakit
c. Penilaian klinik dan resusitasi segera
d. Penilaian klinik lengkap dan diagnosis
e. Pemeriksaan laboratorium
f. Observasi respon terhadap antivenom ( menentukan apakah
diperlukan penambahan dosis antivenom)
g. Terapi suportif
a. Pertolongan Pertama
Pertolongan pertama segera diberikan sesegera mungkin setelah
pasien mendapatkan gigitan ular berbisa, sebelum pasien dibawa ke
rumah sakit. Pertolongan pertama ini bisa dilakukan oleh siapa saja
termasuk korban gigitan ular berbisa itu sendiri (WHO,2005).
Gejala sistemik
a. Abnormalitas hemostasis : perdarahan sistemik spontan,
koagulopati,atau trombositopeni
b. Tanda neurotoksik : ptosis, oftalmoplegia, paralisis
c. Abnormalitas kardiovaskular : hipotensi, syok, aritmia, EKG
abnormal
d. Gagal ginjal akut : Oliguria, anuria, peningkatan ureum atau
kreatinin
e. Hemoglobinuria atau mioglobinuria, warna urin yang coklat
gelap,
Gejala Lokal
a. Pembengkakan lokal
b. Pembengkakan yang meluas dengan cepat (misalnya :
pembengkakan pada pergelangan tangan yang dalam beberapa
jam telah meluas sampai seluruh tangan
c. Pembesaran yang meluas dari kelenjar limpe yang menuju area
luka gigitan.
Pada keadaan dimana tidak tersedia serum anti bisa ular, dapat dilakukan
hal-hal berikut (WHO,2005) :
g. Penatalaksanaan supportif
III.7 Prognosis
BAB IV
ANALISA KASUS
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
Prognosis ad vitam pada pasien ini saat pertama kali datang adalah
dubia ad bonam, karena pada pasien ini telah mendapatkan terapi
sebelumnya di RSUD Depok namun pasien masih mengalami perdarahan
DAFTAR PUSTAKA