PNEUMONI KOMUNITAS
PENYUSUN :
030.10.197
PEMBIMBING :
JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT serta nabi Muhammad SAW
atas berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Pneumoni Komunitas” dengan baik dan selesai tepat pada waktunya.
Keberhasilan referat ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak dalam bentuk doa,
moral, waktu dan pikiran. Maka dari itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
beberapa pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini hingga selesai, terutama
kepada Dr. Anthony D. Tulak, Sp. P, FCCS selaku dokter pembimbing dan konsulen bidang
penyakit paru di RSUD Kota Bekasi yang telah membimbing, memberi masukan serta
meluangkan waktu dan pikirannya kepada penulis. Penulis juga ingin mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman sejawat selama menjalankan kepaniteraan klinik IPD di RSUD
Kota Bekasi dan juga kepada pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu
namanya atas bantuan dan dukungannya dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kelancaran
referat ini. Akhir kata Penulis berharap referat ini dapat berguna dan menjadi bahan masukan
bagi dunia kedokteran.
Penyusun
M. Wahyu St
030.10.197
BAB I
PENDAHULUAN
2.1. Definisi
2.2. Epidemiologi
Infeksi M. Pnemonia dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat endemik.
Prevalensi kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada musim panas sampai ke
awal musim gugur yang dapat berlangsung satu sampai dua tahun. Infeksi tersebar
luas dari satu orang ke orang lain dengan percikan air liur (droplet) sewaktu batuk.
Itulah sebabnya infeksi kelihatan menyebar lebih mudah antara populasi yang padat
manusianya misalnya di sekolah, asrama, pemukiman yang padat dan camp militer.
Pada host yang tidak sehat yang paling sering ditemui yaitu staphylococcus
aureus, K. pneomoniae dan Pseudomona aeruginosa. S aureus dapat menyebabkan
CAP pada individu dengan influenza (misalnya, influenza musiman dan H1N1 [babi]
influenza). K pneumoniae CAP terjadi terutama pada individu dengan alkoholisme
kronis. P aeruginosa merupakan penyebab CAP pada pasien dengan bronkiektasis
atau cystic fibrosis.
Pathogenesis
1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada
orofaring.
Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang
menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang
terjadi. Akibatnya faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi
mekanisme pertahanan sistem pernapasan. Kolonisasi basilus gram negatif pada
orofaring akibat aspirasi dan mekanisme patogenik banyak pneumonia gram negatif
telah menjadi subjek penelitian akhir-akhir ini.
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Pencandu alkohol, pasien pasca-operasi, orang-orang dengan penyakit
gangguan pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya,
adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling
umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat.
Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri segera
memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Seluruh jaringan paru dipenuhi
cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah.
Pasien yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-
engah, dan denyut jantungnya meningkat cepat. Bibir dan kuku mungkin membiru
karena tubuh kekurangan oksigen. Pada kasus yang ekstrim, pasien akan mengigil,
gigi bergemelutuk, sakit dada, dan kalau batuk mengeluarkan lendir berwarna hijau.
Sebelum terlambat, penyakit ini masih bisa diobati. Bahkan untuk pencegahan
vaksinnya pun sudah tersedia.
Penting juga untuk membedakan antara pneumonia yang didapat dari masyarakat
dengan pneumonia yang didapat dari rumah sakit. Frekuensi relatif dari agen-agen
penyebab pneumonia berbeda dari kedua sumber ini. Infeksi nosokomial lebih sering
disebabkan oleh bakteri gram negatif atau Staphylococcus aureus dan jarang oleh
pneumococcus atau Mycoplasma.
3. Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari) : paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
Dari hasil radiologi akan ditemukan adanya konsolidasi dan biasanya akan
ditemukan adanya efusi pleura atau pneumoni lobaris.
Klebsiella pneumonia adalah salah satu bakteri yang termasuk bakteri gram negatif,
bakteri yang non motil, fakultatif anaerob, melakukan fermentasi laktosa dan tidak
tertutup oleh selubung, memiliki simpai polisakarida yang besar, biasanya member
hasil positif pada tes dekarboksilase lisin dan sitrat. Koloni Klebsiella besar sangat
mukoid dan cenderung besatu bila lama dieramkan. Bakteri ini berasal dari family
Enterobacteriaceae. Klebsiella pertama kali dan diberi nama oleh bacteriologist
Jerman yang bernama Edwin Klebs (1834-1913). Penyakit yang ditimbulkan oleh
bakteri ini antara lain adalah bronkopneumoniae dan pneumonia bakteri gram negatif.
Hampir semua pneumonia disebabkan oleh bakteri ini. Klebsiella pneumonia terdapat
dalam saluran nafasdan feses sekitar 5 % orang normal dan dapat menyebabkan
pneumonia bacterial. Sampai saat ini para ahli masih banyak melakukan penelitian
mengenai obat apa yang cocok untuk menghambat pertumbuhan bakteri Klebsiella
Pneumonia.
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Klebsiella
Species : K.pneumoniae
1. PNEUMONITIS KIMIA
Pneumonitis kimia terjadi bila zat yang terhirup bersifat racun terhadap paru-paru,
dan masalah yang akan timbul lebih bersifat iritasi daripada infeksi. Zat yang terhirup
biasanya adalah asam lambung. Yang terjadi dengan segera adalah sesak nafas dan
peningkatan denyut jantung. Gejala lainnya berupa demam, dahak kemerahan dan
kulit yang kebiruan karena darah yang kurang teroksigenisasi (sianosis). Untuk
menegakkan diagnosis dilakukan foto dada serta pengukuran konsentrasi oksigen dan
karbondioksida dalam darah arteri. Pengobatan terdiri dari terapi oksigen dan jika
perlu bias diberikan ventilator mekanis. Bisa dilakukan pengisapan trakea untuk
membersihkan saluran pernafasan dan mengeluarkan benda yang terhirup. Untuk
mencegah infeksi, kadang-kadang diberikan antibiotik. Biasanya penderita
pneumonitis kimia bisa segera sembuh atau akan semakin memburuk menjadi suatu
sindroma gawat pernafasan akut atau menjadi suatu infeksi bakteri.
Sekitar 30-50 % pernderita meninggal. (9)
2. ASPIRASI BAKTERI
Aspirasi bakteri adalah bentuk pneumonia aspirasi yang paling sering terjadi. Hal ini
biasanya terjadi karena bakteri tertelan dan masuk ke dalam paru-paru.
3. OBSTRUKSI MEKANIK
Penyumbatan mekanik saluran pernafasan bisa disebabkan oleh terhirupnya partikel
atau benda asing. Anak kecil beresiko tinggi karena sering memasukkan benda ke
dalam mulutnya dan menelan mainan kecil atau bagian-bagian dari mainan.
Obstruksi juga dapat terjadi pada orang dewasa, terutama jika daging terhirup pada
saat makan.Jika benda menyumbat trakea, pasien tidak dapat bernafas atau bicara.
Jika benda tersebut tidak dikeluarkan dengan segera penderita akan segera meninggal.
Dilakukan Manuver Heimlich, untuk mengeluarkan benda asing dan tindakan ini
biasanya dapat menyelamatkan nyawa penderita. Jika benda asing tertahan di bagian
yang lebih bawah dari saluran pernafasan, bisa terjadi batuk iritatif menahun dan
infeksi yang berulang. Benda asing biasanya dikeluarkan dengan bronkoskopi (alat
dimasukkan melalui saluran pernafasan dan benda asing dikeluarkan).
PATOFISIOLOGI (emedicine)
Sindrom ini paling sering muncul pada individu dengan mekanisme pertahanan pada
kerusakan jalan nafas kronis. Hal ini ermasuk refleks cegukan, batuk, gerakan silia,
dan mekanisme imun, dimana semuanya bertujuan untuk mengeluarkan bahan-bahan
infeksi dari saluran nafas yang lebih bawah.
Faktor resiko yang lain termasuk rendahnya perawatan gigi dan mulut, dimana
keduanya meningkatkan keganasan bakteri dari sekresi orofaringeal. Dokter harus
membuat dugaan untuk dignosis ini ketika pasien datang dengan faktor resiko dan
bukti radiologi menunjukkan adanya infiltrat pada aspirasi pnemoni. Lokasi dari
infiltrat ini tergantung pada posisi pasien pada saat terjadinya aspiasi.(9)
2.3.2.1 Epedemiologi
Penelitian klinis tentang pneumonia yang didapat di populasi (community-
acquired pneumonia/CAP), menunjukkan bahwa insiden pneumonia atipikal
bervariasi antara 8%-50%. Penelitian terhadap 1600 kasus pneumonia yang dilakukan
di Universitas Louisville, mendapatkan 20% kasus pneumonia atipikal. Marrie dan
kawan-kawan (dikutip dari Saresi GA2) dapat mengidentifikasi M. pneumoniae pada
25% pasien yang didiagnosis pneumonia. Kristopher dan kawan-kawan (dikutip dari
Ramirez JA1) dari Rumah Sakit Jacksonville Florida melaporkan organisme
penyebab pada 40% pneumonia atipikal adalah M. pneumoniae, C. pneumoniae dan
L. pneumophila.
2.3.2.2 Etiologi
Mikroorganisme penyebab paling sering pneumonia atipikal adalah M. pneumoniae,
C. pneumoniae, dan L. pneumophila. Meskipun demikian M. pneumonia merupakan
penyebab kedua terbanyak dari pneumonia setelah Streptococcus pneumoniae.
Sekitar 20% kasus pneumonia disebabkan oleh M. pneumoniae, dan 10% kasus
lainnya disebabkan C. pneumonia.(10)
2.3.2.3 Patogenesis
Mycoplasma pneumonia
Sel epitel bersilia saluran napas merupakan sel target infeksi M. Pneumoniae,
mempunyai struktur memanjang seperti ular dengan ujung tempat perlekatan dengan
sel epitel bersilia. Protein bekerjasama secara struktur dan fungsional memobilisasi
perlekatan ujung kuman dan memungkinkan koloni mycoplasma pada membran
mukosa berkembang Mycoplasma berkembang biak pada permukaan sel mukosa
saluran napas, menghasilkan H2O2 (peroksida) yang dapat merusak lapisan mukosa
sehingga terjadi deskuamasi dan ulserasi pada lapisan mukosa, udem dinding dinding
bronkus dan produksi sekret yang memenuhi saluran napas dan alveoli. (10)
Chlamydia pneumonia
Chlamydia mempunyai siklus perkembangan yang unik dalam sel epitel
induk. Bentuk elementary bodies (EB) yang berukuran 200-400 milimikron, melekat
pada permukaan epitel saluran napas melalui reseptor protein spesifik dan masuk
mencapai sel melalui endositosis. Elementary bodies menetap di membrane fagosom
dan menghambat fusi fagosom dan lisosom. Kira-kira 9-12 jam setelah kuman ini
memasuki sel, EB akan berdiferensiasi menjadi reticulate body (RB) yang selanjutnya
membelah menjadi sepasang, membentuk inclusions intra sitoplasma. Sesudah 36
jam, RB akan berdiferensiasi kembali menjadi EB. Keseluruhan siklus hidup akan
memakan waktu 48- 72 jam, mengakibatkan sitolisis dan terlepasnya sel epitel.
Proses perjalanan patogenesis bervariasi untuk setiap spesies dan memungkinkan
chlamydia menimbulkan infeksi subklinis. (10)
Legionella
Legionella adalah parasit intraselular fakultatif. Sel target pada manusia adalah
makrofag alveoli dan mungkin juga sel lain. Pertumbuhan kuman dalam makrofag
menyebabkan kematian sel, kemudian diikuti reinfeksi sel yang lain sampai sel
makrofag teraktivasi dan selanjutnya dapat membunuh mikroorganisme intraselular.
Makrofag yang teraktivasi dan respon imun yang lain mendorong infiltrasi makrofag
ke jaringan yang mengandung kuman intraselular. Terapi kortikosteroid merupakan
risiko tinggi terkena infeksi Legionella karena fungsi sel T dan makrofag terganggu.
2.3.2.7 Diagnosis
Diagnosis pneumonia atipikal ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
manifestasi klinik, pemeriksaan laboratorium, dan radiologis. Seperti telah disebutkan
sebelumnya bahwa untuk mengidentifikasi penyebab pneumonia atipikal tidak bisa
menggunakan teknik diagnostik standar seperti pada pneumonia tipikal pada
umumnya Beberapa cara pemeriksaan serologi untuk mendeteksi M. pneumoniae
meliputi complement fixation test, ELISA, cold aglutinin,dan rapid microagglutinin.
Untuk Chlamydia dilakukan pemeriksaan ELISA dan micro immunofluorescent. Saat
ini pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) digunakan untuk mengidentifikasi
beberapa organisme atipikal seperti M. pneumoniae dan C. pneumoniae, namun
memerlukan biaya mahal. (9)
Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih'
kriteria di bawah ini (2).
a. Kriteria minor:
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
• Tekanan sistolik < 90 mmHg
• Tekanan diastolik < 60 mmHg
2.5 Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan
klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di
rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya factor modifikasi yaitu keadaan yang dapat
meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme pathogen yang spesifik misalnya
S. pneumoniae . yang resisten penisilin. Yang termasuk dalam faktor modifikasis
adalah:
a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin
Umur lebih dari 65 tahun
Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir
Pecandu alcohol
Penyakit gangguan kekebalan
Penyakit penyerta yang multiple
Bakteri enterik Gram negative
Penghuni rumah jompo
Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
Mempunyai kelainan penyakit yang multiple
Riwayat pengobatan antibiotik
b. Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:
a. Penderita rawat jalan
• Pengobatan suportif / simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
Pemberian antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
• Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
d. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
• Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam
• Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat
kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat map di ruang rawat
biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat
Intensif.
Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan / memburuk maka
pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitiviti.
c. Pengobatan pneumonia atipik:
Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk
atipik. Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh
M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan :
Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)
Fluorokuinolon respiness
Doksisiklin
Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama),
switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau berbeda,
potensi lebih rendah).
• Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin, gatifloksasin
• Contoh switch over: seftasidin iv ke siprofloksasin oral
• Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke cefiksim oral.
Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada
hari ke 4 diganti obat oral dan penderita dapat berobat jalan.
e. Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti:
• Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi
• Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna
• Penderita sudah tidak panas ± 8 jam
• Gejala klinik membaik (mis: frekuensi pernapasan, batuk)
• Leukosit menuju normal/normal
PENUTUP
pneomoni komunitas masih sering ditemukan bahkan dengan tingkat mortalitas yang
cukup tinggi.
menekan angka kejadian pada penyakit ini. Oleh karena itu pemerintah harus
berupaya, melihat dan menggunakan sumber tenaga kesehatan seperti dokter umum
untuk bekerja sama dalam pengolahan, edukasi dan penganan penyakit ini
meskipun sudah terinfeksi maka pengobatan dalam penyakit ini cenderung membaik.
Apalagi semakin banyak jenis obat sehingga dapat dilakukan kombinas untuk terapi