Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

PNEUMONI KOMUNITAS

PENYUSUN :

MUHAMMAD WAHYU SETIANI

030.10.197

PEMBIMBING :

Dr. Anthony D. Tulak, Sp. P, FCCP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD KOTA BEKASI

PERIODE 1 DESEMBER 2014 - 8 FEBRUARI 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT serta nabi Muhammad SAW
atas berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Pneumoni Komunitas” dengan baik dan selesai tepat pada waktunya.

Keberhasilan referat ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak dalam bentuk doa,
moral, waktu dan pikiran. Maka dari itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
beberapa pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini hingga selesai, terutama
kepada Dr. Anthony D. Tulak, Sp. P, FCCS selaku dokter pembimbing dan konsulen bidang
penyakit paru di RSUD Kota Bekasi yang telah membimbing, memberi masukan serta
meluangkan waktu dan pikirannya kepada penulis. Penulis juga ingin mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman sejawat selama menjalankan kepaniteraan klinik IPD di RSUD
Kota Bekasi dan juga kepada pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu
namanya atas bantuan dan dukungannya dalam menyelesaikan referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kelancaran
referat ini. Akhir kata Penulis berharap referat ini dapat berguna dan menjadi bahan masukan
bagi dunia kedokteran.

Bekasi, 14 Januari 2015

Penyusun

M. Wahyu St

030.10.197
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju.
Laporan WHO tahun 2001 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan
influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang
per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa
di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.(1,2)

Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan


50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari
untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian
bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan
antibiotika secara empiris. (1)
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi
saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia.
Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru
utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 %
diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi
dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8
% kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka
kematian antara 20-35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan
sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat pertahun. (5.6)
ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk
pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli). Juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Dan
menimbulkan angka kesakitan yang tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan
sesak nafas.
Secara klinis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu peradangan paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain).
Secara anatomis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris,
pneumonia segmentalis, dan pneumonia lobularis yang dikenal sebagai
bronkopneumonia dan biasanya mengenai paru bagian bawah. Selain itu pneumonia
dapat juga dibedakan berdasarkan tempat dapatannya, yaitu pneumonia komunitas
dan pneumonia rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

    Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan


dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. ISNBA dapat dijumpai
dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Pneumonia ini
dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjutan manifestasi ISNBA lainnya
misalnya sebagai perluasan bronkieaktasis yang terinfeksi.

    Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari


bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada
pemeriksaan histologis terdapat pneumomitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis
dan pengumpulan eksudat yang berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi.
Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang
merupakan penyebab yang tersering, sedangkan istilah pneumolitis sering dipakai
untuk proses non infeksi. Bila proses infeksi teratasi, terjadi resolusi dan biasanya
struktur paru normal kembali. Namun pada pneumonia nekrotikans yang disebabkan
antara lain oleh staphylococcus atau kuman Gram negatif terbentuk jaringan parut
atau fibrosis.

    Secara klinis, dagnosis pneumonia didasarkan atas tanda-tanda kelainan


fisis dan adanya gambaran konsolidasi pada foto dada. Namun diagnosis lengkap
haruslah mencakup diagnosis etiologi dan anatomi. Pendekatan diagnosis ini harus
didasarkan kepada pengertian natogenesis penyakit hingga diagnosis yang dibuat
mencakup bentuk manifestasi, bertanya proses penyakit dan etiologi pnumonia. Cara
ini akan mengarahkan dengan baik kepada terapi empiris dan pemilihan anti biotic
yang paling sesuai terhadap mikroorganisme penyebabnya.
Pneumonia komunitas (PK) adalah infeksi akut pada parenkim paru pada
individu yang tidak dirawat di rumah sakit atau tinggal di fasilitas perawatan jangka
panjang sebelum timbulnya gejala. Pneumonia nosokomial (PN) adalah pneumonia
yang terjadi > 48 jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit baik di ruang rawat
umum ataupun ICU tetapi tidak sedang memakai ventilator. Pneumonia yang
berhubungan dengan pemakaian ventilator (PBV) adalah pneumonia yang terjadi
setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal.

2.2. Epidemiologi
Infeksi M. Pnemonia dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat endemik.
Prevalensi kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada musim panas sampai ke
awal musim gugur yang dapat berlangsung satu sampai dua tahun. Infeksi tersebar
luas dari satu orang ke orang lain dengan percikan air liur (droplet) sewaktu batuk.
Itulah sebabnya infeksi kelihatan menyebar lebih mudah antara populasi yang padat
manusianya misalnya di sekolah, asrama, pemukiman yang padat dan camp militer.

Penderita Peneomoni komunitas sangat sulit diketahui. Namun di Amerika


Serikat telah melakukan study dimana 46.237 pasien usia lanjut yang dipantau selama
3 tahun, menunjukan tingkat pneumonia komunitas pada pasien usia 65-69 tahun
sebesar 18,2 kasus per 1000 rang per tahun. Perkiraan berdasarkan data ini
menunjukan bahwa setiap tahun, 1 dari 20 orang tua yang berumur lebih dari 85 akan
menderita Pneuminia komunitas. Berdasarkan umur penderita pneomina komunitas
yang membutuhkan perawatan adalah penderita yang sudah lansia, penderita dengan
penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), bronchitis kronis, penderita dengan gangguan
fungsi Cardiopulmonary dan penderita yang menderita imun defisiensi. Sedangkan
penderita pneomoni komunitas yang rawat jalan adalah penderita yang berumur
dewasa muda. (5,6,7)
2.3. Etiologi

Pada pneoumoni komunitas terdapat 2 etiologi yang mendasari penyakit ini


yaitu typical dan atypical. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia
lobaris yang klasik antara lain berupa awitan yang akut dengan gambaran radiologis
berupa opasitas lobus atau lobularis. Penyebab typical yang paling sering dijumpai
yaitu s. pneuomoni, H. influenza dan M. catarrhalis. Di antara pathogen tersebut yang
paling bertanggungjawab besar terjadinya pneomini komitas adalah S. pneomoni.
Sedangkan M.catarrhalis sering ditemukan pada penderita Pneomonia komunitas
yang membutuhakan rawat inap di instalasi kesehatan atau rumah sakit.

Pada host yang tidak sehat yang paling sering ditemui yaitu staphylococcus
aureus, K. pneomoniae dan Pseudomona aeruginosa. S aureus dapat menyebabkan
CAP pada individu dengan influenza (misalnya, influenza musiman dan H1N1 [babi]
influenza). K pneumoniae CAP terjadi terutama pada individu dengan alkoholisme
kronis. P aeruginosa merupakan penyebab CAP pada pasien dengan bronkiektasis
atau cystic fibrosis.

Pneumonia atipikal, ditandai oleh gangguan respirasi yang meningkat lambat


dengan gambaran inflirat paru bilateral yang difus. Biasanya disebabkan organisme
yang atipikal dan termasuk Mycoplasma pneumoniae, virus, Legionella pneumophila,
Chlamydia psittaci dan Coxiella burnetti. Di negara Barat mikroorganisme
Mikoplsama adalah prototype penyebab pneumonia atipikal, disamping menyebabkan
penyakit saluran napas atas dan penyakit di luar paru antara lain pada kulit, susunan
saraf pusat, darah jantung dan sendi-sendi. Mikoplasma menjadi penyebab pada 15-
20% pneumonia, bahkan mencapai 60% pada usia sekolah dan dewasa muda. Dapat
juga terjadi infeksi pada usia di atas 60 tahun.
2.3.1 TYPICAL BACTERIAL PNEOMONIA
2.3.1.1 Streptokokus pneumonia

Streptokokus pneumonia merupakan bakteri tersering penyebab pneumonia. Bakteri


ini dapat menyerang host yang sehat maupun host yang mempunyai penyakit
komorbid yang berat. Pneomoni ini Sering ditemukan di afrika selatan dan papua
new guinea. Predisposisi yang sering adalah sikle cell disease, cronic cardiac,
respiratory, liver dan renal disease, diabetes mellitus, alkoholik, dan imun tubuh yang
turun. Pada kasus ditemukan tingkat mortalitas yang cukup tinggi sekitar 5-10% dan
akan meningkat pada lansia dan pasien yang mempunyai penyakit komorbid.
Penyeberan bakteri ini melalui manusia ke manusia yaitu dengan aerosol droplets.
Ketika di dalam host, organism akan membentuk suatu koloni pneumokokus di
nasofaring. Dari sini bakteri ini akan menyebar ke darah dan akhirnya menju ke paru-
paru. Gejala penyaki ini merupakan yaitu rasa kedinginan yang tiba-tiba, demam,
batuk, nyeri pleuritik, atau sputum dengan warna coklat atau merah berkarat.
Karakteristik Mikrobiologi

Streptococcus pneumoniae Adalah Diplococcus gram positif, Sering Berbentuk lanset


ATAU Berbentuk Rantai, memiliki kapsul polisakarida Yang memudahkan UNTUK
pengelompokan antisera Spesifik. Streptococcus pneumoniae MUDAH dilisis
DENGAN agen Aktif pãda permukaan misalkan garam empedu. Agen Aktif
permukaan umumnya menghambat ATAU TIDAK mengaktifkan penghalang
autolysin Dinding sel. Streptococcus pneumoniae merupakan Penghuni yang normal
Dari Saluran pernapasan Bagian differences Manusia Sekitar 5-40% dan DAPAT
menyebabkan pneumonia, sinusitis, otitis, bronchitis, meningitis, Dan Proses Infeksi
Lainnya

Pathogenesis

Agen-agen mikroba yang menyebabkan pneumonia memiliki tiga bentuk transmisi


primer :

1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada
orofaring.

2. Inhalasi aerosol yang infeksius.

3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal.

Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang
menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang
terjadi. Akibatnya faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi
mekanisme pertahanan sistem pernapasan. Kolonisasi basilus gram negatif pada
orofaring akibat aspirasi dan mekanisme patogenik banyak pneumonia gram negatif
telah menjadi subjek penelitian akhir-akhir ini.
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Pencandu alkohol, pasien pasca-operasi, orang-orang dengan penyakit
gangguan pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya,
adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling
umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat.
Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri segera
memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Seluruh jaringan paru dipenuhi
cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah.
Pasien yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-
engah, dan denyut jantungnya meningkat cepat. Bibir dan kuku mungkin membiru
karena tubuh kekurangan oksigen. Pada kasus yang ekstrim, pasien akan mengigil,
gigi bergemelutuk, sakit dada, dan kalau batuk mengeluarkan lendir berwarna hijau.
Sebelum terlambat, penyakit ini masih bisa diobati. Bahkan untuk pencegahan
vaksinnya pun sudah tersedia.

Penting juga untuk membedakan antara pneumonia yang didapat dari masyarakat
dengan pneumonia yang didapat dari rumah sakit. Frekuensi relatif dari agen-agen
penyebab pneumonia berbeda dari kedua sumber ini. Infeksi nosokomial lebih sering
disebabkan oleh bakteri gram negatif atau Staphylococcus aureus dan jarang oleh
pneumococcus atau Mycoplasma.

Streptococcus pneumoniae adalah penyebab yang paling sering dari pneumonia


bakteri, baik yang didapat dari masyarakat maupun dari rumah sakit. Diantara semua
pneumonia bakteri, patogenesis dari pneumonia pneumococcus merupakan yang
paling banyak diselidiki. Pneumococcus umumnya mencapai alveoli lewat percikan
mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena karena efek
gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka pneumococcus menimbulkan respons khas
yang terdiri dari empat tahap berurutan :

1. Kongesti (4 sampai 12 jam pertama) : eksudat serosa masuk kedalam alveoli


melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : paru tampak merah dan bergranula karena
sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveoli.

3. Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari) : paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.

4. Resolusi ( 7 sampai 11 hari) : eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh


makrofag sehimgga jaringan kembali pada strukturnya semula

Dari hasil radiologi akan ditemukan adanya konsolidasi dan biasanya akan
ditemukan adanya efusi pleura atau pneumoni lobaris.

2.3.1.2 Klebsiella pneumonia

Klebsiella pneumonia adalah salah satu bakteri yang termasuk bakteri gram negatif,
bakteri yang non motil, fakultatif anaerob, melakukan fermentasi laktosa dan tidak
tertutup oleh selubung, memiliki simpai polisakarida yang besar, biasanya member
hasil positif pada tes dekarboksilase lisin dan sitrat. Koloni Klebsiella besar sangat
mukoid dan cenderung besatu bila lama dieramkan. Bakteri ini berasal dari family
Enterobacteriaceae. Klebsiella pertama kali dan diberi nama oleh bacteriologist
Jerman yang bernama Edwin Klebs (1834-1913). Penyakit yang ditimbulkan oleh
bakteri ini antara lain adalah bronkopneumoniae dan pneumonia bakteri gram negatif.
Hampir semua pneumonia disebabkan oleh bakteri ini. Klebsiella pneumonia terdapat
dalam saluran nafasdan feses sekitar 5 % orang normal dan dapat menyebabkan
pneumonia bacterial. Sampai saat ini para ahli masih banyak melakukan penelitian
mengenai obat apa yang cocok untuk menghambat pertumbuhan bakteri Klebsiella
Pneumonia.

ASPEK BIOLOGI (Morfologi, Klasifikasi, dan Siklus Hidup)

Klasifikasi secara ilmiah :

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gamma Proteobacteria

Order : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Klebsiella

Species : K.pneumoniae

Binomial name : Klebsiella pneumonia

Klebsiella pneumoniae merupakan suatu bakteri gram negative yang tidak


bergerak (non motil), tidak berselubung, melakukan fermentasi laktosa, fakultatif
anaerob, ditemukan sebagai flora normal di mulut, kulit dan usus. Spesies Klebsiella
menunjukkan pertumbuhan mukoid, simpai polisakarida yang besar, tidak ada
pergerakan dan biasanya memberikan hasil positif untuk tes dekarboksilase lisin dan
sitrat. Morfologi khas dari Klebsiella dapat dilihat dalam pertumbuhan padat in vitro
tetapi morfologinya sangat bervariasi dalam bahan klinik. Biasanya Klebsiella
simpainya besar dan teratur. Selain itu Klebsiela koloninya besar, sangat mukoid dan
cenderung bersatu apabila dieramkan. Anggota dari genus Klebsiella memiliki
struktur antigen yang kompleks. Lebih khususnya, amggota genus Klebsiella
memiliki 2 tipe antigen pada sel. Yang pertama adalah antigen O yang merupakan
bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri atas unit polisakarida yang
berulang. Beberapa polisakarida O-spesifik mengandung gula yang unik. Antigen O
tahan terhadap panas dan alcohol dan biasanya dideteksi dengan aglutinasi bakteri.
Antibodi terhadap antigen O terutama IgM. Yang kedua adalah antigen K. Antigen K
ini berada di luar antigen O dan merupakan suatu capsular polysacharida. Antigen K
dapat mengganggu aglutinasi melalui antiserum O dan berhubungan dengan virulensi.
Klebsiella mempunyai simpai besar yang terdiri atas polisakarida (antigen K) yang
menutupi antigen somatic (O atau H) dan dapat dikenali dengan pembengkakan
simpai melalui tes pembengkakan simpai dengan antiserum khusus. Infeksi pada
saluran nafas manusia disebabkan terutama oleh jenis simpai 1 dan 2.

Klebsiella pneumoni bisa meyebabkan lobar pneumoni pada pasien dengan


riwayat asma yang lama dan alkoholisme. Pada pemeriksaan sputum akan ditemui
banyak sekali sputum yang mengandung netropil dan capsulated gram negative rods.

2.3.1.3 Aspirasi Pneumoni (Aspiration pneumonia)

Pneumonia Aspirasi (Aspiration pneumonia) adalah infeksi paru-paru yang


disebabkan oleh terhirupnya bahan-bahan ke dalam saluran pernafasan. Berdasarkan
buku IPD UI pneumonia aspirasi didefinisikan sebagai terbawanya bahan yang ada
diorofaring pada saat respirasi ke saluran nafas bawah dan dapat menyebabkan
kerusakan parenkim paru. Partikel kecil dari mulut sering masuk ke dalam saluran
pernafasan, tetapi biasanya sebelum masuk ke dalam paru-paru, akan dikeluarkan
oleh mekanisme pertahanan normal atau menyebabkan peradangan maupun infeksi.
Jika partikel tersebut tidak dapat dikeluarkan, bisa menyebabkan pneumonia.
Orang yang lemah, keracunan alkohol atau obat atau dalam keadaan tidak sadar
karena pengaruh obat bius atau karena kondisi kesehatannya, memiliki resiko untuk
menderita pneumonia jenis ini. Bahkan orang normal yang menghirup sejumlah besar
bahan makanan yang dimuntahkannya, , bisa menderita pneumonia aspirasi.(8)

1. PNEUMONITIS KIMIA
Pneumonitis kimia terjadi bila zat yang terhirup bersifat racun terhadap paru-paru,
dan masalah yang akan timbul lebih bersifat iritasi daripada infeksi. Zat yang terhirup
biasanya adalah asam lambung. Yang terjadi dengan segera adalah sesak nafas dan
peningkatan denyut jantung. Gejala lainnya berupa demam, dahak kemerahan dan
kulit yang kebiruan karena darah yang kurang teroksigenisasi (sianosis). Untuk
menegakkan diagnosis dilakukan foto dada serta pengukuran konsentrasi oksigen dan
karbondioksida dalam darah arteri. Pengobatan terdiri dari terapi oksigen dan jika
perlu bias diberikan ventilator mekanis. Bisa dilakukan pengisapan trakea untuk
membersihkan saluran pernafasan dan mengeluarkan benda yang terhirup. Untuk
mencegah infeksi, kadang-kadang diberikan antibiotik. Biasanya penderita
pneumonitis kimia bisa segera sembuh atau akan semakin memburuk menjadi suatu
sindroma gawat pernafasan akut atau menjadi suatu infeksi bakteri.
Sekitar 30-50 % pernderita meninggal. (9)

2. ASPIRASI BAKTERI
Aspirasi bakteri adalah bentuk pneumonia aspirasi yang paling sering terjadi. Hal ini
biasanya terjadi karena bakteri tertelan dan masuk ke dalam paru-paru.

3. OBSTRUKSI MEKANIK
Penyumbatan mekanik saluran pernafasan bisa disebabkan oleh terhirupnya partikel
atau benda asing. Anak kecil beresiko tinggi karena sering memasukkan benda ke
dalam mulutnya dan menelan mainan kecil atau bagian-bagian dari mainan.
Obstruksi juga dapat terjadi pada orang dewasa, terutama jika daging terhirup pada
saat makan.Jika benda menyumbat trakea, pasien tidak dapat bernafas atau bicara.
Jika benda tersebut tidak dikeluarkan dengan segera penderita akan segera meninggal.
Dilakukan Manuver Heimlich, untuk mengeluarkan benda asing dan tindakan ini
biasanya dapat menyelamatkan nyawa penderita. Jika benda asing tertahan di bagian
yang lebih bawah dari saluran pernafasan, bisa terjadi batuk iritatif menahun dan
infeksi yang berulang. Benda asing biasanya dikeluarkan dengan bronkoskopi (alat
dimasukkan melalui saluran pernafasan dan benda asing dikeluarkan).

PATOFISIOLOGI (emedicine)

Aspirasi pneumonitis menunjukkan menunjukkan ada sebuah proses akut dimana


terjadi iritasi di paru akibat inhalasi isi lambung. Penyakit ini terjadi pada orang-
orang dengan perubahan tingkat kesadaran yang biasanya disebabkan kejang,
cerebrovascular accident (CVA), massa di SSP, keracunan obat ataupun overdosis,
dan trauma kapitis.
Resiko aspirasi ini secara tidak langsung berhubungan dengan tingkat kesadaran
pasien (penurunan GCS berhubungan dengan meningkatnya resiko aspirasi). Tingkat
keparahan penyakit ini berhubungan langsung dengan volume dan keasaman dari
cairan yang diaspirasi. Aspirasi dengan jumlah caoran gaster yang banyak juga
dikenal sebagai sindrom Mendelson, dimana bias terjadi penekanan pernafasan dalam
satu jam. Keasaman isi lambung itu menyebabkan adanya rasa terbakar pada saluran
tracheobonchial.
Karena kandungan isi lambung yang relatif steril, bakteri tidak memiliki peranan
penting pada tahap awal penyakit ini. Tetapi hal ini tidak berlaku pada pasien dengan
gastroparesis atau obstruksi usus halus atau pasien yang menggunakan antasid (PPI,
Reseptor H2 antagonis). Tergantung pada jumlah bakteri yang terinokulasi,
superinfeksi bakteri dapat terjadi setelah terjadinya cedera kimia.
Aspirasi pneumoni adalah berkembangnya infiltrat pada pasien dengan resiko tinggi
dari aspirasi orofaring. Hal tersebut terjadi ketika pasien menghirup zat dari orofaring
yang berkumpul di saluran nafas atas.

Studi tentang bakteriologi awal untuk organisme penyebab menyatakan bahwa


spesies anaerobik merupakan penyebab tersering pada aspirasi pnemoni komuniti,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, dan Enterobacteriaceae adalah
organisme yang paling sering. Di sisi lain, aspirasi pneumonia nosokomial sering
disebabkan oleh organisme gram-negatif termasuk Pseudomonas aeruginosa,
biasanya pada pasien dengan intubasi. Penelitian ini menunjukkan peranan yang
terbatas dari patogen anaerob baik varian komuniti dan nosokomial.

Sindrom ini paling sering muncul pada individu dengan mekanisme pertahanan pada
kerusakan jalan nafas kronis. Hal ini ermasuk refleks cegukan, batuk, gerakan silia,
dan mekanisme imun, dimana semuanya bertujuan untuk mengeluarkan bahan-bahan
infeksi dari saluran nafas yang lebih bawah.

Faktor resiko yang lain termasuk rendahnya perawatan gigi dan mulut, dimana
keduanya meningkatkan keganasan bakteri dari sekresi orofaringeal. Dokter harus
membuat dugaan untuk dignosis ini ketika pasien datang dengan faktor resiko dan
bukti radiologi menunjukkan adanya infiltrat pada aspirasi pnemoni. Lokasi dari
infiltrat ini tergantung pada posisi pasien pada saat terjadinya aspiasi.(9)

2.3.2 ATYPICAL BACTERIAL PNEOMONIA


Pneumonia atipikal adalah pneumonia yang disebabkan oleh mikroorganisme
yang tidak dapat diidentifikasi dengan teknik diagnostik standar pneumonia pada
umumnya dan tidak menunjukkan respon terhadap antibiotik b-laktam.
Mikroorganisme patogen penyebab pneumonia atipikal pada umumnya adalah
Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, dan Legionella pneumophila.
Manifestasi klinik, pemeriksaan laboratorium dan radiologis pneumonia atipikal
menunjukkan gambaran tidak spesifik. Manifestasi klinik pneumonia atipikal ditandai
oleh perjalanan penyakit yang bersifat gradual, terdapat demam yang tidak terlalu
tinggi, batuk non produktif dan didominasi oleh gejala konstitusi. Satu-satunya cara
untuk mengetahui penyebab dari pneumonia atipikal adalah pemeriksaan serologi dan
polymerase chain reaction (PCR). Antibiotik golongan makrolid direkomendasikan
sebagai terapi pneumonia atipikal pada anak. Prognosis umumnya baik, jarang
berkembang menjadi kasus yang fatal.

2.3.2.1 Epedemiologi
Penelitian klinis tentang pneumonia yang didapat di populasi (community-
acquired pneumonia/CAP), menunjukkan bahwa insiden pneumonia atipikal
bervariasi antara 8%-50%. Penelitian terhadap 1600 kasus pneumonia yang dilakukan
di Universitas Louisville, mendapatkan 20% kasus pneumonia atipikal. Marrie dan
kawan-kawan (dikutip dari Saresi GA2) dapat mengidentifikasi M. pneumoniae pada
25% pasien yang didiagnosis pneumonia. Kristopher dan kawan-kawan (dikutip dari
Ramirez JA1) dari Rumah Sakit Jacksonville Florida melaporkan organisme
penyebab pada 40% pneumonia atipikal adalah M. pneumoniae, C. pneumoniae dan
L. pneumophila.

2.3.2.2 Etiologi
Mikroorganisme penyebab paling sering pneumonia atipikal adalah M. pneumoniae,
C. pneumoniae, dan L. pneumophila. Meskipun demikian M. pneumonia merupakan
penyebab kedua terbanyak dari pneumonia setelah Streptococcus pneumoniae.
Sekitar 20% kasus pneumonia disebabkan oleh M. pneumoniae, dan 10% kasus
lainnya disebabkan C. pneumonia.(10)

2.3.2.3 Patogenesis
Mycoplasma pneumonia
Sel epitel bersilia saluran napas merupakan sel target infeksi M. Pneumoniae,
mempunyai struktur memanjang seperti ular dengan ujung tempat perlekatan dengan
sel epitel bersilia. Protein bekerjasama secara struktur dan fungsional memobilisasi
perlekatan ujung kuman dan memungkinkan koloni mycoplasma pada membran
mukosa berkembang Mycoplasma berkembang biak pada permukaan sel mukosa
saluran napas, menghasilkan H2O2 (peroksida) yang dapat merusak lapisan mukosa
sehingga terjadi deskuamasi dan ulserasi pada lapisan mukosa, udem dinding dinding
bronkus dan produksi sekret yang memenuhi saluran napas dan alveoli. (10)

Chlamydia pneumonia
Chlamydia mempunyai siklus perkembangan yang unik dalam sel epitel
induk. Bentuk elementary bodies (EB) yang berukuran 200-400 milimikron, melekat
pada permukaan epitel saluran napas melalui reseptor protein spesifik dan masuk
mencapai sel melalui endositosis. Elementary bodies menetap di membrane fagosom
dan menghambat fusi fagosom dan lisosom. Kira-kira 9-12 jam setelah kuman ini
memasuki sel, EB akan berdiferensiasi menjadi reticulate body (RB) yang selanjutnya
membelah menjadi sepasang, membentuk inclusions intra sitoplasma. Sesudah 36
jam, RB akan berdiferensiasi kembali menjadi EB. Keseluruhan siklus hidup akan
memakan waktu 48- 72 jam, mengakibatkan sitolisis dan terlepasnya sel epitel.
Proses perjalanan patogenesis bervariasi untuk setiap spesies dan memungkinkan
chlamydia menimbulkan infeksi subklinis. (10)
Legionella
Legionella adalah parasit intraselular fakultatif. Sel target pada manusia adalah
makrofag alveoli dan mungkin juga sel lain. Pertumbuhan kuman dalam makrofag
menyebabkan kematian sel, kemudian diikuti reinfeksi sel yang lain sampai sel
makrofag teraktivasi dan selanjutnya dapat membunuh mikroorganisme intraselular.
Makrofag yang teraktivasi dan respon imun yang lain mendorong infiltrasi makrofag
ke jaringan yang mengandung kuman intraselular. Terapi kortikosteroid merupakan
risiko tinggi terkena infeksi Legionella karena fungsi sel T dan makrofag terganggu.

2.3.2.4 Manifestasi Klinis


Membedakan manifestasi klinik pneumonia berdasarkan penyebab sampai
saat ini bukanlah suatu hal yang mudah oleh penyebab yang berlainan karena sering
menimbulkan gejala klinik yang hampir mirip dan tidak ada yang spesifik. Gejala
klinik umumnya tergantung kepada umur pasien. Pada neonates mungkin hanya
ditemukan gejala kesulitan untuk minum, letargi, takipne, retraksi dinding dada, dan
sianosis. Pada anak dijumpai demam, batuk, anak menolak atau sulit minum, letargi,
takipne, kadang mengi, dan pada kasus yang berat ditemukan sianosis.
Gejala pada anak yang lebih tua demam, batuk, nyeri dada, napas pendek, dan otitis.
Tanda patognomonis dari pneumonia apabila ditemukan ronki. Secara umum,
manifestasi pneumonia tipikal memberikan gejala yang lebih berat daripada atipikal.
Ditemukan demam tinggi sampai menggigil, batuk produktif dan sering disertai nyeri
dada pleuritik. Perjalanan penyakit pneumonia atipikal berlangsung gradual dari
beberapa hari sampai minggu, didominasi oleh gejala konstitusi seperti mialgia,
malaise, dan nyeri kepala hebat. Batuk non produktif dan demam tidak terlalu tinggi.
Manifestasi pneumonia atipikal pada umumnya ringan sampai sedang, tetapi mungkin
juga berkembang menjadi berat. Kadang-kadang adanya infeksi yang bersamaan
menyulitkan identifikasi penyebab pneumonia kalau hanya berdasarkan manifestasi
klinik.

2.3.2.5 Pemeriksaan Laboratorium


Pneumonia atipikal tidak memberikan gambaran laboratorium yang spesifik.
2.3.2.6 Pemeriksaan Radiologis
Hasil pemeriksaan radiologis paru pada kasus pneumonia atipikal tidak
memberikan temuan yang spesifik. Pada infeksi M. pneumoniae ditemukan gambaran
yang bervariasi, lebih sering mengenai satu lobus terutama lobus bawah, yaitu
konsolidasi retikuler maupun interstisial, terdapat pembesaran kelenjar hilus pada
30% kasus, dan dapat pula terjadi efusi pleura. Gambaran radiologis paru pada infeksi
C. pneumoniae seringkali memperlihatkan gambaran yang lebih berat dibandingkan
kondisi klinik pasien pneumonia lain yang mungkin memperlihatkan pneumonia
ringan. Ditemukan ada konsolidasi difus atau lobar dengan efusi pleura ringan Pada
infeksi L. pneumophila gambaran radiologis paru memperlihatkan gambaran klasik
yaitu konsolidasi alveolar yang progresif, konsolidasi nodular, unilateral atau
bilateral, atau kavitasi meskipun sangat jarang. Gambaran radiologi L. Pneumophila
tumpang tindih dengan pneumonia Streptococcus pneumoniae, yang membedakan
pada infeksi L. pneumophila tidak ada efusi pleura. (10)

2.3.2.7 Diagnosis
Diagnosis pneumonia atipikal ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
manifestasi klinik, pemeriksaan laboratorium, dan radiologis. Seperti telah disebutkan
sebelumnya bahwa untuk mengidentifikasi penyebab pneumonia atipikal tidak bisa
menggunakan teknik diagnostik standar seperti pada pneumonia tipikal pada
umumnya Beberapa cara pemeriksaan serologi untuk mendeteksi M. pneumoniae
meliputi complement fixation test, ELISA, cold aglutinin,dan rapid microagglutinin.
Untuk Chlamydia dilakukan pemeriksaan ELISA dan micro immunofluorescent. Saat
ini pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) digunakan untuk mengidentifikasi
beberapa organisme atipikal seperti M. pneumoniae dan C. pneumoniae, namun
memerlukan biaya mahal. (9)

2.3 Diagnosis Pneumonia Komuniti


Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis
pemeriksaan fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti
ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif
ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini:
a. Batuk-batuk bertambah
b. Perubahan karakteristik dahak/purulen
c. Suhu tubuh > 38 C (aksila) /riwayat demam
d. Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial
dan ronki
e. Leukosit > 10.000 atau < 4500
2.4 Penilaian Derajat Keparahan Penyakit
Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia kumuniti dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome
Research Team (PORT) seperti tabel di bawah ini :

Tabel 1. Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT

Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih'
kriteria di bawah ini (2).
a. Kriteria minor:
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
• Tekanan sistolik < 90 mmHg
• Tekanan diastolik < 60 mmHg

b. Kriteria mayor adalah sebagai berikut :


• Membutuhkan ventilasi mekanik
• Infiltrat bertambah > 50%
• Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
• Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita
riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialysis
c. Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat
inap pneumonia komuniti adalah:
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila
dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini.
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobuS
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg
Pneumonia pada pengguna NAPZA
d. Kriteria perawatan intensif
Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah
penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu
(membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam
[syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250
mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik
< 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi
untuk perawatan Ruang Rawat Intensif. (2)

2.5 Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan
klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di
rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya factor modifikasi yaitu keadaan yang dapat
meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme pathogen yang spesifik misalnya
S. pneumoniae . yang resisten penisilin. Yang termasuk dalam faktor modifikasis
adalah:
a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin
 Umur lebih dari 65 tahun
 Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir
 Pecandu alcohol
 Penyakit gangguan kekebalan
 Penyakit penyerta yang multiple
 Bakteri enterik Gram negative
 Penghuni rumah jompo
 Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
 Mempunyai kelainan penyakit yang multiple
 Riwayat pengobatan antibiotik
b. Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:
a. Penderita rawat jalan
• Pengobatan suportif / simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
Pemberian antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
• Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
d. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
• Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam
• Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat
kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat map di ruang rawat
biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat
Intensif.

Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan / memburuk maka
pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitiviti.
c. Pengobatan pneumonia atipik:
Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk
atipik. Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh
M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan :
􀂃 Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)
􀂃 Fluorokuinolon respiness
􀂃 Doksisiklin

d. Terapi Sulih (switch therapy)


Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat
suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya
perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan obat suntik ke oral harus
memperhatikan ketersediaan antibiotik yang diberikan secara iv dan antibiotik oral
yang efektivitinya mampu mengimbangi efektiviti antibiotik iv yang telah digunakan.
(2)

Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama),
switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau berbeda,
potensi lebih rendah).
• Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin, gatifloksasin
• Contoh switch over: seftasidin iv ke siprofloksasin oral
• Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke cefiksim oral.
Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada
hari ke 4 diganti obat oral dan penderita dapat berobat jalan.
e. Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti:
• Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi
• Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna
• Penderita sudah tidak panas ± 8 jam
• Gejala klinik membaik (mis: frekuensi pernapasan, batuk)
• Leukosit menuju normal/normal

2.6 Evaluasi pengobatan


Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24-72 jam tidak ada
perbaikan, kita harus meninjau kernbali diagnosis, faktor-faktor penderita, obat-obat
yang telah diberikan dan bakteripenyebabnya, seperti dapat dilihat pada gambar 1. (2)
2.7 Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri
penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik
dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat.
Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat
jalan , sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut
Infectious Disease Society Of America (IDSA) angka kematian pneumonia komuniti
pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas II 0,6% dan pada
rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini
menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian penderita pneumonia komuniti
dengan peningkatan risiko kelas. Di RS Persahabatan pneumonia rawat inap angka
kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999 adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr.
Soetomo angka kematian 20 -35%.
2.8 Pencegahan
• Pola hidup sebut termasuk tidak merokok
• Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza) sampai saat ini masih perlu
dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian vaksin tersebut diutamakan
untuk golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik , diabetes,
penyakit jantung koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang direkomendasikan
setelah > 2 tahun. Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan
reaksi yang jarang terjadi yaitu hipersensitiviti tipe 3.
BAB III

PENUTUP

  

 Pneumonia komunitas merupakan bentuk utama ISNBA yang sering terjadi

pada masyrakat. Pola pengetahuan masyarakat Indonesia yang rendah menyebabkan

pneomoni komunitas masih sering ditemukan bahkan dengan tingkat mortalitas yang

cukup tinggi.

   Pneumonia komunitas memberikan gambaran bahwa perlu adaya suatu

system kesehatan yang terbarukan atau program-program kesehatan yang dapat

menekan angka kejadian pada penyakit ini. Oleh karena itu pemerintah harus

berupaya, melihat dan menggunakan sumber tenaga kesehatan seperti dokter umum

untuk bekerja sama dalam pengolahan, edukasi dan penganan penyakit ini

dimasyrakat. Pneumoni komunitas merupakan penyakit yang dapat dicegah,

meskipun sudah terinfeksi maka pengobatan dalam penyakit ini cenderung membaik.

Apalagi semakin banyak jenis obat sehingga dapat dilakukan kombinas untuk terapi

lebih baik dan tepat sasaran.


DAFTAR PUSTAKA

1. American Thoracic Society. 2001. Guidelines for management of adults with


community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial
therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med; 163: 1730-54.
2. PDPI. 2003. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Di
Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
3. Fauci, et al,. 2009. Harrison’s Manual Of Medicine. 17th Edition. By The Mc
Graw-Hill Companies In North America.
4. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI, Jakarta
2002.
5. File TM Jr, Marrie TJ. Burden of community-acquired pneumonia in North
American adults. Postgrad Med. Mar 2010;122(2):130-41.
6. Fung HB, Monteagudo-Chu MO. Community-acquired pneumonia in the
elderly. Am J Geriatr Pharmacother. Feb 2010;8(1):47-62
7. Jackson ML, Neuzil KM, Thompson WW, Shay DK, Yu O, Hanson CA, et al. The
burden of community-acquired pneumonia in seniors: results of a population-
based study. Clin Infect Dis. Dec 1 2004;39(11):1642-50
8. Marik PE. Aspiration pneumonitis and aspiration pneumonia. N Engl J Med. Mar
1 2001;344(9):665-71
9. Lanspa MJ, Jones BE, Brown SM, Dean NC. Mortality, morbidity, and disease
severity of patients with aspiration pneumonia. J Hosp Med. Feb 2013;8(2):83-90
10. Ramirez JA. Atypical pneumonia. Current treatment opinion in infectious
diseases. 2001; 3:173-8.
11.Helmi et all. 2005. Pnemonia Mikoplasma.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2033/1/anak-helmi3.pdf.

Anda mungkin juga menyukai