Anda di halaman 1dari 6

Suatu keadaan yang ditandai dengan pembentukan anatomi penis yang normal, namun

panjang dari peregangan penis dibawah 2,5 standar deviasi berdasarkan usia. Panjang
peregangan normal penis pada anak yang baru lahir adalah 3.5cm (-2.5 standar deviasi yaitu
1.8cm). Pengukuran panjang penis dilakukan dengan meregangkan penis secara maksimal
pada bagian yang lembeknya. Pengukurannya dengan menggunakan sebuah penggaris dan
dilakukan penekanan kembali di ramus pubik, hingga menekan lapisan lemak suprapubik.
Peregangan penis dilakukan dengan cara menggenggam kepala penis diantara ibu jari dan jari
telunjuk. Pengukuran panjang penis dari dorsum penis hingga ujung dari kepala penis, namun
tidak termasuk frenulumnya jika ada. Kecermatan pada pemeriksaan dan pengukuran sangat
penting dalam menentukan kehadiran mikropenis pada anak laki – laki. Mikropenis harus
dibedakan dengan “hidden penis”, dimana pada “hidden penis” adalah normal penis namun
terhalang karena lapisan lemak suprapubik atau suatu anomali kongenital yang ditandai
dengan penis yang seperti membungkuk. Pasien dengan mikropenis diklasifikasikan dalam 4
kategori besar, yaitu:1,5,7,9,11,12

1. Hipogonadotropik hipogonadisme.
Yang ditandai dengan abnormalitas aksis hipotalamus – pituitari berupa inadekuat
dari produksi androgen. Kelainan yang termasuk dalam kategori ini yaitu, Kallmann’s
syndrome, Prader Willie syndrome, Laurence–Moon syndrome, Rud’s syndrome, dan suatu
kondisi defiiensi multipel hormon pituitari. 1,5,7,9,11,12
Gambar 8. Etiologi Hipogonadotropik Hipogonadisme
2. Hipergonadotropik hipogonadisme
Ditandai dengan kegagalan gonad primer. disebabkan oleh kerusakan testis, dimana
kadar testosteron rendah sedangkan gonadotropin meningkat. Kondisi yang termasuk
kedalam kelainan ini yaitu Klinefelter syndrome dan kelainan lain pada polisomi kromosom
X ,Robinow syndrome, trisomy 21, Noonan’s syndrome, dan Laurence–Moon syndrome.
1,5,7,9,11,12

Gambar 9. Etiologi Hipergonadotropik Hipogonadisme


3. Kegagalan aktivitas androgen termasuk pada insensitivitas androgen parsial ringan.
4. Mikropenis idiopatik. Subjek dalam kategori ini memiliki kerja fungsi hipotalamus –
pituitari – gonad yang normal. Jarang sekali terjadi suatu keadaan ketidak hadiran seluruh
bagian penis yang disebut aphallia. 1,5,7,9,11,12
Evaluasi pasien dengan micropenis harus diarahkan ke arah diagnosis sedini dan
terapi secepat mungkin.Bayi harus dimonitor dengan baik. Berpotensi kondisi berbahaya
seperti hipotiroidisme, hipocortisolemia, kekurangan hormon pertumbuhan, dan diabetes
insipidus, harus dikecualikan dan diobati. Tingkat plasma FSH, LH, dan testosteron harus
ditentukan. Pemeriksaan kadar GnRH dan atau hCG dapat membantu mengegakkan etiologi.
Kemampuan respon penis terhadap hormon androgen dapat dinilai dengan pemberian
testosteron atau hCG pada bayi baru lahir. Pengobatan dengan testosteron intramuskular pada
bayi atau anak – anak telah direkomendasikan untuk memperbaiki penampilan dari penis dan
untuk memfasilitasi pelatihan toilet. Pengobatan ini diberikan setelah usia dua atau tiga bulan,
berupa 25mg testosteron enanthate per bulan untuk dua sampai empat bulan. Berdasarkan
konsensus internasional, tujuan utama terapi testosteron adalah untuk mengganti kadar
testosteron sedapat mungkin seperti konsentrasi pada kondisi fisiologis. Pengukuran akurat
dari penis harus dilakukan, sekali terdapat respons penis, maka pengobatan perlu dihentikan.
Jika tidak ada respon yang diperoleh, maka perlu dipertimbangkan kembali pengulangan
pengobatan. Efek samping pada pengobatan ini sangat minimal, termasuk percepatan
sementara pada pertumbuhan, dan kemajuan dari usia tulang dan efek samping lainnya yang
disebabkan terap testosteron. Terapi penggantian pubertas mungkin diperlukan dalam
beberapa individu. 1,5,7,9,11,12
Sumber: Pediatric Endocrinology. Fifth edition. Vol 2.Informa Healthcare. New York:2007
DAFTAR PUSTAKA
1. Lifshitz Fima. Pediatric Endocrinology.Hypogonadism at adolescence : Lack or delay
of sexual development?. Third edition, revised and expanded.1996
2. Prince A. Sylvia, Wilson M. Lorraini. Patofisiologi: konsep klinis proses – proses
penyakit. Alih bahasa, Brahm U. Pendit [et.al]; editor edisi bahasa indonesia,
Huriawati Hartanto [et.al]. Edisi 6. Jakarta:EGC.2005. Bab 10. Hal 1202 – 12.
3. Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan. Ilmu
Kesehatan Anak XLVI. Current Management of Pediatrics Problems. Jakarta: 5 – 6
September 2004. Bab 2. Masalah Pubertas Sehari – Hari. Hal. 10 – 21.
4. Sherwood lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel Ke Sistem. Edisi 2. Bab 18. Prinsip
endokrinologi kelenjar endokrin sentral. Hal 625
5. Winters, J. Stephen. Contemporary Endocrinology. MaleHypogonadism basic,
clinical, and Therapeutic principles. Humana Press.2004
6. Kamus kedokteran DORLAND. Edisi 29. EGC:2005. Hal1808.
7. Brook G.D Charles, Brown S Rosalind. Handbook of clinical Pediatrics. First
published,2008. Diakses dari http://www.blackwellpublishing.com
8. Diagnosis Fisis pada Anak, penyunting Matondang S. Corry, Wahidiyat Iskandar,
sastroasmoro Sudigdo. Jakarta: PT. Sagung seto,2000. Hal. 159-64
9. Brämswig Jürgen, Dübbers Angelika. Disorder Of Pubertal Development. Continuing
Medical Education. Dtsch Arztebl Int 2009; 106(17): 295–304
10. Medical Guidelines for clinical practice for the evaluation and treatment of
hypogonadism in adult male patients – 2002 Update. AACE Hypogonadism
Guidelines, Endocr Pract. 2002;8(No. 6)
11. Widley, LS, Byrd GM, Biro FM. Pubertal Growth and Maturation. Center for
Continuing Education in Adolescent Health, Division of Adolescent Medicine.
Childern Hospital Medical Center. 1996
12. Lifshitz, fima. Pediatric Endocrinology. Fifth edition. Vol 2. Growth, Adrenal,
Sexual, Thyroid, Calcium and Fluid Balance Disorder. Informa Healthcare. New
York:2007.

Anda mungkin juga menyukai