Anda di halaman 1dari 2

Resume Peraturan Daerah Provinsi Sumatra Barat Nomor 06 Tahun 2008 Tentang Tanah

Ulayat Dan Pemanfaatannya


● Hak ulayat adalah hak penguasaan dan milik atas bidang tanah beserta kekayaan
alam yang ada di atas dan di dalamnya dikuasai secara kolektif oleh masyarakat
hukum adat di Provinsi Sumatra Barat (Bab 1 Pasal 1 poin 6).
● Tanah ulayat adalah bidang tanah pusaka berserta sumber daya alam yang ada di
atasnya dan didalamnya diperoleh secara turun temurun merupakan hal masyarakat
hukum adat di Provinsi Sumatra Barat ( Bab 1 Pasal 1 Poin 7)
● Tanah ulayat nagari adalah tanah ulayat berserta sumber daya alam yang diatas dan
di dalamnya merupakan hak penguasa oleh ninik mamak kerapatan adat negeri
(KAN) dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat nagari,
sedangkan pemerintahan nagari bertindak sebagai pihak yang mengatur untuk
pemanfaatannya (Bab 1 Pasal 1 Poin 8).
● Azas pemanfaatan tanah ulayat adalah manfaat yang sebesar-besarnya untuk
kepentingan masyarakat adat, berkeadilan dan bertanggungjawab sesuai dengan
falsafah adat basandi syara’ syara’ basandi kitabullah (Bab 2 Pasal 2 Poin 2).
● Sasaran utama pemanfaatan tanah ulayat adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran masyarakat adat (Bab 2 Pasal 3 Poin 1).
● Tujuan pengaturan tanah ulayat dan pemanfaatannya adalah untuk tetap melindungi
keberadaan tanah ulayat menuruthukjm adat Minangkabau serta mengambil
manfaat secara turun-temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat
dengan wilayah yang bersangkutan (Bab 2 Pasal4).
● Jenis tanah ulayat terdiri dari tanah ulayat nagari, tanah ulayat duku, tanah ulayat
kaum dan tanah ulayat rajo (Bab 3 Pasal 5).
● Tanah ulayat nagari berkedudukan sebagai tanah cadangan masyarakat adat nagari,
penguasaan serta pengaturan dilakukan oleh ninik mamak KAN bersama pemerintah
nagari sesuai dengan hukum adat Minangkabau dan dapat dituangkan dalam
peraturan nagari (Bab 4 Pasal 7 Poin 1).
● Terhadap tanah ulayat nagari dapat didaftarkan, yang bertindak sebagai subjek
pemegang hak adalah ninin mamak KAN diketahui oleh pemerintah nagari dengan
status hak guna usaha, hak pakai atau hak pengelolaan (Bab 5 Pasal 8 Poin a).
● Pemanfaatan tanah ulayat oleh anggota masyarakat adat dapat dilakukan atas
sepengetahuan dan seizin penguasa ulayat yang bersangkutan sesuai dengan
ketentuan dan tata cara hukum adat yang berlaku (Bab 6 Pasal 9 poin 1).
● Investor dapat menfaatkan tanah ulayat denga. Mengikut sertakan penguasa dan
pemilik tanah ulayat berdasarkan kesepakatan masyarakat adat yang bersangkutan
sebagai pemegang saham, bagi hasil dan dengan cara lain dalam waktu yang telah
ditentukan dalam perjanjian (Bab 6 Pasal 10 Poin 1).
● Sengketa tanah ulayat di nagari diselesaikan oleh KAN menurut ketentuan sepanjang
adat yang berlaku, ‘bajanjanv naiak batanggo turun’ dan diusahakan dengan jalan
perdamaian melalui musyawarah dan mufakat dalam bentuk keputusan
perdamaian(Bab 7 Pasal 12 Poin 1).

Resume Tanah Pekulen Dalam Struktur Hukum Agraria Di Jawa


Hukum adat sebagai hukum yang bersumber dari masyarakat Indonesia menjadi jiwa
dan ruh dalam pengaturan Agraria di Indonesia. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria selanjutnya disebut UUPA, secara jelas
menyebutkan hukum agraria indonesia berdasarkan hukum adat yang bersifat komunalistik
religius. Keberadaan hukum adat dengan konsep “komunal” dan “individual” atas tanah
masih hidup lestari dalam wilayah indonesia. Sering dijumpai berbagai peraturan terkait
penguasaan tanah yang berbasis hukum adat, tanah yasan, dan sebagainya. Nilai-nilai
komunalistik yang menjadi karakter tanah adat masih kuat dirasakan bahkan ditengah
semakin individualismenya penguasaan tanah dalam UUPA yang beraspek perdata,
contohnya tanah pakulen. Tanah pakulen adalah sawah komunal desa yang pemanfaatannya
dibagi-bagi kepada sejumlah petani penduduk inti baik secara tetap maupun secara giliran
berkala. Menurut moedjiono dalam BF. Sihombing, tanah pakulen adalah gaji pegawai
berupa tanah yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat yanb bukan pejabat desa.
M. Billah dalam sedino menyebutkan bahwa tanah pekulen adalah tanak milik individu yanv
tidak dapat dijual kepada orang dari desa lain karena ada hak-hak tertentu dari desa atas
tanah tersebut. Pendatap lain menyebutkan bahwa tanah pekulen adalah sawah komunal
milik desa yang diberikan kelada penduduk inti desa.
Stratifikasi penduduk secara langsunga berpengaruh terhadap status penguasaan
tanah tradisional. Pertama, tanah yasan, yasa/yoso, tanah dimana hak seseorang berasal
dari kenyataan bahwa ia/leluhurnya yang pertama membuka/mengerjakan tanah. Kedua,
tanah norowito, gogolan, pekulen, playangan, kesikepan, adalah tanah petani milik bersama
yang darinya para warga dapat memperoleh bagian untuk digarap baik secara bergilir atau
tetap dengan syarat tertentu. Ketiga, tanah titisara, bondo desa, kas desa yaitu tanah milik
desa yang biasanya disewakan, disakapkan dengan cara dilelang sedangkan hasilnya untuk
anggaran rutin atau pemeliharaan desa. Keempat, tanah bengkok, tanah milik desa yang
diperuntukkan bagi penjabat desa terutama lurah dan hasilnya dianggap gaji selama
menduduki jabatan.
Penguasaan tanah sudah terjadi dengan berdasaralursejarahyang sesuai dengan
daerah masing-masing di Indonesia. Secara garis besar, konsep penguasaan tanah masa lalu
merupakan dasar dan cikal bakal status hak atas tanah pada masa kini. Konsep ini tidak
hanya bersumber dari hukum adat yang memang bersi komunalistik religius, namun ternyata
juga berasal dari hukum barat yang berkonsep individualistik liberal. Literatur menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan pendapat mengenai sejarah lahirnya tanah komunal di
Indonesia. Pendapat pertama menyebutkan bahwa sistem timbul sebagai akibat adanya
perubahan sistem yang dilaksanakan oleh para raja dan pemerintah kolonial.
Struktur agraria merupakan sebaran atau distribusi penguasaan formal dan operasi
serta penetapan sumber-sumber agraria yang memiliki relasi satu sama lain. Komponen
utama dalam struktur agraria yaitu pemilikan, penguasaan, dan peruntukan atau
penggunaan sumber agraria oleh subjek agraria yaitu pemerintah sebagai pemegang
kekuasaan.

Anda mungkin juga menyukai