Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Etika diperlukan dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara


hingga pergaulan hidup tingkat internasional. Etika merupakan suatu sistem
yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan
pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan
sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud pedoman
pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat
agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan
kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan
sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan
hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya
etika di masyarakat.

Menurut para ahli etika tidak lain adalah aturan perilaku, adat kebiasaan
manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang
benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik,
berasal dari kata Yunani ”ethos” yang berarti norma-norma, nilai-nilai,
kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik.

Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan


manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya
melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia
untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini.
Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang
tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang perlu kita pahami bersama
bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan
manusia.

Begitu halnya dengan profesi kebidanan, diperlukan suatu petunjuk


bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan
profesinya, yaitu ketentuan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya
melainkan juga menyangkut tingkah laku dalam pergaulan sehari-hari
dimayarakat, yang dalam hal ini kode etik profesi kebidanan. Perkembangan
teknologi kesehatan yang semakin pesat, khususnya bidang kebidanan telah
mempengaruhi peran bidan dalam praktik kebidanan. Setiap peran
mengemban tanggung jawab dan cukup sulit bagi bidan memikul semua
tanggung jawab itu.

1
Berdasarkan teori Deontologi, memiliki tanggung jawab sama dengan
memiliki tugas moral. Tugas moral selalu diiringi dengan tanggung jawab
moral. Dalam dunia profesi, istilah tanggung jawab moral disebut etika dan
selama menjalankan perannya, bidan sering kali bersinggungan dengan
masalah etika.

1.2 Rumusan Masalah


1. Aps yang dimaksud dengan Etika?
2. Apa yang dimaksud dengan Kode Etik dsn Kode Etik Bidan?
3. Apa saja Kewajiban Bidan Terhadap Diri Sendiri?
4. Apa Peran dan Tugas Bidan Berdasarkan Eika dan Kode Etik?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui Pengertian dari Etika.


2. Untuk mengetahui Pengertian Kode Etik dan Kede Etik Bidan.
3. Untuk mengetahui apa saja kewajiban bidan terhadap diri sendiri.
4. Untuk mengetahui peran dan tugas bidan berdasarkan kode etik.

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika

Etika diartikan "sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan keburukan


dalam hidup manusia khususnya perbuatan manusia yang didorong oleh
kehandak dengan didasaripikiran yang jernih dengan pertimbangan perasaan".

Etika merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai
manusia dalam menghargai suatu tindakan apakah benar atau salah dan apakah
penyelesaiannya baik atau salah (Jones, 1994). Penyimpangan mempunyai
konotasi yang negatif yang berhubungan dengan hukum. Seorang bidan
dikatakan profesional bila ia mempunyai etika. Semua profesi kesehatan
memiliki etika profesi, namun demikian etika dalam kebidanan mempunyai
kekhususan sesuai dengan peran dan fungsinya seorang bidan bertanggung
jawab menolong persalinan. Dalam hal ini bidan mempunyai hak untuk
mengambil keputusan sendiri yang berhubungan dengan tanggung jawabnya.
Untuk melakukan tanggung jawab ini seorang bidan harus mempunyai
pengetahuan yang memadai dan harus selalu memperbaharui ilmunya dan
mengerti tentang etika yang berhubungan dengan ibu dan bayi.

2.2 Pengertian dan Kode Etik Bidan

2.2.1 Pengertian Kode Etik

Kode etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap


profesi dalam melaksanakan tugas profesinya dan hidupnya di masyarakat.
Norma tersebut berisi petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka
menjalankan profesinya dan larangan, yaitu ketentuan tentang apa yang boleh
dan tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak saja
dalam menjalankan tugas profesinya melainkan juga menyangkut tingkah laku
pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat.

2.2.2 Kode Etik Bidan

Kode etik kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi


yang menuntut bidan melaksanakan praktik kebidanan baik yang berhubungan
dengan kesejahteraan keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya.
Penetapan kode etik kebidanan harus dilakukan dalam Kongres Ikatan Bidan
Indonesia (IBI).

Kode etik bidan pertam kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam
Kongres Nasional IBI X tahun 1988. Petunjuk pelaksanaan kode etik bidan

3
disahkan dalam Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) IBI tahun 1991. Kode
etik bidan sebagai pedoman dalam berperilaku, disusun berdasarkan pada
penekanan keselamatan klien.

2.3 Kewajiban bidan terhadap diri sendiri

Kewajiban bidan terhadap diri sendiri menurut Etika dan Kode Etik yaitu:

1. Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan


tugas profesinya dengan baik.
a. Memperhatikan kesehatan perorangan.
b. Memperhatikan kesehatan lingkungan.
c. Memeriksakan diri secara berkala setiap setahun sekali.
d. Jika mengalami sakit atau keseimbangan tubuh terganggu, segera
memeriksakan diri ke dokter.
2. Setiap bidan harus berusaha terus-menerus untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
a. Membaca buku-buku tentang kesehatan, kebidanan, keperawatan pada
umumnya bahkan pengetahuan umum.
b. Menyempatkan membaca koran.
c. Berlangganan majalah profesi, majalah kesehatan.
d. Mengikuti penataran, seminar, simposium, lokakarya tentang kesehatan
umumnya, kebidanan khususnya.
e. Mengadakan latihan berkala seperti simulasi atau demonstrasi untuk
tindakan yang jarang terjadi, pada kesempatan pertemuan IBI di tingkat
kecamatan, cabang, daerah atau pusat.
f. Mengundang pakar untuk memberi ceramah atau diskusi pada
kesempatan pertemuan rutin, misalnya bulanan.
g. Mengisi rubrik bulletin.
h. Mengadakan kunjungan atau studi perbandingan ke rumah sakit- rumah
sakit yang lebih maju ke daerah-daerah terpencil.
i. Membuat tulisan atau makalah secara bergantian, yang disajikan dalam
kesempatan pertemuan rutin.

4
2.4 Peran dan Tugas Bidan Berdasarkan Etik dan Kode Etik Profesi

2.4.1 Peran Bidan

2.4.1.1 Sebagai Praktisi

Dalam menjalankan perannya sebagai praktisi selain berpegang teguh pada


kode etik dan standar profesi, ada beberapa hal yang menjadi pegangan bidan,
antara lain:

1. Hati nurani
Bidan harus menjadikan hati nuraninya sebagai pedoman. Hati nurani
mengetahui perbuatan individu yang melanggar etika atau sesuai etika.
Pelanggaran etika oleh bidan dapat bersifat fisik ataupun secara verbal.
2. Teori etika
Untuk memecahkan suatu masalah dalam situasi yang sulit, bidan dapat
berpegang pada teori etika. Sekalipun teori ini telah tua, namun masih
relevan karena selalu disesuaikan dengan perkembangan saat ini, seperti
teori Immanuel Kant yang menyatakan bahwa sikap menjunjung tinggi
prinsip autonomi adalah penting dan teori ini sangat relevan bila
diterapkan dalam praktik kebidanan.

2.4.1.2 Sebagai Pendidik

Dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, bidan bertanggung jawab


untuk memberi pendidikan kepada:

1. Orang tua: Bidan harus berperan aktif dalam mendidik atau mengajarkan
keterampilan perawatan bayi dan promosi kesehatan kepada ibu, suami
(pasangannya) dan anggota keluarga yang lain.
2. Mahasiswa bidan: Bidan bertanggung jawab dalam memberi pendidikan
kepada mahasiswa bidan agar terampil dan memiliki pengetahuan baru.
Pada dasarnya, tujuan utama peran pendidik yang dimiliki bidan adalah
memberdayakan orang tua dan mahasiswa agar mereka memiliki
keterampilan dan dalat menerapkan keterampilan tersebut secara mandiri
sehingga terciptanya autonomi pribadi.

2.4.1.3 Sebagai Konselor

Peran bidan sebagai konselor mencakup pemberian informasi dan penjelasan,


termasuk mendengarkan dan membantu klien serta keluarganya memahami
berbagai masalah yang ingin mereka ketahui. Bidan bertanggung jawab
memberi informasi terkini dan menyampaikannya dalam bahasa yang
dipahami oleh klien dan keluarganya.

5
Masalah etika yang biasanya muncul saat bidan menjalankan perannya sebagai
konselor adalah sebagai berikut:

1. Memaksa klien membuka rahasia yang enggan ia ceritakan pada saat


konseling.
2. Memberi informasi yang secara tidak langsung “menggiring” klien
mengambil keputusan yang menurut bidan adalah keputusan terbaik.

2.4.1.4 Sebagai Penasihat

Dalam menjalankan peran sebagai penasihat, bidan harus dapat membatasi diri
jika ingin tetap menghargai autonomi klien. Klien membutuhkan informasi
yang memadai agar dapat membuat keputusan dan terus mengendalikan dirinya
sendiri. Akan tetapi, sangat sulit bagi bidan untuk menahan diri tidak memberi

nasihat (sekalipun tidak diminta) berdasarkan pengalamannya menghadapi


berbagai klien dan teman sejawat. Hal ini akan menghambat klien dalam
menentukan pilihannya sendiri.

2.4.1.5 Sebagai Advokat

Peran bidan dalam memberi advokasi sangat penting, khususnya ketika klien
menolak persetujuan atas tindakan medis yang sebenarnya dapat mencegah
terjadinya kematian atau kesakiitan klien itu sendiri. Dalam hal ini bidan harus
berperan sebagai advokat dengan memberi penjelasan dan dorongan (bukan
paksaan) kepada klien mengenai sisi positif dan negatif dari keputusan yang
diambil.

2.4.1.6 Sebagai Peneliti

Peran bidan sebagai peneliti sejalan dengan salah satu pasal dalam kode etik
bidan yang menyatakan: “Bidan harus berkembang dan memperluas
pengetahuan kebidanannya melalui berbagai proses seperti diskusi dengan
rekan sejawat dan penelitian”.

Sudah jelas bahwa penelitian bukan lagi merupakan pilihan, namun tanggung
jawab etik bidan. Bidan mungkin banyak terlibat dalam penelitian baik sebagai
subyek maupun obyek penelitian.

2.4.1.7 Sebagai Pengelola

Sebagai pengelola, bidan bertanggung jawab mengambil keputusan sosial dan


etik, memberi rumusan kebijakan dan praktik, membantu pengawasan dan
alokasi sumber pendapatan, memperhatikan aspek kejujuran, perhatian
terhadap orang lain dan mendukung serta berperan penting dalam pilihan
etik.Bidan pengelola juga mempunyai tanggung jawab untuk menjaga biaya

6
pelayanan tetap minimal secara efisien dan efektif dengan tetap
mempertahankan kualitas pelayanan.Dengan penjabaran diatas, maka dalam
kesempetan kali ini akan dipaparkan mengenai kajian kode etik dan kode etik
profesi bidan.

2.4.2 Tugas Bidan

Dalam menjalankan praktiknya, ada 3 pengelompokan tugas bidan yang


dilakukan berdasar pada etik dan kode etik profesi, yaitu:

2.4.2.1 Tugas Mandiri

a. Menerapkan Manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang di


berikan.
b. Memberikan pelayanan dasar pada anak remaja & wanita pra nikah dengan
melibatkan klien.
c. Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal.
d. Memberikan asuhan kebidanan keoada klien dalam masa persalinan dengan
melibatkan klien dan kelurga.
e. Memberikan asuhan kebidanan pada BBL.
f. Memberikan asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan
melibatkan klien dan keluarga.
g. Memberikan asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan
pelayanan kluarga berencana.
h. Memberikan asuhan kebidanan pada wanita gangguan sistem reproduksi
dan wanita dalam masa klimakternium dan menopause.
i. Memberikan asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan melibatkan
keluarga.

2.4.2.2 Tugas Koaborasi

1. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesua


fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
2. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi &
pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan
kolaborasi.
3. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan resiko
tinggi & keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama dengan
tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
4. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko
tinggi & pertolongan pertama dalam keadaan kegawatan yang memerlukan
pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien
dan keluarga.

7
5. Memberikan asuhan kebidanan pada BBL dengan resiko tinggi yang
mengalami komplikasi serta kegawatan yang memerlukan pertolongan
pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan keluarga.

2.4.2.3 Tugas Rujukan

1. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai


fungsi keterlibatan klien dan keluarga.
2. Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi & rujukan pada ibu
hamil dengan resiko tinggi & kegawatdaruratan.
3. Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi & rujukan pada masa
persalinan dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga.

2.5 Contoh Masalah

KEDIRI - Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi Kediri.


Novila Sutiana (21), warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo,
Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah berusaha menggugurkan janin yang
dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat perangsang
oleh bidan puskesmas.

Peristiwa naas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung


seorang bayi hasil hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa
Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya, janin yang dikandung
tersebut bukan buah perkawinan yang sah, namun hasil hubungan gelap
yang dilakukan Novila dan Santoso.

Santoso sendiri sebenarnya sudah menikah dengan Sarti. Namun


karena sang istri bekerja menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong,
Santoso kerap tinggal sendirian di rumahnya. Karena itulah ketika bertemu
dengan Novila yang masih kerabat bibinya di Ponorogo, Santoso merasa
menemukan pengganti istrinya. Ironisnya, hubungan tersebut berlanjut
menjadi perselingkuhan hingga membuat Novila hamil 3 bulan.

Panik melihat kekasihnya hamil, Santoso memutuskan untuk


menggugurkan janin tersebut atas persetujuan Novila. Selanjutnya,
keduanya mendatangi Endang Purwatiningsih (40), yang sehari-hari
berprofesi sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri.
Keputusan itu diambil setelah Santoso mendengar informasi jika bidan
Endang kerap menerima jasa pengguguran kandungan dengan cara suntik.

Pada mulanya Endang sempat menolak permintaan Santoso dan


Novila dengan alasan keamanan. Namun akhirnya dia menyanggupi
permintaan itu dengan imbalan Rp2.100.000. Kedua pasangan mesum
tersebut menyetujui harga yang ditawarkan Endang setelah turun menjadi

8
Rp2.000.000. Hari itu juga, bidan Endang yang diketahui bertugas di salah
satu puskesmas di Kediri melakukan aborsi.

Metode yang dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia


menyuntikkan obat penahan rasa nyeri Oxytocin Duradril 1,5 cc yang
dicampur dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin B12 ke tubuh Novila.
Menurut pengakuan Endang, pasien yang disuntik obat tersebut akan
mengalami kontraksi dan mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya.

"Ia (bidan Endang) mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6


jam setelah disuntik. Hal itu sudah pernah dia lakukan kepada pasien
lainnya," terang Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Didit Prihantoro di
kantornya, Minggu (18/5/2008).

Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian, Novila terlihat


mengalami kontraksi hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng dengan sepeda
motor oleh Santoso menuju rumahnya, Novila terjatuh dan pingsan karena
tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ intimnya terus mengelurkan
darah.

Warga yang melihat peristiwa itu langsung melarikannya ke


Puskemas Puncu. Namun karena kondisi korban yang kritis, dia dirujuk ke
RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas medis di ruang gawat darurat tak
sanggup menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia pada hari Sabtu
pukul 23.00 WIB.

Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung menginterogasi


Santoso di rumah sakit. Setelah mengantongi alamat bidan yang melakukan
aborsi, petugas membekuk Endang di rumahnya tanpa perlawanan. Di
tempat praktik sekaligus rumah tinggalnya, petugas menemukan sisa-sisa
obat yang disuntikkan kepada korban. Saat ini Endang berikut Santoso
diamankan di Mapolres Kediri karena dianggap menyebabkan kematian
Novila.

Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di RSUD Pare Kediri


mengaku kaget dengan kehamilan yang dialami anaknya. Sebab selama ini
Novila belum memiliki suami ataupun pacar. Karena itu ia meminta kepada
polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku. Akibat
perbuatan tersebut, Endang diancam dengan pasal 348 KUHP tentang
pembunuhan. Hukuman itu masih diperberat lagi mengingat profesinya
sebagai tenaga medis atau bidan. Selain itu, polisi juga menjeratnya dengan
UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992. Belum diketahui secara pasti sudah
berapa lama Endang membuka praktik aborsi tersebut.

9
1. Analisis Kasus

Pada kasus di atas dijelaskan  bahwa terjadi suatu aborsi tetapi jenis
aborsi illegal. Kasus diatas berawal dari pasangan yang melakukan
hubungan gelap (perselingkuhan) yang mengakibatkan si wanita hamil. Pria
dan wanita sepakat untuk menggugurkan kandungan yang berumur 3 bulan
itu ke bidan. Bidan menyanggupi untuk melakukan aborsi tersebut dengan
imbalan Rp 2.000.000,00.

Semua tenaga kesehatan wajib mengucap sumpah janji ketika lulus


dari pendidikan. Salah satu isi sumpah janji tersebut yaitu untuk
melaksanakan tugas sabaik-baiknya menurut undang-undang yang berlaku. 
Tetapi pada kasus ini bidan E melanggar sumpah tersebut. Bidan dengan
sengaja memberikan suntikan oxytocin duradril 1,5 cc yang dicampur
dengan cynano balamin. Hal ini mengakibatkan perdarahan hebat pada
wanita tersebut dan berakhir dengan kematian.

Kasus aborsi di atas termasuk kasus pidana, karena adanya aduan dari
ayah korban yang meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa
itu dan menghukum pelaku. Kasus ini mengakibatkan bidan E terjerat pasal
348 KUHP tentang pembunuhan dan melanggar Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 atau pada Undang-undang yang baru yaitu
Undang-undang Kesehatan No 36 tahun 2009.

Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992


bidan E bisa dijerat dengan Pasal 80 dengan ketentuan dipidana dengan
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), sedangkan menurut
pembaharuan Undang Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 dijerat
dengan pasal 194 dengan ketentuan dipidana dengan penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).

2. Solusi yang Dapat diterapkan Bagi Bidan yang Melanggar


Solusi yang dapat di terapkan bagi bidan yang pertama adalah bidan
harus mengetahui status pasien yang jelas dan akurat sehingga tidak terjadi
kekeliuran, selanjutnya, bidan juga harus mengetahui resiko yang akan
terjadi pada dirinya dan juga pasien. Seorang bidan tidak boleh tergiur oleh
imbalan yang akan di dapatkan dari seorang pasien yang ingin
menggugurkan kandungan nya. Yang pada dasarnya seorang bidan tidak
boleh melakukan mal peraktik seperti aborsi illegal , meskipun sebenarnya
aborsi itu dibolehkan tetapi hanya untuk pasien-pasien tertentu.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Etika sebagai salah satu cabang filsafat seringkali dianggap sebagai
ilmu yang abstrak dan kurang relevan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak
uraian filsafat dianggap jauh dari kenyataan, tetapi setidaknya etika mudah
dipahami secara relevan bagi banyak persoalan yang dihadapi. Etika sebagai
filsafat moral mencari jawaban untuk menentukan serta mempertahankan
secara rasional teori yang berlaku tentang apa yang benar dan yang salah,
baik atau buruk, yang secara umum dapat dipakai sebagai suatu perangkat
prinsip moral yang menjadi pedoman bagi tindakan manusia.
Etika tidak lepas dari kehidupan manusia, termasuk dalam profesi
kebidanan membutuhkan suatu system untuk mengatur bidan dalam
menjalankan peran dan fungsinya. Dalam menjalankan perannya bidan tidak
dapat memaksakan untuk mengadapatasi suatu teori etika secara kaku, tetapi
harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi saat itu dan
berlandaskan pada kode etik dan standar profesi
3.2 Saran
1. Bagi mahasiswi calon bidan
Sebagai mahasiswi calon bidan, sebaiknya harus mendalami etik dan
kode etik profesi terlebih dahulu, agar dapat menerapkannya saat praktik,
sehingga dapat menghasilkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan
optimal sesuai dengan wewenang profesinya.
2. Bagi para bidan
Sebagai seorang bidan hendaknya selalu menerapkan dan
menjadikan etik dan kode etik profesi sebagai dasar dalam memberikan
setiap pelayanan. Sehingga klien akan merasa nyaman dengan pelayanan
bidan dan akan segan dengan profesi bidan.

11

Anda mungkin juga menyukai