Anda di halaman 1dari 2

Selasa 8 Juni 2021 lalu, BEM Fakultas Hukum UNRAM melakukan audiensi dengan Asisten I Gubernur

NTB, Kepala Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan (Kadis Dikbud) NTB dan Kepala Dinas
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi. Dalam audiensi itu, BEM FH UNRAM menyoroti beberapa
polemik publik di NTB, mulai dari jumlah pengangguran yang meningkat, indeks prestasi manusia
yang anjlok dengan berada diperingkat 29 secara nasional hingga angka buta aksara yang berada di
urutan dua tertinggi secara nasional.

Seusai menguraikan berbagai persoalan yang secara nyata terjadi di tataran sosial kemasyarakatan,
pihak pemerintahan Provinsi, yakni Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, Kepala Dinas
Pendidikan secara berturut-turut menguraikan berbagai program yang dicanangkan untuk meretas
polemik multidimensional yang terjadi. Pihak Pemerintahan Provinsi (Pemprov) menguraikan
berbagai macam program unggulan dan visi yang dirancang, selain itu, turut teruraikan sudah sejauh
mana program dan visi tersebut terealisasi dan memberi dampak nyata.

Dalam pertemuan tersebut, polemik panas yang sempat mencoreng wajah Pemerintahan Provinsi
dikritisi dan digugat secara langsung oleh BEM FH UNRAM. Temuan dana bantuan sosial berupa
beasiswa oleh BPK sejumlah 1,58 miliar rupiah yang diberikan kepada 48 orang dinilai tidak tepat
dan salah sasaran. Pasalnya, diantara sejumlah penerima tersebut terdapat penerima yang
berprofesi sebagai Polisi, PNS Dinas Pendidikan, Pengacara, Dosen, Staf Gubernur hingga Dokter
Umum.

BEM FH UNRAM menilai pemberian Bantuan Sosial, beasiswa tersebut menabrak dasar hukum,
yakni Pergub No. 60 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Belanja Dana Hibah Dan Bantuan Sosial.
Alasan pembenar yang digunakan oleh pihak Pemerintah Provinsi yakni adanya diskresi Gubernur
dalam pemberian beasiswa tersebut juga dikritisi. Sebab, dalam Pasal 175 angka 1 UU No. 11/2020
yang mengubah Pasal 1 angka 9 UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, diskresi hanya
dapat dibenarkan dalam rangka menghadapi persoalan kongkret penyelenggaraan pemerintahan,
manakala peraturan perundang-undangan memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau
tidak jelas, serta adanya stagnansi pemerintahan.

Alasan pembenar yakni adanya diskresi gubernur dalam pemberian beasiswa tersebut menyiratkan
kesimpulan bahwa Perprov gagal memahami makna diskresi dan secara serampangan
menggunkannya sebagai dalih bagi kebijakan yang lancung. Visi besar gubernur NTB, yakni 1000
cendekia hanya gilang gemilang dalam pikiran dan tulisan, namun kelam dan cacat dalam kenyataan.
Kekelaman dan kecacatan itu terkonfirmasi dari pemberian beasiswa dengan jumlah dana fantastis
terhadap sejumlah pihak yang tidak seharusnya menerimanya. Padahal, masih begitu banyak putra-
putri daerah yang secara ekonomis bahkan akademis lebih berhak memperoleh bantuan sosial
berupa beasiswa.

Bahkan, dalam respon lisannya, pihak Pemprov menyampaikan agar tidak membesar-besarkan
temuan BPK tersebut. Daripada menyelesaikan pokok permasalahan, pihak Pemprov malah seakan
berupaya untuk mengabaikan dan mereduksi permasalahan yang terjadi. Dalam temuan BPK, dari
total 48 penerima beasiswa, hanya 3 penerima yang telah menyerahkan laporan pertanggung
jawaban (LPJ) atas dana yang diterimanya. Dalam taraf ini, ada potensi besar, dana yang seharusnya
digunakan demi kepentingan pendidikan tersebut digunakan untuk kepentingan lain diluar
pendidikan.

Fakta ini menunjukan absurditas (tidak jelasnya) pemberian dan pengawasan pemanfaatan dana
beasiswa pasca pemberian beasiswa. Ini kian membenamkan visi gilang gemilang dan mimpi besar
gubernur NTB yang hendak memperbaiki pendidikan dan sumber daya manusia NTB.
Dalam pertemuan itu, BEM FH UNRAM melengkapi penyampaiannya dengan sejumlah tuntutan,
yakni perbaikan tingkat literasi dan angka melek huruf di NTB melalui pengadaan rumah baca dan
perpustakaan di tiap-tiap desa dengan mahasiswa serta lembaga swadaya masyarakat sebagai pihak
pengelola, guna menekan potensi penyelewengan. Angka buta huruf yang tinggi merupakan pukulan
telak dan fakta yang memalukan bagi sektor pendidikan di NTB. Dana sebanyak Rp. 1,58 miliar
tersebut harusnya digunakan untuk pengadaan dan revitalisasi berbagai infrastruktur dan keperluan
pendidikan dasar yakni baca tulis hitung. Dengan begitu, angka melek huruf, kualitas sumber daya
manusia dapat diperbaiki, sebab kualitas sumber daya manusia koheren dengan minat literasi.

Tuntutan pokok lainnya adalah pengembalian dana beasiswa yang salah sasaran dan realokasi
anggaran bantuan bagi pelajar dan mahasiswa yang lebih berhak menerima. Pasca pertemuan
tersebut, yakni pada 10 Juni, pihak Pemerintah Provinsi membuka pendaftaran program beasiswa
1000 cendekia bagi mahasiswa NTB. Ini menunjukan keberterimaan pihak Pemerintahan Provinsi
atas kritik dan saran, terkhusus yang datang dari ruang-ruang kemahasiswaan.

Kita baru boleh optimisitis dan berbangga atas visi besar tersebut hanya setelah usaha-usaha
realisasi atas visi yang gilang gemilang itu turut dilakukan secara serius dan segemilang visinya.
Untuk sekarang, selama upaya dan program-program realisasi atas visi besar yang gemilang tersebut
masih dilakukan secara lancung dan serampangan, maka visi tersebut hanya akan berwujud dalam
ucapan dan tulisan, jauh dari realitas dan kenyataan.

Sebagai penutup pertemuan, BEM FH UNRAM menkankan peningkatan responsifitas pihak Pemprov
atas surat-surat audiensi dan pertemuan. Hal ini dilakukan guna menjaga posisi BEM FH UNRAM
yang mengemban amanat filosofis dan konstitusional, yakni perwujudan keadilan sosial dan
kesejahteraan. Salah satu upaya perwujudan itu adalah dengan menjadi pengawas dan mitra kritis
dari program-program pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai