Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH BAHASA INDONESIA SEBAGAI

BAHASA RESMI KE-NEGARAAN

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK

1. JANSEN FEBRIANTO PRATAMA HUTAPEA


2. MONA MARIA SILALAHI
3. RONAULI SITOMPUL
4. ERIKA NOVYANTI SILABAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS GRAHA NUSANTARA PADANG SIDIMPUAN
T.A 2020 / 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara / Resmi  sesuai waktu yang
ditentukan.
Tujuan pokok dari penyusunan makalah ini untuk memenuhi syarat pada mata kuliah
Bahasa Indonesia dan tujuan umumnya untuk memberikan beberapa informasi pengetahuan
tentang Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara / Resmi bagi para pembacanya, selain itu
ini juga dapat berfungsi sebagai bahan referensi pembelajaran perkuliahan khususnya bidang
studi Bahasa Indonesia.
Penyusun menyimpulkan masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penelitian
ini, oleh karena itu Penyusun memohon kepada para pembaca untuk dapat memberikan
tanggapan atau masukan maupun saran yang sifatnya membangun agar penelitian ini menjadi
lebih baik.

2
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Hal
ini merupakan fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai
sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari yang di dalamnya selalu ada nilai-
nilai dan status bahasa tidak dapat ditinggalkan.
Bahasa mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan
seseorang, karena dengan menggunakan bahasa seseorang juga dapat mengekspresikan
dirinya, fungsi bahasa sangat berabagam. Bahasa digunakan sebagai alat untuk
berkomunikasi, selain itu bahasa juga digunakan sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan
beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu dan sebagai alat untuk melakukan
kontrol sosial.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahasa memang sangat penting
digunakan. Karena bahasa merupakan simbol yang di hasilkan menjadi alat ucap yang biasa
digunakan oleh sesama masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari hampir semua aktifitas kita
menggunakan bahasa. Baik menggunakan bahasa secara lisan maupun secara tulisan dan
bahasa tubuh.

B.     Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas yaitu Peran  Dan Fungsi Bahasa
Indonesia Dalam Berbangsa Dan Bernegara.

BAB II
PEMBAHASAN

Peran  Dan Fungsi Bahasa Indonesia Dalam Berbangsa Dan Bernegara


A.    Konsep Dasar Kedudukan dan Fungsi Bahasa

Istilah kedudukan dan fungsi tentunya sering kita dengar, bahkan pernah kita pakai.
Misalnya dalam kalimat “Bagaimana kedudukan dia sekarang?”, “Apa fungsi baut yang
Saudara pasang pada mesin ini?”, dan sebagainya. Kalau kita pernah memakai kedua istilah
itu tentunya secara tersirat kita sudah mengerti maknanya. Hal ini terbukti bahwa kita tidak
pernah salah pakai menggunakan kedua istilah itu. Kalau demikian halnya, apa sebenarnya
pengertian kedudukan dan fungsi bahasa? Samakah dengan pengertian yang pernah kita
pakai?
Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara terlisan
maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan

3
nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya selalu
ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti kehidupan
manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa. Karena
kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara eksplisit oleh pemakainya
yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.
Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipakai oleh pemakainya (baca: masyarakat
bahasa) perlu dirumuskan secara eksplisit, sebab kejelasan ‘label’ yang diberikan akan
mempengaruhi masa depan bahasa yang bersangkutan. Pemakainya akan menyikapinya
secara jelas terhadapnya. Pemakaiannya akan memperlakukannya sesuai dengan ‘label’ yang
dikenakan padanya.
Di pihak lain, bagi masyarakat yang dwi bahasa (dwilingual), akan dapat ‘memilah-
milahkan’ sikap dan pemakaian kedua atau lebih bahasa yang digunakannya. Mereka tidak
akan memakai secara sembarangan. Mereka bisa mengetahui kapan dan dalam situasi apa
bahasa yang satu dipakai, dan kapan dan dalam situasi apa pula bahasa yang lainnya dipakai.
Dengan demikian perkembangan bahasa (-bahasa) itu akan menjadi terarah. Pemakainya
akan berusaha mempertahankan kedudukan dan fungsi bahasa yang telah disepakatinya
dengan, antara lain, menyeleksi unsur-unsur bahasa lain yang ‘masuk’ ke dalamnya. Unsur-
unsur yang dianggap menguntungkannya akan diterima, sedangkan unsur-unsur yang
dianggap merugikannya akan ditolak.
Sehubungan dengan itulah maka perlu adanya aturan untuk menentukan kapan,
misalnya, suatu unsur lain yang mempengaruhinya layak diterima, dan kapan seharusnya
ditolak. Semuanya itu dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah yang
bersangkutan. Di negara kita itu disebut Politik Bahasa Nasional, yaitu kebijaksanaan
nasional yang berisi perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai
sebagai dasar bagi pemecahan keseluruhan masalah bahasa.

B.     Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Janganlah sekali-kali disangka bahwa berhasilnya bangsa Indonesia mempunyai


bahasa Indonesia ini bagaikan anak kecil yang menemukan kelereng di tengah jalan.
Kehadiran bahasa Indonesia mengikuti perjalanan sejarah yang panjang. (Untuk meyakinkan
pernyataan ini, silahkan dipahami sekali lagi Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia.)
Perjalanan itu dimulai sebelum kolonial masuk ke bumi Nusantara, dengan bukti-bukti
prasasti yang ada, misalnya yang didapatkan di Bukit Talang Tuwo dan Karang Brahi serta
batu nisan di Aceh, sampai dengan tercetusnya inpirasi persatuan pemuda-pemuda Indonesia
pada tanggal 28 Oktober 1928 yang konsepa aslinya berbunyi:
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe bertoempah darah satoe,
Tanah Air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe berbangsa satoe,
Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mendjoendjoeng bahasa persatoean,
Bahasa Indonesia.
Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi perhatian pengamat (baca: sosiolog)
adalah butir ketiga. Butir ketiga itulah yang dianggap sesuati yang luar biasa. Dikatakan
demikian, sebab negara-negara lain, khususnya negara tetangga kita, mencoba untuk
membuat hal yang sama selalu mengalami kegagalan yang dibarengi dengan bentrokan sana-
sini. Oleh pemuda kita, kejadian itu dilakukan tanpa hambatan sedikit pun, sebab semuanya

4
telah mempunyai kebulatan tekad yang sama. Kita patut bersyukur dan angkat topi kepada
mereka.
Kita tahu bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa Melayu
dipakai sebagai lingua franca di seluruh kawasan tanah air kita. Hal itu terjadi sudah berabad-
abad sebelumnya. Dengan adanya kondisi yang semacam itu, masyarakat kita sama sekali
tidak merasa bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di balik itu, mereka telah menyadari bahwa
bahasa daerahnya tidak mungkin dapat dipakai sebagai alat perhubungan antar suku, sebab
yang diajak komunikasi juga mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa Melayu
yang dipakai sebagai lingua franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa daerah.
Bahasa daerah tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap berkembang. Kesadaran
masyarakat yang semacam itulah, khusunya pemuda-pemudanya yang mendukung lancarnya
inspirasi sakti di atas.
Apakah ada bedanya bahasa Melayu pada tanggal 27 Oktober 1928 dan bahasa
Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem, maupun
kosakata jelas tidak ada. Jadi, kerangkanya sama. Yang berbeda adalah semangat dan jiwa
barunya. Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa Melayu masih bersifat
kedaerahan atau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah Sumpah Pemuda semangat dan jiwa bahsa
Melayu sudah bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Pada saat itulah, bahasa Melayu yang
berjiwa semangat baru diganti dengan nama bahasa Indonesia.
“Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta
pada tanggal 25-28 Februari 1975 antara lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya
sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai :
(1) lambang kebanggaan nasional,
(2) lambang identitas nasional,
(3) alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya
dan bahasanya, dan
(4) alat perhubungan antarbudaya antar daerah.
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia ‘memancarkan’ nilai-nilai
sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa
Indonesia, kita harus bangga dengannya; kita harus menjunjungnya; dan kita harus
mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan kita terhadap bahasa Indonesia, kita harus
memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bngga
memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.Sebagai lambang identitas
nasional, bahasa Indonesia merupakan ‘lambang’ bangsa Indonesia. Ini beratri, dengan
bahasa Indonesia akan dapat diketahui siapa kita, yaitu sifat, perangai, dan watak kita sebagai
bangsa Indonesia. Karena fungsinya yang demikian itu, maka kita harus menjaganya jangan
sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia
tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.Dengan fungsi yang ketiga
memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang sosial budaya dan
berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa
nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman dan serasi
hidupnya, sebab mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh
masyarakat suku lain. Apalagi dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan bahasa
Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih tercermin dalam bahasa
daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah
sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa
Indonesia.
Dengan fungsi keempat, bahasa Indonesia sering kita rasakan manfaatnya dalam
kehidupan sehari-hari. Bayangkan saja apabila kita ingin berkomunikasi dengan seseorang
yang berasal dari suku lain yang berlatar belakang bahasa berbeda, mungkinkah kita dapat

5
bertukar pikiran dan saling memberikan informasi? Bagaimana cara kita seandainya kita
tersesat jalan di daerah yang masyarakatnya tidak mengenal bahasa Indonesia? Bahasa
Indonesialah yang dapat menanggulangi semuanya itu. Dengan bahasa Indonesia kita dapat
saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan
strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan
kemanan (disingkat: ipoleksosbudhankam) mudah diinformasikan kepada warganya.
Akhirnya, apabila arus informasi antarkita meningkat berarti akan mempercepat peningkatan
pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita meningkat berarti tujuan pembangunan akan
cepat tercapai.

C.    Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi

Sebagaimana kedudukannya sebagai bhasa nasional, bahasa Indonesia sebagai bahasa


negara/resmi pun mengalami perjalanan sejarah yang panjang. Hal ini terbukti pada uraian
berikut.
Secara resmi adanya bahasa Indonesia dimulai sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober
1928. Ini tidak berarti sebelumnya tidak ada. Ia merupakan sambungan yang tidak langsung
dari bahasa Melayu. Dikatakan demikian, sebab pada waktu itu bahasa Melayu masih juga
digunakan dalam lapangan atau ranah pemakaian yang berbeda. Bahasa Melayu digunakan
sebagai bahasa resmi kedua oleh pemerintah jajahan Hindia Belanda, sedangkan bahasa
Indonesia digunakan di luar situasi pemerintahan tersebut oleh pemerintah yang
mendambakan persatuan Indonesia dan yang menginginkan kemerdekaan Indonesia.
Demikianlah, pada saat itu terjadi dualisme pemakaian bahasa yang sama tubuhnya, tetapi
berbeda jiwanya: jiwa kolonial dan jiwa nasional.
Secara terperinci perbedaan lapangan atau ranah pemakaian antara kedua bahasa itu
terlihat pada perbandingan berikut ini.
Bahasa Melayu: Bahasa Indonesia:
a. Bahasa resmi kedua di samping bahasa Belanda, terutama untuk tingkat yang dianggap
rendah.
b. Bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah yang didirikan atau menurut sistem pemerintah
Hindia Belanda.
c. Penerbitan-penerbitan yang dikelola oleh jawatan pemerintah Hindia Belanda. a. Bahasa
yang digunakan dalam gerakan kebangsaan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
b. Bahasa yang digunakan dalam penerbitan-penerbitan yang bertuju-an untuk mewujudkan
cita-cita perjuangan kemerdekaan Indonesia baik berupa:
1) bahasa pers,
2) bahasa dalam hasil sastra.
Kondisi di atas berlangsung sampai tahun 1945.
Bersamaan dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945, diangkat pulalah bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Hal itu dinyatakan dalam
UUD 1945, Bab XV, Pasal 36. Pemilihan bahasa sebagai bahasa negara bukanlah pekerjaan
yang mudah dilakukan. Terlalu banyak hal yang harus dipertimbangkan. Salah timbang akan
mengakibatkan tidak stabilnya suatu negara. Sebagai contoh konkret, negara tetangga kita
Malaysia, Singapura, Filipina, dan India, masih tetap menggunakan bahasa Inggris sebagai
bahasa resmi di negaranya, walaupun sudah berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjadikan
bahasanya sendiri sebagai bahasa resmi.
Hal-hal yang merupakan penentu keberhasilan pemilihan suatu bahasa sebagai bahasa
negara apabila :
(1) bahasa tersebut dikenal dan dikuasai oleh sebagian besar penduduk negara itu,

6
(2) secara geografis, bahasa tersebut lebih menyeluruh penyebarannya, dan
(3) bahasa tersebut diterima oleh seluruh penduduk negara itu.
Bahasa-bahasa yang terdapat di Malaysia, Singapura, Filipina, dan India tidak
mempunyai ketiga faktor di atas, terutama faktor yang nomor (3). Masyarakat multilingual
yang terdapat di negara itu saling ingin mencalonkan bahasa daerahnya sebagai bahasa
negara. Mereka saling menolak untuk menerima bahasa daerah lain sebagai bahasa resmi
kenegaraan. Tidak demikian halnya dengan negara Indonesia. Ketig faktor di atas sudah
dimiliki bahasa Indonesia sejak tahun 1928. Bahkan, tidak hanya itu. Sebelumnya bahasa
Indonesia sudah menjalankan tugasnya sebagai bahasa nasional, bahasa pemersatu bangsa
Indonesia. Dengan demikian, hal yang dianggap berat bagi negara-negara lain, bagi kita tidak
merupakan persoalan. Oleh sebab itu, kita patut bersyukur kepada Tuhan atas anugerah besar
ini.
Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di
Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya
sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia befungsi sebagai
(1) bahasa resmi kenegaraan,
(2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,
(3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan
(4) bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan
serta teknologi modern.
Keempat fungsi itu harus dilaksanakan, sebab minimal empat fungsi itulah memang
sebagai ciri penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan berkedudukan sebagai bahasa
negara.
Pemakaian pertama yang membuktikan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
kenegaran ialah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI
1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara, peristiwa, dan
kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.
Keputusan-keputusan, dokumen-dokumen, dan surat-surat resmi yang dikeluarkan
oleh pemerintah dan lembaga-lembaganya dituliskan di dalam bahasa Indonesia. Pidato-
pidato atas nama pemerintah atau dalam rangka menuanaikan tugas pemerintahan diucapkan
dan dituliskan dalam bahasa Indonesia. Sehubungan dengan ini kita patut bangga terhadap
presiden kita, Soeharto yang selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam situsi apa dan
kapan pun selama beliau mengatasnamakan kepala negara atau pemerintah. Bagaimana
dengan kita?
Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai bhasa pengantar di lembaga-
lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Hanya
saja untuk kepraktisan, beberapa lembaga pendidikan rendah yang anak didiknya hanya
menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah) menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah
anak didik yang bersangkutan. Hal ini dilakukan sampai kelas tiga Sekolah Dasar.
Sebagai konsekuensi pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di
lembaga pendidikan tersebut, maka materi pelajaran ynag berbentuk media cetak hendaknya
juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang
berbahasa asing atau menyusunnya sendiri. Apabila hal ini dilakukan, sangatlah membantu
peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan
teknolologi (iptek). Mungkin pada saat mendatang bahasa Indonesia berkembang sebagai
bahasa iptek yang sejajar dengan bahasa Inggris.
Sebagai fungsinya di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, bahasa Indonesia dipakai
dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat.

7
Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu
media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau
pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh orang kedua (baca:
masyarakat).
Akhirnya, sebagai fungsi pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan teknologi,
bahasa Indonesia terasa sekali manfaatnya. Kebudayaan nasional yang beragam itu, yang
berasal dari masyarakat Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah mungkin dapat
disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia dengan bahasa lain selain
bahasa Indonesia. Apakah mungkin guru tari Bali mengajarkan menari Bali kepada orang
Jawa, Sunda, dan Bugis dengan bahasa Bali? Tidak mungkin! Hal ini juga berlaku dalam
penyebarluasan ilmu dan teknologi modern. Agar jangkauan pemakaiannya lebih luas,
penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer,
majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakn bahasa Indonesia.
Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu
yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.

D.    Perbedaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Indonesia


sebagai Bahasa Negara/Resmi

Perbedaan dari Segi Ujudnya


Apabila kita mendengarkan pidato sambutan Menteri Sosial dalm rangka peringatan
Hari Hak-hak Asasi Manusia dan pidato sambutan Menteri Muda Usaha wanita dalam rangka
peringatan Hari Ibu, misalnya, tentunya kita tidak menjumpai kalimat-kalimat yang semacam
ini.
“Sodara-sodara! Ini hari adalah hari yang bersejarah. Sampeyan tentunya udah tau,
bukan? Kalau kagak tau yang kebacut, gitu aja”.
Kalimat yang semacam itu juga tidak pernah kita jumpai pada waktu kita membaca surat-
surat dinas, dokumen-dokumen resmi, dan peraturan-peraturan pemerintah.
Di sisi lain, pada waktu kita berkenalan dengan seseorang yang berasal dari daerah atau suku
yang berbeda, pernahkah kita memakai kata-kata seperti ‘kepingin’, ‘paling banter’, ‘kesusu’
dan ‘mblayu’? Apabila kita menginginkan tercapainya tujuan komunikasi, kita tidak akan
menggunakan kata-kata yang tidak akan dimengerti oleh lawan bicara kita sebagaimana
contoh di atas. Kita juga tidak akan menggunakan struktur-struktur kalimat yang membuat
mereka kurang memahami maksudnya.
Yang menjadi masalah sekarang ialah apakah ada perbedan ujud antara bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara/resmi sebagaimana yang kita dengar dan kita baca pada
contoh di atas, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, sebagaimana yang pernah juga
kita lakukan pada saat berkenalan dengan seeorang lain daerah atau lain suku? Perbedaan
secara khusus memang ada, misalnya penggunaan kosakata dan istilah. Hal ini disebabkan
oleh lapangan pembicaraannya berbeda. Dalam lapangan politik diperlukan kosakata tertentu
yang berbeda dengan kosakata yang diperlukan dalam lapangan administrasi. Begitu juga
dalam lapangan ekonomi, sosial, dan yang lain-lain. Akan tetapi, secara umum terdapat
kesamaan. Semuanya menggunakan bahasa yang berciri baku. Dalam lapangan dan situasi di
atas tidak pernah digunakan, misalnya, struktur kata ‘kasih tahu’ (untuk memberitahukan),
‘bikin bersih’ (untuk membersihkan), ‘dia orang’ (untuk mereka), ‘dia punya harga’ (untuk
harganya), dan kata ‘situ’ (untuk Saudara, Anda, dan sebagainya), ‘kenapa’ (untuk mengapa),
‘bilang’ (untuk mengatakan), ‘nggak’ (untuktidak), ‘gini’ (untuk begini), dan kata-kata lain
yang dianggap kurang atau tidak baku.
Perbedaan dari Proses Terbentuknya

8
Secara implisit, perbedaan dilihat dari proses terbentuknya antara kedua kedudukan
bahasa Indonesia, sebagai bahasa negara dan nasional, sebenarnya sudah terlihat di dalam
uraian pada butir 1.2 dan 1.3. Akan tetapi, untuk mempertajamnya dapat ditelaah hal berikut.
Sudah kita pahami pada uraian terdahulu bahwa latar belakang timbulnya kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara jelas-jelas berbeda. Adanya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
didorong oleh rasa persatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Putra-putra Indonesia sadar
bahwa persatuan merupakan sesuatu yang mutlk untuk mewujudkan suatu kekuatan.
Semboyan “Bersatu kita teguh bercerai kta runtuh” benar-benar diresapi oleh mereka. Mereka
juga sadar bahwa untuk mewujudkan persatuan perlu adanya saran yang menunjangnya. Dari
sekian sarana penentu, yang tidak kalah pentingnya adalah srana komunikasi yang disebut
bahasa. Dengan pertimbangan kesejarahan dan kondisi bahasa Indonesia yang lingua franca
itu, maka ditentukanlah ia sebagai bahasa nasional.
Berbeda halnya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi. Terbentuknya
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dilatarbelakangi oleh kondisi bahasa Indonesia
itu sendiri yang secara geografis menyebar pemakiannya ke hampir seluruh wilayah
Indonesia dan dikuasai oleh sebagian besar penduduknya. Di samping itu, pada saat itu
bahasa Indonesia telah disepakati oleh pemakainya sebagai bahasa pemersatu bangsa,
sehingga pada saat ditentukannya sebagai bahasa negara/resmi, seluruh pemakai bahasa
Indonesia yang sekaligus sebagai penduduk Indonesia itu menerimanya dengan suara bulat.
Dengan demikian jelaslah bahwa dualisme kedudukan bahasa Indonesia tersebut
dilatarbelakangi oleh proses pembentukan yang berbeda.
Perbedaan dari Segi Fungsinya
Setelah kita menelaah uraian terdahulu, kita mengetahui bahwa fungsi kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional berbeda sekali dengan fungsi kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara. Perbedan itu terlihat pada wilayah pemakaian dan tanggung
jawab kita terhadap pemakaian fungsi itu. Kapan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara/resmi dipakai, kiranya sudah kita ketahui.
Yang menjadi masalah kita adalah perbedaan sehubungan dengn tanggung jawab kita terhadp
pemakaian fungsi-fungsi itu. Apabila kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi
tertentu, terdapat kaitan apa dengan kita? Kita berperan sebagai apa sehingga kita
berkewajiban moralmenggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tertentu? Jawaban atas
pertanyaan itulah yng membedakan tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi-fungsi
bahasa Indonesia baik dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa
negara/resmi.
Kita menggunakan sebagai bahasa negara/resmi dipakai sebagai alat penghubung
antarsuku, misalnya, karena kita sebagai bangsa Indonesia yang hidup di wilayah tanah air
Indonesia. Sehubungan dengan itu, apabila ada orang yang berbangsa lain yang menetap di
wilayah Indonesia dan mahir berbahasa Indonesia, dia tidak mempunyai tanggung jawab
moral untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tersebut.
Lain halnya dengan contoh berikut ini. Walaupun Ton Sin Hwan keturunan Cina,
tetapi karena dia warga negara Indonesia dan secara kebetulan menjabat sebagai Ketua
Lembaga Bantuan Hukum, maka pada saat dia memberikan penataran kepada anggotnyan
berkewajiban moral untuk menggunakan bahasa Indonesia. Tidak perduli apakah dia lancar
berbahasa Indonesia atau tidak. Tidak perduli apakah semua pengikutnya keturunan Cina
yang berwarga negara Indonesia ataukah tidak.
Jadi seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai penghubung antarsuku, karena
dia berbangsa Indonesia yang menetap di wilayah Indonesia; sedangkan seseorang
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, karena dia sebagai warga negara
Indonesia yang menjalankan tugas-tugas ‘pembangunan’ Indonesia.

9
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan  

Dari uraian diatas kita  dapat menarik kesimpulan bahwa Sebagai bahasa resmi,
bahasa Indonesia dipakai sebagai bhasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari
taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Hanya saja untuk kepraktisan, beberapa
lembaga pendidikan rendah yang anak didiknya hanya menguasai bahasa ibunya (bahasa
daerah) menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah anak didik yang bersangkutan. Hal ini
dilakukan sampai kelas tiga Sekolah Dasar.
Bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Hal
ini merupakan fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai
sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari yang di dalamnya selalu ada nilai-
nilai dan status bahasa tidak dapat ditinggalkan.

B.     Saran

Bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Hal
ini merupakan fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai
sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari yang di dalamnya selalu ada nilai-
nilai dan status bahasa tidak dapat ditinggalkan.

C.      DAFTAR PUSTKA

http://community.gunadarma.ac.id/user/blogs/view/name_pinkers/id_10943/title_peranan-
bahasa-indonesia-dalam-kehidupan/
http://muslich-m.blogspot.com/2007/04/kedudukan-dan-fungsi-bahasa-indonesia.html
http://id.shvoong.com/humanities/linguistics/2093715-fungsi-bahasa-indonesia/
http://www.scribd.com/doc/21785947/Kedudukan-Dan-Fungsi-Bahasa-Indonesia
http://www.scribd.com/doc/13800606/Peranan-Bahasa-Indonesia-Dalam-Mencerdaskan-
Bangsa-Indonesia

10

Anda mungkin juga menyukai