Rafli Siagian
I. Pendahuluan
Memilih jodoh merupakan kebutuhan yang mendasar bagi setiap orang.
Alasannya ialah, karena manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia
lain sebagai pendukung dan penolongnya. Sejarah Alkitab sendiri mencatat bahwa
Allah melihat kebutuhan manusia tersebut. Pada awalnya manusia berusaha
mencari penolong yang sepadan, namun binatang dan segala ciptaanNya tidaklah
dianggap cukup mampu menolong kebutuhan sosial manusia pertama tersebut.
Semoga pembahasan kali ini dapat menambah wawasan kita bersama
II. Pembahasan
II.1. Jodoh
II.1.1. Pengertian Jodoh
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia Jodoh adalah orang yang cocok
menjadi suami atau istri, pasangan hidup, sepadan, sesuatu yang cocok sehingga
menjadi sepangang; pasangan dan tepat.1 Namun untuk menyebut seorang laki-
laki atau perempuan ialah jodoh, maka proses yang dinamakan berpacaran,
dimana dalam kekristenan berpacaran adalah masa untuk mengenal pribadi
pasangannya secara mendalam lagi, dan bukan untuk mengumbar hawa nafsu
serta bersenang-senang, apalagi dengan berganti-ganti pasangan.2
Di dalam proses jodoh justru memadukan dua individu yang
indah tetapi berbeda, baik dalam bentuk, sifat, warna dan wataknya,
namun saling mengisi secara positif, hingga menjadi seasa, sealas dan
setujuan guna mewujud nyatakan suatu kesatuan yang laras gerak dan
arahannya, keselarasan antara dua individu itu demikian menyatu,
sehingga walaupun mereka berpisah tempat, mereka tetap dinamis.
1
W. J. S. Poerdaminta, KBBI, (Jakarta: Balai Pustakka, 1991), 79
2
Erich Urnato, Hidup Dalam Etika Kristen, (Jakarta: Pustaka Surgawi, 2010),19
Sifat dan rasa menyatu kedua individu. Itulah yang kemudian disebut
Jodoh.3
9
Erich Urnato, Hidup dalam Etika Kristen, (Jakarta: Pustka Surgawi, 2010), 45
Pada tahap kedua ini juga, kita harus membina
persekutuan rohani. Rasul Paulusmemperingatkan orang-orang
berimansupaya mereka jangan menikah dengan orang-orang
tidak beriman (2 Kor 6:14) ajaran Alkitab, yatu firman Allah,
tidak dapat ditawar lagi: terang dan gelap tidak dapat bersatu.10
10
Dorothy I Marx, Itu kan Boleh, (Bandung: yayasam kalam Hidup, 2002), 43-47
11
T. C. Mitchell, “Hawa” dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid A-L, (Jakarta: YBKF/OMF, 2003),
372
12
C. Barth, Teologi Perjanjian Lama I, (Jakarta: BPK-GM, 2001), 56
13
Erich Urnato, Hidup dalam Etika Kristen, 24
disini bahkan ada kemungkinan tujuan pria menikahi wanita yang
sama.14
Rasul Paulus juga mengatakan bahwa kawin atau tidak kawani
adalah masalah kebebasan kita sendiri (1 Korintus 7:35-36), kata-kata
“dalam kebebasan kamu” dan “jika ia benar-benar merasa” “dan ia
mengkehendakinya”. Ini menunjukkan bahwa menikah dengan
seseorang itu adalah masalah pilihan perasaan dan putusan kita
sendiri.15
III. Kesimpulan
Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa memilih jodoh adalah sebuah
keputusan yang dikembalikan kepada manusia itu sendiri. Adapun yang menjadi
landasan untuk memilih jodoh, ialah kasih. Kasih akan menghantarkan kita
kepada tujuan yang benar untuk memiliki sebuah hubungan, walaupun tiap-tiap
orang berhak menentukan kebebasannya dalam menjalani atau tidak sama sekali
dalam hubungan yang merupakan sebuah proses dalam pemilihan jodoh.
14
Ibid, 25
15
Ibid, 26