Anda di halaman 1dari 7

Nama : Dewi Feronika Siahaan

Jun Alfi Sinuraya

Rafli Siagian

Tingkat/Jurusan : IIA/ Teologi

Mata Kuliah : Etika II

Dosen : Pdt Kaleb Manurung, M.Th

Memilih Jodoh (Teman Hidup) Menurut Etika Kristen

I. Pendahuluan
Memilih jodoh merupakan kebutuhan yang mendasar bagi setiap orang.
Alasannya ialah, karena manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia
lain sebagai pendukung dan penolongnya. Sejarah Alkitab sendiri mencatat bahwa
Allah melihat kebutuhan manusia tersebut. Pada awalnya manusia berusaha
mencari penolong yang sepadan, namun binatang dan segala ciptaanNya tidaklah
dianggap cukup mampu menolong kebutuhan sosial manusia pertama tersebut.
Semoga pembahasan kali ini dapat menambah wawasan kita bersama
II. Pembahasan
II.1. Jodoh
II.1.1. Pengertian Jodoh
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia Jodoh adalah orang yang cocok
menjadi suami atau istri, pasangan hidup, sepadan, sesuatu yang cocok sehingga
menjadi sepangang; pasangan dan tepat.1 Namun untuk menyebut seorang laki-
laki atau perempuan ialah jodoh, maka proses yang dinamakan berpacaran,
dimana dalam kekristenan berpacaran adalah masa untuk mengenal pribadi
pasangannya secara mendalam lagi, dan bukan untuk mengumbar hawa nafsu
serta bersenang-senang, apalagi dengan berganti-ganti pasangan.2
Di dalam proses jodoh justru memadukan dua individu yang
indah tetapi berbeda, baik dalam bentuk, sifat, warna dan wataknya,
namun saling mengisi secara positif, hingga menjadi seasa, sealas dan
setujuan guna mewujud nyatakan suatu kesatuan yang laras gerak dan
arahannya, keselarasan antara dua individu itu demikian menyatu,
sehingga walaupun mereka berpisah tempat, mereka tetap dinamis.

1
W. J. S. Poerdaminta, KBBI, (Jakarta: Balai Pustakka, 1991), 79
2
Erich Urnato, Hidup Dalam Etika Kristen, (Jakarta: Pustaka Surgawi, 2010),19
Sifat dan rasa menyatu kedua individu. Itulah yang kemudian disebut
Jodoh.3

2.1.2.      Bagaimana Cara memilih Jodoh?4


Menurut beberapa ahli, bahwa dibagian belahan timur dunia ini
terletak ditangan orang tua. Orang tua yang mufakat, lalu menjodohkan
mereka yang belum pernah ketemu dan berkenalan. Hal ini mungkin
sudah jarang kita temui akan tetapi masih ada sisa-sisanya. Sedangkan
dibagian belahan barat bumi ini agak terbalik. Orang tua, tidak punya
peranan apa-apa dalam memilih jodoh anak-nya. Si anak penuh untuk
memilih jodohnya. Kejadian kebiasaan yang ada di Barat berangsur-
angsur meresapi perasaan orang tua dan anak muda-mudi di bagian
Timur ini.
Kebiasaan Timur mempunyai alasan, bahwa perjodohan itu
akan jadi keluarga. Peranan hubungan keluarga tidak kurang
pentingnya. Relasi sangat kuat dan menentukan. Maka apabila orang
tua tidak ikut campur dalam pperjodohan anaknya maka di dalam
keluarga anaknya kelak akan berdampak negatif. Tetapi sebaliknya
juga beralasan kebiasaan di Barat dengan mempasrahkan pada anak
dalam memilih jodoh, juga ada alasannya. Justru sianaklah yang
mengetahui benar siapa yang cocok untuk dirinya dan ikatan keluarga
kecilnya yang pertama dan utama. Namun kedua kebiasaan itu tidak
benar. Karena manusia merancang, tetapi Tuhanlah yang merancang.
Tuhan yang memperalat orang tua.
Oleh sebab itu ada 3 unsur yang hendaknya turut diambil
bagian dalam pemilihan jodoh, yaitu:
1. Si anak (pria + wanita) memegang teguh peranan utama dan
bertanggung jawab pertama. Dia harus penuh dengan pergumulan
dan perhitungan. Hal yang paling penting dan mendasar dalam
pergumulan ini adalah kasih setia yang sangat dipergunakan
2. Orang tua, yang punya pengalaman dan banyak makan garam
perkeluargaan, wajib campur tangan, memberi saran setelah
mempelajari lebih mendalam. Tinjauan orang tua pasti bertitik
tolak dengan jangkauan lebih luas. Namunharus sadar bawa
keluarga baru yang lahir dari perjodohan itu, pasti diutamakan bagi
kedua yang diperjodohkan itu
3. Bila kedua unsur telah bersesuaian, maka secara bersama-sama,
hendaknya menghadap Tuhan memohon perancangannya. Secara
sungguh-sungguh menyerahkan pada Tuhan dengan doa. Jawaban
Tuhan bukan dengan menulis keputusan sebagaimana dilaksanakan
manusia. Tuhan yang Mahatau, akan menentukan jalan dan
caranya, bagaimana Dia memberitahukan persetujuan atau
3
S. Nur Sidharta, Jodoh Kesaksian 50 Tahun Pernikahan, (Jakarta: BPK- GM, 2000), 2-3
4
P. M. Sihombing, Etikologi Ilmu Etika, (Medan: Media, 1988), 103
larangannya. Orang yang berdoa secara sungguh mampu mendalam
kehendak Tuhan.
Maka ketiga unsur ini tidak boleh diremehkan dalam pemilihan
jodoh. Keberhasilan persesuaian ketiga unsur ini dapat menjamin
kebahagian keluarga yang dilahiran perjodohan tersebut. Didalam
memilih jodoh dibutuhkan sebuah pengenalan awal yang disebut
dengan pacaran. Yaitu tahap-tahap untuk mengenal pribadi, karakter
dan kepribadian masing-masing.
2.1.3.      Kebebasan Manusia dalam Memilih Jodoh
Banyak kesulitan kita yang sebenarnya buatan kita sendiri,
walaupun mungkin kita sulit untuk menerimanya. Kita menghadapkan
diri kita dengan kesulitan yang potensial dengan memilih untuk berada
di suatu tempat tertentu, dan kalau akibatnya kita mendapat kesulitan,
kemudian kita dipenuhi dengan rasa belas kasihan kepada diri sendiri.5
Makin dewasa berarti makin mampu untuk berdiri sendiri.
Makin dewasa berarti makin melepasam diri dari orang-orang yang
mengawasi dan melindungi kita dan makin bertanggungjawab atas
kehidupan kita sendri. Sementara kita mendekati tanggungjawab yang
akan menyertai kebebasan itu.6
Setiap orang bisa merasa tertarik kepada banyak orang dari lain
jenisa=. Namun tidak ada satu orang yang ditakdirkan untuk menjadi
jodoh kita. Setiap orang dapat hidup dengan bahagia sebagai pasangan
atau teman hidup diantara beberapa kemungkinan. Memilih jodoh kita
dengan bertanggungjawab dengan doa, itu penting. Tetapi lebih
penting lagi bahwa sesudah kita memilih, kita bertanggung jawab
untuk menetapkan persatuam kita dengan orang yang kita pilih itu.
Allah yang mengaruniakan kepada kita kesempatan untuk menikah
dengan orang itu mewajibkan hidup setia bersamanya.7
2.1.4.      Prinsip dalam Memilih Jodoh
Memilih jodoh/ teman hidup sangatllah penting, dimana harus
secara benar dan bijaksana. Dalam memilih pasangan hidup haruslah
lebih dahulu kita mendoakannya kepada Tuhan agar kiranya Tuhann
menunjukkan dan memberikan jodoh yang terbaik bagi kita, dan kita
pun harus mampu untuk menerima dia bukanlah karena unsur kasihan
namun, didasari dengan cinta dan tidak memandang tinggi rendahnya
martabatnya, dan tidak memandang materi yang ada padanya. Namun
kita harus mampu menerimanya dengan ada aoanya dnegan harapan
Tuhan yang akan memperlengkapi kehidupan kita dan menyerahkan
kepada Tuhan segala sesuatunya dan senantiasa akan pertolongan dari
pada Nya.8
5
Doug Hooper, Anda adalah apa yang anda pikirkan, (Jakarta: Miltra Utama, 2000), 67
6
Malcolm Brownlee,  Hai Pemuda, Pilihlah! (menghadapi Masalah-masalah Etika Pemuda), 110
7
Ibid,  109
8
Winarti, Jodoh di Tangan Tuhan, (Jakarta: BPK-GM, 1999),13-14
Di dalam mencari atau memilih seseorang untuk menjadi jodoh
manusia memiliki kehendak bebas tetapi Tuhanlah yang menyediakan
jodoh itu bagi menusia dengan pengertian bahwa manusia harus
melibatkan Tuhan dalam mencari jodohnya.
Adapun ketentuan-ketentuan dasar dalam memilih jodoh:
1.      Pasangan yang berlawanan Jenis
Allah menciptakan Hawa yang berjenis kelamin perempuan
untuk menjadi pasangan Adam yang berjenis kelamin laki-laki. Itukah
sebabnya dikatakan “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan
ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
menjadi satu daging (Bnd Kej2:24; Mat 18:5; Ef 53:1) ayat ini jelas
megajarkan kepada kita bahwa pasangan yang dikehendaki oleh Tuhan
adalah pasangan yang berlainan jenis, bukan pasangan yang sejenis,
misalnya:Pria dengan pria atau wanita dengan wanita. Pasangan yang
sejenis justru dikecam Allah (Bnd Rom 1:27)
2.      Satu Pria dan satu Wanita
pernikahan yang dikehendaki oleh Tuhan adalah pernikahan
yang monogami, antara seorang pria dan seorang wanita. Pernikahan
yang monogami ini tidak hanya berlaku bagi para pemilikjemaat dan
diaken ( 1Tim 3:2; Titus 1:6). Tetapi berlaku juga bagi semua orang
yang percaya. Ketika firman Tuhan mengatakan “ sehingga keduanya
menjadi satu daging”. Ini harus dimaknai sebagai “hanya dua orang
saja dan tidak orang ketiga”. Juga bukan dalam pengertian “dua
menjadi satu” disini dan ditempatkan lain ada lagi “dua menjadi satu”
yang lain. Firman Tuhan cukup jelas menerangkan kepada kita prinsip
satu pria terikat hanya kepada satu istri, kecuali salah seorang diantara
mereka telah meninggal (Bnd Roma 7:2-3 dan 1 Korintus 7:27; 9:5)
3.      Pasangan yang sepadan
Ketika Tuhan menciptakan Hawa, ia menciptakan pasangan
yang sepadan bagi Adam (Kej 2:18). Sepadan disini juga bisa diartikan
sepadan dalam arti sama-sama manusia, bukan binatang karena
dikatakan di dalam kejadian 2:20 “manusia itu diberi nama kepada
segala ternak kepada burung-burung di udara dan kepada segala
binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai pasangan
yang sepadan dengan dia”. Tetapi kata sepadan ini lebih tepat kita
asrtikan sebagai “seimbang”, artinya pasangan suami-istri itu akan
lebih mudah berkomunikasi dan berinteraksi jika keduanya seimbang.
Sekalipun hal ini tidak mutlak namu ini akan menjadi faktor penunjang
yang sangat berarti.  
  
4. Saling mengasihi
hal yang sangat penting adalah saling mengasihi diantara kedua
pasangan. Kasih yang diperlukan bukan sembarang kasih tetapi kasih
Kristus yang mau menerima pasangannya sebagaimana adanya, mau
mengampuni, rela melayani, rela berkorban dan memberikan rasa
aman (bnd Ef. 5:25). Setiap pasangan harus belajar saling mengasihi
dengan cara merendahkan dirinya satu terhadap yang lain. Kita perlu
saling merendahkan diri karena memang tidak ada yang semppurna di
dunia ini. Merendahkan satu terhadap yang lain adalah dengan
menggunakan kata-kata yang sopan, lembut, tidak saling menyalahkan
dan tidak menganggap dirinya lebih tinggi atau hebat dari pasangannya
(Bnd 1 Kor 13:4-5).9
2.1.5.      Proses-proses dalam pemilihan Jodoh
Kasih eros yaitu kasih romatika yang dikaruniakan Allah
sebagai karunia umum kepada pria dan wanita. Betapapun cerdasnya
ataupun dinamisnya seseorang, kalau tanpa kasih kepribadiannya tidak
dapat terbentuk untuk mencapai status kedewasaan. Kasihh
menghancurkan kekerasan akhlak, keangkuhan, keakuaan,
kesombongan dan sebagaimananya. Eros hanya memunuhi fungsinya,
yaitu membahagiakan, kalu didampingi oleh Agape. Eros senantiasa
membutuhkan Agape yang komposisinya terdiri dari unsur-unsur setia,
tanggung jawab, care, hormat dan pengorbanan.
Adapun yang menjadi prosesnya, ada 3 tahap perkembangan
eros/ pemilihan jodoh
1.      Tahap Pertemuan
Dua insan bertemu, langsung rrertarik secara khusus
dan masing-masing terpesona. Pada mulanya kedua belah pihak
bersukacitadalam setiap pertemuan. Pada tahap ini tidak
mungkin mereka bertengkar, mereka rindu untuk berjumpa
dand bercakap-cakap
2.      Tahap perkenalan
Bila dua orang berorientasi Alkitab, maka sebelum
menikah mereka akan menjauhi segala sesuatu yang berbau
seks. Bila mereka tidak mengakui Tuhan sebagai pusat
kehidupan mereka atau firmanNya sebagai pedoman, maka
mereka akan terombang-ambing. Pengaruh-pengaruh dunia,
hawa nafsu, soal-soal romantia, kuasa eros, semuanya akan
menjadi satu problem yang besar. Kedagingan kita mempunyai
daya tarik yang sangat kuat. Apabila kita mengalah kepada
nafsu, meskipun hanya sedikit saja, kita dirugikan. Karena
nilai-nilai fisik akan makin meningkat sedangkat nilai-nilai
spritual atau mental akan makin berkurang. Apabila mereka
lebih mendahulukan seks daripada perkenalan mental dan
rohani maka kelak mereka tidak terhindar dari suatu
kekosongan di bidang kasih.

9
Erich Urnato, Hidup dalam Etika Kristen, (Jakarta: Pustka Surgawi, 2010), 45
Pada tahap kedua ini juga, kita harus membina
persekutuan rohani. Rasul Paulusmemperingatkan orang-orang
berimansupaya mereka jangan menikah dengan orang-orang
tidak beriman (2 Kor 6:14) ajaran Alkitab, yatu firman Allah,
tidak dapat ditawar lagi: terang dan gelap tidak dapat bersatu.10

2.1.6.       Pandangan Etika Kristen dalam Memilih Jodoh


Dalam kejadian 2:18, Tuhan Allah berfirman: Tidak baik, kalau
manusia itu seorang diri saja, Aku akan menjadikan penolong baginya
yang sepadan dengan dia”. Beranjak dari hal tersebut kita bersama
harus menyoroti maksud dari “penolong Yang sepadan”. Alkitab
mencatat bahwa Allah menciptakan perempuan pertama dari tulang
rusuk Adam (Kej 2:21), Allah membuat tulang rusuk itu menjadi
perempuan.11Dalam penciptaan Allah memiliki tujuan agar Adam
memiliki “penolong yang sepadan” bukan sebagai pembantu atau
menganggap rendah harga diri dan martabat perempuan, melainkan
agar manusia saling bergantung, dan saling melengkapi satu dengan
yang lain (Kej 1:27; 18:4; Ul 33:7).12
Ketika pernyataan ini diperhadapkan dengan konteks Etika
Kristen, perlu dipahami bahwa tidak ada pengaruh Allah dalam
menentukan jodoh seseorang, tetapi yang Tuhan tentukan adalah
persyaratan bagi sebuah pernikahan Kristen yang kudus. Pasang hidup
kita sebenarnya tidak oleh Tuhan siapa orangnya, bahkan Tuhan tidak
menetapkan secara rinci bahwa seseorang itu adalah pasangan hidup
kita. Dalam Matius 19:12 juga terdapat sebuah pengertian yang
menjelaskan penjelasan Tuhan Yesus, bahwa seseorang yang tetap
lajang atau tidak memilih (mencari) jadoh atau hidupnya bisa
disebabkan karena beberapa hal.13
Dan dalam hal lain, banyak orang Kristen memahami bahwa
isteri adalah tulang rusuk suami dengan pemahaman bahwa di dunia
hanya ada satu wanita saja yang merupakan tulang rusuknya, atau
pasangan hidupnya yang dari Tuhan. Namun, dalam  konteks Etika
Kristen hal itu tidak dibenarkan. Hal-hal tersebut dapat kita
bandingkan dengan penjelasan pada 1 Korintus 7:39 bahwa seorang
istri boleh menikah lagi jika suaminya telah meninggal (Bnd Mat
22:24-28). Dari keseluruhan kajian tersebut, terlihat bahwa Tuhan
tidak menetapkan satu rusuk atau satu wanita untuk satu pria tertentu,

10
Dorothy I Marx, Itu kan Boleh, (Bandung: yayasam kalam Hidup, 2002), 43-47
11
T. C. Mitchell, “Hawa” dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid A-L, (Jakarta: YBKF/OMF, 2003),
372
12
C. Barth, Teologi Perjanjian Lama I, (Jakarta: BPK-GM, 2001), 56
13
Erich Urnato, Hidup dalam Etika Kristen, 24
disini bahkan ada kemungkinan tujuan pria menikahi wanita yang
sama.14
Rasul Paulus juga mengatakan bahwa kawin atau tidak kawani
adalah masalah kebebasan kita sendiri (1 Korintus 7:35-36), kata-kata
“dalam kebebasan kamu” dan “jika ia benar-benar merasa” “dan ia
mengkehendakinya”. Ini menunjukkan bahwa menikah dengan
seseorang itu adalah masalah pilihan perasaan dan putusan kita
sendiri.15

III. Kesimpulan
Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa memilih jodoh adalah sebuah
keputusan yang dikembalikan kepada manusia itu sendiri. Adapun yang menjadi
landasan untuk memilih jodoh, ialah kasih. Kasih akan menghantarkan kita
kepada tujuan yang benar untuk memiliki sebuah hubungan, walaupun tiap-tiap
orang berhak menentukan kebebasannya dalam menjalani atau tidak sama sekali
dalam hubungan yang merupakan sebuah proses dalam pemilihan jodoh.

IV. Daftar Pustaka


Barth, C. Teologi Perjanjian Lama I, Jakarta: BPK-GM, 2001
Brownlee,Malcolm, Hai Pemuda, Pilihlah! (menghadapi Masalah-masalah Etika
Pemuda)
Hooper, Doug, Anda adalah apa yang anda pikirkan, Jakarta: Miltra Utama, 2000
Marx, Dorothy I, Itu kan Boleh, Bandung: yayasam kalam Hidup, 2002
Mitchell, T. C. “Hawa” dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid A-L, Jakarta:
YBKF/OMF, 2003
Sidharta, S. Nur, Jodoh Kesaksian 50 Tahun Pernikahan, Jakarta: BPK- GM,
2000
Sihombing, P. M, Etikologi Ilmu Etika, Medan: Media, 1988
Urnato, Erich, Hidup Dalam Etika Kristen, Jakarta: Pustaka Surgawi, 2010
W. J. S., KBBI, Jakarta: Balai Pustakka, 1991
Winarti, Jodoh di Tangan Tuhan, Jakarta: BPK-GM, 1999

14
Ibid, 25

15
Ibid, 26

Anda mungkin juga menyukai