Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konsep diri seseorang adalah penerimaan dirinya sendiri, baik

kelemahan maupun keunggulan yang dimilikinya, baik secara fisik maupun

mental serta pemahama nnya terhadap pergaulan ditengah masyarakat dimana

individu itu berada dan berfungsi sebagai makhluk sosial.

Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan,

pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Definisi lain

menyebutkan bahwa konsep diri merupakan semua perasaan dan pemikiran

seseorang mengenai dirinya sendiri. Konsep diri meliputi kemampuan,

karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan diri.1

Menurut Jalaluddin Rahmat dalam buku Psikologi Komunikasi

mengemukakan konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita, persepsi ini

boleh bersifat psikologis, sosial dan psikis. Konsep diri bukan hanya

gambaran deskriptif tetapi juga penilaian kita.2

Konsep diri mempunyai sifat yang dinamis, artinya tidak luput dari

perubahan. Ada aspek-aspek yang bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu,

namun ada pula yang mudah sekali berubah sesuai dengan situasi sesaat. Dari

berbagai macam sumber pembentukan konsep diri, konsep diri terbentuk

1
Prof . DR. Nina W. Syam, M.S, Psikologi Sosial Sebagai Akar Ilmu Komunikasi
(Bandung : Simbiosa Rekatama Media 2012) hal 55
2
Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi (Jakarta : PT Remaja Rosdakarya 2005)

1
2

bagaimana pemahaman kita mengenai fisik, sosial, kognitif, moral dan

keluarga.3

Pertama dari segi fisik yaitu menyangkut persepsi seseorang tentang

keadaan dirinya secara fisik. Dalam dalam hal ini terlihat persepsi seseorang

terhadap keadaan dirinya (cantik, jelek, menarik atau tidak menarik) dan

keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus). Kedua dari segi sosial

yaitu bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya

dengan orang lain maupun lingkungan disekitarnya, bagaimana dia bergaul di

masyarakat. Yang ketiga dari segi kognitif yaitu bagaimana individu tersebut

apakah dia mempunyai kecerdasan yang bagus atau bagaimana. Dan yang

keempat dari segi moral yaitu persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari

standar perkembangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi

seseorang mengenai hubungan dengan tuhan, kepuasan seseorang tentang

kehidupan agamanya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya meliputi batasan

baik atau buruk. Seterusnya dari segi keluarga yaitu menunjukkan seberapa

jauh seseorang merasa dekat terhadap dirinya sebagai anggota keluarga serta

terhadap fungsi yang dijalankan sebagaimana anggota dari suatu keluarga.

Dari hasil persepsi individu mengenai komponen pembentuk konsep

diri itulah yang melahirkan penilaian individu mengenai konsep dirinya

sendiri, apakah dia memiliki konsep diri positif atau negatif. Konsep diri

sangat mempengaruhi kepribadian seseorang, dengan konsep diri yang

dimiliki seseorang akan bertingkah laku sesuai dengan konsep dirinya.

3
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Jakarta. Rineka Cipta,1990) hal 185
3

Remaja mempunyai konsep dirinya masing-masing saat melakukan

interaksi sosial, apa yang mereka pikirkan tentang dirinya akan tercermin dari

bagaimana mereka berbicara dan bagaimana cara mereka berpenampilan dan

bersikap.

Sebagaimana yang diketahui masa remaja adalah masa peralihan dari

masa anak-anak ke masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal

pubertas sampai tercapainya kematangan, biasanya mulai dari usia 13 tahun

pada pria dan 12 tahun pada wanita.4 Banyak terlihat pada saat sekarang ini

remaja yang sedang berada pada masa pubertas seringkali salah dalam

pergaulan hal ini terbukti dengan maraknya pernikahan dini.

Pernikahan merupakan akat yang menghalalkan pergaulan dan

membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara pria dan wanita
5
yang bukan mahram. Sebagaiman firman Allah SWT dalam surah

an-Nisa’ : 1

           

             

    


Artinya : Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah

menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah

menciptakan isterinya dan dari pada keduanya Allah

memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak

4
Prof.Dr.Mohammad Ali, Psikologi Remaja (Jakarta,PT Bumi Aksara) hal 9
5
Drs. Beni Ahmad Saebani , M.Si, Fiqh Munakahat (Bandung : CV Pustaka Setia 2001)
hal 5
4

dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)

nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah)

hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan

mengawasi kamu.

Akan tetapi pada saat ini yang banyak dijumpai ialah pernikahan

dini terutama pada masyarakat pedesaan. Jika mengacu pada UU Perkawinan

usia ideal itu 21 tahun, namun toleransi bagi yang terpaksa menikah di bawah

usia 21 tahun ada batas 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk

laki–laki dengan persetujuan wali. Jika mengacu pada UU Perlindungan Anak

No. 23 tahun 2002 perkawinan di usia 18 tahun ke bawah termasuk

pernikahan dini.

Berdasarkan hasil observasi awal peneliti pada tanggal 03 Mei 2017 di

Kec. Lareh Sago Halaban, terungkap bahwa terdapat sebagian remaja yang

melakukan pernikahan dini. Peneliti mengamati ada beberapa remaja yang

melakukan pernikahan dini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya

karena kurangnya motivasi dalam melanjutkan pendidikan sehingga mereka

lebih memilih untuk menikah. Faktor lingkungan dimana remaja tersebut

dalam kesehariannya sering bergaul dengan orang-orang yang sudah

menikah, dimana orang tersebut bercerita bahwa menikah itu menyenangkan

sehingga dari hal itulah tumbuh dari diri remaja tersebut rasa ingin menikah,

karena remaja tersebut beranggapan dirinya sudah mampu juga membangun

rumah tangga. Bahkan ada juga karena faktor keluarga dimana keluarganya
5

lebih memilih menikahkan anaknya dari pada menyekolahkan, orangtua

mereka beranggapan sekolah hanya akan menghabiskan uang saja.

Selain observasi peneliti juga melakukan wawancara pada tanggal 04

Mei 2017 dengan Ibu DM salah seorang orangtua dari remaja, Ibu DM

menyatakan “sebenarnya para orangtua enggan untuk menikahkan anak yang

masih sangat muda tersebut, akan tetapi karena ada beberapa hal orangtua

tersebut mempertimbangkan itu semua.

Selain itu pernikahan dini ini yang banyak terjadi karena remaja yang

terjerumus kedalam bergaulan yang bebas. Faktanya di Kec. Lareh Sago

Halaban tercatat ada sekitar lebih kurang 26 remaja yang melakukan

pernikahan dini dalam 2 tahun belakangan ini. Hal lain yang menyebabkan

maraknya terjadi pernikahan dini adalah masih minimnya pengetahuan

remaja mengenai pernikahan dini itu sendiri, kurangnya motivasi dalam

melanjutkan pendidikan baik dari diri remaja tersebut maupun dari orang

tuanya, bahkan pernikahan dini yang terjadi karena keinginan dari orangtua

yang mana orang tua lebih memilih menikahkan anaknya dari pada

menyekolahkannya. Namun disisi lain ada juga remaja yang memang

keinginannya sendiri”.6

Hal ini sesuai dengan hasil wawancara pada tanggal 04 Mei 2017

bersama Bapak MF sebagai Wali Nagari Halaban menyatakan “Pernikahan

dini ini memang sudah menjadi hal yang tabu bagi masyarakat pedesaan,

karena pada masa sebelumnya masyarakat disini memang banyak yang

6
Ibu DM, staff KUA Kec.Lareh Sago Halaban, Wawancara, 04 Mei 2017
6

menikah pada usia yang masih sangat muda, hal itu terjadi karena memang

pendidikan itu kurang bagi mereka. Namun di zaman yang semakin maju

pernikahan dini masih saja tetap terjadi, hal yang menyebabkan pernikahan

ini terjadi karena pergaulan yang terlalu bebas, bahkan faktor keluarga dan

ekonomi juga menjadi penyebab terjadinya pernikahan dini”.7

Oleh karena itu peneliti tertarik meneliti di Kec. Lareh Sago Halaban.

Kabupaten 50 Kota. Berdasarkan fenomena di atas peneliti termotivasi untuk

melakukan penelitian dengan judul : “Profil Konsep Diri Remaja yang

Melakukan Pernikahan Dini di Kec. Lareh Sago Halaban Kabupaten 50

Kota”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan pada latar belakang

penelitian diatas, peneliti menyimpulkan beberapa masalah yang ditemukan

pada Profil Konsep Diri Remaja yang Melakukan Pernikahan Dini di Kec.

Lareh Sago Halaban Kabupaten 50 Kota, sebagai berikut:

1. Sebagian orangtua beranggapan lebih baik menikah pada usia dini dari

pada sekolah.

2. Sebagian remaja kurang memahami dampak dari pernikahan dini.

3. Kurangnya pemahaman orangtua tentang pernikahan dini.

4. Sebagian remaja merasa dirinya sudah pantas untuk berkeluarga.

5. Sebagian remaja terlibat dalam pergaulan bebas yang mengakibatkan

terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

7
Bapak MF, Wali Nagari Halaban, Wawancara, 04 Mei 2017
7

6. Sebagian orangtua beranggapan kalau anaknya tidak dinikahkan maka

akan dikhawatirkan akan melakukan perzinaan.

7. Sebagian remaja terpengaruhi oleh masyarakat yang melakukan

pernikahan dini.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah peneliti paparkan di atas

agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah dan dapat dilaksanakan

secara terstruktur, maka peneliti memberikan batasan masalah pada profil

remaja yang melakukan pernikahan dini di Kec. Lareh Sago Halaban

Kabupaten 50 Kota, meliputi :

1. Gambaran konsep diri fisik remaja yang melakukan pernikahan dini.

2. Gambaran konsep diri moral/etika remaja yang melakukan pernikahan

dini.

3. Gambaran konsep diri keluarga remaja yang melakukan pernikahan dini.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas, maka peneliti

mengemukakan rumusan masalah, bagaimana profil konsep diri remaja yang

melakukan pernikahan dini di Kec. Lareh Sago Halaban Kabupaten 50 Kota,

meliputi :

1. Bagaimana gambaran konsep diri fisik remaja yang melakukan pernikahan

dini ?

2. Bagaimana gambaran konsep diri moral/etika remaja yang melakukan

pernikahan dini?
8

3. Bagaimana gambaran konsep diri keluarga remaja yang melakukan

pernikahan dini?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui gambaran konsep diri fisik remaja yang melakukan

pernikahan dini di Kec.Lareh Sago Halaban Kabupaten 50 Kota.

2. Untuk mengetahui gambaran konsep diri moral/etika remaja yang

melakukan pernikahan dini di Kec.Lareh Sago Halaban Kabupaten 50

Kota.

3. Untuk mengetahui gambaran konsep diri keluarga remaja yang

melakukan pernikahan dini di Kec.Lareh Sago Halaban Kabupaten 50

Kota.

F. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat dan kegunaan penelitian yang peneliti lakukan adalah:

1. Bagi Peneliti

a. Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Strata satu pada Jurusan

Bimbingan Konseling Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

b. Mengembangkan dan mengintergrasikan kemampuan peneliti dalam

karya ilmiah.

2. Bagi Remaja

a. Agar remaja lebih mengetahui konsep dirinya yang melakukan

pernikahan dini.
9

b. Agar remaja mampu menjalankan konsep diri yang dimilikinya

setelah melakukan pernikahan dini.

c. Agar remaja lebih mengutamakan pendidikan dari pada melakukan

pernikahan dini.

3. Bagi Orangtua

a. Agar orangtua mampu memahami pengaruh dari pernikahan dini.

b. Agar orangtua memotivasi anaknya untuk mendapatkan pendidikan

yang baik.

c. Agar orangtua lebih mengutamakan pendidikan bagi anaknya dari

pada menikahkan anaknya.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan nantinya

dalam hal pembaharuan mengenai bagaimana konsep diri remaja yang

telah melakukan pernikahan dini.

G. Penjelasan Judul

Untuk mengarahkan dalam pemahaman dan memudahkan pembaca

dalam memahami maksud yang ada dalam tulisan ini, maka peneliti perlu

untuk memberikan pengertian beberapa istilah yang terdapat dalam judul

penelitian ini, yaitu:

Konsep Diri : Pandangan seseorang tentang dirinya sendiri

yang menyangkut apa yang ia ketahui dan

rasakan tentang prilakunya, isi pikiran dan


10

perasaannya serta bagaimana prilakunya

tersebut berpengaruh pada orang lain.8

Jadi konsep diri disini mengarah kepada

bagaimana seorang individu menilai dan

mengenal dirinya “siapa saya”?

Remaja : Masa peralihan dari masa anak-anak ke masa

dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal

pubertas sampai tercapainya kematangan, mulai

dari usia 13 tahun pada pria dan 12 tahun pada

wanita. 9 Jadi remaja tidak dapat disebut sudah

dewasa tetapi tidak bisa juga disebut anak-anak.

Karena dimasa remaja inilah individu akan

mulai mencari jati dirinya.

Pernikahan dini : Pernikahan yang dilakukan oleh pasangan

yang masih berada di bawah umur 18 tahun.

Jadi pernikahan dini ini merupakan pernikahan

yang dilakukan oleh remaja yang masih

berumur belasan tahun.

8
Djaali. Psikologi Pendidikan ( Jakarta.Program Pasca Sarjana UNJ.2016) hal 166
9
Mohammad Ali.Psikologi Remaja.(JakartaPT Bumi Aksara) hal 9
11

H. Sistematika Penulisan

Agar lebih terarah penulisan proposal ini, maka peneliti akan

menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, identifikasi

masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

kegunaan penelitian, penjelasan judul, sistematika penulisan.

BAB II : Landasan teoritis yang berisikan pengertian konsep diri, proses

pembentukan, dimensi konsep diri, ciri-ciri konsep diri,

komponen konsep diri, isi konsep diri faktor yang

mempengaruhi konsep diri, pengertian remaja, ciri-ciri remaja,

pengertian pernikahan dini, dampak pernikahan dini, penelitian

relevan, kerangka konseptual.

BAB III : Metodologi penelitian yang berisikan jenis penelitian, lokasi

penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data,

metode analisis instrumen, teknik pengolahan data.

BAB IV : Merupakan hasil penelitian yang terdiri dari deskriptif hasil

penelitian dan pembahasan.

BAB V : Merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.


12

BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri seseorang adalah penerimaan dirinya sendiri, baik

kelemahan maupun keunggulan yang dimilikinya, baik secara fisik

maupun mental serta pemahamannya terhadap pergaulan ditengah

masyarakat dimana individu itu berada dan berfungsi sebagai makhluk

sosial.

Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan,

pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Definisi lain

menyebutkan bahwa konsep diri merupakan semua perasaan dan

pemikiran seseorang mengenai dirinya sendiri. Konsep diri meliputi

kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan

diri.10

Konsep diri mencakupi seluruh pandangan individu akan dimensi

fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya dan

kepandaiannya, kegagalannya dan sebagainya. Hal ini akan menentukan

individu dalam kenyataan, dan juga akan menentukan siapa individu itu

menurut pikiran individu sendiri dan akan menjadi apa individu menurut

pikirannya sendiri.

10
Prof . DR. Nina W. Syam, M.S, Psikologi Sosial Sebagai Akar Ilmu Komunikasi
(Bandung : Simbiosa Rekatama Media 2012) hal 55
13

Menurut Jalaludin Rahmat mengemukakan konsep diri adalah

pandangan dan perasaan kita, persepsi ini boleh bersifat psikologis, sosial

dan psikis. Konsep diri bukan hanya gambaran deskriptif tetapi juga

penilaian kita.11

Sedangkan menurut William D. Brooks mengemukakan bahwa

konsep diri merupakan semua persepsi kita terhadap aspek diri yang

meliputi aspek fisik, sosial, psikologis yang didasarkan pada pengalaman

dan interaksi kita dengan orang lain.12

Adapun menurut Hurlock konsep diri merupakan pengertian dan

harapan seseorang mengenai bagaimana dirinya yang dicita-citakan dan

bagaimana dirinya dalam realita yang sesungguhnya, baik secara fisik

maupun psikologisnya. Konsep diri seseorang berkaitan dengan

kepribaadiannya, kepribadian seseorang dapat diamati dari prilakunya

dalam berbagai situasi dari pola reaksinya, sedangkan konsep diri tidak

langsung dapat diamati seperti halnya prilaku ekspresi seseorang. Konsep

diri terlihat dari pola reaksi tetap yang mendasari pola prilku seseorang.

Konsep diri adalah pandangan atau perasaan individu tentang

dirinya sendiri. Persepsi tentang diri kita boleh bersifat psikologis, sosial

dan fisik. 13 Atau dapat diartikan bahwa konsep diri bagaimana individu

mengamati dirinya sendiri, sampailah pada gambaran dan penilaian dari

11
Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi (Jakarta: PT Remaja Rosdakarya 2005)
12
Alex Sobur, Psikologi Umum (Bandung : CV Pustaka Setia 2003)
13
Elida Prayitno Psikologi Perkembangan Remaja (Padang : Jurusan Bimbingan
Konseling FIP UNP.2002 Cet 1) hal 118
14

individu inilah yang disebut konsep diri, konsep diri bukan sekedar

mengamati tapi juga menilai diri kita sendiri.

Konsep diri tidak hanya sekedar apa yang dipersepsi seseorang dan

seperti apa ia, melainkan apa yang terdapat dibalik persepsinya, apa yang

dipikirkannya dan sebagainya. Menurut rogers konsep diri tidak dapat

dipisahkan antara diri pribadi dengan bagaimana ia menghayati dunianya

yang didasarkan pada bagaimana pribadi berpengalaman dengan dunia

lingkungannya dan merupakan suatu keutuhan yang membentuk self atau

self concept.14

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah

pandangan individu mengenai siapa dirinya dan itu dapat diperoleh lewat

informasi yang diberikan orang lain pada diri individu.

2. Proses Pembentukan Konsep Diri

Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa

pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan,

pengalaman dan pola asuh orangtua turut memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap atau respon

orangtua dan lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk

menilai siapa dirinya. Oleh sebab itu seringkali anak-anak yang tumbuh

dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif, atau lingkungan

yang kurang mendukung cendrung mempunyai konsep diri yang negatif.

14
I Nyoman Surna, Psikologi Pendidikan 1 (Jakarta : Erlangga 2014) hal 140
15

Kondisi ini disebabkan sikap orangtua yang misalnya sering marah-

marah, memberi hukuman akibat kekurangan dan lainnya. Akan tetapi jika

lingkungan memberikan sikap yang baik dan positif anak akan merasa

dirinya cukup berharga sehingga tumbuhlah konsep diri yang positif.

Konsep diri ini mempunyai sifat yang dinamis artinya tidak luput dari

perubahan. Dari aspek-aspek yang bisa bertahan dalam jangka waktu

tertentu, ada pula yang mudah sekali berubah sesuai dengan situasi

sesaat.15

Selanjutnya konsep diri terbentuk melalui beberapa tahap sebagai

berikut :

a. Pemekaran diri sendiri (extension of the self) yang ditandai dengan

kemampuan seseorang untuk menganggap orang atau hal lain sebagai

bagian dari dirinya sendiri. Perasaan egoisme berkurang dan tumbuh

perasaan ikut memiliki, salah satu tandanya yang khas adalah

tumbuhnya kemampuan untuk mencintai orang lain dan alam

sekitarnya.

b. Kemampuan untuk melihat diri sendiri (self objectivication) ditandai

dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri

(self insight) dan kemampuan untuk menangkap humor (sense of

humor) termasuk yang menjadikan dirinya sebagai sasaran.

15
Prof. DR. Nina W. Syam M.S, Psikologi Sosial (Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Offset) hal 56-57
16

c. Memiliki filsafah hidup tertentu (unifying philosophy of life) hal ini

dapat dilakukan tanpa perlu merumuskannya dn mengucapkannya

dalam kata-kata.16

Selanjutnya cooley menyatakan konsep diri seseorang diperoleh

dari hasil penilaian atau evaluasi orang lain terhadapnya. Apa yang

dipikirkan orang lain tentang individu menjadi sumber informasi tentang

siapa dirinya, selain itu hasil dari tindakan yang dilakukan juga akan

membentuk konsep diri seseorang.

Jadi dapat disimpulkan bahwa proses pembentukan konsep diri

pada diri seseorang terbentuk dalam waktu yang relatif lama, konsep diri

terbentuk berdasarkan persepsi seseorang terhadap sikap orang lain

terhadap dirinya.

3. Dimensi Konsep Diri

Fitts membagi konsep diri dalam dua dimensi yaitu :

a. Dimensi internal : merupakan pengamatan individu terhadap

keseluruhan dirinya, sebagai suatu kesatuan yang unik dan dinamis,

yang meliputi penghayatan terhadap indentitas dirinya, tingkah laku

dan penilaian terhadap dirinya, terdapat tiga aspek dalam dimensi

internal yaitu :

1) Diri identitas

Ini merupakan aspek yang mendasar dari konsep diri dan mengacu

pada pertanyaan “siapakah saya?” yang mencakup label-label dan

16
Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta : Rajawali Pers) hal 81-82
17

simbol-simbol yang diberikan oleh individu-individu yang

bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun

identitasnya.

2) Diri pelaku

Merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya yang

berisikan segala kesadaran mengenai apa yang dilakukan oleh diri,

selain itu bagian ini berkaitan erat dengan diri identitas.

3) Diri penerimaan atau penilai

Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan

evaluator. Manusia cendrung memberi penilaian terhadap apa

yang dipersepsikannya, oleh karena itu label-label yang dikenakan

pada dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya.

b. Dimensi eksternal : merupakan penghayatan dan penilaian individu

dalam hubungannya dengan dunia sekitarnya. Khususnya dalam

interaksi sosial yang berkaitan dengan peran-peran individu dalam

dirinya, adapun aspek dalam dimensi eksternal diantaranya yaitu :

1) Diri fisik

Keadaan fisik pada masa remaja dipandang sebagai suatu hal yang

penting, namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan

harapannya (ketidaksesuaian antara body image dengan self

picture) dapat menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya

diri. Perkembangan atau pertumbuhan anggota-anggota badan

remaja kadang-kadang lebih cepat daripada perkembangan badan..


18

Oleh karena itu untuk sementara waktu, seorang remaja

mempunyai proporsi tubuh yang tidak seimbang. Hal ini akan

menimbulkan kegusaran batin yang mendalam karena pada masa

remaja ini perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan

dirinya. Jadi remaja sendiri merupakan salah satu penilai yang

penting terhadap badannya sendiri sebagai stimulus sosial. Bila

sang remaja mengerti badannya telah memenuhi persyaratan

sebagaimana yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya, maka

hal ini akan berakibat positif terhadap penilaian diri dan begitu

sebaliknya. Jadi diri fisik disini menyangkut persepsi seseorang

tentang keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat

persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya (cantik, jelek,

menarik atau tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi,

pendek, gemuk, kurus).17

2) Diri etika/moral

Etika adalah sebuah cabang filsafat yang membicarakan tentang

nilai dan norma yang menentukan prilaku individu dalam

hidupnya. Menurut Bertens etika mempunyai tiga arti yaitu :

a) Etika dalam arti nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi

pegangan bagi individu dalam mengatur tingkah lakunya.

b) Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral.

c) Etika dalam arti ilmu tentang baik dan buruk.

17
Hendriati Agustiani, Psikologi Perkembangan (Bandung : PT Refika Aditama, 2006)
hal 139
19

Istilah moral kadang-kadang dipergunakan sebagai kata yang

sama artinya dengan etika. Moral berasal dari bahasa latin Mos (adat

istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan), mores (adat

istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak, cara hidup). Etika dan moral

mempunyai fungsi yang sama yaitu memberi orientasi bagaimana

seseorang harus melangkah dalam hidup. Dan juga moral dan etika

saling berkaitan karena berbicara moral sudah tentu berbicara


18
tentang etika dan begitu sebaliknya. Jadi secara umum diri

etika/moral mengacu pada persepsi seseorang terhadap dirinya

dilihat dari standar perkembangan nilai moral dan etika. Hal ini

menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan tuhan,

kepuasan seseorang tentang kehidupan agamanya dan nilai-nilai

moral yang dipegangnya meliputi batasan baik atau buruk.

3) Diri keluarga

Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama

bagi anak. Selain itu keluarga jugamerupakan fondasi primer bagi

perkembangan dan pembentukan kepribadian anak. Kehidupan

dalam keluarga banyak dipengaruhi oleh proses interaksi dan

fakto-faktor tertentu yang memunculkan pola prilaku sehari-hari

dengan anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan tempat

anak untuk menghabiskan sebagian besar waktu dalam

kehidupnya, maka suasana psikologis keluarga akan tampak dalam

18
Dr. Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak (Jakarta : PT Bumi Aksara) hal 27-28
20

hubungan sikap dan prilaku antara kedua orangtua dan prilaku

orangtua terhadap anak. 19 Hal ini menunjukkan seberapa jauh

seseorang merasa dekat terhadap dirinya sebagai anggota keluarga

serta terhadap fungsi yang dijalankan sebagaimana anggota dari

suatu keluarga.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

seseorang dimensi konsep diri terdiri dari dimensi internal dan

eksternal, yang mana dimensi internal mencakup bagaimana

seseorang mengamati dirinya yang mengacu kepada “siapa saya”.

Sedangkan dimensi eksternal mengacu pada penilaiannya dalam

hubungannya dengan dunia sekitarnya terutama yang berkaitan

dengan peran dalam dirinya.

4. Jenis-jenin Konsep Diri

Adapun jenis konsep diri terdiri dari dua jenis yaitu :

a. Konsep Diri Positif

Seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat lebih

optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap

segala sesuatu termasuk terhadap kegagalan yang dialaminya.

Kegagalan bukan dipandang sebagai kematian melainkan sebagai

penemuan dan pelajaran berharga untuk melangkah kedepan. Orang

dengan konsep diri positif akan mampu menghargai dirinya dan

melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan

19
Kusdwiratri Setiono, Psikologi Keluarga (Bandung : PT Alumni, 2011) hal 24
21

di masa yang akan datang. 20 Dapat disimpulkan bahwa konsep diri

positif adalah penilaian diri positif dengan frekuensi tinggi yang

kombinasikan dengan penilaian diri negatif yang rendah. Diri positif

juga berupa penerimaan diri, seseorang merasa sanggup memperbaiki

dirinya tentang aspek kepribadian yang tidak disenangi dan ia

berusaha untuk mengubahnya.

b. Konsep Diri Negatif

Seseorang memiliki konsep diri negatif apabila pengetahuan

mengenai dirinya sendiri yang sedikit. Seseorang dikatakan

mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang

bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa,

tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap

hidup.21

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri

positif merupakan penerimaan diri dan bagaimana seseorang mampu

memperbaiki dirinya, sedangkan seseorang yang menganggap dirinya

lemah dan tak berdaya merupakan konsep diri negatif karna seseorang

tersebut pasrah akan keadaannya.

20
Prof . DR. Nina W. Syam, M.S, Psikologi Sosial Sebagai Akar Ilmu Komunikasi
(Bandung : Simbiosa Rekatama Media 2012) hal 55
21
Prof . DR. Nina W. Syam, M.S, Psikologi Sosial Sebagai Akar Ilmu Komunikasi
(Bandung : Simbiosa Rekatama Media 2012) hal 55-56
22

5. Ciri – ciri Konsep Diri

Menurut Brooks dan emmert dalam Safitri Rahmadani membagi

beberapa ciri-ciri orang dengan konsep diri positif dan negatif yaitu :

a. Ciri-ciri individu yang memiliki konsep diri positif diantaranya :

1) Mereka yakin akan kemampuannya mengatasi masalah.

2) Mereka merasa setara dengan orang lain.

3) Punya rasa malu.

4) Punya pendirian dan nilai-nilai hidup positif.

5) Mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan.

6) Mereka menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai

perasaan, keinginan dan prilaku yang tidak seluruhnya disetujui

masyarakat.

7) Mereka mampu memperbaiki dirinya karena mereka sanggup

mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak

disenanginya, dan berusaha mengubahnya.

8) Individu mampu menerima dirinya sendiri, bahwa orang dengan

konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik.

9) Punya cita-cita dan tujuan hidup yang jelas.

b. Ciri-ciri individu yang memiliki konsep diri negatif diantaranya :

1) Individu peka terhadap kritikan orang lain, bagi individu ini

kritikan adalah ejekan untuk merendahkan harga dirinya.

Individu ini tidak tahan terhadap kritik, dan cendrung marah,

mempertahankan pendapat dengan logika yang keliru.


23

2) Individu sangat responsif terhadap pujian, dan beraksi secara

berlebihan waulaupun berusaha tidak diperlihatkan.

3) Individu sangat hiperkritis terhadap orang lain, ia banyak

mengeluh, mencela dan meremehkan prestasi orang lain.

4) Mereka tidak pandai mengungkapkan penghargaan dan

pengakuannya terhadap prestasi orang lain.

5) Cendrung merasa tidak disenangi orang lain, akhirnya mereka

merasa tidak diperhatikan. Sehingga mudah bereaksi terhadap

orang lain sebagai musuh. Bahkan dia kurang mampu

menunjukkan sikap yang hangat dan bersahabat dengan orang

lain, sehingga dia tidak mampu membangun relasi dengan baik.

6) Individu yang mempunyai konsep diri negatif cendrung bersikap

pesimis terhadap masa depan atau persaingan.

7) Pandangan seseorang terhadap dirinya tidak teratur, tidak

memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri.

8) Pandangan terhadap diri seseorang yang terlalu kaku, sehingga

tidak memiliki kategori mental yang dapat dikaitkannya dengan

informasi yang bertentangan dengan dirinya.

9) Merasa diri tidak berharga, apapun yang diperoleh tampaknya

tidak berharga dibandingkan dengan apa yang diperoleh oleh

orang lain.22

22
Safitri Rahmadani, Positive Komunication (Jakarta : Smartbooks Diglossia Media
2006) hal 88-90
24

Berdasarkan ciri-ciri di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang

memiliki ciri-ciri konsep diri positif apabila ia merasa yakin akan

kemampuannya mengatasi masalah. Ia dapat mengenal dirinya dengan

baik sehingga bisa menerima dirinya apa adanya. Sedangkan orang yang

memiliki ciri-ciri konsep diri negatif dikatakan bahwa ia cendrung

bersikap pesimis terhadap apapun yang dilakukan.

6. Isi Konsep Diri

Isi dari konsep diri bersifat relatif, artinya isi konsep diri selalu

berkembang meluas sesuai dengan tingkat usia. Isi dari konsep

diriseseorang mencakup beberapa hal diantaranya :

a. Karakteristik fisik yaitu konsep diri yang berhubungan dengan

karakteristik yang termasuk didalamnya penampilan secara umum.

b. Penampilan secara berpakaian, model rambut dan make up.

c. Sekolah dan pelajaran sekolah yaitu konsep diri berhubungan dengan

kegiatan sekolah dan pelajaran sekolah.

d. Status intelektual, konsep diri yang berhubungan dengan kecerdasan

e. Sikap hubungan sosial keluarga, isi konsep diri berhungan dengan

bagaimana interaksi dengan lingkungan.

f. Kesehatan dan kondisi fisik.

g. Rumah dan hubungan keluarga.23

23
R. B. Burns, Konsep Diri ( Jakarta : Arcan 1993) hal 209-210
25

7. Komponen Konsep Diri

Menurut jalaludin Rahmat pada dasarnya konsep diri memiliki tiga

komponen yaitu :

Komponen perseptual sering disebut konsep diri fisik yaitu citra

yang dimiliki seseorang terhadap penampilan jasmaniahnya dan kesan

yang ditimbulkannya terhadap orang lain.

a. Komponen konseptual yaitu kemampuan konsepsi seseorang tentang

ciri-ciri khusus, kemampuan dan ketidakmampuannya, latar belakang

hari depannya dan sebagainya.

b. Komponen sikap yaitu perasaan yang dimiliki seseorang terhadap

dirinya sendiri.24

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri yang

terbentuk pada seseorang terdapat beberapa komponen yang mana

individu tersebut memandang dirinya secara fisik, psikologis, dan sikap.

Jadi dari komponen konsep diri tersebut terbentuklah konsep diri yang

positis dan negatif.

8. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Berbagai faktor dapat mempengaruhi proses pembentukan konsep

diri seseorang. Secara umum konsep diri dipengaruhi oleh orang lain dan

kelompok rujukan. Manusia mengenal dirinya secara kodrati didahului

oleh pengenalan terhadap orang lain terlebih dahulu, namun tidak semua

24
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung : Remaja Rosdakarya Offset
2007) hal 11-12
26

orang mempunyai pengaruh yang sama. Namun secara detail konsep diri

dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :

a. Pola asuh orangtua

Pola asuh orangtua seperti sudah menjadi faktor sigifikan dalam

mempengaruhi konsep diri yang terbentuk. Sikap positif orangtua

yang terbaca oleh anak akan menumbuhkan konsep dan pemikiran

yang positif serta sikap menghargai diri sendiri. Sikap negatif

orangtua akan mengundang pertanyaan pada anak dan menimbulkan

asumsi bahwa dirinya tidak cukup berharga untuk disayangi dan

dihargai.

b. Kegagalan

Kegagalan yang terus menerus dialami seringkali menimbulkan

pertanyaan kepada diri sendiri dan berakhir dengan kesimpulan bahwa

semua penyebabnya terletak pada kelemahan diri. Kegagalan

membuat orang merasa dirinya tidak berguna.

c. Depresi

Orang yang sedang mengalami depresi akan mempunyai

pemikiran yang cendrung negatif dalam memandang dan merespon

segala sesuatu termasuk menilai diri sendiri. Segala situasi atau

stimulus yang netral akan dipersepsi secara negatif.

d. Kritik internal

Terkadang mengkritik diri sendiri memang dibutuhkan untuk

menyadarkan seseorang akan perbuatan yang telah dilakukan. Kritik


27

terhadap diri sendiri sering berfungsi menjadi regulator atau rambu-

rambu dalam bertindak dan berprilaku agar keberadaan kita diterima

oleh masyarakat dan dapat beradaptasi dengan baik.25

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwasannya

banyak faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang, mulai dari

faktor yang berasal dari diri sendiri seperti keadaan fisik, keluarga,

lingkungan dan lain-lainnya.

B. Remaja

1. Pengertian remaja

Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke

masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai

tercapainya kematangan, biasanya mulai dari usia 13 tahun pada pria dan

12 tahun pada wanita. 26 Rentang usia remaja dapat di bagi menjadi tiga

bagian yaitu:

a. Remaja awal usia 12-15 tahun

Masa praremaja biasanya berlangsung hanya dalam waktu relatif

singkat. Masa ini ditandai oleh sifat-sifat negatif pada remaja tersebut

sehingga seringkali masa ini disebut masa negatif dengan gejala

seperti tidak senang, kurang suka bekerja.

b. Remaja madya usia 15-18 tahun

Pada masa ini mulai tumbuh da lam diri remaja dorongan untuk hidup,

kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan


25
Prof . DR. Nina W. Syam, M.S, Psikologi Sosial Sebagai Akar Ilmu Komunikasi
(Bandung : Simbiosa Rekatama Media 2012) hal 58-59
26
Prof.Dr.Mohammad Ali, Psikologi Remaja (Jakarta,PT Bumi Aksara) hal 9
28

menolongnya, teman yang dapat turut merasakan suka dan dukanya.

Pada masa ini di sebut masa mencari sesuatu yang dapat dipandang

bernilai, pantas dijunjung tinggi dan dipuja-puja.

c. Remaja akhir usia 19-21 tahun

Setelah remaja dapat menentukan pendirian hidupnya, pada dasarnya

telah tercapailah masa remaja akhir dan telah terpenuhi tugas

perkembangan masa remaja, yaitu menemukan pendirian hidup dan

masuklah individu ke dalam masa dewasa.27

Menurut hukum amerika serikat saat ini, individu dianggap dewasa

apabila telah mencapai usia 18 tahun, dan bukan pada usia 21 tahun seperti

ketentuan sebelumnya. Pada usia ini umumnya anak sedang duduk

dibangku sekolah menengah.

Perkembangan lebih lanjut istilah adolescence sesungguhnya

memiliki arti yang luas mencakup kemantangan mental, emosional, sosial,

dan fisik. Pandangan ini dukung oleh piaget yang menyatakan bahwa

secara psikologis, remaja adalah suatu usia di mana individu menjadi

terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak

merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua

melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Memasuki masyarakat

dewasa ini mengandung banyak aspek afektif, lebih atau kurang dari usia

pubertas.

27
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Prenadamedia Group 2011)hal 236-
237
29

Pada tahap ini remaja sedang mengalami perkembanhgan pesat

dalam aspek intelektual. Tranformasi intelektual dari cara berfikir remaja

ini memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya

ke dalam masyarakat dewasa, tapi juga merupakan karakteristik yang

paling menonjol dari semua periode perkembangan.

Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas, mereka

sudah tidak termasuk golongan anak-anak lagi, tetapi belum juga dapat

diterima secara penuh untuk masuk kegolongan orang dewasa. Remaja ada

diantara anak dan orang dewasa, oleh karena itu remaja seringkali dikenal

dengan Fase “mencari jati diri“ remaja masih belum mampu menguasai

dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya.28

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwasannya remaja

merupakan individu yang berusia 12 sampai 21 tahun, masa remaja sering

dianggap sebagai masa yang paling rawan dalam proses kehidupan,

dimana masa ini menjadi masa-masa menyenangkan bagi remaja tersebut.

2. Ciri-ciri masa remaja

Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang

kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu seperti :

a) Masa remaja sebagai periode yang penting.

b) Masa remaja sebagai periode peralihan.

c) Masa remaja sebagai periode perubahan.

d) Masa remaja sebagai usia bermasalah.

28
Prof.Dr.Mohammad Ali, Psikologi Remaja (Jakarta,PT Bumi Aksara) hal 9-10
30

e) Masa remaja sebagai masa mencari identitas.

f) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan.

g) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik.

h) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.29

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwasannya masa

remaja sebagai periode peralihan yaitu peralihan dari masa kanak-kanak

ke masa dewasa, dimana pada masa ini perubahan yang cepat terjadi

pada remaja adalah perubahan fisiknya, dan juga pada masa ini remaja

berada pada tahap yang tidak stabil.

3. Tugas Perkembangan Remaja

Adapun tugas-tugas perkembangan remaja adalah sebagai berikut:

a) Menerima fisiknya sendiri berikut keberagaman kualitasnya.

b) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang

mempunyai otoritas.

c) Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar

bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual

atau kelompok.

d) Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.

e) Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap

kemampuannya sendiri.

f) Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atau dasar

skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup.

29
Elizabeth B . Hurlock, Psikologi Perkembangan (Jakarta : Erlangga 1980) hal 207
31

g) Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuain diri (sikap/prilaku)

kekanak-kanakan.30

h) Mencapai kemandirian emosional.

i) Mencapai kemandirian ekonomi.

j) Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan

untuk memasuki dunia dewasa.

k) Mempersiapkan diri memasuki perkawinan.

l) Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan

keluarga.31

m) Mencapai kematangan berperilaku etis.

n) Mencapai kematangan intelektual.32

o) Memilih dan mempersiapkan karir (pekerjaan).

p) Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang

diperlukan bagi warga negara.

q) Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.

r) Mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.33

30
Yudrik Jahja. Psikologi Perkembangan (Jakarta. Prenadamedia Grup 2011) hal 238
31
Mohammad Ali, Psikologi Remaja (Jakarta : PT Bumi Aksara) hal 10
32
Syamsu Yusuf & Nani M. Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada 2011) hal 16
33
DR. H. Syamsu Yusuf LN., M.Pd, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja
(Bandung : PT Rosdakarya 2008) hal 83
32

C. Pernikahan Dini

1. Pengertian Pernikahan Dini

Pernikahan dini adalah pernikahan di bawah usia yang seharusnya

belum siap untuk melaksanakan pernikahan. Sehinga seharusnya

pernikahan dilakukan pada saat remaja sudah memasuki usia dewasa,

karena ketidaksiapan dalam pernikahan berdampak pada kehidupan

berumah tangga. Kurangnya pendidikan dapat memicu terjadinya

pernikahan usia dini, karena tanpa dibekali pendidikan yang cukup remaja

tidak bisa berpikir panjang dalam menentukan pilihan sehingga memilih

untuk cepat-cepat menikah.

Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan remaja di bawah

usia 20 tahun yang belum siap untuk melaksanakan pernikahan (Kusmiran

: 2011)

Adapun pengertian pernikahan dini secara umum, pernikahan dini

merupakan instituisi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang

masih remaja dalam satu ikatan keluarga.

2. Faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Dini

Menurut para ahli ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pernikahan dini yaitu :

a. Faktor ekonomi

Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di

garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak

wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.


33

b. Faktor Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak

dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan

anaknya yang masih dibawah umur.

c. Faktor orang tua

Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran

dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan

anaknya.

d. Faktor media masa

Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja modern

kian permisif terhadap seks.

e. Faktor adat

Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya

dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan.

f. Faktor agama yang kurang kuat

Sedikitnya pengetahuan tentang hukum-hukum Agama yang kurang

dimengerti oleh anak-anak remaja sekarang, sehingga begitu dengan

mudahnya mereka berbuat hal-hal di luar batas kewajarannya.34

D. Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Annisa Ulfadilla tahun 2016 dengan judul

Hubungan Konsep Diri dengan Kesiapan Kehidupan Berumah Tangga

34
Syafiq Hasyim, Menakar Harga Perempuan....hal 143-144
34

Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2013 IAIN Bukittinggi.

Diketahui hasilnya adalah terhadap hubungan yang signifikan antara

konsep diri dengan kesiapan kehidupan berumah tangga mahasiswa

Bimbingan dan Konseling IAIN Bukittinggi. Hasil uji korelasi diketahui

rhitung sebesar 0,475 rtabel dengan degree of freedom (DF) 67 diperolehangka

0,244 pada taraf signifikan 0,05. Dapat diketahui bahwa angka indeks

korelasi (rxy) 0,475 dan rhitung > dari pada rtabel yaitu 0,244 yang berarti Ho

ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh

gambaran bahwa terdapat hubungan dalam korelasi sedang. Dari hasil

penelitian ini diharapkan kepada mahasiswa Bimbingan dan Konseling

angkatan 2013 agar membentuk konsep diri yang positif dengan cara

menjadi diri sendiri dan mengembangkan pemikiran positif terutama

terhadap diri sendiri sehingga dapat menyiapkan kehidupan berumah

tangga dengan matang.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Adellinda tahun 2017 dengan judul Konsep

Diri Pasangan yang Bercerai di Kecamatan Canduang. Diketahui hasilnya

konsep diri pasangan yang bercerai adalah tidak semua orang yang

bercerai itu memiliki konsep diri yang negatif seperti menganggap dirinya

lemah, tidak berdaya dan tidak disukai, namun masih ada diantara mereka

yang memiliki konsep diri yang positif seperti percaya diri.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Fera Yulia tahun 2015 dengan judul

Konsep Diri Anak Panti Asuhan Muhammadiyah Cingkariang. Diketahui

hasilnya bahwa pengetahuan terhadap diri sendiri yang meliputi watak


35

kepribadian, sikap, kemampuan, kecakapan, gambaran tentang diri dan

perbandingan dengan orang lain diperoleh rata-rata 2,57 dengan kategori

kurang baik, harapan terhadap diri sendiri yang meliputi akan menjadi apa

dimasa yang akan datang dan penghargaan terhadap diri sendiri diperoleh

rata-rata 3,16 dengan kategori cukup baik dan penilaian terhadap diri

sendiri yang meliputi menyukai diri, apa yang yang akan kerjakan, akan

kemana dirinya dan harga diri diperoleh rata-rata 3,07 dengan kategori

cukup baik. Dari hasil rata-rata di atas secara keseluruhan dapat

disimpulkan bahwa konsep diri anak panti asuhan Muhammadiyah

Cingkariang tergolong cukup baik dengan diperoleh rata-rata 2,93.

E. Kerangka Konseptual

Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana

teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai

masalah yang penting.35


Dimensi Eksternal (Hendriati
Agustiani, 2006) :
konsep diri remaja 1. Diri Fisik
yang melakukan 2. Diri Etika/Moral
pernikahan dini 3. Diri Keluarga

Gambar 1

Berdasarkan kerangka konseptual di atas peneliti jelaskan bahwa

maksud dari penelitian ini untuk melihat konsep diri fisik, etika/moral dan

keluarga remaja yang melakukan pernikahan dini.

35
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung :
ALFABETA, 2011) hal 60
36

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang peneliti lakukan pada penelitian ini yaitu

penelitian lapangan (field research) yaitu mengumpulkan data langsung dari

lokasi penelitian.36 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kuantitatif yang bersifat deskriptif, artinya penelitian ini

dilakukan dengan melihat gejala yang terjadi pada suatu tempat dan dianalisis

dengan menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan apa


37
adanya. Penelitian deskriptif kuantitatif bertumpu sangat kuat pada

pengumpulan data berupa angka dari hasil pengukuran. Karena itu data yang

terkumpul harus diolah secara statistik agar dapat ditaksir dengan baik konsep

diri fisik, etika/moral dan keluarga remaja yang melakukan pernikahan dini.

B. Pemilihan lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini merupakan tempat dimana suatu penelitian

dilakukan. Dalam hal ini peneliti mengadakan penelitian yaitu di Kecamatan

Lareh Sago Halaban yang berlokasi di Kabupaten 50 Kota. Adapun alasan

peneliti menetapkan lokasi penelitian ini disebabkan di Kecamatan Lareh

Sago Halaban Kabupaten 50 Kota sebagian remaja masih melakukan

pernikahan dini dan peneliti menemukan fenomena-fenomena yang menjadi

permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut.

36
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2009), hal. 5
37
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 197
37

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau

subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. 38 Adapun populasi dalam penelitian ini adalah remaja

yang melakukan pernikahan dini di Kecamatan Lareh Sago Halaban

Kabupaten 50 Kota. Keseluruhan populasi penelitian dapat dilihat pada

tabel 1 berikut:

Tabel 3.1
Populasi
Remaja yang Melakukan Pernikahan Dini Kec.Lareh Sago Halaban
No Usia Laki-laki Perempuan Jumlah
1 15 tahun _ 1 1

2 16 tahun _ 2 2

3 17 tahun _ 7 7

4 18 tahun 2 14 16

Jumlah 2 24 26

Jadi dapat disimpulkan bahwa peneliti mengambil jumlah

populasinya 26 orang remaja.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

populasi.39 Karena jumlah sampel dalam penelitian kurang dari 100 yaitu

38
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung : Alfabeta, 2009),
hal 117
39
Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, ...., hal 118
38

26 orang, maka peneliti mengambil keseluruhannya dengan cara total

sampling yaitu teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama

dengan jumlah populasi. Alasan mengambil total sampling karena jumlah

populasi yang kurang dari 100 dan seluruh populasi dijadikan sampel

penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data

dengan menggunakan angket. 40 Angket merupakan cara pengumpulan

data berbentuk pengajuan tertulis melalui sebuah daftar pertanyaan yang

sudah dipersiapkan sebelumnya.

Angket yang digunakan yaitu angket dengan skala Likert, dimana

angket ini biasanya digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan

persepsi seseorang terhadap fenomena sosial. Sub-sub variabel dalam

penelitian ini yaitu:

Sub-sub variabel di atas dijabarkan kedalam indikator, kemudian

disusun butir-butir (item) yang berupa pertanyaan. Setiap responden

dapat memilih jawaban dengan cara melingkari salah satu pilihan

jawaban yang telah disediakan.

Dengan menggunakan kategori alternatif jawaban, pemberian skor

pada tiap-tiap alternatif jawaban dengan memperhatikan pernyataan

40
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian ... , hal 136
39

positif dan negatif. Skor untuk tiap-tiap pernyataan dapat dilihat pada

tabel 2 berikut:

Tabel 3.2
Skor Alternatif Jawaban
Alternatif Jawaban Skor
Responden Positif Negatif
5 1
Sangat Sesuai (SS)
4 2
Sesuai (S)
3 3
Kurang Sesuai (KS)
2 4
Tidak Sesuai (TS)
1 5
Sangat Tidak Sesuai
(STS)
Item pernyataan pada instrument ini mengandung pernyataan

positif dan negatif, dengan skor 5, 4, 3, 2, 1 untuk pernyataan positif dan 1,

2, 3, 4, 5 untuk pernyataan negatif. Penyusunan angket penelitian ini

disesuaikan dengan indikator masing-masing variabel.

2. Validasi Instrumen

Pengujian validitas yang peneliti lakukan adalah validitas isi.

Validitas ini merupakan validitas yang menunjukkan sejauh mana

pertanyaan, tugas atau butir dalam suatu instrumen mampu mewakili

secara keseluruhan dan proposional perilaku sampel yang dikenai

instrumen tersebut. Artinya instrumen itu valid apabila butir-butir

instrumen itu mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang diujikan

atau yang seharusnya dikuasai secara proposional.

Untuk menguji tingkat kevalidtan instrumen, peneliti menggunakan

dua cara uji coba validitas yaitu:


40

a. Pengujian Validitas Konstruksi (Construct Validity)

Validitas Konstruksi ini dilakukan dengan menggunakan

pendapat ahli (Judgement experts) dan para ahli diminta

pendapatnya tentang instrument yang telah disusun. 41 Hasil dari

validasi dapat berupa perubahan tata bahasa, tata letak kata atau

lainnya sesuai dengan pendapat ahli. Dalam melakukan validitas ini

peneliti meminta kepada Ibu Rahmawati Wae, M.Pd, Ibu Zhubaidah,

M.Pd dan Bapak Muhaddinur Kamal, M.Pd. Hasil validasi dari Ibu

Rahmawati Wae, M.Pd terdapat beberapa masukan dan perbaikan

yang disarankan yaitu perbaikan beberapa item dan mengurangi item

yang sama. Hasil validari dari Ibu Zhubaidah, M.Pd mengubah

beberapa kata yang ganda dan memperbaiki tata bahasa yang benar,

dan hasil dari Bapak Muhiddinur Kamal, M.Pd juga ada sedikit

masukan mengenai penulisan. Berdasarkan hasil validasi angket

tersebut, maka peneliti dengan melakukan sedikit revisi dapat

melanjutkan untuk melaksanakan uji coba angket.

b. Validitas Empirik (Empiric Validit)

Suatu instrumen dinyatakan valid setelah dilakukan uji coba

instrumen. 42 Uji coba instrument dilakukan kepada remaja di luar

sampel penelitian yaitu 30 orang. Setelah data terkumpul dilakukan

penghitungan uji coba menggunakan SPSS 22.

41
Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, ...., hal 125
42
Suharsimi Arikonto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,....,h.145
41

Adapun hasil validitas empiris ini yaitu:

Tabel 3.3
Tabel validasi empiris
No Variabel Item Valid Item tidak
valid
1 Konsep Diri 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,10, 20, 27, 33
11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 39, 40, 42
18, 19, 21, 22, 23, 24, 25, 46, 47
26, 28,29,30,31,32,34,35,
36,37,38,41,43,44,45,46,
47, 48, 49, 50, 51, 52, 53,
54, 55, 56, 57, 58, 59, 60,
61, 62, 63
Jumlah 55 8

3. Reliabilitas Instrumen

Suatu instrumen penelitian dikatakan realibel jika pengukurannya

konsisten dan cermat akurat. Jadi uji reliabilitas instrumen dilakukan

dengan tujuan untuk mengetahui konsisten dari instrumen sebagai alat

ukur. Sehingga pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat

dipercaya, apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap

kelompok subjek yang homogen diperoleh hasil yang relatif sama, selama

aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Uji

reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach

dengan bantuan SPSS 22. 43 Adapun rumus yang digunakan sebagai

berikut:

 k    b 
2
r11   1  2 
 k  1  t 

43
Sam bas Ali Muhidin dan Maman Abdurrahman, Analisis Korelasi, Regresi dan Jalur
dalam Penelitian, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal.37
42

Keterangan
r11 = reabilitas instrumen
k = banyaknya pertanyaan dan butir soal
  b2 = jumlah varians skor tiap item
 t2 = varians total

Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas

intrumen penelitian ini. Sehingga dapat diketahui bahwa instrumen konsep

diri remaja yang melakukan pernikahan dini reliabel.

Tabel 3.4
Hasil Uji Reliabelitas Instrumen
Variabel Banyak Alpha Keterangan
Butir Cronbach
Konsep diri remaja yang 63 0,954 Sangat
melakukan pernikahan dini Reliabel

E. Teknik Pengolahan Data

Menurut Syofian Siregar pengolahan data adalah suatu proses dalam

memperoleh data ringkasan dengan menggunakan cara- cara atau rumusan

tertentu.

Pengolahan data meliputi kegiatan sebagai berikut:

1. Editting

Proses pengecekkan atau memeriksa data yang telah berhasil dikumpulkan

dengan tujuan untuk mengoreksi kesalahan dan kekurangan data, berkaitan

dengan kelengkapan isian.


43

2. Coding

Merupakan suatu proses penyusunan secara sistematis data mentah (yang

ada dalam angket) ke dalam bentuk yang mudah dibaca. 44 Jawaban-

jawaban dari responden akan diklasifikasikan ke dalam kelas-kelas dengan

cara memberi tanda atau kode pada masing-masing jawaban.

3. Tabulasi

Proses penempatan data kedalam bentuk tabel yang telah diberi kode

sesuai dengan kebutuhan analisis.

4. Mean

yaitu jumlah seluruh data dibagi dengan jumlah data. Rata- rata dapat

dicari dengan data tunggal maupun data kelompok, dengan rumus sebagai

berikut:

X = ∑x
N
Keterangan:
X = Rata- rata hitung
∑x = Jumlah Skor
N = Banyak subjek
5. Menentukan Persentase dan skor dengan menggunakan rumus:

% Skor = Skor nyata


x 100
Skor ideal

Keterangan:
Skor nyata = skor yang diperoleh
Skor ideal = skor tertinggi

44
Bambang Prasetyo, lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2012), h. 171
44

6. Interpretasi data

Untuk melihat konsep diri remaja yang melakukan pernikahan dini dan

pedoman dalam mengambil kesimpulan berdasarkan kriteria.

Tabel 3.5
Pedoman Interpretasi Angket45
Kategori Variabel Konsep Diri Remaja Persentase
yang Melakukan Pernikahan Dini

Sangat Tinggi 81 – 100 %

Tinggi 61 – 80 %

Sedang 41 – 60 %

Rendah 21 – 40 %

Sangat rendah 0 – 20 %

7. Standar Deviasi

SD =√∑X2 ,
N
Keterangan:

SD = Standar Deviasi
∑X2 , = Jumlah semua deviasi, setelah mengalami proses
penguadratan terlebih dahulu
N = Namber of cases

8. Range/ jangkauan

Selisih nilai maksimum dengan nilai minimum dalam suatu kumpulan

data, dengan rumus sebagai berikut:

45
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 89
45

R= H-L

Keterangan:
R = Range
H = Skor atau nilai tertinggi
L = Skor atau nilai terendah
46

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

Untuk mengetahui hasil deskripsi penelitian tentang Konsep Diri Remaja

yang Melakukan Pernikahan Dini di Kecamatan Lareh Sago Halaban

Kabupaten 50 Kota maka dapat peneliti jabarkan hasil penelitian yang

peneliti laksanakan. Peneliti mengumpulkan data menggunakan angket yang

dibagikan kepada sampel penelitian yaitu remaja yang melakukan pernikahan

dini di Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten 50 Kota. Angket yang

peneliti sebar menggunakan skala likert yang terdiri dari pernyataan positif

dan negatif.

1. Diri Fisik

Diri fisik disini menyangkut persepsi seseorang tentang keadaan

dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang terhadap

keadaan dirinya (cantik, jelek, menarik atau tidak menarik) dan keadaan

tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus).

Tabel 4.1
Persepsi Remaja tentang Penerimaan Bentuk Tubuhnya (N= 26)

No Item pernyataan Skor Ket


Mean %
1 Saya menerima bentuk tubuh saya setelah 2,65 51 S
menikah
2 Saya menjaga dengan baik keadaan fisik saya 2,5 49 S
setelah menikah
47

3 Saya suka bentuk tubuh saya setelah menikah 2 48 S


4 Saya ingin mengubah beberapa bagian dari 1,9 38 R
bentuk tubuh saya setelah menikah
5 Saya merasa malu dengan bentuk tubuh saya 2,1 42 S
setelah menikah
6 Saya sering membandingkan bentuk tubuh 2 39 R
saya dengan orang lain setelah menikah
Rata- rata keseluruhan 2,19 45 S
Catatan : S : Sedang
R : Rendah

Berdasarkan tabel 4.1 di atas pada item nomor 1 sebanyak 53%

remaja yang melakukan pernikahan dini menerima bentuk tubuhnya setelah

menikah. Pada item nomor 2 sebanyak 49% remaja yang melakukan

pernikahan dini menjaga dengan baik keadaan fisik. Pada item nomor 3

sebanyak 48% remaja yang melakukan pernikahan dini yang suka bentuk

tubuhnya setelah menikah. Pada item nomor 4 sebanyak 38% remaja ingin

mengubah beberapa bentuk tubuhnya setelah menikah. Item nomor 5

sebanyak 42% remaja yang melakukan pernikahan dini merasa malu dengan

bentuk tubuhnya setelah menikah. Dan pada item nomor 6 sebanyak 39%

remaja yang melakukan pernikahan dini sering membandingkan bentuk

tubuhnya dengan orang lain. Maka dapat disimpulkan persepsi remaja yang

melakukan pernikahan dini mengenenai penerimaan bentuk tubuhnya setelah

menikah secara keseluruhan sebanyak 45% dengan kategori Sedang.

Tabel 4.2
Menyangkut Bagaimana Penampilan (N=26)

No Item pernyataan Skor Ket


Mean %
7 Saya memiliki penampilan yang rapi serta 2,5 50 S
menarik setelah menikah
8 Saya sangat berhati-hati dalam menjaga 2,1 42 S
penampilan diri saya setelah menikah
48

9 Saya suka berpenampilan sesuai gaya masa 2,5 39 R


kini setelah menikah
10 Saya berpenampilan kurang sesuai dengan 2 41 S
usia saya setelah menikah
11 Saya berpenampilan dengan memperlihatkan 1,92 39 R
bentuk tubuh saya setelah menikah
12 Saya tidak percaya diri dengan penampilan 2 41 S
saya setelah menikah
Rata- rata keseluruhan 2,17 42 S
Catatan : S : Sedang
R : Rendah

Berdasarkan tabel 4.2 di atas pada item nomor 7 sebanyak 50% remaja

yang melakukan pernikahan dini memiliki penampilan yang rapi serta

menarik setelah menikah. Pada item nomor 8 sebanyak 42% remaja yang

melakukan pernikahan dini sangat berhati-hati dalam menja penampilan diri

setelah menikah. Kemudian pada item nomor 9 sebanyak 39% remaja yang

melakukan pernikahan dini suka berpenampilan sesuai gaya masa kini setelah

menikah, selanjutnya pada item nomor 10 sebanyak 41% remaja yang

melakukan pernikahan dini berpenampilan kurang sesuai dengan usianya

setelah menikah. Pada item nomor 11 sebanyak 38% remaja yang melakukan

pernikahan dini berpenampilan dengan memperlihatkan bentuk tubuhnya.

Dan pada item nomor 12 sebanyak 41% remaja yang melakukan pernikahan

dinitidak percaya diri dengan penampilannya setelah menikah. Maka dapat

disimpulkan persepsi remaja yang melakukan pernikahan dini mengenai

penampilannya secara keseluruhan 42% dengan kategori Sedang.


49

Tabel 4.3
Pandangan Orang Lain terhadap Fisik dan Penampilan (N= 26)

No Item pernyataan Skor Ket


Mean %
13 Saya mendapat pujian dari orang lain karena 2,5 51 S
saya memiliki wajah yang menawan
14 Saya merasa banyak orang yang memuji 2,2 45 S
penampilan saya setelah menikah
15 Saya dijadikan contoh dalam penampilan 2,5 49 S
diantara teman-teman saya setelah menikah
16 Saya diejek karena bentuk tubuh saya yang 2 40 R
tidak sempurna setelah menikah
17 Saya dianggap gagal dalam berpenampilan 1,9 38 R
setelah menikah
Rata- rata keseluruhan 2,22 45 S
Catatan : S : Sedang
R : Rendah
Berdasarkan tabel 4.3 di atas pada item nomor 13 sebanyak 51%

remaja yang melakukan pernikahan dini mendapat pujian dari orang lain

karena memiliki wajah yang menawan setelah menikah. Pada item nomor 14

sebanyak 45% remaja yang melakukan pernikahan dini merasa banyak orang

yang memuji penampilannya setelah menikah. Kemudian pada item nomor 15

sebanyak 49% remaja yang melakukan pernikahan dini dijadikan contoh

dalam berpenampilan diantara teman-temannya. selanjutnya pada item nomor

16 sebanyak 40% remaja yang melakukan pernikahan dini diejek karena

bentuk tubuhnya yang tidak sempurna setelah menikah. Dan pada item nomor

17 sebanyak 38% remaja yang melakukan pernikahan dini dianggap gagal

dalam berpenampilan setelah menikah. Maka dapat disimpulkan bahwa

pandangan orang lain terhadap fisik dan penampilan remaja yang melakukan

pernikahan dini secara keseluruhan sebanyak 45% dengan kategori Sedang.


50

Tabel 4.4
Pandangan Mengenai Bentuk Bagian Tubuh (N= 26)

No Item pernyataan Skor Ket


Mean %
18 Saya berhati-hati merawat tubuh saya setelah 2,7 54 S
menikah
19 Saya mempunyai daya tarik pada beberapa 2,4 48 S
bagian tubuh setelah menikah
20 Saya memiliki kekurangan pada bentuk wajah 2 35 R
setelah menikah
21 Saya merasa cemas akan berat badan saya 1,7 33 R
setelah menikah
Rata- rata keseluruhan 2,2 43 S
Catatan : S : Sedang
R : Rendah

Berdasarkan tabel 4.4 dapat di lihat pada item nomor 18 sebanyak

54% remaja yang melakukan pernikahan dini berhati-hati merawat tubuhnya

setelah menikah. Pada item nomor 19 sebanyak 48% remaja yang melakukan

pernikahan dini mempunyai daya tarik pada beberapa bagian tubuh setelah

menikah. Selanjutnya pada item nomor 20 sebanyak 35% remaja yang

melakukan pernikahan dini memiliki kekurangan pada bentuk wajahnya

setelah menikah. Dan pada item nomor 21 sebanyak 33% remaja yang

melakukan pernikahan dini merasa cemas akan berat badannya setelah

menikah. Maka dapat disimpulkan pandangan mengenai bentuk tubuh remaja

yang melakukan pernikahan dini secara keseluruhan sebanyak 43% dengan

kategori Sedang.
51

Tabel 4.5
Perasaan yang Sering Muncul Saat Bertemu dengan Orang Lain (N= 26)

No Item pernyataan Skor Ket


Mean %
22 Saya merasa rileks jika bertemu dengan orang 1,8 36 R
baru setelah menikah
23 Saya percaya diri ketika tampil di depan orang 2,6 52 S
banyak setelah menikah
24 Saya beranggapan bahwasannya saya sulit untuk 2,7 53 S
berinteraksi dengan orang lain setelah menikah
25 Saya merasa iri kepada orang yang lebih 2,2 44 S
menarik dari saya setelah menikah
Rata- rata keseluruhan 2,32 46 S
Catatan : S : Sedang
R : Rendah

Berdasarkan tabel 4.5 dapat di lihat pada item nomor 22 sebanyak

36% remaja yang melakukan pernikahan dini merasa rileks jika bertemu

dengan orang baru setelah menikah, pada no item nomor 23 sebanyak 52%

remaja yang melakukan pernikahan dini percaya diri ketika tampil didepan

orang banyak setelah menikah. Selanjutnya pada item nomor 24 sebanyak

53% remaja yang melakukan pernikahan dini beranggapan bahwasannya

setelah ia menikah merasa silit untuk berinteraksi dengan orang lain. Dan

pada item nomor 25 sebanyak 44% remaja yang melakukan pernikahan dini

merasa iri kepada orang yang lebih menarik dari dirinya. Maka dapat

disimpulkan perasaan yang sering muncul saat bertemu dengan orang lain

remaja yang melakukan pernikahan dini secara keseluruhan sebanyak 46%

dengan kategori Sedang.


52

Tabel 4.6
Terkait Kondisi Tubuh (N= 26)

No Item pernyataan Skor Ket


Mean %
26 Saya memiliki daya tahan tubuh yang kuat 2,7 54 S
setelah menikah
27 Saya mampu melakukan banyak hal diluar 2,7 53 S
rumah setelah menikah
28 Saya bersyukur dengan keadaan tubuh saya 2,4 48 S
yang sehat setelah menikah
29 Saya mudah lelah jika melakukan banyak 2,2 44 S
pekerjaan setelah menikah
30 Saya sulit menyeimbangi waktu untuk 1,7 33 R
olahraga setelah menikah
Rata- rata keseluruhan 2,34 46 S
Catatan : S : Sedang
R : Rendah

Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat di lihat pada item nomor 26

sebanyak 54% remaja yang melakukan pernikahan dini memiliki daya tahan

tubuh yang kuat setelah menikah. Pada item nomor 27 sebanyak 53% remaja

yang melakukan pernikahan dini mampu melakukan banyak hal di luar rumah

setelah menikah, kemudian pada item nomor 28 sebanyak 48% ramaja yang

melakukan pernikahan dini bersyukur dengan keadaan tubuhnya setelah

menikah. Pada item nomor 29 sebanyak 44% remaja yang melakukan

pernikahan dini mudah lelah jika melakukan banyak pekerjaan setelah

menikah. Dan pada item nomor 30 sebanyak 33% remaja yang melakukan

pernikahan dini merasa sulit menyeimbangi waktu untuk olahraga setelah

menikah. Maka dapat disimpulkan kondisi tubuh remaja yang melakukan

pernikahan dini secara keseluruhan sebanyak 46% dengan kategori Sedang.


53

2. Diri Etika/Moral

Diri etika/moral mengacu pada persepsi seseorang terhadap dirinya

dilihat dari standar perkembangan nilai moral dan etika. Hal ini

menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan tuhan,

kepuasan seseorang tentang kehidupan agamanya dan nilai-nilai moral

yang dipegangnya meliputi batasan baik atau buruk.

Tabel 4.7
Menyangkut Persepsi terhadap Etika, Nilai dan Moral (N= 26)
No Item pernyataan Skor Ket
Mean %
31 Saya membatasi pergaulan dengan lawan 2,3 46 S
jenis setelah menikah

32 Saya memilih taaruf sebelum menikah atau 2,3 46 S


memilih pacaran setelah menikah
33 Saya terlanjur melakukan perbuatan yang 2,5 51 S
salah dan melanggar nilai-nilai moral setelah
menikah
34 Saya sering melanggar adat istiadat yang 2,4 48 S
berlaku di masyarakat setelah menikah
Rata- rata keseluruhan 2,37 48 S
Catatan : S : Sedang

Berdasarkan tabel 4.7 di atas pada item nomor 31 sebanyak 46%

remaja yang melakukan pernikahan dini membatasi pergaulannya dengan

lawan jenis setelah menikah. Pada item nomor 32 sebanyak 46% remaja yang

melakukan pernikahan dini memilih pacaran setelah menikah, selanjutnya

pada item nomor 33 sebanyak 51% remaja yang melakukan pernikahan dini

terlanjur melakukan perbuatan yang salah dan melanggar nila-nilai norma

setelah menikah. Dan pada item nomor 34 sebanyak 48% remaja yang

melakukan pernikahan dini sering melanggar adat istiadat yang berlaku di

masyarakat setelah menikah. Maka dapat disimpulkan persepsi terhadap


54

etika, nilai dan moral remaja yang melakukan pernikahan dini secara

keseluruhan sebanyak 48% dengan kategori Sedang.

Tabel 4.8
Persepsi remaja mengenai hubungannya dengan tuhan (N= 26)

No Item pernyataan Skor Ket


Mean %
35 Saya bersyukur atas apa yang telah diberikan 2,7 55 S
Allah kepada saya setelah menikah
36 Saya terkadang merasa Allah itu tidak adil 2,8 56 S
Rata- rata keseluruhan 2,75 55 S
Catatan : S : Sedang

Berdasarkan tabel 4.8 di atas pada item nomor 35 sebanyak 55%

remaja yang melakukan pernikahan dini bersyukur atas apa yang telah

diberikan Allah kepadanya setelah menikah. Dan pada item nomor 36

sebanyak 56% remaja yang melakukan pernikahan dini terkadang merasa

Allah itu tidak adil. Maka dapat disimpulkan menyangkut hubungan dengan

tuhan remaja yang melakukan pernikahan dini secara keseluruhan sebanyak

55% dengan kategori Sedang.

Tabel 4.9
Kepuasan Remaja tentang Kehidupan Agama (N= 26)
No Item pernyataan Skor Ket
Mean %
37 Saya senang mengikuti kegiatan majelis 2,7 55 S
taqlim setelah menikah
38 Saya berusaha mendalami agama setelah 2,6 52 S
menikah
39 Saya melaksanakan perintah agama 2,8 55 S
sebagaimana mestinya setelah menikah
Rata- rata keseluruhan 2,7 54 S
Catatan : S : Sedang
55

Berdasarkan tabel 4.9 di atas pada item nomor 37 sebanyak 55%

remaja yang melakukan pernikahan dini senang mengikuti majelis taqlim

setelah menikah. Dan pada item nomor 38 sebanyak 52% renaja yang

melakukan pernikahan dini berusaha mendalami agama setelah menikah,

selanjutnya item nomor 39 sebanyak 55% remaja yang melakukan pernikahan

dini melaksanakan perintah agama sebagaimana mestinya setelah menikah.

Maka dapat disimpulkan kepuasan tentang kehidupan beragama remaja yang

melakukan pernikahan dini secara keseluruhan sebanyak 54% dengan

kategori Sedang.

Tabel 4.10
Terkait Hal Baik dan Buruk (N= 26)
No Item pernyataan Skor Ket
Mean %
40 Saya selalu berkata jujur kepada suami/istri 2,5 50 S
setelah menikah
41 Saya mematuhi aturan-aturan yang berlaku 2,3 45 S
dalam berkeluarga setelah menikah
42 Saya menjauhi sifat-sifat yang bisa 2,5 51 S
menjerumuskan saya setelah menikah
43 Saya kurang peduli dengan lingkungan sekitar 2,2 43 S
setelah menikah
44 Saya selalu ingkar janji kepada suami setelah 2 39 R
menikah
Rata- rata keseluruhan 2,3 46 S
Catatan : S : Sedang
R : Rendah

Berdasarkan tabel 4.10 di atas pada item nomor 40 sebanyak 50%

remaja yang melakukan pernikahan dini selalu berkata jujur kepada suami.

Pada item nomor 41 sebanyak 45% remaja yang melakukan pernikahan dini

mematuhi aturan-aturan yang berlaku dalam berkeluarga setelah menikah.

Kemudian pada item nomor 42 sebanyak 51% remaja yang melakukan


56

pernikahan dini menjauhi sifat-sifat yang bisa menjerumuskannya setelah

menikah. Dan pada item nomor 44 sebanyak 39% remaja yang melakukan

pernikahan dini selalu ingkar janji kepada suami setelah menikah. Maka dapat

disimpulkan terkait hal baik dan buruk remaja yang melakukan pernikahan

dini secara keseluruhan sebanyak 46% dengan kategori Sedang.

3. Diri Keluarga
Hal ini menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa dekat

terhadap dirinya sebagai anggota keluarga serta terhadap fungsi yang

dijalankan sebagaimana anggota dari suatu keluarga.

Tabel 4.11
Peran dan Fungsi Keluarga (N= 26)
No Item pernyataan Skor Ket
Mean %
45 Saya mendapakan kasih sayang dari keluarga 2,5 51 S
kecil saya setelah menikah
46 Saya merasa keluarga saya mendidik dengan 2,5 51 S
sangat baik setelah menikah
47 Saya merasa keluarga kecil saya telah 2,3 46 S
memberikan yang terbaik setelah menikah
48 Saya merasa keluarga kecil saya kurang peduli 1,8 36 R
terhadap pendidikan setelah menikah
49 Saya merasa keluarga saya tidak mengajari 2,1 42 S
cara bersosialisasi secara baik dengan orang
lain setelah menikah
50 Saya merasa kurang dibutuhkan dalam 2 41 S
keluarga kecil saya setelah menikah
Rata- rata keseluruhan 2,64 53 S
Catatan : S : Sedang
R : Rendah

Berdasarkan tabel 4.11 di atas pada item nomor 45 sebanyak 51%

remaja yang melakukan pernikahan dini mendapat kasih sayang dari keluarga

kecil setelah menikah. Dan pada item nomor 46 sebanyak 51% remaja yang
57

melakukan pernikahan dini merasa keluarganya mendidik dengan sangat baik.

Selanjutnya pada item nomor 47 sebanyak 46% remaja yang melakukan

pernikahan dini merasa keluarga kecilnya telah memberikan yang terbaik ,

kemudian pada item nomor 48 sebanyak 36% remaja yang melakukan

pernikahan dini merasa keluarga kecilnya kurang peduli terhadap

pendidikannya. Pada item nomor 49 sebanyak 42% remaja yang melakukan

pernikahan dini merasa keluarganya tidak mengajari cara bersosialisasi secara

baik dengan orang lain setelah menikah. Dan pada item nomor 50 sebanyak

41% remaja yang melakukan pernikahan dini merasa kurang dibutuhkan

dalam keluarga kecilnya. Maka dapat disimpulkan peran dan fungsi keluarga

remaja yang melakukan pernikahan dini secara keseluruhan sebanyak 53%

dengan kategori Sedang.

Tabel 4.12
Kedekatan Remaja dengan Anggota Keluarga (N= 26)
No Item pernyataan Skor Ket
Mean %
51 Saya merasa keluarga kecil segalanya bagi 3 60 T
saya setelah menikah
52 Saya dengan keluarga kecil menghabiskan 2,4 48 S
waktu luang bersama-sama setelah menikah
53 Saya merasa diperlakukan tidak adil oleh 1,8 36 R
keluarga setelah menikah
54 Saya dengan keluarga sering mengalami 1,8 36 R
konflik setelah menikah
55 Saya khawatir tidak bisa memenuhi harapan 1,8 35 R
keluarga setelah menikah

Rata- rata keseluruhan 2,26 43 S


Catatan : S : Sedang
T : Tinggi

Berdasarkan tabel 4.12 di atas pada item nomor 51 sebanyak 60% remaja

yang melakukan pernikahan dini merasa keluarga kecil segalanya bagi ia.
58

Pada item nomor 52 sebanyak 48% remaja yang melakukan pernikahan dini

selalu menghabiskan waktu luang bersama-sama, kemudian pada item nomor

53 sebanyak 36% remaja yang melakukan pernikahan dini merasa

diperlakukan tidak adil oleh keluarga kecilnya. Selanjutnya pada item nomor

54 sebanyak 36% remaja yang melakukan pernikahan dini sering mengalami

konflik dengan keluarga kecilnya. Dan pada item nomor 50 sebanyak 35%

remaja yang melakukan pernikahan dini merasa khawatir tidak bisa

memenuhi harapan keluarga kecilnya. Maka dapat disimpulkan kedekatan

dengan anggota keluarga remaja yang melakukan pernikah secara

keseluruhan sebanyak 43% dengan kategori Sedang.

Tabel 4.13
Keseluruhan Diri Fisik (N= 26)
No Diri Fisik Skor Ket
Mean %
1 Menyangkut persepsi remaja tentang 2,19 45 S
penerimaan bentuk tubuhnya
2 Menyangkut bagaimana penampilannya 2,17 42 S
3 Pandangan orang lain terhadap fisik dan 2,22 45 S
penampilan
4 Pandangan mengenai bentuk bagian 2,2 43 S
tubuh
5 Menyangkut perasaan yang sering 2.32 46 S
muncul saat bertemu dengan orang lain
6 Terkait kondisi tubuh 2,34 46 S
Rata- rata keseluruhan 2,24 45 S
Catatan : S : Sedang

Berdasarkan tabel 4.13 di atas dapat diketahui bahwa persentase Diri

fisik remaja yang melakukan pernikahan dini bahwa skor rata-rata terendah

terlihat pada indikator “Menyangkut bagaimana penampilannya” yaitu

sebesar 42% dengan kategori Sedang. Persentase rata- rata tertinggi terlihat
59

pada indikator “Menyangkut perasaan yang sering muncul saat bertemu

dengan orang lain dan terkait kondisi tubuh” yaitu sebesar 46% dengan

kategori Sedang. Jadi persentase rata- rata keseluruhan indikator pada diri

fisik remaja yang melakukan pernikahan dini di Kecamatan Lareh Sago

Halaban Kabupaten 50 Kota sebesar 45% dengan kategori Sedang.

Untuk secara keseluruhannya sebanyak 25 orang remaja dengan

persentase 96,15% remaja yang melakukan pernikahan dini memiliki konsep

diri fisik yang sedang dan 1 orang remaja dengan persentase 3,84% yang

melakukan pernikahan dini memiliki konsep diri fisik yang rendah. Untuk

lebih rincinya bisa dilihat pada histogram berikut:

47
46
45
44
43 46 46
45 45
42
43
41 42
40
Peneriman Penampilan Pandangan Bentuk Perasaan Kondisi
bentuk orang lain bagian yang sering tubuh
tubuh tubuh muncul

Gambar 4.1 : Keseluruhan Konsep Diri Fisik Remaja yang Melakukan


Pernikahan Dini

Keterangan:
1. Menyangkut persepsi remaja tentang penerimaan bentuk tubuh = 45%
2. Menyangkut bagaimana penampilannya = 42%
3. Pandangan orang lain terhadap fisik dan penampilan = 45
4. Pandangan mengenai bentuk bagian tubuh = 43%
5. Menyangkut perasaan yang sering muncul saat bertemu dengan orang lain
= 46%
6. Terkait kondisi tubuh = 46%
60

Secara keseluruhan berdasarkan 4 indikator yang telah dijabarkan, maka

Diri Etika/Moral remaja yang melakukan pernikahan dini adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.14
Diri Etika/Moral (N= 26)
No Diri Etika/Moral Skor Ket
Mean %
1 Menyangkut persepsi terhadap etika, 2,37 48 S
nilai dan moral
2 Persepsi remaja mengenai hubungannya 2,75 55 S
dengan tuhan
3 Kepuasaan remaja tentang kehidupan 2,7 54 S
agamanya
4 Terkait hal baik dan buruk 2,3 46 S
Rata- rata keseluruhan 2,53 51 S
Catatan : S : Sedang

Berdasarkan tabel 4.14 di atas dapat diketahui bahwa persentase Diri

Etika/Moral remaja yang melakukan pernikahan dini, bahwa skor rata-rata

terendah terlihat pada indikator “Terkait hal baik dan buruk” yaitu sebesar

46% dengan kategori Sedang. Persentase rata- rata tertinggi terlihat pada

indikator “Persepsi remaja mengenai hubungannya dengan Tuhan“ yaitu

sebesar 55% dengan kategori Sedang. Jadi persentase rata- rata keseluruhan

indikator pada diri etika/moral remaja yang melakukan pernikahan dini di

Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten 50 Kota sebanyak 51% dengan

kategori Sedang.
61

Untuk secara keseluruhannya sebanyak 25 orang remaja dengan

persentase 96,15% remaja yang melakukan pernikahan dini memiliki konsep

diri etika/moral yang sedang dan 1 orang remaja dengan persentase 3,84%

yang melakukan pernikahan dini memiliki konsep diri etika/moral yang

rendah. Untuk lebih rincinya bisa dilihat pada histogram berikut :

56
54
52
50
48
55 54
46
44 48
46
42
40
Etika, nilai dan Hubungan Kepuasan Hal baik dan
moral dengan Tuhan kehidupan buruk
beragama

Gambar 4.2 : Keseluruhan Konsep Diri Etika/Moral Remaja yang


Melakukan Pernikahan Dini

Keterangan:
1. Menyangkut persepsi terhadap etika, nilai dan moral = 48%
2. Persepsi remaja mengenai hubungannya dengan Tuhan = 55%
3. Kepuasan remaja tentang kehidupan agamanya = 54%
4. Terkait hal baik dan buruk = 46%

Secara keseluruhan berdasarkan 2 indikator yang telah dijabarkan, maka

konsep diri keluarga remaja yang melakukan pernikahan dini adalah sebagai

berikut:
62

Tabel 4.15
Diri Keluarga (N= 26)
No Diri Keluarga Skor Ket

Mean %

1 Peran dan fungsi keluarga 2,64 53 S

2 Kedekatan remaja dengan anggota keluarga 2,26 43 S

Rata- rata keseluruhan 2,45 48 S


Catatan : S : Sedang

Berdasarkan tabel 4.15 di atas dapat diketahui bahwa persentase Diri

Keluarga remaja yang melakukan pernikahan dini bahwa skor rata-rata

terendah terlihat pada indikator “Kedekatan remaja dengan anggota keluarga”

yaitu sebesar 43% dengan kategori Sedang. Persentase rata- rata tertinggi

terlihat pada indikator “Peran dan fungsi keluarga” yaitu sebesar 53% dengan

kategori Sedang. Jadi persentase rata- rata keseluruhan indikator pada konsep

diri keluarga remaja yang melakukan pernikahan dini di Kecamatan Lareh

Sago Halaban Kabupaten 50 Kota sebesar 48% dengan kategori Sedang.

Untuk secara keseluruhannya sebanyak 24 orang remaja dengan

persentase 92,30% remaja yang melakukan pernikahan dini memiliki konsep

diri keluarga yang sedang dan 2 orang remaja dengan persentase 7,69% yang

melakukan pernikahan dini memiliki konsep diri keluarga yang rendah.

Untuk lebih rincinya bisa dilihat pada histogram berikut :


63

60
50
40
30
53
20 43

10
0
Peran dan fungsi Kedekatan
keluarga dengan anggota
keluarga

Gambar 4.3 : Keseluruhan Konsep Diri Keluarga Remaja yang


Melakukan Pernikahan Dini

Keterangan:
1. Peran dan fungsi keluarga = 53%
2. Kedekatan remaja dengan anggota keluarga = 43%

Tabel 4.16
Keseluruhan Konsep Diri Remaja

Dimensi Eksternal Skor


No Ket
Konsep Diri Mean %

1 Diri Fisik 2,8 45 S

2 Diri Etika/moral 2,53 51 S

3 Diri Keluarga 2,45 48 S

Rata-rata 2,59 48 S

Catatan : S : Sedang

Berdasarkan tabel 4.16 di atas, diketahui bahwa persentase skor rata-rata

terendah yaitu diri fisik sebesar 45% dengan kategori Sedang. Persentase skor

rata-rata tertinggi yaitu diri etika/moral sebesar 51% dengan kategori Sedang.

Persentase rata-rata keseluruhan sebesar 48% dengan kategori Sedang.


64

Dapat disimpulkan bahwa diri fisik remaja yang melakukan pernikahan

dini di Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten 50 Kota mempunyai diri

fisik yang Sedang.

B. Pembahasan
Adapun pembahasan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Konsep Diri Fisik Remaja yang Melakukan Pernikahan Dini


Dari penyebaran instrument penelitian berkenaan dengan profil

konsep diri remaja yang melakukan pernikahan dini di Kecamatan Lareh

Sago Halaban Kabupaten 50 Kota diketahui bahwa persentase skor rata-

rata terendah terlihat pada indikator “menyangkut bagaimana

penampilan” yaitu sebesar 42% dengan kategori Sedang. Persentase skor

rata-rata tertinggi terlihat pada indikator “pandangan mengenai bentuk

tubuh dan menyangkut perasaan yang sering muncul saat bertemu dengan

orang lain” yaitu sebesar 46% dengan kategori Sedang. Jadi persentase

rata- rata keseluruhan pada diri fisik remaja yang melakukan pernikahan

dini di Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten 50 kota sebesar 45%

dengan kategori sedang.

Keadaan fisik pada masa remaja dipandang sebagai suatu hal yang

penting, namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya

(ketidaksesuaian antara body image dengan self picture) dapat

menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri. Perkembangan

atau pertumbuhan anggota-anggota badan remaja kadang-kadang lebih

cepat. Oleh karena itu untuk sementara waktu, seorang remaja


65

mempunyai proporsi tubuh yang tidak seimbang. Hal ini akan

menimbulkan kegusaran batin yang mendalam karena pada masa remaja

ini perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya.

Jadi remaja sendiri merupakan salah satu penilai yang penting

terhadap badannya sendiri sebagai stimulus sosial. Bila sang remaja

mengerti badannya telah memenuhi persyaratan sebagaimana yang

diharapkan oleh lingkungan sosialnya, maka hal ini akan berakibat positif

terhadap penilaian diri dakan tetapi jika sang remaja tersebut tidak

memenuhi persyaratan tersebut maka remaja tersebut akan memberi

penilaian negatif terhadap fisiknya. Jadi diri fisik disini menyangkut

persepsi seseorang tentang keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini

terlihat persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya (cantik, jelek,

menarik atau tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek,

gemuk, kurus). 46 Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa diri

fisik remaja berpengaruh pada konsep dirinya.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep

diri remaja yang melakukan pernikahan dini pada diri fisik berada dalam

kategori Sedang dengan rata-rata keseluruhan sebesar 45%. Jadi remaja

yang melakukan pernikahan dini cukup menerima bagaimana diri fisik

yang dimilikinya, meraka tidak terlalu mementingkan bagaimana

46
Hendriati Agustiani, Psikologi Perkembangan (Bandung : PT Refika Aditama, 2006)
hal 139
66

keadaan fisiknya. Remaja yang melakukan pernikahan dini mampu

menyeimbangi bagaiman diri fisik yang dimilikinya setelah menikah.

2. Konsep Diri Etika/Moral Remaja yang Melakukan Pernikahan Dini

Dari penyebaran instrument penelitian berkenaan dengan profil

konsep diri remaja yang melakukan pernikahan dini di Kecamatan Lareh

Sago Halaban Kabupaten 50 Kota diketahui bahwa persentase skor rata-

rata terendah terlihat pada indikator “terkait hal baik dan buruk” yaitu

sebesar 46% dengan kategori Sedang. Persentase skor rata-rata tertinggi

terlihat pada indikator “persepsi remaja mengenai hubungannya dengan

tuhan” yaitu sebesar 55% dengan kategori Sedang. Jadi persentase rata-

rata keseluruhan pada diri etika/moral remaja yang melakukan

pernikahan dini di Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten 50 Kota

sebesar 51% dengan kategori Sedang.

Etika adalah sebuah cabang filsafat yang membicarakan tentang nilai

dan norma yang menentukan prilaku individu dalam hidupnya. Menurut

Bertens etika mempunyai tiga arti yaitu :

a) Etika dalam arti nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan

bagi individu dalam mengatur tingkah lakunya

b) Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral

c) Etika dalam arti ilmu tentang baik dan buruk

Istilah moral kadang-kadang dipergunakan sebagai kata yang sama

artinya dengan etika. Moral berasal dari bahasa latin Mos (adat istiadat,
67

kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan), mores (adat istiadat, kelakuan,

tabiat, watak, akhlak, cara hidup). Etika dan moral mempunyai fungsi

yang sama yaitu memberi orientasi bagaimana seseorang harus

melangkah dalam hidup. Dan juga moral dan etika saling berkaitan

karena berbicara moral sudah tentu berbicara tentang etika dan begitu

sebaliknya.47 Jadi secara umum diri etika/moral mengacu pada persepsi

seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar perkembangan nilai moral

dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan

dengan tuhan, kepuasan seseorang tentang kehidupan agamanya dan

nilai-nilai moral yang dipegangnya meliputi batasan baik atau buruk. Jadi

dari pembahan di atas dapat disimpulkan diri etika/moral remaja

mencerminkan bagaimana prilaku dari remaja tersebut.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep

diri remaja yang melakukan pernikahan dini pada diri etika/moral berada

dalam kategori Sedang dengan rata-rata keseluruhan sebesar 50%. Jadi

konsep diri etika/moral remaja yang melakukan pernikahan dini berada

pada kategori sedang, dimana remaja tersebut cukup peduli terhadap

nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Serta remaja juga

peduli dengan kehidupan agamanya, dan juga mereka memperhatikan

mana yang baik dan mana yang buruk. Pada intinya remaja yang

melakukan pernikahan dini mampu menyeimbangi konsep diri

etika/moralnya setelah menikah.

47
Dr. Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak (Jakarta : PT Bumi Aksara)
68

3. Konsep Diri Keluarga Remaja yang Melakukan Pernikahan Dini

Dari penyebaran instrument penelitian berkenaan dengan profil

konsep diri remaja yang melakukan pernikahan dini di Kecamatan Lareh

Sago Halaban Kabupaten 50 Kota diketahui bahwa persentase skor rata-

rata terendah terlihat pada indikator “kedekatan remaja dengan anggota

keluarga” yaitu sebesar 43% dengan kategori Sedang. Persentase skor

rata-rata tertinggi terlihat pada indikator “peran dan fungsi keluarga”

yaitu sebesar 53% dengan kategori Sedang. Jadi persentase rata- rata

keseluruhan pada diri keluarga remaja yang melakukan pernikahan dini

di Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten 50 Kota sebesar 48%

dengan kategori Sedang.

Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama

bagi anak. Selain itu keluarga jugamerupakan fondasi primer bagi

perkembangan dan pembentukan kepribadian anak. Kehidupan dalam

keluarga banyak dipengaruhi oleh proses interaksi dan fakto-faktor

tertentu yang memunculkan pola prilaku sehari-hari dengan anggota

keluarga lainnya. Keluarga merupakan tempat anak untuk menghabiskan

sebagian besar waktu dalam kehidupnya, maka suasana psikologis

keluarga akan tampak dalam hubungan sikap dan prilaku antara kedua

orangtua dan prilaku orangtua terhadap anak.48

48
Kusdwiratri Setiono, Psikologi Keluarga (Bandung : PT Alumni, 2011) hal 24
69

Hal ini menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa dekat terhadap

dirinya sebagai anggota keluarga serta terhadap fungsi yang dijalankan

sebagaimana anggota dari suatu keluarga.49 Dari penjelasan di atas dapat

disimpulkan bahwasannya keluarga merupakan tempat utama remaja

mendapatkan kasih sayang, pendidikan dan lain sebagainya. Jika seorang

remaja dekat dengan keluarganya maka remaja tersebut akan

mendapatkan kebahagiaan yang tak terkira, begitu juga sebaliknya. Jadi

keluarga sangat penting perannya dalam kehidupan remaja.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa diri

keluarga remaja yang melakukan pernikahan dini di Kecamatan Lareh

Sago Halaban Kabupaten 50 Kota sebesar 48% dengan kategori Sedang.

Jadi dapat disimpulkan bahwa profil konsep diri remaja yang

melakukan pernikahan dini di Kecamatan Lareh Sago Halaban

Kabupaten 50 Kota untuk 26 orang remaja mempunyai rata-rata

keseluruhan sebesar 48% dalam kategori Sedang. Jadi dengan demikian

peran, fungsi serta kedekatan remaja dengan keluarga cukup baik, hal ini

terbukti karena remaja yang melakukan pernikahan dini menganggap

keluarga yang paling utama, sehingga remaja mampu menempatkan diri

dalam keluarganya setelah menikah.

49
Hendriati Agustiani, Psikologi Perkembangan (Ban dung : PT Refika Aditama, 2006)
hal 139-142
70

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di Kecamatan Lareh Sago Halaban

Kabupaten 50 Kota, dapat disimpulkan bahwa konsep diri remaja yang

melakukan pernikahan dini sebagai berikut:

1. Konsep diri di bidang diri fisik tremaja yang melakukan pernikahan

dini diketahui bahwa persentase Diri fisik remaja yang melakukan

pernikahan dini bahwa skor rata-rata terendah terlihat pada indikator

“Menyangkut bagaimana penampilannya” yaitu sebesar 42% dengan

kategori Sedang. Persentase rata- rata tertinggi terlihat pada indikator

“Menyangkut perasaan yang sering muncul saat bertemu dengan orang

lain dan terkait kondisi tubuh” yaitu sebesar 46% dengan kategori

Sedang. Jadi persentase rata- rata keseluruhan indikator pada diri fisik

remaja yang melakukan pernikahan dini di Kecamatan Lareh Sago

Halaban Kabupaten 50 Kota sebesar 44% dengan kategori Sedang.

2. Diri Etika/Moral remaja yang melakukan pernikahan dini, bahwa skor

rata-rata terendah terlihat pada indikator “Terkait hal baik dan buruk ”

yaitu sebesar 46% dengan kategori Sedang. Persentase rata- rata

tertinggi terlihat pada indikator “Persepsi remaja mengenai

hubungannya dengan tuhan ” yaitu sebesar 55% dengan kategori

Sedang. Jadi persentase rata- rata keseluruhan indikator pada diri


71

etika/moral remaja yang melakukan pernikahan dini di Kecamatan

Lareh Sago Halaban Kabupaten 50 Kota sebanyak 50% dengan

kategori Sedang.

3. Diri Keluarga remaja yang melakukan pernikahan dini bahwa skor

rata-rata terendah terlihat pada indikator “Kedekatan remaja dengan

anggota keluarga ” yaitu sebesar 43% dengan kategori Sedang.

Persentase rata- rata tertinggi terlihat pada indikator “Peran dan fungsi

keluarga ” yaitu sebesar 53% dengan kategori Sedang. Jadi persentase

rata- rata keseluruhan indikator pada Diri keluarga remaja yang

melakukan pernikahan dini di Kecamatan Lareh Sago Halaban

Kabupaten 50 Kota sebesar 48% dengan kategori Sedang.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tentang Profil Konsep Diri Remaja

yang Melakukan Pernikahan Dini di Kecamatan Lareh Sago Halaban

Kabupaten 50 Kota, maka peneliti menyarankan kepada:

1. Bagi remaja, hasil ini dapat memberikan pemahaman menganai

konsep dirinya setelah menikah. Dan untuk kedepannya semoga

remaja di Kecamatan Lareh Sago Halaban meningkatkan

keinginannya untuk melanjutkan pendidikan.

2. Bagi orangtua, dengan ini orangtua hendaknya lebih mengutamakan

pendidikan anak dan juga orangtua juga harus memberi pemahaman

kepada anaknya agar membatasi pergaulan supaya terhindar dari hal-

hal yang tidak diinginkan.


72

3. Bapak Wali Nagari, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan

informasi tentang Konsep Diri Remaja yang Melakukan Pernikahan

Dini. Dan juga semoga Wali Nagari memberi ketetapan kepada remaja

untuk mengutamakan pendidikan.

4. Bapak Camat Kecamatan Lareh Sago Halabana, hasil penelitian ini

dapat dijadikan bahan informasi tentang Konsep Diri Remaja yang

Melakukan Pernikahan Dini, sehingga dapat memberikan kebijakan

yang tepat untuk menanggulangi pernikahan dini agar tidak lagi

banyak terjadi.

5. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini hanya terbatas pada konsep diri

remaja yang melakukan pernikahan dini pada bagian dimensi

eksternal (fisik, etika/moral dan keluarga), untuk itu kepada

mahasiswa lain yang akan melakukan penelitian perlu diadakan

penelitian pada aspek- aspek lainnya.

Anda mungkin juga menyukai