Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS

SEKSUALITAS PADA REMAJA


Dosen Pengampu : Wardatul Washilah, S.Kep., Ns., M.Kep

Di susun oleh :
Ima Amalia Juliyantiara 14201.12.20015
Salimatul Amalia 14201.12.20035
Vicky Ibnu Hasan 14201.12.20045
Qorinatul Masruroh 14201.12.20033
M Nurul Kutzy 14201.12.20023
Ana Faridatus Sholihah 14201.12.20004

PRODI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PADJARAKAN-PROBOLINGGO
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga “Makalah Keperawatan Maternitas mengenai Seksualitas pada Remaja” ini
dapat diselesaikan tepat waktu. Semoga shalawat serta salam tercurah limpahkan
kepada Nabi kita Muhammad SAW, juga segenap keluarga, dan para sahabatnya.
Ucapan terimakasih kepada:
1. KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM. selaku Pembina
Yayasan Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
2. Dr. Nur Hamim, S.Kep., M.Kes. selaku Rektor Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
3. Wardhatul Washilah, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pengampu mata
kuliah Keperawatan Maternitas.
4. Orang tua selaku pemberi dukungan moral dan material.
5. Rekan-rekan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Zainul Hasan Genggong
semester 4
Karena tanpa dukungan dan bimbingan beliau makalah ini tidak akan
terselesaikan, seiring doa semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada saya
mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Harapan penulis, semoga
makalah ini dapat bermanfaat baik untuk diri sendiri dan para pembaca untuk
dijadikan referensi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Adolesen (remaja) merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.
Pada periode ini berbagai perubahan terjadi baik perubahan hormonal, fisik,
psikologis maupun sosial. Perubahan ini terjadi dengan sangat cepat dan
terkadang tanpa kita sadari. Perubahan fisik yang menonjol adalah perkembangan
tanda-tanda seks sekunder, terjadinya pacu tumbuh serta perubahan perilaku dan
hubungan sosial dengan lingkungannya ( Jose RL, 2010 ; Putri Lidyani, H., &
Nur Halimah, S, 2020 )
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 memperlihatkan, terdapat
kehamilan pada umur kurang dari 15 tahun sebanyak 0,02% dan kehamilan pada
umur 15- 19 tahun sebesar 1,97%. Sedangkan Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa 17% perempuan sebelum usia
18 tahun sudah menikah dan pernikahan diantara anak perempuan berusia 15
tahun adalah 3%. Pernikahan remaja terbanyak terjadi di pedesaan pada
perempuan berstatus pendidikan rendah dan berasal dari keluarga berstatus
ekonomi rendah. Semakin muda seorang perempuan menikah maka akan
berdampak pada segi psikologis seperti mengalami kecemasan, depresi, atau
memiliki pikiran untuk bunuh diri disebabkan kurangnya kesiapan menjadi
seorang istri, pasangan seks dan seorang ibu. Dan semakin muda usia seorang ibu
ketika hamil, semakin besar risiko terhadap kesehatannya. (Telly Katharina, Y,
2018).
Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 2015 bahwa anak
perempuan usia 10-14 tahun memiliki risiko lima kali lebih besar untuk
meninggal dalam kasus kehamilan dan persalinan dari pada perempuan usia 20-24
tahun dan secara global kematian yang disebabkan oleh kehamilan merupakan
penyebab utama kematian anak perempuan usia 15-19 tahun. Komplikasi yang
jauh lebih tinggi berhubungan dengan persalinan pada anak perempuan, seperti
fistula obstetri, infeksi, perdarahan hebat, anemia dan eklampsia. Sehingga untuk
mencegah permasalahan tersebut diperlukan pendidikan kesehatan maupun
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja.
Berdasarkan masalah diatas maka penulis tertarik untuk membuat makalah
dengan judul Seksualitas pada Remaja sehingga nantinya dapat memberikan
pengetahuan kepada pembaca.
1.2 Rumuasan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat mengambil rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa saja tanda seksulalitas pada remaja?
2. Apa saja dampak kehamilan pada remaja?
3. Apa saja dampak menjadi orang tua pada masa remaja?
4. Apa prisip-prinsip keperawatan dalam menghadapi klien yang menjadi orang
tua pada masa remaja?
5. Apa saja prinsip – prinsip mengenai etika dalam keperawatan?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas maka makalah ini memiliki tujuan sebagai
berikut:
1. Memahami dan mengetahui tentang seksulalitas pada remaja.
2. Memahami dan mengetahui tentang dampak kehamilan pada remaja
3. Memahami dan mengetahui tentang dampak menjadi orang tua pada masa
remaja
4. Memahami dan mengetahui tentang prinsip-prinsip keperawatan dalam
menghadapi klien yang menjadi orang tua pada masa remaja
5. Memahami dan mengetahui tentang prinsip-prinsip mengenai etika dalam
keperawatan
1.4 Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Agar mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam memahami
Seksualitas pada Remaja. Serta sebagai bahan mata ajar dalam proses belajar
mengajar di Institusi
2. Tenaga Kesehatan (Perawat)
Agar mengetahui tentang konsep Seksualitas pada Remaja sehingga dapat
mengaplikasikannya dalam dunia kerja, sehingga dapat meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan di masyarakat.
3. Mahasiswa
Menambah wawasan teori kepada mahasiswa tentang Seksualitas pada
Remaja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Seksualitas
Seksualitas adalah istilah yang lebih luas. Seksualitas diekspresikan melalui
interaksi dan hubungan dengan individu dari jenis kelamin yang berbeda dan
mencakup pikiran, pengalaman, pelajaran, ideal, nilai, fantasi, dan emosi.
Seksualitas berhubungan dengan bagaimana seseorang merasa tentang diri
mereka dan bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada
lawan jenis melalui tindakan yang dilakukannya, seperti sentuhan, ciuman,
pelukan, dan senggama seksual, dan melalui perilaku yang lebih halus, seperti
isyarat gerakan tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan kata (Denny &
Quadagno, 1992; Zawid, 1994; Perry & Potter, 2005).
2.1.1 Dimensi Seksualitas
Seksualitas memiliki dimensi dimensi sosiokultural, dimensi agama
dan etik, dimensi psikologis dan dimensi biologis (Perry & Potter, 2005).
Masing-masing dimensi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Dimensi Sosiokultural
Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang
menentukan apakah perilaku yang diterima di dalam kultur. Keragaman
kultural secara global menciptakan variabilitas yang sangat luas dalam
norma seksual dan menghadapi spektrum tentang keyakinan dan nilai
yang luas. Misalnya termasuk cara dan perilaku yang diperbolehkan
selama berpacaran, apa yang dianggap merangsang, tipe aktivitas seksual,
sanksi dan larangan dalam perilaku seksual, dengan siapa seseorang
menikah dan siapa yang diizinkan untuk menikah.
Setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam
membentuk nilai dan sikap seksual, juga dalam membentuk atau
menghambat perkembangan dan ekspresi seksual anggotanya. Setiap
kelompok sosial mempunyai aturan dan norma sendiri yang memandu
perilaku anggotanya. Peraturan ini menjadi bagian integral dari cara
berpikir individu dan menggarisbawahi perilaku seksual, termasuk,
misalnya saja, bagaimana seseorang menemukan pasangan hidupnya,
seberapa sering mereka melakukan hubungan seks, dan apa yang mereka
lakukan ketika mereka melakukan hubungan seks.
2. Dimensi Agama dan etik
Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik.
Ide tentang pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan
seksualitas membentuk dasar untuk pembuatan keputusan seksual.
Spektrum sikap yang ditunjukan pada seksualitas direntang dari
pandangan tradisional tentang hubungan seks yang hanya dalam
perkawinan sampai sikap yang memperbolehkan individu menentukan apa
yang benar bagi dirinya. Keputusan seksual yang melewati batas kode etik
individu dapat mengakibatkan konflik internal.
3. Dimensi Psikologis
Seksualitas bagaimana pun mengandung perilaku yang dipelajari. Apa
yang sesuai dan dihargai dipelajari sejak dini dalam kehidupan dengan
mengamati perilaku orangtua. Orangtua biasanya mempunyai pengaruh
signifikan pertama pada anak-anaknya. Mereka sering mengajarkan
tentang seksualitas melalui komunikasi yang halus dan nonverbal.
Seseorang memandang diri mereka sebagai makhluk seksual berhubungan
dengan apa yang telah orangtua mereka tunjukan kepada mereka tentang
tubuh dan tindakan mereka. Orangtua memperlakukan anak laki-laki da
perempuan secara berbeda berdasarkan jender.
4. Dimensi Biologis
Seksualitas berkaitan dengan pebedaan biologis antara laki-laki dan
perempuan yang ditentukan pada masa konsepsi. Material genetic dalam
telur yang telah dibuahi terorganisir dalam kromosom yang menjadikan
perbedaan seksual. Ketika hormon seks mulai mempengaruhi jaringan
janin, genitalia membentuk karakteristik laki-laki dan perempuan. Hormon
mempengaruhi individu kembali saat pubertas, dimana anak perempuan
mengalami menstruasi dan perkembangan karakteristik seks sekunder, dan
anak laki-laki mengalami pembentukan spermatozoa (sperma) yang relatif
konstan dan perkembangan karakteristik seks sekunder.
2.2 Seksualitas pada remaja
Remaja merupakan masa transisi dimana peralihan dari anak-anak menuju
usia dewasa. Menurut World Health Organization (WHO), batas remaja pada usia
10 tahun s.d. 19 tahun. Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescence yang
artinya emosional, sosial dan fisik (Piaget). Masa remaja merupakan masa dimana
melakukan pembauran di masyarakat, remaja merasa berada setara dengan orang
yang lebih tua, dan masa remaja berhubugan dengan masa puber. (Zuraida, Z,
2019)
2.2.1 Perubahan fisik
1. Tanda-tanda seks primer
Yang dimaksud dengan tanda-tanda seks primer adalah organ seks.
Pada laki-laki yaitu pada gonad dan testes, terletak di dalam scrotum. Pada
usia 14 tahun baru mencapai ukuran matang 10% dan akan berkembang
penuh pada usia 20-21 tahun. Tanda umum matangnya fungsi organ-organ
seks pada laki-laki yaitu terjadinya mimpi basah, yang berarti ia bermimpi
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan seksual sehingga
mengeluarkan sperma.
Pada organ reproduksi perempuan tumbuh selama masa pubertas,
namun kecepatan antar organ satu dan lainnya berbeda. Sebagai tanda
kematangan organ reproduksi perempuan yaitu terjadinya menstruasi yang
merupakan pengeluaran darah, lendir, dan jaringan sel yang hancur keluar
dari dalam uterus secara berkala, dengan periode rata-rata 28 hari.
2. Tanda-tanda seks sekunder
Laki-laki dan perempuan pada umumnya akan mengalami perubahan
fisik yang nampak. Mulai dari tumbuhnya rambut-rambut halus pada
daerah sekitar kemaluan, ketiak, khususnya pada laki-laki akan tumbuh di
daerah wajah dan dada. Pada keduanya kulit akan lebih tebal dan kasar
serta munculnya pori-pori yang membesar beserta semakin aktifnya
kelenjar lemak dan kelenjar keringat. Suara laki-laki akan lebih serak dan
volume yang meningkat, berbeda dengan suara perempuan yang menjadi
lebih merdu.
Perempuan juga akan mengalami perubahan fisik yang spesifik, yaitu
pinggul lebih berkembang dikarenakan membesarnya tulang pinggul dan
berkembangnya kelenjar lemak di bawah kulit. Serta membesarnya
payudara dan puting susu yang menonjol, hal ini disebabkan oleh
berkembangnya kelenjar susu.
Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya perkembangan fisik
pada remaja diantaaranya yaitu terjadinya produksi hormon yang sangat
banyak yakni zat-zat kimia yang sangat kuat yang disekresikan oleh
kelenjar-kelenjar endoktrin dan dibawa keseluruh tubuh oleh aliran darah.
Konsetrasi hormon-hormon meningkat secara dramatis selama masa
remaja. Perubahan secara fisiologis ditandai oleh dua komponen yaitu
Adrenarche dan Gonadarche, yang dianggap sebagai peristiwa
independent yang dikontrol oleh mekanisme terpisah. Adrenarche
merupakan maturasi dari korteks adrenal yang ditandai dengan
peningkatan sekresi androgen adrenal. Komponen kedua merupakan
Gonadarche yaitu reaktivasi dari hipotalamus-hipofisis (kematangan fisik,
pengembangan karakteristik seksual primer dan karakteristik seksual
sekunder) pada remaja perempuan terjadi pada usia 10-11 tahun (Hartini,
2017; Siantar, R. L., Sirait, L. I., & Aisah, S, 2021).
2.2.2 Perubahan psikologis pada remaja
Remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri
(self-awareness). Remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang
direfleksikan (self-image). Para remaja juga sering menganggap diri serba
mampu, sehingga seringkali mereka terlihat tidak memikirkan akibat dari
perbuatan mereka. Perubahan-perubahan yang berhubungan dengan
psikologis remaja:
1. Perubahan emosi Perubahan tersebut berupa kondisi:
a. Sensitif atau peka misalnya mudah menangis, cemas, frustasi, dan
sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Hal-hal tersebut sering
terjadi pada remaja perempuan khususnya sebelum masa menstruasi.
b. Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau rangsangan
luar yang mempengaruhinya. Hal ini menyebabkan terjadinya
perkelahian, suka mencari perhatian, dan bertindak tanpa berpikir
terlebih dahulu.
c. Ada kecenderungan tidak patuh pada orang tua dan lebih sering pergi
bersama temannya daripada berada di rumah.
2. Perkembangan intelegensia
Pada perkembangan ini menyebabkan remaja:
a. Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka memberikan
kritik.
b. Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku
ingin mencoba-coba.
2.2.3 Tugas perkembangan remaja
Salah satu periode dalam rentang kehidupan ialah (fase) remaja. Masa
ini merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan
individu, dan merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada
perkembangan masa dewasa yang sehat. Untuk dapat melakukan sosialisasi
dengan baik, remaja harus menjalankan tugas-tugas perkembangan pada
usinya dengan baik. Apabila tugas pekembangan sosial ini dapat dilakukan
dengan baik, remaja tidak akan mengalami kesulitan dalam kehidupan
sosialnya serta akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam
menuntaskan tugas perkembangan untuk fase-fase berikutnya. Sebaliknya,
manakala remaja gagal menjalankan tugas-tugas perkembangannya akan
membawa akibat negatif dalam kehidupan sosial fase-fase berikutnya,
menyebabkan ketidakbahagiaan pada remaja yang bersangkutan,
menimbulkan penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam
menuntaskan tugas-tugas perkembangan berikutnya. William Kay,
mengemukakan tugas-tugas perkembangan masa remaja sebagai berikut
(Yudrik Jahja Saputro, K. Z, 2018):
1. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.
2. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur-figur yang
mempunyai otoritas.
3. Mengembangkan ketrampilan komunikasi interpersonal dan bergaul
dengan teman sebaya, baik secara individual maupun kelompok.
4. Menemukan manusia model yang dijadikan identitas pribadinya.
5. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap
kemampuannya sendiri.
6. Memeperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar
skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup (weltanschauung).
7. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku)
kekanak-kanakan.
2.2.4 Perilaku Seksual Remaja
Perilaku seksual remaja merupakan segala tingkah laku yang didorong
oleh hasrat seksual baik itu dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis.
Keinginan seks dikendalikan oleh sistem endoktrin dalam tubuh, dimana
terdapat kelenjar-kelenjar yang memproduksi zat kimia dan dikenal dengan
nama hormon. Hormon yang terpenting dalam fungsi seks merupakan hormon
testosteron , hormon estrogen dan hormon progesteron. Terdapat beberapa
perilaku seksual remaja yang sering dilakukan, diantaranya berupa :
1. Berfantasi Fantasi merujuk pada citra mental seseorang, objek atau situasi
yang sering dilakukan. Memiliki fantasi tentang perilaku seksual tertentu
tidak berarti orang tersebut benar-benar berharap akan melakukan atau
akan menyukai perilaku tersebut.
2. Berpegangan tangan, aktivitas ini memang tidak terlalu menimbulkan
rangsangan seksual yang kuat tetapi dapat muncul keinginan untuk
mecoba aktifitas seksual lainya.
3. Ciuman kering, yang dimaksud dengan ciuman ini merupakan ciuman
yang biasa dilakukan pada kening, pipi, tangan, rambut. Jika dilakukan
pada bibir biasanya dengan durasi yang singkat.
4. Ciuman basah, ciuman ini dilakukan dengan durasi yang panjang dan
intim.
5. Meraba, kegiatan merapa biasanya dilakukan pada bagian – bagian sensitif
dan intim untuk menimbulkan rangsangan seksual.
6. Berpelukan, berpelukan dapat menimbulkan jantung berdegup menjadi
lebih kencang, serta menimbulkan rasa nyaman dan rangsangan seksual.
7. Masturbasi, kegiatan ini merupakan memberikan rangsangan dengan
sengaja terhadap diri sendiri. Masturbasi yang berbahaya merupakan
masturbasi yang dilakukan dengan alat bantu yang berbahaya dan tidak
higenis.
8. Oral seks, merupakan rangsangan seks yang dilakukan dengan mulut.
9. Petting kering, merupakan prilaku saling menggesekkan alat kelamin
namu keduanya masih berpakaian.
10. Petting basah, merupakan petting yang keduanya tidak menggunakan
pakaian lagi.
11. Anal seks, prilaku seksual ini dilakukan dengan cara memasukkan penis
kedalam lubang anal.
12. Vagina seks, perilaku seksual ini dilakukan dengan memasukkan penis
kedalam vagina (Amalia, E. H, 2015; Siantar, R. L., Sirait, L. I., & Aisah,
S, 2021)
2.3 Kehamilan remaja
Kehamilan remaja merupakan kehamilan yang terjadi pada remaja wanita
berusia kurang dari 20 tahun, kehamilan ini terjadi akibat perilaku seksual baik
sengaja maupun tidak sengaja (Pujiastuti, 2012; Setyaningsih, M. M., &
Sutiyarsih, E, 2020). Kehamilan remaja masih menjadi perhatian dan masalah
kesehatan masyarakat di dunia hingga saat ini. Negara berkembang mempunyai
resiko kehamilan pada remaja lebih tinggi, setiap tahun banyak remaja di dunia
melahirkan di usia remaja dan melakukan aborsi (Gennari, 2013; Ngum Chi
Watts et al, 2015; Setyaningsih, M. M., & Sutiyarsih, E, 2020).
2.3.1 Penyebab Kehamilan Remaja
1. Faktor agama dan iman,
2. Faktor lingkungan (orang tua, teman, tetangga, media),
3. Pengetahuan yang minim di tambah rasa ingin tahu yang berlebihan,
4. Perubahan zaman,
5. Perubahan kadar hormon pada remaja meningkatkan libido atau dorongan
seksual yang membutuhkan penyaluran melalui aktivitas seksual,
6. Semakin cepatnya usia pubertas sedangkan pernikahan semakin tertunda
akibat tuntutan kehidupan,
7. Adanya trend baru dalam berpacaran dikalangan remaja (Pudiastuti,R. D,
2011: 26; Siantar, R. L., Sirait, L. I., & Aisah, S, 2021).
Faktor utama yang menyebabkan kehamilan pada remaja menurut sebuah
Amanda dkk yaitu ketidaksamaan gender, norma budaya, teman sebaya, dan
alkohol. Lebih umum diantaranya kemiskinan, kurang pendidikan dan
banyaknya jumlah penduduk. Adapun faktor lain yang menyebabkan
kehamilan remaja diantaranya faktor dari dalam individu: usia menikah, usia
pertama melakukan hubungan seksual, status pendidikan, pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi, tingkah laku seksual beresiko, penyalahgunaan zat
kimia, dan penggunaan kontrasepsi (Banepa, A., Lupita, M., dan Gatum M.,
A, 2017; Siantar, R. L., Sirait, L. I., & Aisah, S, 2021).
Kawin muda atau pernikahan dini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
salah satunya adalah pengetahuan remaja tentang seks dan seksualitas.
Pengetahuan yang benar tentang seks dan seksualitas akan mendorong para
remaja mengelolah energi seksual mereka dengan baik. Informasi yang baik
dan benar dapat berfungsi sebagai instrument pencegahan pernikahan dini
sekaligus berfungsi sebagai alat propaganda program keluarga berencana
(KB) yang murah dan efektif. Sebagai contoh penjelasan tentang pernikahan
dini atau kehamilan dini dan penerangan tentang usia ideal untuk menikah
akan mendorong para remaja untuk menunda pernikahan dini karena
menyadari kekeliruan yang berpotensi mengancam kesehatan, baik bayi yang
mereka lahirkan ataupun mereka sebagai orang tua (Hanum, S. M, 2015;
Siantar, R. L., Sirait, L. I., & Aisah, S, 2021).
2.3.2 Dampak kehamilan remaja
Hal ini sesuai dengan menurut (Bakar, S.A, 2014; Emilda, S, 2021), masalah-
masalah yang ditimbulkan akibat kehamilan pada remaja, antara lain:
1. Bagi remaja:
a. Sering terjadi keguguran atau aborsi.
Usia juga dapat mempengaruhi kejadian Abortus karena pada usia
kurang dari 20 tahun belum matangnya alat reproduksi untuk hamil
sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan
perkembangan janin, sedangkan Abortus yangterjadi pada usia lebih
dari 35 tahun disebabkan berkurangnya fungsi alat reproduksi,
kelainan pada kromosom, dan penyakit kronis.Usia ibu mempunyai
pengaruh terhadap kehamilan, diusia kurang dan 20 tahun adalah umur
yang dianggap terlalu muda untuk hamil dan melahirkan karena
endometrium belum siap menerima hasil konsepsi dan bila hamil
diatas 35 tahun diaman organ reproduksi dan fungsi organ tubuh
lainnya sudah mulai menurun dan kesehatan ibu tidak sebaik dulu
(Scoot, 2008).Wanita hamil kurang dari 20 tahun dapat merugikan
kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin karena
belum matangnyaalat reproduksi untuk hamil.
b. Proses persalinan sering disertai kesulitan.
Penyulit pada kehamilan remaja (<20 tahun) lebih tinggi dibandingkan
kurun waktu reproduksi sehat antara 20-30 tahun. Keadaan tersebut
akan makin menyukitkan bila ditambah dengan tekanan (stres)
psikologi, sosial, ekonomi, sehingga memudahkan terjadinya keguguran
(Manuaba et al., 2014; Astuty, P., & Budiarti, A, 2021).
c. Kematian ibu.
Perempuan di bawah usia 18 tahun yang hamil dan melahirkan
berisiko mengalami kematian saat persalinan. Ini karena tubuhnya
belum matang dan siap secara fisik saat melahirkan. (Natalia, S.,
Sekarsari, I., Rahmayanti, F., & Febriani, N, 2021)
d. Depresi Setelah Kelahiran
1) Tidak siap merawat bayinya
2) Perubahan Hormonal
3) Psikologi masih labil
4) Terjadinya postpartum syndrome
e. Risiko putus sekolah.
2. Bagi bayi:
a. Bayi yang dilahirkan dengan BB rendah (BBLR).
Kejadian gizi kurang pada balita diakibatkan oleh status gizi
pada saat lahir. Salah satu faktor penyebab masalah ini adalah
melahirkan bayi pada usia yang masih muda yaitu dibawah 20 tahun
yang secara langsung menjadi penyebab kelahiran bayi BBLR.
(Nuzula, R. F., Dasuki, D., & Kurniawati, H. F, 2020)
Aseel (2017) menyatakan bahwa kehamilan remaja dikaitkan
dengan risiko tinggi pendidikan yang buruk, anemia, hipertensi,
perdarahan pascapersalinan, berat lahir rendah, persalinan prematur,
gawat janin, dan sindrom aspirasi mekonium. (Tarsikah, T., Diba, D.
A. A., & Didiharto, H, 2020)
b. Resiko Kelainan Pada Bayi
1) Kematangan sel telur <20 tahun belum matang
2) Pembuahan tidak semourna & cacat pada bayi. (Natalia, S.,
Sekarsari, I., Rahmayanti, F., & Febriani, N, 2021).
c. Resiko Penyakit Alat Reproduksi
1) Resiko lebih tingvi terjangkit HPV (human papiloma virus)
penyebab kanker serviks
2) Penyakit kelamin (Natalia, S., Sekarsari, I., Rahmayanti, F., &
Febriani, N, 2021).
d. Kematian bayi.
Kematian bayi 50% lebih tinggi pada ibu usia remaja dikarenakan
pada ibu hamil usia remaja sering mengalami komplikasi kehamilan
yang buruk sampai pada saat persalinan. (Zakiah, U., & Fitri, H. N,
2020).
2.4 Menjadi Orang Tua Pada Masa Remaja
2.4.1 Faktor faktor yang menyebabkan menjadi orang tua pada masa remaja
Selama ini perkawinan di bawah umur terjadi dari dua aspek:
1. Sebab dari Anak.
a. Faktor Pendidikan.
Peran pendidikan anak-anak sangat mempunyai peran yang besar. Jika
seorang anak putus sekolah pada usia wajib sekolah, kemudian
mengisi waktu dengan bekerja. Saat ini anak tersebut sudah merasa
cukup mandiri, sehingga merasa mampu untuk menghidupi diri
sendiri. Hal yang sama juga jika anak yang putus sekolah tersebut
menganggur. Dalam kekosongan waktu tanpa pekerjaan membuat
mereka akhirnya melakukan hal-hal yang tidak produktif. Salah
satunya adalah menjalin hubungan dengan lawan jenis, yang jika
diluar kontrol membuat kehamilan di luar nikah.  
b. Faktor telah melakukan hubungan biologis.
Ada beberapa kasus, diajukannya pernikahan karena anak-anak telah
melakukan hubungan biologis layaknya suami istri. Dengan kondisi
seperti ini, orang tua anak perempuan cenderung segera menikahkan
anaknya, karena menurut orang tua anak gadis ini, bahwa karena sudah
tidak perawan lagi, dan hal ini menjadi aib. Tanpa mengenyampingkan
perasaan dan kegalauan orang tua, saya menganggap ini sebuah solusi
yang kemungkinan di kemudian hari akan menyesatkan anak-anak.
Ibarat anak kita sudah melakukan suatu kesalahan yang besar, bukan
memperbaiki kesalahan tersebut, tetapi orang tua justru membawa
anak pada suatu kondisi yang rentan terhadap masalah. Karena sangat
besar di kemudian hari perkawinan anak-anak tersebut akan dipenuhi
konflik.
c. Hamil sebelum menikah
Dalam keadaan hamil, maka orang tua cenderung menikahkan anak-
anak tersebut. terpaksa orang tua menikahkan anak tersebut. Bahkan
ada kasus, justru anak tersebut pada dasarnya tidak mencintai calon
suaminya, tapi karena terlanjur hamil, maka dengan sangat terpaksa
mengajukan permohonan dispensasi nikah.
2. Sebab dari luar Anak 
a. Faktor Pemahaman Agama.
Ada sebagian dari masyarakat yang memahami bahwa jika anak
menjalin hubungan dengan lawan jenis, telah terjadi pelanggaran
agama. Dan sebagai orang tua wajib melindungi dan mencegahnya
dengan segera menikahkan anak-anak tersebut. Ada satu kasus,
dimana orang tua anak menyatakan bahwa jika anak menjalin
hubungan dengan lawan jenis merupakan satu: “perzinahan”. Oleh
karena itu sebagai orang tua harus mencegah hal tersebut dengan
segera menikahkan.
b. Faktor ekonomi.
Banyak kasus dimana orang tua terlilit hutang yang sudah tidak
mampu dibayarkan. Dan jika si orang tua yang terlilit hutang tadi
mempunyai anak gadis, maka anak gadis tersebut akan diserahkan
sebagai “alat pembayaran” kepada si piutang. Dan setelah anak
tersebut dikawini, maka lunaslah hutang-hutang yang melilit orang tua
si anak.
c. Faktor adat dan budaya.
Di beberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat beberapa
pemahaman tentang perjodohan. Dimana anak gadisnya sejak kecil
telah dijodohkan orang tuanya.
2.4.2 Dampak yang muncul menjadi orang tua pada masa remaja
1. Rusaknya Organ Reproduksi
Banyak pihak medis mengatakan bahwa organ reproduksi terutama organ
reproduksi anak gadis remaja belum siap untuk melakukan hubungan
intim dan juga belum siap untuk mengandung. Jika hal itu terjadi, bisa
terjadi keguguran secara berulang-ulang karena kondisi rahim yang belum
siap. Tidak hanya itu saja, keguguran yang berulang bisa menyebabkan
rusaknya organ reproduksi wanita sehingga kemungkinan susah untuk bisa
menggandung kembali.
2. Keguguran
Salah satu dampak kehamilan di masa remaja adalah mengalami
keguguran. Penyebab kerena rahim yang masih muda belum siap dan
belum matang untuk menerima kehamilan.
3. Cacat Fisik
Salah satu hal yang menjadi bahaya kehamilan di masa remaja adalah bayi
yang dilahirkannya akan mengalami cacat fisik. Dikarenakan sel telur
pada wanita bawah 20 tahun  belum terbentuk dengan sempurna sehingga
ketika sel telur dibuahi akan menimbulkan kecacatan terutama cacat fisik
bagi janin.
4. Kurangnya Perawatan Kehamilan
Tingkat pendidikan yang rendah bisa menyebabkan kurangnya perawatan
Ketika kehamilan. Sebagian masyarakat yang tinggal dilingkungan
terpencil belum tahu bagaimana caranya merawat kehamilan dengan
benar, hal itu dapat memperparah kondisi ibu muda yang sedang hamil.
5. Mudah Terkena Infeksi
Organ reproduksi yang masih belum siap untuk melakukan hubungan
seksual bisa menyebabkan organ reproduksi mudah terkena infeksi.
Terlebih lagi ditunjang dengan faktor rendahnya ekonomi, stress dan
perawatan organ reproduksi yang kurang bisa menyebabkan mudah
terkena infeksi apalagi terutama saat masa nifas. Banyak bakteri yang bisa
masuk ke dalam organ reproduksi dan menimbulkan infeksi.
6. Kelahiran Prematur
Remaja yang mengalami kehamilan di usia muda dapat mengalami
kelahiran prematur. Usia kehamilan yang matang adalah antara 38 minggu
sampai dengan 40 minggu, sedangkan remaja yang mengalami kehamilan
sangat rentan untuk melahirkan di usia sebelum 37 minggu. Penyebabnya
adalah kondisi rahim yang masih belum siap untuk mengandung membuat
bayi dilahirkan prematur. Bayi yang dilahirkan secara prematur akan
memiliki berbagai macam masalah kesehatan diantaranya adalah masalah
di sistem pencernaan, masalah di pernafasan karena paru-paru yang belum
berkembang, syaraf mata yang belum berkembang secara sempurna
sehingga penglihatan tergenggu juga masalah kesehatan yang lainnya.
7. Terkena PMS
Hamil dengan usia yang masih sangat muda bisa menyebabkan ibu dan
bayinya terkena PMS. Penyakit yang akan mengintai remaja adalah
penyakit kelamin yang disebabkan oleh bakteri klamidia dan juga HIV.
PMS ini bisa menular melalui mulut rahim setelah virus itu sampai ke
dalam rahim, bakteri atau virus tersebut akan menganggu pertumbuhan
dan juga kesehatan bayi yang ada di dalam rahim.
8. Depresi
Remaja yang belum siap mental dan belum siap fisik untuk hamil bisa
mengalami depresi. Depresi itu bisa menyerang remaja setelah melahirkan
bayinya. Depresi itu ditandai dengan perasaan rendah diri, sedih dan juga
tidak mau mengurus bayinya setelah dilahirkan. Depresi tersebut bisa
berubah menjadi sindrom baby blues. Jika sudah terkena baby blues maka
diperlukan perawatan khusus dari pihak medis terutama untuk mengobati
psikologis remaja tersebut.
2.5 Prinsip-prinsip Etika Keperawatan
Peran perawat dalam menghadapi klien yang menjadi orang tua pada masa remaja
antara lain :
1. Conselor
Membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau
masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik antar
keluarga. Sehingga klien mempunyai pandangan yang lebih baik dari
sebelumnya dan dapat menerima peran sebagai orang tua diusia remaja.
2. Client Advocate (Pembela Klien).
a. Membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari
berbagai pemberi pelayanan kesehatan  
b. Pembelaan termasuk didalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk
klien, memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak
klien
3. Care Giver
Memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien mengenai hal-hal yang
dibutuhkan  klien dan juga memberikan dorongan semangat untuk menjalani
peran sebagai orang tua diusia remaja.
4. Educator
Perawat memberikan eduksi tentang dampak menjadi orang tua diusia remaja,
sehingga klien dapat mempunyai wawasan tentang bahanya menjadi orang tua
diusia remaja misalnya tentang belum matangnya sistem reproduksi.

8 Prinsip Etika Keperawatan


Berikut ini 8 prinsip etika keperawatan yang harus diketahui oleh perawat:
1. Autonomy (Kemandirian)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir
secara logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa mampu
memutuskan sesuatu dan orang lain harus menghargainya.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri, dan perawat haruslah bisa menghormati dan menghargai
kemandirian ini.
Contoh yang tidak memperhatikan otonomi adalah memberitahukan klien
bahwa keadaanya baik, padahal terdapat gangguan atau penyimpangan
2. Beneficence (Berbuat Baik)
Prinsip ini tentunya menuntut perawat untuk melakukan hal yang baik sesuai
dengan ilmu dan kiat keperawatan dalam melakukan pelayanan keperawatan.
Contoh perawat menasehati klien dengan penyakit jantung tentang program
latihan untuk memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi perawat menasehati
untuk tidak dilakukan karena alasan resiko serangan jantung.
Hal ini merupakan penerapan prinsip beneficence. Walaupun memperbaiki
kesehatan secara umum adalah suatu kebaikan, namun menjaga resiko
serangan jantung adalah prioritas kebaikan yang haruslah dilakukan.
3. Justice (Keadilan)
Prinsip ini direfleksikan ketika perawat bekerja sesuai ilmu dan kiat
keperawatan dengan memperhatikan keadilan sesuai standar praktik dan
hukum yang berlaku.
Contoh ketika perawat dinas sendirian dan saat itu ada klien baru masuk serta
ada juga klien rawat yang memerlukan bantuan perawat maka perawat harus
mempertimbangkan faktor-faktor dalam faktor tersebut kemudian bertindak
sesuai dengan asas keadilan.
4. Non-Maleficence (Tidak Merugikan)
Prinsip ini berarti seorang perawat dalam melakukan pelayanannya sesuai
dengan ilmu dan kiat keperawatan dengan tidak menimbulkan bahaya/cedera
fisik dan psikologis pada klien.
Contoh ketika ada klien yang menyatakan kepada dokter secara tertulis
menolak pemberian transfusi darah dan ketika itu penyakit perdarahan
(melena) membuat keadaan klien semakin memburuk dan dokter harus
menginstrusikan pemberian transfusi darah.
Akhirnya transfusi darah tidak diberikan karena prinsip beneficence walaupun
pada situasi ini juga terjadi penyalahgunaan prinsip non-maleficence.
5. Veracity (Kejujuran)
Prinsip ini tidak hanya dimiliki oleh perawat namun harus dimiliki oleh
seluruh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada
setia klien untuk meyakinkan agar klien mengerti.
Informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran
merupakan dasar membina hubungan saling percaya. Klien memiliki otonomi
sehingga mereka berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu.
Contoh Ny. B masuk rumah sakit dengan berbagai macam fraktur karena
kecelakaan mobil, suaminya juga ada dalam kecelakaan tersebut dan
meninggal dunia.
Ny. B selalu bertanya-tanya tentang keadaan suaminya. Dokter ahli bedah
berpesan kepada perawat untuk menunda memberitahukan kematian suaminya
kepada klien. Perawat dalam hal ini dihadapkan oleh konflik kejujuran.
6. Fidelity (Menepati Janji)
Tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan,
mencegah penyakit, memulihkan kesehatan, dan meminimalkan penderitaan.
Untuk mencapai itu perawat harus memiliki komitmen menepati janji dan
menghargai komitmennya kepada orang lain.
7. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan adalah informasi tentang klien yang harus dijaga privasi klien.
Contoh dokumentasi tentang keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna
keperluan pengobatan, upaya peningkatan kesehatan klien dan atau atas
permintaan pengadilan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan juga harus
dihindari.
8. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional
dapat dinilai dalam berbagai kondisi tanpa terkecuali.
Contoh perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, klien, sesame
teman sejawat, karyawan, dan masyarakat.
Jika perawat salah memberi dosis obat kepada klien perawat dapat digugat
oleh klien yang menerima obat, dokter yang memberi tugas delegatif, dan
masyarakat yang menuntut kemampuan professional.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Remaja merupakan masa transisi dimana peralihan dari anak-anak menuju usia
dewasa dengan rentang usia pada usia 10 tahun s.d. 19 tahun. Tanda seksualitas
dapat dilihat dari perubahan fisik. Dimana perbahan fisik ini dapat dibagi menjadi
2. Yakni tanda seks primer dan sekunder, Yang dimaksud dengan tanda-tanda
seks primer adalah organ seks. Pada laki-laki yaitu pada gonad dan testes, terletak
di dalam scrotum. Sedangkan tanda kematangan organ reproduksi perempuan
yaitu terjadinya menstruasi yang merupakan pengeluaran darah, lender. Siring
dengan perkembangan zama tidak sedikit remaja yang mengalami kehamilan dan
mengharuskannya mejadi orang tua di masa remaja. Peran perawat yang sesuai
dengan etika keperawatan tentunya di perlukan untuk menghadapi klien yang
menjadi orang tua dimasa remaja
3.2 Saran
Hasil pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan tambahan
pengetahuan dalam ilmu keperawatan khususnya dalam pemahaman tentang konsep
asuhan keperawatan pada klien dengan leukemia sehingga penulis menyarankan kepada
para pembaca agar bisa mengaplikasikan hal tersebut dalam kehidupan sehari – hari
maupun di lahan kerja dengan mampu memahami definisi, etiologi, tanda gejala,
pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan leukemia, sehingga nantinya makalah ini
mampu meningkatkan keperawatan sebagai suatu disiplin ilmu yang lebih baik.
Daftar Pustaka
Astuty, P., & Budiarti, A. (2021). Hubungan Usia Ibu Hamil Dan Kadar
Haemoglobin Ibu Hamil Dengan Kejadian Abortus Di Wilayah Kerja Pmb
Endah Retno Pratiwi, S. St Kecamatan Wagir Kabupaten Malang. Biomed
Science, 7(1), 19-27.
Emilda, S. (2021). Analisis Kesehatan Reproduksi Pada Remaja. Jurnal Kesehatan
Dan Pembangunan, 11(21), 93-101.
Natalia, S., Sekarsari, I., Rahmayanti, F., & Febriani, N. (2021). Resiko Seks Bebas
Dan Pernikahan Dini Bagi Kesehatan Reproduksi Pada Remaja. Journal Of
Community Engagement In Health, 4(1), 76-81.
Nuzula, R. F., Dasuki, D., & Kurniawati, H. F. (2020). Hubungan Kehamilan Pada
Usia Remaja Dengan Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah (Bblr) Di Rsud
Panembahan Senopati. Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu, 11(2), 121-130.
Putri Lidyani, H., & Nur Halimah, S. (2020). Gambaran Tingkat Kecemasan Remaja
Pada Pola Asuh Orang Tua Yang Overprotective Di Sma Negeri 1
Cigombong Kabupaten Bogor Tahun 2020 (Doctoral Dissertation, Politeknik
Kesehatan Kemenkes Bandung).
Saputro, K. Z. (2018). Memahami ciri dan tugas perkembangan masa
remaja. Aplikasia: Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama, 17(1), 25-32.
Setyaningsih, M. M., & Sutiyarsih, E. (2020). Faktor-Faktor Determinan Yang
Melatar Belakangi Kehamilan Remaja Di Desa Pandansari Kecamatan
Poncokusumo Kabupaten Malang. Jurnal Ners Dan Kebidanan (Journal Of
Ners And Midwifery), 7(2), 247-255.
Siantar, R. L., Sirait, L. I., & Aisah, S. (2021, February). Kehamilan Remaja Dengan
Insidensi Bayi Lahir Berat (Bblr. In Prosiding Seminar Nasional Stikes
Syedza Saintika (Vol. 1, No. 1).
Tarsikah, T., Diba, D. A. A., & Didiharto, H. (2020). Komplikasi Maternal Dan
Luaran Bayi Baru Lahir Pada Kehamilan Remaja Di Rumah Sakit Umum
Daerah Kanjuruhan, Kepanjen, Malang. Jurnal Kesehatan, 13(1), 54-68.
Telly Katharina, Y. (2018). Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Melalui
Audio Visual Dengan Hasil Pengetahuan Setelah Penyuluhan Pada Remaja
Sma Negeri 2 Pontianak Tahun 2017. Jurnal Kebidanan Akbid Panca Bhakti
Pontianak, 8(1).
Zakiah, U., & Fitri, H. N. (2020). Gambaran Kehamilan Remaja Ditinjau Dari Umur,
Penyebab Kehamilan Dan Kontak Pertama Dengan Tenaga Kesehatan Di
Wilayah Kerja Puskesmas Sikumana Kota Kupang. Chmk Midwifery
Scientific Journal, 3(1), 128-133.
Zuraida, Z. (2019). Konsep Diri Pada Remaja Dari Keluarga Yang Bercerai. Jurnal
Psikologi Kognisi, 2(2), 88-97.
https://www.google.com/amp/s/mhomecare.co.id/blog/8-etika-keperawatan/amp/

Anda mungkin juga menyukai