Anda di halaman 1dari 13

KESEHATAN REPRODUKSI

REMAJA

Makalah disusun guna memenuhi tugas


mata kuliah Keperawatan Anak I

Dosen Pengampu: Ns. Desmawati, M. Kep., Sp. Mat., PhD

Disusun Oleh:

Srimpi Pamulatsih 18107110082

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2020

A. Kesehatan Reproduksi Remaja

1
1. Pengertian Remaja Dalam Konteks Kesehatan Reproduksi Remaja
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat.
Menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) batasan usia remaja adalah 12 sampai
24 tahun. Sedangkan dari segi program pelayanan, definisi remaja yang digunakan oleh
Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum
kawin.Menurut BKKBN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan
usia remaja adalah 10 sampai 21 tahun.

2. Perubahan Fisik, Biologis, Psikososial Remaja


Masa remaja sebagai titik awal proses reproduksi menunjukkan persiapan strategi
interfrensi perlu dimulai jauh sebelum masa usia subur. Nilai anak perempuan dan laki-
laki dalam keluarga dan masyarakat, dan bagaimana perlakuan yang mereka terima
merupakan faktor penting yang turut menentukan keshatan reproduksi mereka dimasa
datang.
Menurut Robert Havinghurst dalam sarlito, seorang remaja dalam menghadapi
tugas-tugas perkembangan sehubungan dengan perubahan-perubahan fisik dan peran
sosial yang sedang terjadi pada dirinya. tugas-tugas itu adalah menerima kondisi fisiknya
yang berubah. Bagi masa remaja awal, adanya kematangan jasmani (seksual) itu
umumnya digunakan dan dianggap sebagai ciri-ciri primer akan datangnya masa remaja.
1) Tumbuh Kembang Remaja.
Dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial
dan seksual, semua remaja akan melewati tahapan sebagai berikut (Iskandarsyah, 2006):
a. Masa remaja awal/dini (early adolescence): umur 10–13 tahun
1) Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya,
2) Tampak dan merasa ingin bebas,
3) Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan
mulai berfikir khayal (abstrak).
b. Masa remaja pertengahan (middle adolescence): umur 14–16 tahun
1) Tampak dan merasa ingin mencari identitas diri,
2) Ada keinginan untuk berkencan atau tertarik pada lawan jenis,
3) Timbul perasaan cinta yang mendalam,
4) Kemampuan berfikir abstrak (berkhayal) makin berkembang,
5) Berkhayal mengenai hal-hal yang bekaitan dengan seksual.
c. Masa remaja akhir, 17 – 19 tahun.
1) Menampakkan pengungkapan kebebasan diri,
2) Dalam mencari teman sebaya lebih selektif,
3) Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya,
4) Dapat mewujudkan perasaan cinta,
5) Memiliki kemampuan berfikir khayal atau abstrak.

2
2) Pertumbuhan fisik pada remaja perempuan:
a. Mulai menstruasi.
b. Payudara dan panggul membesar.
c. Indung telur membesar.
d. Kulit dan rambut berminyak dan tumbuh jerawat.
e. Vagina mengeluarkan cairan.
f. Mulai tumbuh bulu di ketiak dan sekitar vagina.
g. Tubuh bertambah tinggi (Lengan dan Tungkai kaki bertambah panjang )
h. Tulang-tulang wajah mulai memanjang dan membesar, sehingga tidak terlihat
seperti anak kecil lagi.
i. Kaki dan tangan bertambah besar
j. Keringat bertambah banyak
k. Indung telur mulai membesar dan berfungsi sebagai organ reproduksi
3) Perubahan fisik yang terjadi pada remaja laki-laki:
a. Terjadi perubahan suara mejadi besar dan berat.
b. Tumbuh bulu disekitar ketiak dan alat kelamin.
c. Tumbuh kumis.
d. Mengalami mimpi basah.
e. Tumbuh jakun.
f. Pundak dan dada bertambah besar dan bidang.
g. Penis dan buah zakar membesar.
h. Tubuh bertambah berat dan tinggi
i. Keringat bertambah banyak
j. Kulit dan rambut mulai berminyak
k. Lengan dan tungkai kaki bertambah besar
l. Tulang-tulang wajah mulai memanjang dan membesar, sehingga tidak terlihat
seperti anak kecil lagi
       Pada usia remaja, tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai
berikut:
a. Mencapai hubungan yang baru dan lebih masak dengan teman sebaya baik sesama
jenis maupun lawan jenis.
b. Mencapai peran sosial maskulin dan feminin
c. Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif
d. Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
e. Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi
f. Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja
g. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga
h. Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya
kompetensi sebagai warga negara
i. Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara
sosial
3
j. Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku (Havighurst
dalam Hurlock, 1973).
       Perubahan Psikis juga terjadi baik pada remaja perempuan maupun remaja laki-laki,
mengalami perubahan emosi, pikiran, perasaan, lingkungan pergaulan dan tanggung
jawab, yaitu :
a. Remaja lebih senang berkumpul diluar rumah dengan kelompoknya.
b. Remaja lebih sering membantah atau melanggar aturan orang tua.
c. Remaja ingin menonjolkan diri atau bahkan menutup diri.
d. Remaja kurang mempertimbangkan maupun menjadi sangat tergantung pada
kelompoknya.
     Hal tersebut diatas menyebabkan remaja menjadi lebih mudah terpengaruh oleh hal-
hal yang negatif dari lingkungan barunya.
Menurut Hurlock (1973) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam
memenuhi tugas-tugas tersebut, yaitu:
a. Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan
kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas
dan nilai-nilai.
b. Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada
remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian
berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit
kewajiban dibebankan oleh orangtua.

3. Pengertian Kesehatan Reproduksi


Pada dasarnya kesehatan reproduksi merupakan unsur yang dasar dan penting
dalam kesehatan umum, baik untuk laki-laki dan perempuan. Selain itu, kesehatan
reproduksi juga merupakan syarat ensensial bagi kesehatan bayi, anak-anak, remaja,
orang dewasa bahkan orang-orang yang berusia setelah masa reproduksi. Reproduksi
secara sederhana dapat diartikan sebagai kemampun untuk “membuat kembali”. Dalam
kaitannya dengan kesehatan, reproduksi diartikan sebagai kemampuan seseorang
memperoleh keturunan (beranak).
Menurut WHO dan ICPD (International conference on Population and
Development) 1994 yang diselenggarakan di Kairo kesehatan reproduksi adalah keadaan
sehat yang menyeluru, meliputi aspek fisik, mental dan sosial dan bukan sekedar tidak
adanya penyakit atau gangguan segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi,
fungsinya maupun proses reproduksi itu sendiri. Sesuai dengan definisi tersebut
“Pelayanan kesehatan reproduksi” secara luas didefinisikan sebagai konstelasi metode,
teknik dan pelayanan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dengan cara
mencegah dan memecahkan masalah kesehatan reproduksi.
Menurut Mariana Amiruddin, definisi kesehatan reproduksi adalah sekumpulan
metode, teknik, dan pelayanan yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan reproduksi
melalui pencegahan dan penyelesaian masalah kesehatan reproduksi yang mencakup
4
kesehatan seksual, status kehidupan dan hubungan perorangan, bukan semata konsultasi
dan perawatan yang berkaitan dengan reproduksi dan penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seks.
Isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi kadang merupakan isu yang
pelik dan sensitif, seperti hak-hak reproduksi, kesehatan seksual, penyakit menular
seksual (PMS) termasuk HIV / AIDS, kebutuhan khusus remaja, dan perluasan
jangkauan pelayanan ke lapisan masyarakat kurang mampu atau mereka yang tersisih.
Karena proses reprouksi terjadi melalui hubungan seksual, definisi kesehatan reproduksi
mencakup kesehatan seksual yang mengarah pada peningkatan kualitas hidup dan
hubungan antara individu, jadi bukan hanya konseling dan pelayanan untuk proses
reproduksi dan PMS. Dalam wawasan pengembangan kemanusiaan, merumuskan
pelayanan ksehatan reproduksi sangat penting mengingat dampaknya juga terasa dalam
kualitas hidup pada generasi berikutnya. Sejauh mana orang dapat menjalankan fungsi
dan proses reproduksinya secara aman dan sehat sesunggunya tercermin dari kondisi
kesehatan selama siklus kehidupannya mulai dari saat konsepsi, masak anak, remaja,
dewasa hingga masa paska usia reproduksi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan reproduksi adalah suatu cara untuk
pencegahan dan penyelesaian masalah kesehatan reproduksi meliputi kesehatn fisik,
mental, sosial dan bukan sekedar tidak hanya konsultasi dan keperawatan yang berkaitan
dengan reproduksi dan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks.

4. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi


Menurut Program Kerja WHO ke IX (1996-2001) pada Mei 1994, masalah
kesehatan reproduksi ditinjau dari pendekatan keluarga meliputi :
a. Praktik tradisional yang berakibat buruk semasa anak-anak (seperti : mutilasi genital,
diskriminasi nilai anak).
b. Masalah kesehatan reproduksi remaja (kemungkinan besar dimulai sejak masa
kanak-kanak yang seringkali muncul dalam bentuk kehamilan remaja, kekerasan /
pelecehan seksual dan tindakan seksual tidak aman).
c. Tidak terpenuhinya kebutuhan ber-KB, biasanya terkait dengan isu aborsi tidak
aman.
d. Mortalitas dan morbiditas ibu dan anak (sebagai kesatuan) selama kehamilan,
persalinan, dan masa nifas, yang diikuti dengan malnutrisi anemia, bayi berat lahir
rendah.
e. Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), yang berkaitan dengan Penyakit Menular Seksual
(PMS).
f. Kemandulan yang berkaitan dengan ISR / PMS.
g. Sindrom pre dan post menopause (andropause), dan peningkatan resiko kanker organ
reproduksi.
h. Kekurangan hormon yang menyebabkan osteoporosis dan masalah usia lanjut
lainnya.
5
i. Adapun hak-hak reproduksi berdasarkan hasil Konferensi Internasional
Kependudukan dan Pembangunan, disepakati hal-hal reproduksi yang bertujuan
untuk mewujudkan kesehatan bagi individu secara utuh, baik kesehatan rohani dan
jasmani, meliputi (Minkjosastro, 1999):
a. Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi,
b. Hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi,
c. Hak kebebasan berfikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi,
d. Hak dilindungi dan kematian karena kehamilan,
e. Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kehamilan,
f. Hak atas kebebasan dan keamanan yang berkaitan dengan kehidupan
reproduksinya,
g. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan
dari pelecehan, perkosaan, kekerasan, penyiksaan seksual,
h. Hak mendapatkan manfaat kemajuan ilmu penetahuan yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi,
i. Hak atas pelayanan dan kehidupan reproduksinya,
j. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga,
k. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam berkeluarga dan kehidupan
kesehatan reproduksi,
l. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksi.

Masa remaja sebagai titik awal proses reproduksi menunjukkan persiapan strategi
intervensi perlu dimulai jauh sebelum masa usia subur. Nilai anak perempuan dan anak
laki-laki dalam keluarga dan masyarakat, dan bagaimana perlakuan yang mereka terima
merupakan faktor penting yang turut menentukan kesehatan reproduksi mereka dimasa
mendatang.

Dixon menjelaskan bahwa kondisi seksual dikatakan sehat apabila seseorang berada
dalam beberapa kondisi. Pertama, terbebas dan terlindung dari kemungkinan tertularnya
penyakit yang disebabkan oleh hubungan seksual. Kedua, terlindung dari praktik-praktik
berbahaya dan kekerasan seksual. Ketiga, dapat mengontrol akses seksual orang lain
terhadapnya. Keempat, dapat memperoleh kenikmatan atau kepuasan seksual. Kelima,
dapat memperoleh informasi tentang seksualitas. Sedangkan, individu dikatakan bebas
dari gangguan reproduksi apabila yang bersangkutan:

a. Aman dari kemungkinan kehamilan yang tidak dikehendaki


b. Terlindung dari praktek reproduksi yang berbahaya
c. Bebas memilih alat kontrasepsi yang cocok baginya
d. Memiliki akses terhadap informasi tentang alat kontrasepsi dan reproduksi
e. Memiliki akses terhadap perawatan kehamilan dan pelayanan persalinan yang aman
f. Memiliki akses terhadap pengobatan kemandulan (infirtility).

6
5. Unsur-unsur Kesehatan Reproduksi Remaja
Upaya promosi dan pencegahan masalah kesehatan reproduksi juga perlu
diarahkan pada masa remaja atau peralihan dari masa anak menjadi dewasa, dimana
perubahan-perubahan dari bentuk dan fungsi tubuh terjadi dalam waktu relatif cepat.
Masa pubertas ditandai dengan berkembangnya tanda seks sekunder dan berkembangnya
jasmani secara pesat, menyebabkan remaja secara fisik mampu melakukan fungsi dan
proses reproduksi tersebut. Informasi dan penyuluhan, konseling dan pelayanan klinis
perlu ditingkatkan untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja.
Remaja merupakan fase kehidupan manusia yang spesifik. Pada saat usia remaja
terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa ini berdampak macam-macam
pada fisik dan jiwa remaja. Secara fisik akan muncul apa yang disebut sebagai tanda-
tanda seks sekunder seperti payudara membesar, bulu-bulu kemaluan tumbuh, haid pada
perempuan, dan mimpi basah pada laki-laki. Secara psikologis muncul dorongan birahi
yang besar tetapi juga secara psikologis mereka masaih dalam peralihan dari anak-anak
kedewasa. Secara biologis aktivitas organ dan fungsi reproduksi mereka meningkat pesat
tetapi secara psikoloogis aktivitas organ dan fungsi reproduksi mereka meningkat pesat
tetapi secara psikologis dan sosiologis mereka dianggap belum siap menjadi dewasa.
Konflik yang terjadi antara berbagai perkembangan tersebut membuat mereka juga
beresiko mengalami masalah kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi tersendiri.
Oleh karena itu kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi remaja perlu
ditangani secara khusus dengan cara-cara yang ditunjukkan untuk menyiapkan mereka
menjadi remaja (yang kelak menjadi orang tua) yang bertanggung jawab. Mereka bukan
saja memerlukan informasi dan pendidikan, tetapi juga pelayanan kesehatan seksual dan
reproduksi mereka. Pemberian informasi dan pendidikan tersebut harus dilakukan
dengan menghormati kerahasiaan dan hak-hak privasi lain mereka. Masalah kesehatan
seksual dan reproduksi adalah isu-isu seksual remaja, termasuk kehamilan yang tidak
diinginkan, aborsi tidak aman, penyakit menular melalui seks, dan HIV / Aids, dilakukan
pendekatan melalui promosi perilaku seksual yang bertanggung jawab dan reproduksi
yang sehat, termasuk disiplin pribadi yang mandiri serta dukungan pelayanan yang layak
dan konseling yang sesuai secara spesifik untuk umur mereka. Penekana kehamilan
remaja secara umum juga diharapkan. Hal-hal yang ada seputar kesehatan reproduksi
remaja antara lain.
a. Kesehatan Alat- Alat Reproduksi
Masalah-masalah yang berkaitan dengan kondisi kesehatan lat-alat reproduksi ini
menyentuh remaja perempuan juga remaja laki-laki. Masalah-masalah yang
dihadapi remaja perempuan antara lain adalah payudara mengeluarkan cairan,
benjolan pada payudara, masalah seputar haid (nyeri haid yang tidak teratur),
keputihan, dan infeksi saluran reproduksi. Selain itu juga diajukan pertanyaan-
pertanyaan, seputar siklus haid, waktu terjadinya masa subur, masalah keperawanan
dan masalah jerawat. Masalah-masalah yang berkenaan dengan kesehatan alat-alat
7
reproduksi yang dihadapi oleh remaja laki-laki antara lain adalah masalah bentuk
dan ukuran penis, jumlah testis tidak lengkap dan hernia scrotalis.
b. Hubungan dengan Pacar
Persoalan-persoalan yang mewarnai hubungan dengan pacar adalah masalah
kekerasan oleh pacar, tekanan untuk melakukan hubungan seksual, pacar
cemburuan, pacar berselingkuh dan bagai mana menghadapi pacar yang pemarah.
Tindakan seseorang dapat digolongkan sebagai tindak kekerasan dalam percintaan
bila salah satu pihak merasa terpaksa, tersinggung dan disakiti dengan apa yang
telah di lakukan pasangannya.
c. Masturbasi
Masturbasi atau onani adalah salah satu cara yang dilakukan jika seseorang tidak
mampu mengendalikan dorongan seksual yang dirasakannya. Jika dibandingkan
dengan melakukan hubungan seksual, maka onani dapat dikatakan mengandung
resiko yang lebih kecil bagi pelakunya untuk menghadapi kehamilan yang tidak
dikehendaki dan penularan penyakit menular seksual. Bahaya onani adalah apabila
dilakukan dengan cara tidak sehat misalnya menggunakan alat yang bisa
menyebabkan luka atau infeksi. Onani juga bisa menimbulkan masalah bila terjadi
ketergantungan / ketagihan, bisa juga menimbulkan perasaan bersalah.
d. Hubungan Seksual Sebelum Nikah
Cara para remaja berpacaran dewasa ini berkisar dari melakukan ciuman bibir,
raba-raba daerah sensitif, saling menggesekkan alat kelamin (petting) sampai ada
pula yang melakukan senggama. Perkembangan zaman juga mmpengaruhi perilaku
seksual dalam berpacaran para remaja. Hal ini dapat dilihat bahwa hal-hal yang
ditabukan remaja pada beberapa tahun yang lalu seperti berciuman dan bercumbu,
kini sudah dianggap biasa. Bahkan, ada sebagian kecil dari mereka setuju dengan
free sex. Perubahan dalam nilai ini, misalnya terjadi dengan pandangan mereka
terhadap hubungan seksual sebelum menikah.
e. Penyakit Menular Seksual
Hubungan seksual sebelum menikah juga berisiko terkena penyakit menular
seksual seperti sifilis, gonorhoe (kencing nanah), herps sampai terinfeksi HIV.
f. Aborsi
Salah satu cara menghadapi kehamilan yang tidak di inginkan adalah dengan
melakukan tindakan aborsi. Aborsi masih merupakan tindakan yang ilegal di
Indonesia. Upaya sendiri untuk melakukan aborsi banyak dilakukan dengan
mengkonsumsi obat-obatan tertentu, jamu, dan lain-lain.

6. Manfaat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi


Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi sangat diperlukan oleh remaja. Hal
ini dikarenakan dengan memiliki informasi dan pengetahuan yang benar maka remaja
akan banyak mengambil manfaat. Dampak positif dari pengetahuan yang benar

8
mengenai kesehatan reproduksi yaitu dapat mencegah perilaku seks pranikah serta
dampaknya termasuk kehamilan tidak di inginkan, HIV/AIDS, dan IMS dapat dicegah.
Remaja dapat mengambil keputusan apakah memang dia menginginkan atau tidak
dengan pikiran yang sehat, karena remaja sudah mengetahui dampak positif negatifnya.
Remaja akan menghindari situasi-situasi yang membuat remaja terpaksa atau dipaksa
untuk melakukan hubungan seksual. Seringkali, dalam suatu proses berpacaran, remaja
diminta oleh pasangannya untuk melakukan hubungan seksual dengan alasan saling
mencintai dan untuk membuktikan cinta tersebut kepasangan. Remaja yang memahami
informasi tentang kesehatan reproduksi dengan baik akan mampu menolak jika dipaksa
oleh pasangannya untuk melakukan hubungan seksual.
Remaja yang mempunyai pengetahuan yang benar mengenai kesehatan
reproduksi dapat berhati-hati dalam melangkah. Remaja akan dapat memberikan
penilaian mengenai patut tidaknya melakukan melakukan hubungan seksual dengan
pasangannya sebelum menikah. Penilaian yang dibuat remaja tersebut dilakukan secara
sadar bukan keterpaksaan.

B. Konsep Program KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja)


Sejak Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) pada
tahun 1994, masyarakat internasional secara konsisten mengukuhkan hak-hak remaja akan
informasi tentang kesehatan reproduksi yang benar dan pelayanan kesehatan reproduksi
termasuk konseling. Masyarakat internasional juga telah mengingatkan kembali bahwa hak
dan tanggung jawab para orang tua adalah membimbing, termasuk tidak menghalangi anak
remajanya, untuk mendapatkan akses terhadap pelayanan dan informasi yang mereka
butuhkan tentang kesehatan reproduksi yang baik (Muadz dkk, 2008).
Sejak tahun 2000, Pemerintah Indonesia telah mengangkat kesehatan reproduksi remaja
(KRR) menjadi program nasional. Program KRR merupakan upaya pelayanan untuk
membantu remaja memiliki status kesehatan reproduksi yang baik melalui pemberian
informasi, pelayanan konseling, dan pendidikan keterampilan hidup (Muadz dkk, 2008).
Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan
proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata
bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial-
kultural. Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar
mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya. Dengan informasi
yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab
mengenai proses reproduksi (Depkes RI, 2003).
Kepedulian pemerintah terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja cenderung
semakin tinggi. Hal ini disebabkan antara lain karena berbagai masalah yang dihadapi remaja
semakin kompleks. Masa remaja sangat erat kaitannya dengan perkembangan psikis pada
periode yang dikenal sebagai pubertas serta diiringi dengan perkembangan seksual. Kondisi
ini menyebabkan remaja menjadi rentan terhadap masalah-masalah perilaku berisiko, seperti
melakukan hubungan seks sebelum menikah dan penyalahgunaan napza, yang keduanya
9
dapat membawa risiko terhadap penularan HIV dan AIDS. Kompleksitas permasalahan
remaja tersebut perlu mendapat perhatian secara terus menerus baik dari pihak pemerintah,
LSM, masyarakat, maupun keluarga, guna menjamin kualitas generasi mendatang (Depkes
RI, 2003).
1) Dasar Hukum
Landasan hukum yang dipergunakan sebagai dasar dalam pembinaan KRR adalah:
a. UU no. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
b. UU no. 10 tahun 1992 tentang Pengembangan Kependudukan dan Keluarga Sejahtera,
c. UU no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
d. Instruksi Presiden RI no. 2 tahun 1989 tentang Pembinaan Kesejahteraan Anak
e. Instruksi Presiden RI no. 3 tahun 1997 tentang Penyelenggaraan Pembinaan dan
Pengembangan Kualitas Anak
f. Keputusan Menkes no. 433/MENKES/SK/VI/1998 tentang Pembentukan Komisi
Kesehatan Reproduksi.

2) Sasaran
a. Sasaran utama: kelompok remaja berusia 10–19 tahun di sekolah maupun di luar
sekolah.
b. Sasaran sekunder: orang tua, keluarga yang mempunyai anak remaja, guru/pamong
belajar, organisasi pemuda, pemimpin agama.
c. Sasaran tersier: petugas kesehatan, petugas lintas sektoral, LSM, organisasi
masyarakat.

Pengetahuan dasar yang perlu diberikan kepada remaja agar mereka mempunyai
kesehatan reproduksi yang baik antara lain (Depkes RI, 2005):
a) Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi (aspek tumbuh
kembang remaja)
b) Alasan remaja perlu mendewasakan usia perkawinan serta cara merencanakan
kehamilan agar sesuai dengan keinginannya dan pasangannya
c) Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap kondisi
kesehatan reproduksi
d) Bahaya narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi
e) Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual
f) Kekerasan seksual dan cara menghindarinya
g) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan diri
agar mampu menangkal hal-hal yang bersifat negative
h) Hak-hak reproduksi.

3) Tujuan Program KRR


a. Tujuan Umum

10
Meningkatkan kualitas remaja melalui upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan
perilaku positif remaja tentang kesehatan reproduksi dan pemenuhan hak-hak
reproduksi bagi remaja secara terpadu dengan memperhatikan keadilan dan
kesetaraan gender.
b. Tujuan Khusus
1. Meningkatnya komitmen para penentu dan pengambil kebijakan dari berbagai
pihak terkait, baik pemerintah dan non pemerintah.
2. Meningkatnya efektivitas penyelenggaraan upaya kesehatan reproduksi remaja
melalui peningkatan fungsi, peran dan mekanisme kerja di pusat, provinsi dan
kabupaten/kota.
3. Meningkatnya keterpaduan dan kemitraan pelaksanaan program KRR bagi seluruh
sektor terkait, dipusat, provinsi dan kabupaten/kota.

4) Kebijakan dan Strategi KRR


Arah Kebijakan Program KRR adalah mewujudkan TEGAR REMAJA, dalam
rangka Tegar Keluarga untuk mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera sebagai
misi Keluarga Berencana Nasional. Kehidupan remaja adalah tahap transisi kehidupan
yang memiliki 5 masa transisi kehidupan (five life transitions of youth) pada saat remaja
dihadapkan untuk mengambil keputusan dalam lima bidang kehidupan yaitu:
a. melanjutkan sekolah,
b. mencari pekerjaan,
c. memulai kehidupan berkeluarga,
d. menjadi anggota masyarakat, dan
e. mempraktekkan hidup sehat.
Dari lima bidang atau tahapan kehidupan dimana remaja harus mengambil
keputusan ternyata sangat tergantung pada cara remaja mengambil keputusan untuk bisa
mempraktekan hidup sehat. Keputusan apakah remaja mempraktekkan atau tidak
mempraktekkan hidup sehat akan mewarnai kualitas kehidupan pada 4 bidang kehidupan
yang lain. Mempraktekkan pola hidup sehat pada masa transisi kehidupan remaja adalah
dalam rangka mewujudkan kehidupan TEGAR REMAJA. Adapun ciri TEGAR
REMAJA adalah remaja yang:
a. menunda usia pernikahan,
b. berperilaku sehat,
c. terhindar dari resiko TRIAD-KRR (seksualitas, HIV dan AIDS, dan napza),
d. bercita-cita mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera,
e. menjadi contoh, model, idola, dan sumber informasi bagi teman sebayanya.

5) Ruang Lingkup Program KRR


Secara garis besar ruang lingkup program KRR meliputi:
a. Perkembangan seksualitas dan resiko (termasuk pubertas, anatomi dan fisiologi organ
reproduksi dan kehamilan tidak diinginkan) dan penundaan usia kawin
11
b. Pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV dan AIDS
c. Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya)
d. Masalah-masalah remaja yang terkait dengan dampak dari resiko TRIAD KRR
seperti: kenakalan remaja, perkelahian antar remaja dan lain-lain.

C. Peran Perawat Dalam Mendukung Program KRR


1. Edukator
Perawat sebagai pendidik harus memberikan edukasi kepada remaja dan keluarga
mengenai kesehatar reproduksi remaja agar sasaran dapat memahami informasi seputar
KRR dan dapat melaksanakan perilaku sehat reproduksi serta menghindari kenakalan
remaja.
2. Konselor
Perawat memiliki peran sebagai konselor untuk remaja dan keluarga dalam memecahkan
suatu masalah remaja seputar kesehatan reproduksi.
3. Advokat
Perawat memiliki peran sebagai advokat untuk mengutamakan kesehatan dan kebaikan
remaja. Perawat dapat memfasilitasi remaja agar dapat memecahkan masalahnya seputar
kesehatan reproduksi dan mencapai tingkat kesehatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, I. (2012). Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.

Kemenkes RI. (2015). Pedoman Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu Di Tingkat

Pelayanan Kesehatan Dasar. Kementrian kesehatan RI.

Kusmiran, E. (2011). Kesehatan Reproduksi Remaja Wanita. Jakarta : Salemba Medika.

12
Rahayu, A&dkk. (2017). Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Remaja Dan Lansia. Surabaya:

Airlangga University Press.

13

Anda mungkin juga menyukai