PSIKOLOGI
PERKEMBANGAN REMAJA
Dosen Pengampu :
Drs. Haryanto, M. Si.
Disusun oleh :
Made Adi Suadnyana (PS/05978)
Qothroh El Nada (PS/06016)
Siti Nur‘Aini (PS/06012)
Elvira Intan Permatasari (PS/06026)
Nurul Fajriyah (PS/05977)
Devi Tianingrum (PS/06022)
Indrasto Baswara (PS/05973)
Mega Fitriyani (PS/05971)
Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada
2010/2011
BAB I
PENDAHULUAN
Remaja merupakan kata lain dari bahasa latin adolensence, yang berarti
tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih
luas lagi, mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992).
Begitu pula definisi remaja (adolescene) menurut Santrock, diartikan sebagai masa
perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan
biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Santrock , 2003: 26).
Seperti telah dipaparkan diatas, remaja mengalami masa perkembangan
transisi antara masa anak-anak dan masa remaja. Sehingga, banyak terjadi perubahan
yang signifikan baik dari fisik maupun mentalnya. Seiring proses perubahan tersebut
rasa keingintahuan remaja pun berkembang begitu pesat terutama dalam hal
seksualitas. Sebab, pada masa ini remaja berada dalam potensi seksual yang aktif
karena adanya dorongan seksual yang dipengaruhi hormon. Dan seringkali mereka
tidak mendapatkan informasi yang memadai mengenai aktivitas seksual mereka
sendiri (Handbook of Adolecent psychology, 1980). Ditambah lagi dengan perubahan
zaman yang begitu cepat dan munculnya era globalisasi, semakin mempermudah
pencarian informasi. Remaja rentan terjebak dalam hal-hal yang salah. Kebanyakan
dari mereka pun tidak mengerti apa konsekuensi dari perilaku seksual yang mereka
lakukan. Bahkan, banyak sudah kaus-kasus seksualitas remaja yang mencuat ke
permukaan. Oleh karena itu, pendidikan seksual berperan penting dalam
perkembangan masa remaja. Apalagi bangsa Indonesia ialah bangsa yang menjunjung
tinggi norma dan adat ketimuran yang mengutamakan adat sopan santun. Artinya
dalam urusan yang berhubungan dengan apapun selalu menjadikan ajaran agama
sebagai saringannya.
Maka, sudah sepantasnya kita memberikan perhatian lebih bagi perkembangan
remaja terkait masalah pendidikan seksual. Agar remaja Indonesia sebagai generasi
penerus tidak terjerumus kedalam lubang kesesatan yang berujung pada kesengsaraan.
I.2 Perumusan Masalah
I.3 Tujuan
I.4 Manfaat
Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Seperti
yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja
menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum
memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Terjadi perubahan yan
sangat pesat di dalam dirinya, terutama pada masa pubertas. Pada masa pubertas,
mereka berkembang menuju kedewasaan dengan sangat cepat, terutama secara fisik.
Masa ini ditandai dengan kematangan organ reproduksi dan munculnya tanda-tanda
seksual sekunder. Menarche dan wet dream menjadi tanda primer berlangsungnya
proses ini. Perubahan sekunder seperti munculnya bulu-bulu halus di daerah
kemaluan juga terjadi fase ini.
Remaja mengalami perkembangan fisik yang bersangkutan dengan
perkembangann seksualnya, perkembangan sosial, kognitif, moral, emosi dan agama.
Pada masa remaja, mulai muncul ketertarikan pada lawan jenisnya secara seksual
yang sebelumnya tidak muncul pada masa anak-anak. Berikut adalah macam-macam
perkembangan seksual yang terjadi pada remaja:
Remaja laki-laki akan tertarik pada tubuh lawan jenisnya, memperhatikan bentuk
tubuh, kelembutan, rambut dan mata mereka. Sementara gadis-gadis akan berfantasi
tentang laki-laki, memperhatikan bagaimana cara mereka bicara, berpikir, dan
bertindak. Masing-masing mulai membangun fantasi seksual.
c. Sexual Temptation
Rasa penasaran terhadap seksual (sexual curiosity) ketika dihadapkan pada kejadian-
kejadian menyenangkan yang berkaitan dengan seks di lingkungan sekitar mereka.
Sexual temptation kadang muncul dan untuk menghadapinya kemudian mereka
mencari aturan moral yang mengatur benar atau tidaknya perilaku yang bertujuan
untuk memebuhi hasrat seksualnya melalui masturbasi, petting dan kegiatan seksual
lainnya.
d. Eksperimen seksual
e. Sexual Guilt
Perasaan bersalah dalam diri remaja mulai dibangun ketika mereka mulai melakukan
eksperimen dalam hal seksual, terutama ketika perilaku ini bertentangan dengan
aturan yang ia pegang secara pribadi, orang tuanya ataupun pemuka-pemuka
agamanya.
Jika orang tua, guru, atau figur lekat anak tidak memberikan pengetahuan
tentang pendidikan seksual pada remaja, dikhawatirkan nantinya remaja yang sedang
berkembang itu mengarah kepada perilaku seks bebas. Remaja haruslah diberikan
informasi di sekolah mengenai seks yang aman praktek dalam rangka untuk
melindungi diri dari meningkatnya HIV, dan kehamilan remaja, dan ajaran supaya
tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah.
Berikut ini beberapa kasus di lapangan mengenai remaja yang tidak mendapatkan
pendidikan seksual:
Berita dari Antara News: Remaja Perkosa Dan Bunuh Adik Kandung, 2010
Seorang remaja pria berusia 15 tahun warga Banjar Perasan, Desa Ban, Kecamatan
Kubu, Kabupaten Karangasem, Bali, yang tidak bersekolah, diduga telah memperkosa
dan membunuh adik kandungnya sendiri yang masih berusia sembilan tahun. Korban
pemerkosaan dan pembunuhan Ni Wayan Mariadi (9), jenazahnya baru dibawa ke
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar, Senin siang, untuk dilakukan
autopsi atau pemeriksaan bedah mayat guna mengetahui penyebab kematiannya.
“Ini benar-benar mengenaskan. Saya sempat bingung, mau bagaimana. Apakah perlu
dibawa ke rumah sakit atau bagaimana. Soalnya baik korban maupun tersangka
pelaku anak sendiri,” ujar Ketut Suamba, orang tua keduanya saat ditemui di RSUP
Sanglah.
Dijelaskan, korban ditemukan tewas di pemandian umum Banjar Perasan, Desa Ban,
Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Minggu (30/5) sore.Bocah wanita yang
tidak pernah mengenyam bangku pendidikan itu ditemukan tewas sekitar pukul 16.00
Wita di bak pemandian tak jauh dari rumahnya yang berada di kawasan kaki Gunung
Agung, wilayah ujung timur Pulau Bali.
Menurut Ketut Suamba, pihaknya semula merasa cemas karena hingga sore hari, anak
kelima dari tujuh bersaudara itu belum juga pulang dan tidak diketahui kemana
perginya. “Saya minta anak saya, Susanta, untuk mencari adiknya itu bersama adik
yang lain. Kadek Tiarti (12),” ucapnya. Betapa kagetnya Suamba, setelah mengetahui
kabar Kadek Tiarti, bahwa Ni Wayan Mariadi ditemukan tewas di dekat bak mandi
umum. Lebih syok lagi, korban diduga dibunuh kakak kandungnya sendiri setelah
sebelumnya diduga diperkosa.
Dari pengembangan kasus yang dilakukan kepolisian, I Nengah Susanta mengaku jika
ia telah memerkosa adiknya di rumah. Namun karena takut dengan ancaman adiknya
yang akan melaporkan perbuatannya ke ayahnya, pelaku mulai gelap mata.Pelaku
yang tidak tamat SD itupun membujuk korban untuk diajak pergi ke lokasi pemandian
umum. Setelah sampai di lokasi yang dituju, Susanta diduga membunuh adik
kandungnya itu dengan cara menenggelamkannya ke bak mandi.
Berdasar pengakuan pelaku, diketahui jika aksi nekatnya itu terdorong nafsu seksual
karena sering melihat korban tidak memakai celana saat bermain bersamanya.Dari
hasil autopsi terhadap korban, ditemukan tanda tanda mati tenggelam. Pada vaginanya
juga ditemukan bekas kekerasan benda tumpul.
“Ada luka di leher, pundak dan paha. Namun tidak sampai fatal. Tetapi penyebab
kematian korban akibat tenggelam,” ujar dokter Dudut Rustyadi dari Instalasi
Kedokteran Forensik RSUP Sanglah.(*)
Pada diskusi dan sosialisasi menyikapi kasus kekerasan pada anak-anak yang digelar
atas kerja sama Polda Bali dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah
(KPAID) Bali, di Denpasar, Jumat, terungkap bahwa tidak sedikit kasus kekerasan
seksual berupa penculikan dan pemerkosaan terhadap anak gadis, berawal dari adanya
remaja pria yang sebelumnya menonton video mesum. Ketua KPAID Bali dr Anak
Ayu Sri Wahyuni, SpKJ mengungkapkan bahwa tidak sedikit kasus kejahatan seksual
yang berawal dari adanya remaja yang menonton video porno.
“Celakanya, sekarang tayangan gambar bejat itu cukup banyak beredar di internet,
bahkan ada yang mendapatkannya lewat jaringan telepon genggam (HP) yang para
remaja miliki,” katanya.
Menurut dia, tayangan gambar yang disaksikan dalam layar telepon seluler itu
terbukti telah membangkitkan birahi seorang pelajar SMU di Bali untuk memperkosa
gadis yang adalah teman dekatnya.Selain itu, lanjut dia, pengaruh minuman
beralkohol juga cukup banyak menjadi penyebab timbulnya kasus kekerasan yang
dilancarkan oleh kaum pria.
“Cara yang ditempuh itu tidak hanya dengan berbaik-baik disertai dengan penyerahan
bingkisan, namun juga ada yang menjanjikan sesuatu yang memang digemari anak-
anak,” kata Wahyuni. Ketua KPAID menyebutkan, ada juga cara yang ditempuh
dengan mengajak jalan-jalan kepada si anak yang akan dijadikan korban.
“Yang lebih mencelakakan lagi, tidak sedikit penjahat yang begitu saja menjemput
seorang anak saat dia pulang sekolah atau dari tempat si anak mengikuti les,”
ucapnya.
Dia mengatakan, anak yang berhasil diperdaya tersebut, tidak sedikit kemudian yang
terbukti telah menjadi korban pelecehan seksual, perkosaan, pedofilia dan lain-
lain.Mengingat itu, lanjut dia, orang tua mempunyai peran yang paling utama dalam
upaya mencegah atau membendung munculnya kejadian tersebut.
“Di rumah anak-anak harus diberi pengertian agar dapat membedakan mana hal yang
baik dan buruk, serta bagaimana menjaga diri agar lebih waspada,” kata
Wahyuni.Selain itu, lanjut dia, orang tua juga harus dapat berbuat agar kondisi di
lingkungan rumah tangga betul-betul membuat betah atau nyaman bagi si anak.
“Buatlah anak anda senyaman mungkin berada di rumah. Dampingi dan berikan
pengertian terhadap tayangan televisi yang ditontonnya, dan lebih baik lagi orang tua
dapat menciptakan aktivitas seperti olah raga, membaca, berkebun dan lainnya,” ujar
Wahyuni.(T.P004/R00)
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin
tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan
agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa
mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material
seseorang.
III.2 Saran
Andisti, M. A., & Ritandiyono. (2008). Religiusitas dan Perilaku Seks Bebas pada
Papalia, D.E., Olds, S.W., and Feldman, R.D. (2004). A Child’s World : Infancy
Passer, W. M., & Smith, E. R. (2006). Psychology : The Science of Mind and