Psoriasis Pustulosa Generalisata Dengan Kejadian B
Psoriasis Pustulosa Generalisata Dengan Kejadian B
Laporan Kasus:
Psoriasis Pustulosa Generalisata dengan Kejadian Berulang
pada Kehamilan Hingga Masa Nifas yang Diterapi
dengan Siklosporin
Abstrak
Psoriasis pustulosa generalisata (PPG) adalah salah satu varian psoriasis pustulosa akut. PPG dapat
dipicu berbagai faktor, salah satunya adalah kehamilan. Penyakit ini pada kehamilan dapat menyebabkan
komplikasi maternal dan mengancam keselamatan janin. Penanganan kasus PPG pada kehamilan
memerlukan pemilihan terapi efektif yang juga aman bagi janin dan bayi saat fase menyusui, salah satunya
adalah siklosporin. Dilaporkan sebuah kasus PPG yang diinduksi kehamilan pada kehamilan kedua
seorang wanita berusia 21 tahun yang telah mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang dan mengalami
hipokortisol. Manifestasi klinis timbul sejak usia kehamilan memasuki trimester kedua dan berlanjut
setelah melahirkan hingga masa nifas berakhir. Pasien memiliki riwayat PPG berulang sejak enam tahun
yang lalu. Siklosporin diberikan pada masa postpartum dengan dosis awal 0,8 mg/kgBB/hari setelah
mengalami rekalsitran terhadap pengobatan kortikosteroid sistemik dosis tinggi saat kehamilan.
Perbaikan klinis terjadi setelah pemberian siklosporin dengan dosis 2,5 mg/kgBB/hari selama satu minggu.
Pemberian kortikosteroid tetap diberikan dengan penurunan dosis secara bertahap dan dihentikan pada
pengamatan hari ke-101. Perubahan hormonal dan imunitas selama kehamilan berperan penting dalam
mencetuskan PPG. Selama kehamilan terjadi perubahan rasio estrogen dan progesteron yang akan
mempengaruhi keadaan sistem imunitas selama kehamilan. Kortikosteroid sistemik menjadi pilihan terapi
utama pada kasus PPG berat dalam kehamilan, namun siklosporin dapat digunakan pada kasus refrakter
terhadap kortikosteroid dosis tinggi. Pada pasien ini PPG mengalami perbaikan setelah pemberian
siklosporin 2,5 mg/kgBB/hari dan kortikosteroid sistemik tetap diberikan karena adanya kondisi
hipokortisol. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapar memberikan efek samping berupa moon
face, hipertrikosis, atrofi kulit, dan osteoporosis. Selain itu gangguan maternal dapat terjadi, bayi pada
kasus ini lahir dengan berat badan lahir rendah karena penggunaan kortikosteroid selama kehamilan.
Generalized pustular psoriasis (GPP) is a distinctive acute variant of psoriasis. GPP is characterized by
fever as prodormal manifestation that lasts several days and a sudden generalized eruption of sterile
pustules. One of the provocating factor is hormonal alteration during pregnancy. A 21 years old woman
came with generalized pustular psoriasis manifestation and hypocortisol condition. The clinical
manifestations arised in first trimester and recurred during second and third trimester of pregnancy which
persisted after delivery and puerperium period. The patient had 3 times recurrent GPP history when she
was not pregnant in the last six years. Cyclosporine was administered 0,8 mg/kgbw/day after recalcitrant
treatment of high dose systemic corticosteroid but clinical resolution appeared after one weeks
administration of 2,5mg/kgbw/day cyclosporine. Systemic corticosteroid was continued with gradual dose
reduction until 101st day follow up. Alteration of estrogen and progesterone ratio affect to immunological
condition during pregnancy and puerperium trigering GPP. Systemic corticosteroid is the major treatment
for this condition, but when the recalcitrant cases to high dose corticosteroid happened, cyclosphorine is
one of the effective and safe treatment. In this patient, the generalised pustular disappeared after one week
administration of 2,5 mg/kgbw/day cyclosporine and systemic corticosteroid was continued due to
hypocortisol condition. Long term high dose corticosteroid side effect appeared such as moon face,
hypertrichosis, striae atrophy, and osteoporosis. There were no maternal disturbance, but the baby girl
born with low birth weight due to systemic corticosteroid exposure during pregnancy.
Korespondensi : niaayusaraswati@yahoo.com
85
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
86
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
Gambar 1. Tampak r eaksi psor iasifor mis r ingan epider mis, ekositosis sel r adang
PMN pada epidermis mulai dari stratum spinosum membentuk spongiosiformis
pustule of kogoj sampai lapisan stratum korneum membentuk mikroabses Monroe
Monroe, pada papila dermis tampak klinis didapatkan berupa mulai mengeringnya
pelebaran pembuluh darah disertai sebukan lesi lama dan tidak timbul lesi baru, setelah
masif sel radang PMN, sehingga disimpulkan hari ke-3 pemberian deksametason. Penderita
sebagai PPG. Hasil pemeriksaan diperkenankan pulang pada hari ke-13
histopatologis dapat dilihat pada Gambar 1. perawatan, dengan pengobatan rawat jalan
Diagnosis kerja pada pasien ini adalah berupa metil prednisolon 32 mg/hari PO
psoriasis pustulosa generalisata pada untuk tiga hari pertama, selanjutnya dosis
G2P0A1 26-28 minggu. diturunkan menjadi 16 mg/hari PO dan
Pasien mendapatkan terapi topikal diberikan juga sulfat ferrosus tablet 300mg
berupa kompres terbuka dengan larutan NaCl satu tablet/hari PO, kalsium laktat tablet
0,9% 2x sehari pada lesi pustula dan krim 500mg satu tablet/hari PO.
hidrokortison 2,5% 2x/hari pada wajah. Penderita kontrol ke RSHS setiap satu
Penderita dikonsulkan ke bagian Ilmu minggu sekali. Mulai hari ke-7 rawat jalan
Kedokteran Jiwa untuk mencari faktor dosis metil prednisolon diturunkan menjadi
pencetus, didapatkan adanya gangguan 12mg/hari PO, namun pada hari ke-19 rawat
penyesuaian, mendapatkan terapi amitriptilin jalan keluhan beruntus-beruntus muncul
1x12,5mg/hari per oral (PO). kembali, awalnya di lengan dan kemudian
Pengobatan yang diberikan meluas hampir ke seluruh tubuh, sehingga
deksametason dengan dosis 10 mg/hari IV pasien kembali dirawat inap.
(5mg-0-5mg) disertai pemberian ranitidin Pada rawat inap ke-2, penderita juga
2x50mg/hari IV (50mg-0-50mg). Perbaikan mengeluhkan adanya keputihan yang banyak,
88
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
terasa gatal, berwarna putih seperti susu Pada hari ke-20 perawatan penderita
pecah dan tidak berbau menyengat yang mengalami ketuban pecah dini, dan
dirasakan sejak 1 minggu SMRS. Penderita dilakukan terminasi kehamilan dengan sectio
didiagnosis kerja sebagai psoriasis pustulosa caesaria keesokan harinya atas indikasi gawat
generalisata + kandidiasis vulvovaginalis + janin. Penderita melahirkan bayi perempuan,
G2P0A1 gravida 34-35 minggu. Penderita berat badan lahir 2005 gram, skor apgar 1
mendapatkan terapi topikal berupa kompres menit= 5, skor apgar 5 menit= 9. Penderita
terbuka dengan Nacl 0,9% 2x/hari untuk lesi sempat mengalami kejang tonik klonik dua
®
pustula, krim Decubal 2x/hari untuk kulit kali masing-masing selama 1 menit, satu
yang kering dan terapi sistemik berupa jam setelah operasi di ruangan pemulihan dan
deksametason 10 mg/hari IV (10-0-0 mg), 5 jam setelah operasi di bangsal rawat inap.
ranitidin 2x50 mg IV serta flukonazol 150 mg Penderita kemudian dikonsultasikan ke
tab PO (single dose). Penderita masih bagian Neurologi, didiagnosis sebagai
mengeluhkan adanya keputihan hingga hari bangkitan parsial tidak spesifik dan diberikan
ke-7 paska pemberian flukonazol, Penderita terapi diazepam 5mg IV serta disarankan
mendapatkan diagnosis kerja berupa bakterial untuk melakukan CT Scan dan EEG.
vaginosis dan diberikan terapi metronidazol Penderita mengalami perbaikan klinis
2x500 mg/hari PO, selama tujuh hari. Hasil setelah persalinan dan diperkenankan untuk
pemeriksaan kadar kortisol serum pagi 1,09 pulang pada hari ke-30 perawatan setelah
mg/dL, penderita didiagnosis sebagai mendapatkan penurunan bertahap dosis
hipokortisol ec. supresi adrenal eksogen. Lesi deksametason, mulai 15mg/hari hingga 10
kulit baru masih timbul sehingga dosis mg/hari. Saat penurunan dosis deksametason
deksametason dinaikan menjadi 2x10mg mulai dilakukan, lesi mulai muncul kembali
(15-0-5 mg)/hari IV. dan didapatkan hasil pemeriksaan fisik
Gb.2a
Gb.2b
Gb.3a Gb.3b
Gambar 3. (3a) Lesi kulit sebelum pengobatan. Tampak lak e of pus ditunjukkan tanda
panah. (3b) Perbaikan lesi setelah pengobatan, lesi menyembuh dengan makula hiperpigmentasi.
selama kehamilan yang disebabkan manifestasi klinis khas PPG berupa keluhan
9
peningkatan kadar estrogen. Pada kehamilan prodormal yaitu demam dan nyeri pada lesi
ini, pasien mengalami rekurensi penyakit dua hari sebelum erupsi pustulosa
sebanyak 5 kali. Selain karena fluktuasi generalisata timbul. Pustula dengan dasar
hormonal yang fisiologis terjadi, rekurensi kulit eritema awalnya timbul di lengan,
pada pasien juga disebabkan faktor lain yaitu badan dan meluas ke hampir seluruh tubuh,
stres psikis dan adanya infeksi. Kehamilan namun tidak terdapat pustula pada telapak
saat ini merupakan kehamilan kedua bagi tangan dan telapak kaki. Lesi pustula
pasien, dengan riwayat abortus sebelumnya kemudian meluas membentuk lake of pus.
sehingga pasien sangat mengkhawatirkan Setelah terapi kompres terbuka dilakukan,
kehamilannya. Selain itu infeksi pada pustula mengering dalam satu hingga dua
genitalia interna yaitu kandidiasis hari meninggalkan skuama kolaret dan
vulvovaginalis dan bakterial vaginosis makula hiperpigmentasi. Lesi baru yang akan
menjadi salah satu pemicu perburukan klinis timbul selalu didahului dengan makula
PPG pada rawat inap kedua. eritema disertai gejala demam dan nyeri.
Manifestasi klinis PPG diawali dengan Kelainan yang timbul pada PPG dapat
demam beberapa hari disertai mialgia dan juga menyerang kuku seperti pitting nail, oil
mual10 sebelum erupsi kulit timbul, kemudian drop dan salmon patches, hiperkeratosis
diikuti timbulnya secara mendadak erupsi subungual, onikolisis dan splinter
4 1
pustula steril generalisata berukuran 2-3 cm. haemmorhages. Pitting nail dilaporkan
Dasar pustula berupa makula eritema yang sebagai kelainan kuku terbanyak yang terjadi
kemudian menyatu, menandakan bertambah pada psoriasis.16 Kelainan ini menandakan
beratnya penyakit.1 Lesi dapat menyebar adanya keratinisasi abnormal pada kuku,
terutama di badan, ekstremitas bagian fleksor dimulai dengan adanya fokus-fokus sel
dan dapat juga menyerang telapak tangan, parakeratosis di matriks kuku yang kemudian
telapak kaki, serta genitalia.2 menjalar ke lempeng kuku seiring dengan
Pustula yang timbul dapat menyatu dan pertumbuhan kuku. Saat mencapai lempeng
membentuk kumpulan pus yang disebut lake kuku superfisial, fokus sel parakeratotik akan
of pus, kemudian akan mulai mengering mengalami deskuamasi dan terlepas,
dalam beberapa hari meninggalkan skuama sehingga menunjukan gambaran lekukan
kolaret atau krusta dan makula dangkal pada lempeng kuku.17 Pada pasien
hiperpigmentasi.1 Pustula baru dapat timbul ini hanya ditemukan pitting nail sebagai
saat makula eritema muncul dan didahului kelainan kuku, yang telah ada sejak keluhan
gejala prodormal berupa demam yang awal PPG timbul. Mukosa bukal dan lidah
menonjol.2 Gambaran klinis ini menimbulkan dapat mengalami kelainan, berupa
pola gejala yang khas pada PPG berupa geographic tongue dan fissure tongue yang
demam dan erupsi pustula yang muncul menetap.2 Pada pasien ini tidak pernah
bergantian.1 Pada pasien ini didapatkan ditemukan adanya keterlibatan mukosa
92
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
topikal yang aman untuk pemakaian jangka masih menjadi perdebatan mengingat banyak
20
panjang. Pasien diberikan hidrokortison faktor perancu seperti adanya obat lain yang
2,5% sebagai terapi topikal, terutama pada dikonsumsi, penyakit komorbid yang diderita
lesi di wajah. hingga paparan lingkungan dan faktor
Kortikosteroid sistemik dapat langsung genetik.21 Kejadian malformasi orofacial tidak
diberikan pada kasus PPG berat dalam terbukti disebabkan pemberian kortikosteroid
13
kehamilan. Umumnya dibutuhkan dosis di trimester kedua dan ketiga. Risiko orofacial
sebesar 15-30 mg/hari, namun terkadang cleft meningkat dari 1 per 1000 kehamilan
dibutuhkan hingga 60-80 mg/hari. Dosis menjadi 3 dari 1000 kehamilan dari ibu yang
dapat diturunkan perlahan untuk mencegah mendapatkan terapi kortikosteroid sistemik
1
eksaserbasi. Pada pasien awalnya diberikan selama kehamilan.6 Penelitian retrospektif
dosis deksametason 10 mg/hari yang setara telah membuktikan adanya hubungan antara
dengan prednison 1 mg/kgbb (73 mg). Dosis penggunaan kostkosteroid sistemik selama
deksametason kemudian dinaikan menjadi kehamilan dengan kejadian berat badan lahir
20mg/hari, setelah tidak didapatkan rendah, low gestational age dan prematur.22
perbaikan klinis. Peningkatan dosis tetap Dampak berupa berkurangnya berat badan,
tidak memberikan hasil optimal, sehingga panjang badan dan lingkar kepala pada bayi-
diduga adanya refrakter terhadap pengobatan bayi prematur dari kehamilan terpapar
kortikosteroid sistemik. Siklosporin mulai kortikosteroid juga pernah dilaporkan.23,24
diberikan untuk mengurangi efek samping Pada kasus ini, pasien melahirkan anak
kortikosteroid pada pasien ini sebagai sparing perempuan cukup bulan dengan berat badan
theraphy, dengan dosis 0,8 mg/kgbb/hari. 2005 gram, yang termasuk dalam berat badan
Dosis kortikosteroid sistemik mulai lahir rendah disertai gangguan pertumbuhan
diturunkan bertahap, namun hingga satu janin saat kehamilan. Diduga dampak ini
minggu terapi belum didapatkan perbaikan merupakan efek samping dari pemberian
klinis. kortikosteroid sistemik jangka panjang yang
Kortikosteroid disetujui oleh Food and diterima pasien sejak usia kehamilan
Drug Administration (FDA) termasuk dalam memasuki trimester kedua hingga persalinan.
obat kategori C bagi ibu hamil dan menyusui. Tidak ditemukan malformasi pada bayi
Obat jenis ini telah dibuktikan tidak terdapat pasien.
efek samping penggunaannya pada penelitian Penggunaan kortikosteroid sistemik
hewan, namun belum terbukti terhadap lebih dari 3-4 minggu akan meningkatkan
13
manusia. Dampak kortikosteroid sistemik risiko timbulnya efek samping lokal. Efek
pada janin hingga saat ini masih dalam yang timbul dapat berupa atrofi, purpura, strie,
perdebatan. Beberapa penelitian menyatakan hipopigmentasi, hiperpigmentasi dan erupsi
adanya hubungan pemberian kortikosteroid akneiformis.25 Pasien mengalami strie
sistemik selama kehamilan trimester pertama hipertrofi pada lengan, paha, dan perut. Selain
dengan kejadian bibir sumbing.21,22 Hal ini efek pemberian kortikosteroid, pengaruh
94
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
hormonal pada kehamilan turut berperan <10 mg/dl.20 Kadar kortisol fisiologis adalah
menimbulkan strie gravidarum. Selain itu, 5-30 mg/dL, dapat meningkat hingga
25
pada payudara pasien juga terdapat strie 60 mg/dl jika ada stres fisik. Pada kasus ini
atrofi yang merupakan efek samping ditemukan kadar kortisol serum pagi sebesar
pemberian kortikosteroid. 1,09 mg/dl. Hal ini mengindikasikan adanya
Efek samping lain dari pemberian insufisiensi adrenal karena kortikosteroid
kortikosteroid sistemik dapat berupa eksogen. Pasien belum menunjukan tanda-
gangguan metabolik seperti meningkatnya tanda klinis krisis adrenal seperti atralgia dan
nafsu makan, hiperglikemia, peningkatan mialgia, gangguan mood, sakit kepala, lemah
lipolisis berupa dislipidemia dan gangguan dan letargi ataupun tanda-tanda krisis berat
menstruasi. Efek mineralokortikoid dapat seperti anoreksia, mual dan muntah,
timbul berupa hipertensi, gagal jantung hipotensi postural, hipokalemia dan
kongestif, hipokalemia, peningkatan berat kehilangan sejumlah besar sodium.
badan dengan manifestasi moon face dan Faktor risiko seperti hipertensi,
buffalo hump. Osteoporosis dan dislipidemia, ulkus peptikum dan infeksi
hipokalsemia merupakan gangguan tulang sistemik perlu diidentifikasi sebelum
yang dapat terjadi. Ulkus peptikum, katarak, memulai terapi karena dapat meningkatkan
psikosis, neuropati perifer dan timbulnya risiko terjadinya efek samping.20 Hasil
infeksi oportunistik juga merupakan efek anamnesis, pemeriksaan fisik dan
25
samping yang sering timbul. Gejala laboratorium penunjang menunjukan bahwa
moonface ditemukan pada pasien pada hari pasien tidak memiliki faktor-faktor risiko
ke-27 rawat inap kedua.Efek samping tersebut.
tersebut didapatkan setelah pasien Dosis prednison 30-40 mg/hari dapat
mendapatkan terapi kortikosteroid lebih dari efektif untuk terapi PPG jika dikombinasikan
tiga bulan. dengan siklosporin A (CsA) yang dimulai
Efek samping dapat timbul pada dengan dosis rendah.13 Siklosporin digunakan
pemberian kortikosteroid sistemik jangka pada kasus refrakter terhadap kortikosteroid
panjang, antara lain insufisiensi kelenjar dosis tinggi.26 Dosis CsA 2-4 mg/kgbb/hari
adrenal tipe eksogen sekunder.20,25 sebagai monoterapi yang diberikan selama
Penggunaan kortikosteroid sistemik lebih masa laktasi masih aman pada dosis tertentu.
dari tiga minggu dengan dosis diatas kadar CsA akan ditemukan pada ASI dengan kadar
fisiologis menyebabkan supresi aksis HPA. yang beragam. Kadar aman yang diterima
Kortikosteroid long-acting, pemberian dosis bayi tidak lebih dari 0,1mg/kgbb/hari.27 Perlu
terbagi dan pemberian dosis selain pagi hari pemantauan kadar ureum dan kretinin bayi.
akan lebih meningkatkan resiko terjadinya Pemakaian jangka panjang CsA tidak
25 28
supresi aksis HPA. Deteksi adanya supresi disarankan pada ibu menyusui.
HPA aksis diketahui dengan adanya kadar Mekanisme CsA belum diketahui
kortisol serum pukul delapan pagi dengan pasti, namun pada penyakit PPG
95
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
diduga efektif karena efeknya terhadap sel T. 75% perbaikan setelah 8-16 minggu
26
CsA pertama kali ditemukan oleh Borel dari pengobatan. Pasien ini mendapatkan kapsul
®
laboratorium Sandoz di Basel, Switzerland Neoral 0,8 mg/kgbb/hari setelah terdapat
pada tahun 1970. Siklosporin merupakan rekalsitran terhadap terapi kortikosteroid dosis
imunomodulator yang bekerja menghambat tinggi. Neoral diberikan dengan kombinasi
25
kalsineurin. CsA akan membentuk suatu metil prednisolon yang diturunkan bertahap
komplek dengan cyclophilin A (CyPA), yang sebagai tatalaksana insufisiensi adrenal. Dosis
akan berikatan dengan kalsineurin yang Neoral dinaikan menjadi 2,5 mg/kgBB/hari
merupakan serine/threonine protease.20 yaitu 2x100 mg/hari PO setelah satu minggu
Inhibisi kalsineurin akan menurunkan pemberian dosis awal tidak ada perbaikan
aktivitas faktor transkripsi nuclear factor of klinis.
activated T cells (NFAT-1) yang berfungsi Beberapa efek samping dapat terjadi
mengatur transkripsi gen sitokin terutama pada pemberian CsA seperti disfungsi renal,
IL-2. IL-2 bertugas untuk mengaktivasi dan hipertensi, sakit kepala, tremor, parestesia,
memproliferasi sel T-helper (CD4) dan sel T hipestesia, mialgia, letargi, gangguan
sitotoksik (CD8). Saat kadar IL-2 menurun gastrointestinal seperti mual,
maka jumlah CD4 dan CD8 pun berkurang di ketidaknyamanan perut dan diare. Kelainan
epidermis. Siklosporin juga memiliki efek laboratorium yang dapat muncul antara lain
langsung pada antigen presenting cells (sel hiperkalemia, hiperurisemia, hipomagnesemia
langerhan), sel mast dan keratinosit. Selain dan hiperlipidemia. Gejala efek samping akan
itu CsA menghambat produksi IFN γ dan timbul setelah pemakaian dua bulan dan akan
menurunkan produksi intercellular adhesion hilang setelah penghentian obat. Setelah
molecule 1 (ICAM 1) sehingga bersifat pemakaian CsA selama 1 bulan, pasien tidak
25
sebagai antiinflamasi. menunjukan gejala efek samping ataupun
Pada kasus psoriasis sedang hingga kelainan pada hasil laboratorium.
berat, CsA menjadi pilihan terapi pertama Psoriasis pustulosa generalisata
jika sudah tidak bisa mentoleransi, memiliki merupakan penyakit kulit yang berat yang
kontraindikasi, dan gagal terhadap terapi melibatkan gejala sistemik, memiliki
sistemik lain. CsA sangat efektif diberikan komplikasi yang mengancam jiwa seperti
pada kasus psoriatik eritroderma dan superinfeksi bakteri, sepsis, hipokalsemia dan
psoriasis pustula generalisata.26 Idealnya, dehidrasi.1 PPG pada kehamilan dapat
CsA diberikan 3-6 bulan hingga paling lama menjadi ancaman besar bagi keselamatan ibu
12 bulan. Siklosporin tersedia dalam bentuk dan janin. Ancaman terhadap janin dapat
original formula (Sandimun®) atau formula terjadi IUGR, berat badan lahir rendah, dan
mikroemulsi (Neoral®). Hasil penelitian persalinan prematur. Sedangkan bagi ibu
®
dengan pemberian kapsul Neoral pada dapat mengalami preeklampsia, eklamsia,
pasien psoriasis, didapatkan 51% dan 79% gagal ginjal atau gagal jantung. Komplikasi
pasien dengan dosis titrasi memberikan hasil pada janin yang terjadi pada kasus ini berupa
96
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
IUGR dan berat badan lahir rendah. 6. Bae, C.Y., Voorhees, A.S., Hsu, S.,
Korman, N.J., et al. 2011. Review of
Komplikasi pada ibu tidak ditemukan,
treatment options for psoriasis in
sehingga prognosis quo ad vitam adalah ad pregnant or lactating women: from the
medical board of national psoriasis
bonam. Prognosis qua ad functionam adalah
foundation. J Am Acad Dermatol; 67:459
dubia ad malam karena sudah terdapat -77
7. Yan, F.B. 2008. Impetigo herpetiformis: a
fungsi kulit yang terganggu seperti strie
case report and review of literature. Egypt
atrofi. PPG dapat timbul kembali jika Derm Onl; 4(1): 1-5
8. Lim, K.S., Tang, M.B.Y., Ng, P.P.L.
didapatkan faktor pemicu, sehingga
2005. Impetigo herpetiformis-a rare
prognosis quo ad sanationam adalah dubia ad dermatosis of pregnancy associated with
prenatal complications. Ann Acad Med
malam.
Singapore;34:565-8
9. Murase, J., Chan, K.K., Garite, T.J.,
Cooper, D.M., Weinstein, G.D. 2005.
Simpulan Hormonal effect on psoriasis in
Perubahan hormonal pada kehamilan dapat pregnancy and post partum. Arch
Dermatol; 141:601-6.
mencetuskan psoriasis pustulosa generalisata 10. Raychaudhuri, S.K., Maverakis, E.,
(PPG) dan siklosporin efektif serta aman Raychauduri, S.P. 2014. Diagnosis and
classification of psoriasis. Autoimmun
sebagai terapi utama pada PPG dalam reviews; 13:490-5.
kehamilan, terutama pada kasus rekalsitran 11. Heyman, W.R. 2005. Dermatoses of
pregnancy update. J Am Acad Dermatol;
terhadap kortikosteroid. 34:565-8.
12. Henson, T.H., Tull, M., Bushore, D.,
Talanin, N.Y. 2000. Recurrent pustular
Daftar Pustaka rash in a pregnant woman. Arch
1. Gudjonsson, J.E., Elder, J.T. 2012. Dermatol; 136:1055-60
Psoriasis. Dalam: Wolff K, Goldsmith 13. Robinson, A., Voorhees, A.S., Hsu, S., et
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller SA, al. 2012. Treatment of pustular psoriasis:
penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in from the medical board of the national
general medicine. Edisi ke-8. New York: psoriasis foundation. J Am Acad
McGraw Hill; h.197-31 Dermatol;67:279-88.
2. Griffiths, C.E., Barker, J.N. 2010. 14. Bandoli, G., Johnson, D.L., Jones, K.L.,
Psoriasis. Dalam: Burns T, Breathnach Lopez, J., Salas, E., Mirrasoul, N., et al.
S, Cox N, Griffiths C, penyunting. 2010. Potentially modifiable risk factors
Rook’s textbook of dermatology. Edisi for adverse pregnancy outcomes in
ke-8. New York: Blackwell; h.20.1-60 women with psoriasis. Br J Dermatol;
3. Ruiz, V., Manubens, E., Puig, L. 2014. 163:334-9.
Psoriasis in pregnancy:a review. Actas 15. Boyd, A., Morris, L. 1996. Philips Ch,
Dermosifiliogr;105(8):734-43. Menter A. Psoriasis and pregnancy:
4. Kerkhof, P.C.M., Schalkwijk, J. 2008. Hormone and immune system interaction.
Psoriasis. Dalam: Bolognia JL, Jorizzo Int J Dermatol; 35:169-72
JL, Rapini RP, penyunting. 16. Kurtovic, N., Halilovic, E.K. 2013.
Dermatology. Edisi ke-2. Prevalence of nail abnormality in patients
Edinburg:Mosby, h. 9.1-9. with psoriasis. Our Dermatol Online; 4
5. Ceovic, R., Lipozencic, J., Pasic, A., (3):272-274
Kostavic, K. 2009. Psoriasis in 17. Jiaravuthisan, M.M., Sasseville, D.,
pregnancy: a review of most important Vender, R.B., Murphy, F., Muhn, C.Y.
literature data. Acta Dermato C; 17 2007. Psoriasis of the nail: anatomy,
(3):193-97 pathology, clinical presentation, and a
review of the literature on therapy. J Am
Acad Dermatol; 57:1-27.
97
Syifa’ MEDIKA, Vol.7 (No.2), Maret 2017
18. Trautinger, F., & Honigsmann, H. 2012. 23. O’Shea, T.M., & Doyle, L.W. 2001.
Subcorneal pustular dermatosis Perinatal glucocorticoid therapy and.
(Sneddon-Wilkinson disease). Dalam: neurodevelopmental outcome: an
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, epidemiologic perspective. Semin
Gilchrest BA, Paller AS, Leffer DA, Neonatol; 6:293-307
penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in 24. Rodrı´guez-Pinilla, E., Prieto-Merino, D.,
general medicine. Edisi ke-8. New York: Dequino, G., Mejı´as, C., Ferna´ndez, P.,
McGraw Hill; h.562-5. Martı´nez-Frı´as, M.L. 2006. Grupo del
19. Mobini, N., Tussaint, S., Kamino, H. ECEMC. Antenatal exposure to
2005. Noninfectious erythematous, corticosteroids for fetal lung maturation
papular, and squamous disease. Dalam: and its repercussion on weight, length
Elder DE, Johnson B, Elentsas R, and head circumference in the newborn
penyunting. Lever’s histopathology of infant. Med Clin (Barc); 127:361-7.
the skin. Edisi ke-9. Philadelphia: 25. Wolverton, S.W. 2013. Systemic
Lippincott Williams&Wilkins,h.180- Corticosteroids. Dalam: Wolverton SW,
214. penyunting. Comprehensive
20. Callen, J.P. 2012. Immunosuppresive dermatologic drug theraphy. Edisi ke-3.
and immunomodulatory drugs. Dalam: Edinburg:Elseviers Inc, h.143-68
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, 26. Bhutani, T., Lee, C.S., Koo, J.Y.M. 2013.
Gilchrest BA, Paller AS, Leffer DA, Cyclosporine. Dalam:Wolverton SW,
penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in penyunting. Comprehensive
general medicine. Edisi ke-8. New York: dermatologic drug theraphy. Edisi ke-3.
McGraw Hill Edinburg:Elseviers, h.199-211.
21. Pradat, P., Robert-Gnasia, E., Di Tanna, 27. Nyberg, G., Haljamae, U., Frisenette-
G.L., Rosano, A., Lisi, A. 2003. First Fich, C., Wennegren, M., Kjellmer, I.
trimester exposure to corticosteroids and 1998. Breast feeding during treatment
oral clefts. Birth Defect Res A Clin Mol with cyclosporine. Transplantation;
teratol; 67:968-70. 65:253-5
22. Wapner, R.J., Sorokin, Y., Mele, L., 28. Moretti, M.E., Sgro, M., Johnson, D.W.,
Johnson, F., Dudley, D.J., Spong, C.Y., Sauve, R.S., Woolgar, M.J., Taddio, A.,
et al. 2007. Long term outcomes after et al. 2003. Cyclosporine excretion into
repeat doses of antenatal corticosteroids. breast milk. Transplantation, 75:2144-6
N Engl J Med; 357:1190-8.
98