Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Silvikultur Tropika

Vol. 09 No. 1, April 2018, Hal 24-30


ISSN: 2086-8227

PERAN CURAH HUJAN TERHADAP PENURUNAN


HOTSPOT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI EMPAT
PROVINSI DI INDONESIA PADA TAHUN 2015-2016

The Role of Rainfall Towards Forest and Land Fires Hotspot Reduction in Four Districs in
Indonesia on 2015-2016

Bambang Hero Saharjo dan Wela Alfa Velicia

Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB

ABSTRACT

Forest and land fires are not a new phenomenon for some areas in Indonesia, such as Kalimantan and
Sumatra. Riau, South Sumatra, West Kalimantan and Central Kalimantan are among provinces that have
been suffered from severe forest and land fires every year. One of the natural factors affecting forest and
land fires occurrences in Indonesia is climate. This study analyzes the relationship between hotspots and
rainfall in Indonesia on 2015-2016. The results show that a large number of hotspots is found in the dry
season when the rainfall was less, i.e., on July - October 2015 and July - August 2016. Statistically, monthly
rainfall and monthly hotspots has a negative correlation (-) with R2 = 42.5% and P-value = 0.001. The
equation built is y = 3182 - 2.50x, where y denotes hotspots and x for rainfall.

Key words: forest and land fires, hotspot, rainfall

PENDAHULUAN Iklim merupakan salah satu faktor alami yang dapat


menyebabkan terjadinya suatu kebakaran hutan, karena
Latar Belakang kondisi iklim (suhu, kelembaban, curah hujan,
kecepatan angin) dapat mempengaruhi tingkat
Kebakaran hutan dan lahan bukan merupakan kekeringan bahan bakar permukaan, banyaknya oksigen
fenomena baru bagi beberapa wilayah Indonesia, seperti yang ada, dan kecepatan penyebaran api (Syaufina
di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Wilayah Riau, 2008). Satelit Terra dan Aqua melalui sensor MODIS
Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer)
Tengah merupakan beberapa provinsi yang hampir dapat digunakan untuk mengetahui data titik panas
setiap tahun terjadi kebakaran hutan dan lahan. (hotspot) yang mendeteksi suatu lokasi tertentu pada
Provinsi-provinsi tersebut ditetapkan oleh Kementerian saat tertentu. Informasi titik panas (hotspot) yang
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2015) sebagai didapatkan dari pengindraan jauh melalui satelit Terra
provinsi prioritas penanganan kebakaran hutan dan dan Aqua MODIS agar dapat diketahui jumlah hotspot
lahan. Keempat provinsi tersebut mempunyai jumlah dan peluang terjadinya kebakaran.
hotspot yang tinggi dan berada di kawasan lahan Informasi titik panas (hotspot) dapat memberikan
gambut yang rawan terbakar yang cukup luas sehingga informasi awal mengenai indikasi terjadinya kebakaran.
dapat mengakibatkan bencana kabut asap apabila terjadi Untuk mengetahui adanya pengaruh dari unsur iklim,
kebakaran hutan dan lahan. terutama curah hujan terhadap terjadinya kebakaran
Frekuensi dari kejadian kebakaran hutan dan lahan hutan dapat diketahui dengan mencari hubungan antara
disetiap tahunnya tidak selalu sama. Hal tersebut dapat hotspot dengan kondisi curah hujan, sebagai suatu
terjadi karena beberapa faktor yang menyebabkan indikator terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
kebakaran hutan dan lahan, diantaranya faktor alami dan
faktor manusia. Faktor alami yang terjadi disebabkan Tujuan Penelitian
oleh bencana alam seperti aktivitas vulkanis akibat
letusan gunung berapi, dan sambaran petir, sedangkan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
faktor manusia dapat terjadi karena pembukaan dan hubungan antara titik panas (hotspot) dengan curah
konversi lahan untuk perladangan dan perkebunan yang hujan terhadap terjadinya penurunan hotspot di
dilakukan oleh sebagian masyarakat dan perusahaan Indonseia tahun 2016.
dengan cara membakar lahannya. Kebakaran hutan dan
lahan tidak hanya terjadi di kawasan hutan saja, tetapi
dapat terjadi di kawasan perkebunan, pertanian, ataupun
semak belukar.
Vol. 09 April 2018 Peran Curah Hujan terhadap Penurunan Hotspot 25

METODE PENELITIAN sepanjang 3 977 mil antara Samudera Hindia dan


Samudera Pasifik (PUSDATIN 2015).
Waktu dan Tempat Provinsi Riau memiliki luas area sebesar 8 915 016
Ha. Keberadaannya membentang dari lereng Bukit
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari Barisan sampai dengan Selat Malaka, terletak antara
sampai dengan April 2017 di Laboratorium Kebakaran 01˚05'00’’ Lintang Selatan - 02˚25'00’’ Lintang Utara
Hutan dan Lahan, Departemen Silvikultur, Fakultas dan 100˚00'00’’ - 105˚05'00’’ Bujur Timur. Provinsi
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Riau memiliki luas wilayah sebesar 8.9 juta Ha (BPS
Riau).
Alat dan Bahan Provinsi Sumatera Selatan secara Geografis terletak
antara 1˚ - 4˚ Lintang Selatan dan 102˚ - 106˚ Bujur
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Timur. Luas wilayah yang dimiliki Provinsi Sumatera
perangkat komputer dengan perangkat lunak berupa Selatan sebesar 91 774.99 km2 dengan luas daratan
Microsoft Excel, MINITAB 16 dan Arc Map GIS 10.1. sebesar 87 017.41 Ha (BPS Sumatera Selatan).
Bahan yang digunakan terdiri atas peta administrasi Provinsi Kalimantan Barat terletak dibagian barat
(Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi pulau Kalimantan atau diantara garis 2˚08’ Lintang
Kalimantan Barat, dan Provinsi Kalimantan Tengah), Utara - 3˚02’ Lintang Selatan dan 108˚30’ - 114˚10’
data sebaran titik panas (hotspot) periode tahun 2015 – Bujur Timur pada peta bumi. Sebagian besar wilayah
2016 yang diperoleh dari NASA MODIS hotspot Kalimantan Barat merupakan daratan berdataran rendah
dataset (http://earthdata.nasa.gov), dan data curah hujan dengan luas sekitar 146 807 km2 atau 7.53% dari luas
periode tahun 2015 – 2016 yang diperoleh dari Badan Indonesia atau 1.13 kali luas pulau Jawa (BPS
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kalimantan Barat).
Pusat. Provinsi Kalimantan Tengah terletak antara 0º45'
Lintang Utara - 3º30' Lintang Selatan dan 110º45’ Bujur
Timur - 115º51’ Bujur Timur. Provinsi Kalimantan
Analisis Data Tengah yang memiliki luas 153 564.00 km2 atau 8.04%
dari luas Indonesia, merupakan provinsi dengan luas
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini wilayah terluas kedua di Indonesia setelah Papua (BPS
adalah analisis deskriptif. Analisis data yang pertama Kalimantan Tengah).
dilakukan adalah pemetaan sebaran hotspot di Wilayah
Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Sebaran Hotspot
Kalimantan Tengah periode tahun 2015 – 2016 dengan
menggunakan data hotspot MODIS dengan tingkat Kebakaran hutan dan lahan selalu terjadi setiap
kepercayaan ≥ 80% yang diolah menggunakan tahunnya di Indonesia, terutama sering terjadi di Pulau
perangkat lunak Arc Map GIS 10.1. Setelah itu data Kalimantan (Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan
curah hujan direkapitulasi berdasarkan bulan per Tengah) dan Pulau Sumatera (Provinsi Riau dan
tahunnya menggunakan software Ms. Excel. Pada data Sumatera Selatan). Keempat provinsi tersebut termasuk
titik panas dan curah hujan yang telah direkapitulasi wilayah yang sering menyumbangkan hotspot di
berdasarkan bulan setiap tahunnya kemudian dilakukan Indonesia. Kondisi ini dibuktikan dengan adanya
uji korelasi dan analisis P-Value dengan menggunakan hotspot yang ditemukan tersebar di keempat provinsi
software MINITAB 16 untuk mengetahui adanya tersebut oleh satelit.
pengaruh curah hujan dengan titik panas serta signifikan Berdasarkan data hotspot yang terpantau dari satelit
atau tidaknya hubungan antara curah hujan dengan TERRA-AQUA dapat diketahui bahwa selama rentang
jumlah deteksi titik panas. waktu dari tahun 2015 sampai tahun 2016, selalu
dijumpai kemunculan titik panas dengan kepadatan
yang tidak sama setiap tahunnya pada keempat provinsi
HASIL DAN PEMBAHASAN tersebut. Gambar 1 menunjukkan jumlah hotspot yang
ditemukan di keempat provinsi sebanyak 36 747 titik
Kondisi Umum Lokasi (2015) dan 2 265 titik (2016).

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di 40 36.747


dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17 504 baik yang
Jumlah Hotspot (ribuan)

bernama maupun belum bernama. Luas wilayah


Indonesia seluruhnya adalah 5.2 juta km2 yang terdiri 30
atas 1.9 juta km2 daratan dan 3.3 juta km2 lautan. Lima
pulau besar di Indonesia adalah Sumatera dengan luas 20
480 793.28 km2, Jawa 129 438.28 km2, Kalimantan
(pulau terbesar ketiga di dunia) 544 150.07 km2, 10
Sulawesi 188 522.36 km2, dan Papua 416 060.32 km2. 2.265
Letak geografis Indonesia berada di antara 6˚ Lintang
0
Utara - 11˚ Lintang Selatan dan 95˚ - 141˚ Bujur Timur.
2015 2016
Jika dibentangkan, maka wilayah Indonesia berada di
Gambar 1 Jumlah hotspot di keempat provinsi
26 Bambang Hero Saharjo & Wela Alfa Velicia J. Silvikultur Tropika

Jumlah hotspot bervariasi pada setiap bulannya dan curah hujan yang berbeda. Menurut Mackinno et al.
menurut kondisi cuaca dan iklim yang ada di lokasi (1997) dalam Hadiwijoyo (2012), bulan basah ditandai
tersebut. Kondisi cuaca di lokasi terjadinya hotspot dengan curah hujan >200 mm/bulan, sedangkan bulan
sangat berpengaruh terhadap peningkatan jumlah kering ditandai oleh curah hujan <100 mm/bulan.
hotspot dan penyebarannya ke daerah lain. Musim Kalimantan Barat memiliki musim kering (kemarau)
kemarau yang ditandai dengan rendahnya jumlah curah mulai bulan Juli dengan adanya penurunan jumlah curah
hujan bulanan berpengaruh terhadap jumlah hotspot. hujan hingga bulan September pada tahun 2015 dan
Semakin kering suatu daerah maka hotspot akan terjadi pada bulan Juli sampai bulan Agustus di tahun
meningkat dan sebaliknya (Solichin 2004). Hal ini 2016. Gambar 2 menunjukkan Kalimantan Barat mulai
sesuai dengan pernyataan Syaufina (2008) bahwa bulan Juli memiliki curah hujan sebesar 187 mm, bulan
kekeringan berhubungan erat dengan kejadian Agustus sebesar 78.7 mm dan bulan September semakin
kebakaran hutan yang besar di beberapa tempat di bumi. menurun menjadi 52.6 mm. Berbeda dengan tahun
Kekeringan menyebabkan kadar air vegetasi turun 2016, puncak musim kering terjadi pada bulan Agustus
sehingga dapat menyebabkan tanaman mati, kayu besar dengan total curah hujan sebesar 1.5 mm, dan terjadi
kehilangan kadar air dan potensi kebakaran menjadi kenaikan jumlah curah hujan pada bulan selanjutnya.
tinggi. Tetapi pada bulan September didapatkan data kenaikan
Tahun 2015 hotspot mulai banyak dijumpai pada jumlah hotspot seiring dengan kenaikannya jumlah
bulan Juli sampai November dalam jumlah yang cukup curah hujan. Hal ini terjadi karena pada bulan
banyak dikarenakan bulan-bulan tersebut merupakan September memiliki jumlah curah hujan harian yang
iklim kering (musim kemarau). Hotspot mencapai nilai tinggi yaitu pada tanggal 3 September 2016 sebesar 72
yang sangat tinggi pada bulan-bulan yang mempunyai mm dan 21 September 2016 sebesar 58 mm sehingga
curah hujan rendah (Sulistiyowati 2004). Menurut Erica menyebabkan curah hujan bulanan bulan September
(2006) tingginya jumlah hotspot pada musim kemarau menjadi tinggi. Sedangkan hari lain di bulan September
tersebut menunjukkan adanya hubungan bahwa pada mempunyai nilai curah hujan yang rendah yang
bulan-bulan kering memiliki potensi sebagai penghasil menyebabkan hotspot menjadi tinggi.
hotspot. Pada bulan-bulan itu juga biasanya kebakaran Gambar 3 menjelaskan bahwa curah hujan bulanan
hutan dan lahan sering terjadi. di Kalimantan Tengah dari tahun 2015 sampai 2016
berkisar antara 0 mm sampai 503.1 mm. Curah hujan
Pengaruh Curah Hujan terhadap Jumlah Hotspot terendah terjadi pada bulan September tahun 2015
sehingga pada bulan tersebut menghasilan hotspot
Indonesia termasuk negara beriklim tropis yang dengan jumlah tertinggi sebesar 6 004. Tetapi pada
memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim bulan Oktober jumlah hotspot masih terbilang tinggi
kemarau. Perubahan musim yang terjadi di Indonesia namun jumlah curah hujan pada bulan Oktober
bukanlah penyebab utama terjadinya kebakaran hutan meningkat, hal itu terjadi karena terdapat jumlah curah
dan lahan, namun tingkat kekeringan yang terjadi akibat hujan harian yang tinggi pada tanggal 28 Oktober 2015
pengaruh iklim sangat berpotensi meningkatkan resiko sebesar 99 mm, sehingga jumlah curah hujan bulanan
terjadinya kebakaran di wilayah tertentu yang pada bulan September menjadi meningkat, begitu juga
menggunakan api untuk pengelolaan lahan atau yang pada bulan Oktober 2016, meningkatnya jumlah curah
memiliki potensi penyulutan api lainnya. hujan seiring dengan meningkatnya jumlah hotspot. Hal
Curah hujan merupakan unsur iklim yang memiliki ini terjadi karena pada tanggal 4 Oktober 2016 memiliki
korelasi tinggi dengan kejadian kebakaran hutan dan jumlah curah hujan harian sebesar 111 mm, sedangkan
merupakan faktor yang paling tinggi dalam menentukan jumlah curah hujan harian lainnya pada bulan Oktober
akumulasi bahan bakar (Syaufina 2008). Masing-masing 2016 rendah.
daerah di Indonesia memiliki akumulasi jumlah hotspot

2500 748.8 800


Curah Hujan Hotspot

2000 2075
542.8 549.8 600
1690
Curah Hujan
Hotspot

1500 417.2
384.6
328 350.8 339.1 400
284 297.7
1000 281 280.7
249.1
237 219.8 222
212.7 187 657 186
163 200
500 132
364 334
78.7 345
52.6 1.5 23 0 0
14 1
Agust…

Agust…

0 1 5 10 1 4 11 2 0 2 0 0 1 9 0
Jun-15

Nop-15

Jun-16

Nop-16
Feb-15

Jul-15
Apr-15

Sep-15
Okt-15

Des-15

Feb-16

Jul-16
Apr-16

Sep-16
Okt-16

Des-16
Mar-15

Mei-15

Mar-16

Mei-16
Jan-15

Jan-16

bulan

Gambar 2 Jumlah curah hujan bulanan dan jumlah titik panas (hotspot) bulanan di Kalimantan Barat tahun 2015 –
2016
Vol. 09 April 2018 Peran Curah Hujan terhadap Penurunan Hotspot 27

7500 600
Curah Hujan Hotspot
503.1
6000 6004 440.5 458
439.3
5295422.7 395.5

Curah Hujan
386.8 400
4500
292.9 291.5 285 290.2
286.4 262.9 267.1
Hotspot

222 245.3
3000
200
134.8 2098
1500 89.4 76.7
60
40.7 36
15.3
150 0 291 39 102 26 0 0
Agust…

Agust…
0 8 1 1 0 5 8 15 0 2 2 0 1 1 5 0
Jun-15

Nop-15

Jun-16

Nop-16
Mei-16
Feb-15

Okt-15

Jul-16

Sep-16
Okt-16
Apr-15

Jul-15
Mei-15

Sep-15

Des-15

Feb-16

Apr-16

Des-16
Jan-15

Jan-16
Mar-15

Mar-16
bulan

Gambar 3 Jumlah curah hujan bulanan dan jumlah titik panas (hotspot) bulanan di Kalimantan Tengah tahun 2015 –
2016

1200 Curah Hujan Hotspot 450


385.2
995
352.8 335
900
301

Curah Hujan
274 270 300
Hotspot

722 254.9 249.1


223.7
600 215.9
190 518
181.3
138.7 131.6 150
365 106.8 122.8
101.6
300 262 256
206 65.5 182 67.3
61.3
146 123 22.8
54 14 33
11.4 54 9.6 12 0
29 16 46 5 15 0
Agust…

Agust…

0 2 2 1 0
Mar-15

Mar-16
Jun-15

Nop-15

Nop-16
Feb-15

Jul-15

Okt-15

Jun-16
Sep-15

Feb-16

Jul-16

Sep-16
Okt-16
Apr-15

Des-15

Apr-16

Des-16
Mei-15

Mei-16
Jan-15

Jan-16

bulan

Gambar 4 Jumlah curah hujan bulanan dan jumlah titik panas (hotspot) bulanan di Riau tahun 2015 – 2016

8000 450
397.1 Curah Hujan Hotspot
7149
352 6396
6000
296.5
Curah Hujan

285.9 300
Hotspot

266.7
231.3 227.8 234.2
4000 211.7
181 191.6 165.4
166
164.5
131 150
122 112
2000 86.2
56
830 24
236 16 12.6
3 1 3 526 16 52 20 3 0 0
6 6 5 49 44 1 3 0 10
Agust…

Agust…

0 9 1 0 0
Jun-16

Nop-16
Jun-15

Nop-15
Feb-15

Jul-15
Apr-15

Sep-15
Okt-15

Feb-16

Jul-16
Mei-15

Des-15

Apr-16

Sep-16
Okt-16
Mei-16

Des-16
Jan-15

Jan-16
Mar-15

Mar-16

bulan

Gambar 5 Jumlah curah hujan bulanan dan jumlah titik panas (hotspot) bulanan di Sumatera Selatan tahun 2015 –
2016
28 Bambang Hero Saharjo & Wela Alfa Velicia J. Silvikultur Tropika

Curah Hujan Hotspot


16000 1494.5 1600
15197 1423.5
1304.3 13045 1291.3
1257
1220 1262.3
1104.2 1140.5

Curah Hujan
12000 1094 1096.1 1200
Hotspot

943.9 894.4
932.5
8000 695.4 733.2 800
605.9 528.6
4983 512.1
411
4000 297.7 257.4 400
1745 1266
114.9 95.1 468
276 60 833 85 0 0
44 218 74 245 49 150 126 6 33 78
Agust…

Agust…
0 27 4 0
Jun-15

Nop-15

Jun-16

Nop-16
Sep-15
Feb-15

Jul-15

Okt-15

Feb-16

Jul-16

Sep-16
Okt-16
Apr-15
Mei-15

Des-15

Apr-16
Mei-16

Des-16
Jan-15

Jan-16
Mar-15

Mar-16
bulan

Gambar 6 Hubungan jumlah curah hujan bulanan dan jumlah titik panas (hotspot) bulanan di keempat provinsi
tahun 2015 – 2016

Tabel 3 Hasil Uji Regresi di Empat Provinsi Tahun 2015 - 2016


Tahun 2015 Tahun 2016
Provinsi Persamaan Model Persamaan Model
R-Square P-Value R-Square P-Value
Regresi Regresi
Kalimantan 92.5% 0.000 y = 1551 - 5.51 x 82.8% 0.000 y = - 1.81 + 0.00971 x
Barat
Kalimantan 59.4% 0.003 y = 1749 - 4.36 x 53.7% 0.016 y = 5.24 - 0.00907 x
Tengah
Riau 48.9% 0.011 y = 277 - 0.674 x 52.7% 0.008 y = 150 - 0.504 x

Sumatera 36.4% 0.038 y = 3167 - 12.0 x 74.3% 0.000 y = 20.2 - 0.0702 x


Selatan

20000

16000

Hotspot = 3182 - 2.50*Curah Hujan


12000
Hotspot

R² = 42.5%
8000
P-Value = 0.001
4000

0
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
-4000
Curah Hujan

Gambar 7 Kurva hubungan antara jumlah deteksi hotspot dengan curah hujan di keempat provinsi tahun 20015-2016
(Sumber: Hasil pengolahan data dengan MINITAB 16)

Gambar 4 disajikan hubungan curah hujan dan bulanan sebesar 61.3 mm sampai 67.3 mm, setelah
hotspot di Provinsi Riau. Provinsi Riau memiliki jumlah bulan Oktober jumlah curah hujan kembali meningkat
curah hujan bulanan yang rendah pada bulan Juli 2015 dan jumlah hotspot menurun. Berbeda pada tahun 2016
sebesar 14 mm sementara hotspot pada bulan Juli memiliki penurunan jumlah curah hujan yang drastis
meningkat tajam sebanyak 995 titik panas. Pada bulan pada bulan Agustus sebesar 9.6 mm dan memiliki
Agustus terjadi kenaikan jumlah curah hujan kembali hotspot terbanyak juga sebanyak 518 titik panas.
sehingga jumlah hotspot kembali menurun. Bulan Gambar 5 dapat dilihat bahwa penurunan jumlah
September hingga bulan Oktober jumlah curah hujan curah hujan bulanan tahun 2015 di Provinsi Sumatera
menurun kembali dengan rentang jumlah curah hujan Selatan terjadi mulai bulan Juli hingga bulan Oktober
Vol. 09 April 2018 Peran Curah Hujan terhadap Penurunan Hotspot 29

dengan puncak terendah jumlah curah hujan pada bulan mempengaruhi kejadian hotspot dan memiliki hubungan
September sebesar 1 mm. Selama rentang bulan Juli yang signifikan.
hingga Oktober tahun 2015 jumlah hotspot naik hingga
puncak tertinggi jumlah hotspot sebanyak 7 149 titik
panas di bulan Oktober. Setelah bulan Oktober jumlah SIMPULAN DAN SARAN
curah hujan kembali naik dan jumlah hotspot menurun.
Sedangkan tahun 2016 terjadi penurunan jumlah curah Simpulan
hujan pada bulan Agustus sebesar 24 mm. Tetapi
kenaikan jumlah hotspot tidak sebanyak di tahun 2015. Dari hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa
Musim kemarau di Indonesia berhubungan dengan jumlah curah hujan dengan jumlah titik panas (hotspot)
kejadian kebakaran hutan dan lahan. Dapat dilihat pada di keempat provinsi, Riau, Sumatera Selatan,
Gambar 6 hasil rekapitulasi jumlah hotspot dan curah Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat memiliki
hujan di keempat provinsi bersifat fluktuatif. Jumlah hubungan yang signifikan. Hasil analisis pengujian
hotspot meningkat seiring dengan terjadinya musim regresi didapatkan model persamaan tahun 2015 di
kemarau dimana curah hujan rendah, yaitu pada bulan Kalimantan Barat (y = 1551 - 5.51 x), Kalimantan
Juli sampai bulan Oktober pada tahun 2015 dan bulan Tengah (y = 1749 - 4.36 x), Riau (y = 277 - 0.674 x),
Juli sampai Agustus pada tahun 2016. Begitu pula dan Sumatera Selatan (y = 3167 - 12.0 x), sedangkan
sebaliknya, tingginya curah hujan yang terjadi membuat tahun 2016 memiliki model regresi yang berbeda
bahan bakar menjadi lembab, sehingga jumlah hotspot dengan tahun 2015, yaitu di Kalimantan Barat (y = -
menurun dan kejadian kebakaran hutan dan lahan sulit 1.81 + 0.00971 x), Kalimantan Tengah (y = 5.24 -
terjadi. Tingginya curah hujan di suatu wilayah akan 0.00907 x), Riau (y = 150 - 0.504 x), dan Sumatera
menyebabkan berkurangnya potensi hotspot. Hal ini Selatan (y = 20.2 - 0.0702 x). Keempat provinsi tersebut
dikarenakan kadar air pada suatu bahan bakar akan memiliki korelasi negatif yang menunjukkan hubungan
meningkat akibat curah hujan yang terjadi sehingga terbalik dimana penurunan jumlah curah hujan akan
bahan bakar sulit untuk terbakar. diikuti dengan peningkatan jumlah hotspot. Peningkatan
Gambar 6 menunjukkan jumlah hotspot tertinggi di jumlah hotspot mengikuti pola curah hujan yang rendah
keempat provinsi pada tahun 2015, terjadi pada bulan pada bulan-bulan dimana musim kemarau terjadi.
September (15 197 titik) diikuti bulan Oktober (13 045 Perhitungan hasil analisis uji korelasi nilai P-value yang
titik), dan pada tahun 2016 jumlah hotspot tertinggi kurang dari 0.05 pada hubungan curah hujan dan jumlah
terjadi pada bulan Agustus (1 266 titik) diikuti bulan hotspot menunjukkan bahwa keduanya berhubungan
September (468 titik). Sedangkan untuk jumlah hotspot erat.
terendah tahun 2015 terjadi pada bulan Desember (27
titik) dan di tahun 2016 terjadi di bulan November dan Saran
Desember dengan tidak ditemukannya hotspot di
keempat provinsi tersebut. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan
Dari hasil uji regresi yang disajikan pada Tabel 3 menambahkan parameter-parameter lain seperti suhu,
menjelaskan bahwa antara jumlah hotspot dengan kelembaban dan kecepatan angin, dan penelitian lebih
jumlah curah hujan di masing-masing provinsi lanjut pada daerah-daerah lain yang memiliki tingkat
berpengaruh secara signifikan, karena masing-masing kerawanan kebakaran yang tinggi.
provinsi memiliki nilai P-value kurang dari 0.05.
Besarnya nilai R2 menunjukkan pengaruh curah hujan
terhadap adanya hotspot. DAFTAR PUSTAKA
Secara statistik dapat dilihat pada Gambar 7 bahwa
antara jumlah curah hujan bulanan dengan jumlah [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. 2016. Riau
hotspot bulanan setelah diakumulasikan memiliki dalam Angka 2016. Pekanbaru (ID): BPS Provinsi
korelasi negatif (–) yang mempunyai hubungan sedang Riau.
dimana nilai R-square sebesar 42.5% dan mempunyai [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat.
persamaan y = 3182 – 2.50x dimana y adalah jumlah 2015. Kalimantan Barat dalam Angka 2015.
hotspot dan x adalah curah hujan. Jumlah hotspot Pontianak (ID): BPS Provinsi Kalimantan Barat.
dipengaruhi 42.5% oleh jumlah curah hujan dan 57.5% [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan
jumlah hotspot dipengaruhi oleh faktor lainnya, seperti Tengah. 2015. Kalimantan Tengah dalam Angka
faktor iklim (suhu, kelembaban, dan kecepatan angin) 2015. Palangkaraya (ID): BPS Provinsi Kalimantan
dan faktor manusia. Tengah.
Korelasi negatif (–) pada hasil uji korelasi pada [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan.
Gambar 7 menunjukkan arah kedua hubungan antara 2015. Sumatera Selatan dalam Angka 2015.
jumlah curah hujan dengan jumlah data hotspot Palembang (ID): BPS Provinsi Sumatera Selatan.
mempunyai hubungan terbalik. Hubungan terbalik Erica PS. 2006. Studi Penentuan Tingkat Kerawanan
memberikan arti kenaikan curah hujan akan diikuti Kebakaran Hutan di Kabupaten Ogan Komering Ilir,
dengan penurunan jumlah hotspot dan sebaliknya Propinsi Sumatera Selatan [Skripsi]. Bogor (ID):
penurunan curah hujan akan diikuti dengan kenaikan Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB.
jumlah hotspot. Nilai P-value yang didapat dari hasil uji Hadiwijoyo E. 2012. Pengaruh Anomali Sea Surface
korelasi sebesar 0.001. Nilai P-value yang kurang dari Temperature (SST) dan Curah Hujan terhadap
0.05 menunjukkan bahwa jumlah curah hujan Potensi Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi
30 Bambang Hero Saharjo & Wela Alfa Velicia J. Silvikultur Tropika

Riau [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Silvikultur, NOAA dan MODIS. Palembang (ID): South
Fakultas Kehutanan IPB. Sumatera Forest Fire Managemen Project.
[Kementerian Lingkungan Hidup dam Kehutanan]. ----------. 2004. Panduan Pengumpulan Informasi
2016. STATISTIK KEMENTERIAN Kebakaran Hutan Dan Lahan Melalui Internet.
LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Palembang (ID): South Sumatera Forest Fire
TAHUN 2015. Jakarta (ID): Kementerian Managemen Project.
Lingkungan Hidup dam Kehutanan. Sulistyowati S. 2004 Hubungan Unsur Iklim dan Titik
[PUSDATIN]. 2015. Informasi STATISTIK Panas (Hotspot) di Kabupaten Ogan Komering Ilir,
INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM dan Propinsi Sumatera Selatan Periode Tahun 2001-2002
PERUMHAN RAKYAT 2015. Jakarta (ID): [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Manajemen
Kementerian PUPR. Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di
Solichin. 2004. Kecenderungan Kebakaran Hutan di
Indonesia: Perilaku Api, Penyebab,dan Dampak
Sumatera Selatan : Analisis Data Historis Hotspot
Kebakaran. Malang (ID): Bayumedia Publishing.

Anda mungkin juga menyukai