Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perdagangan internasional merupakan salah satu cara yang diperlukan bagi suatu negara untuk
mencapai tujuan pembangunan nasionalnya. Dengan didukung kemajuan teknologi dan
aksesbilitas transportasi yang semakin maju dewasa ini, membuat perpindahan barang atau jasa
oleh setiap negara di dunia menjadi lebih cepat dan efisen. Arus informasi telah memungkinkan
setiap negara lebih mengenal dan memahami negara lain. Dalam bidang ekonomi,setiap bangsa
akan lebih mudah mengetahui dari mana barang-barang dapat diperoleh untuk memenuhi
berbagai kebutuhannya dan sebaliknya kemana memasarkan produk-produk unggulannya.Pada
saat ini tidak ada satu negara pun yang berada dalam kondisi autarki atau negara yang terisolasi
tanpa adanya hubungan ekonomi dengan negara lain.Hal ini disebabkan karena tidak ada negara
yang bisa memenuhi kebutuhannya secara mandiri (Sarwono dan Pratama, 2014). Perdagangan
internasional merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
hidup masyarakat pada era globalisasi dan digitalisasi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaiman ekspor indonesi ?

C. Tujuan

1. Untuk menganalisis ekspor di Indonesia

D. Manfaat

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penelitian selanjutnya
yang berkaitan dengan daya saing ekspor suatu komoditas.

2. Berperan serta untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai ekspor Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

Perdagangan Indonesia

Pada Triwulan I-2020, Sektor Industri berkontribusi sebesar 79,01persen terhadap seluruh nilai
Ekspor Nasional.Negara tujuan Ekspor Indonesia pada Triwulan I-2020 dengan nilai Ekspor
terbesar adalah:Tiongkok 15,26% Amerika Serikat 11,57%

Perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antar negara dengan adanya
proses pertukaran barang/jasa melalui ekspor dan impor. Dengan kegiatan tersebut, suatu negara
dapat memenuhi kebutuhan penduduknya dan memungkinkan penduduk untuk menikmati
barang/jasa yang lebih bervariasi. Selain itu, negara juga dapat melakukan ekspansi pasar
barang/jasa ke pasar global dan mendapatkan tambahan penerimaan dari ekspor. Perdagangan
internasional berakibat pada persaingan pasar yang lebih besar dan mempersempit monopoli
domestic sehingga harga produk lebih kompetitif dan bisa lebih murah ketika sampai di tangan
konsumen. Sistem perdagangan internasional memegang bagian fundamental dalam
perekonomian setiap negara.

Sebagaimana hubungan antar negara, kinerja ekspor dan impor di Indonesia tidak hanya
dipengaruhi oleh kebijakan dalam negeri melainkan juga kebijakan dan kondisi global. Misalkan
kondisi sekarang, ketika keadaan perekonomian global terus menurun dan kebijakan pembatasan
impor dari negara mitra dagang menjadi beberapa faktor eksternal yang berakibat pada
melemahnya kinerja ekspor Indonesia. Terlebih lagi, isu perang dagang dari kedua negara yang
menjadi mitra dagang Indonesia, Tiongkok dan Amerika Serikat, ditambah dengan mewabahnya
virus corona membuat perekonomian global terus menurun. Hal tersebut perlu diwaspadai dan
perlu adanya kebijakan agar ekspor Indonesia tetap terjaga.

Secara umum, kinerja perdagangan internasional Indonesia pada tahun 2019 mengalami
perbaikan dilihat dari menurunnya defisit neraca perdagangan dibanding tahun sebelumnya.
Meskipun demikian, baik dari sisi ekspor maupun impor mengalami pertumbuhan negatif.
Namun, pertumbuhan negatif pada sisi impor lebih dalam dibandingkan ekspor sehingga defisit
neraca perdagangan dapat sedikit terkoreksi. Lebih lanjut, akan diuraikan secara detail baik dari
sisi ekspor maupun impor mengenai analisis pertumbuhan, nilai, komoditas unggulan, serta
negara mitra dagang Indonesia. Selain itu, diuraikan mengenai target serta tantangan yang akan
dihadapi Indonesia di tahun 2020.
Defisit Neraca Perdagangan Membaik

Neraca perdagangan Indonesia pada tahun 2019 mengalami deficit sebesar US$3,23 miliar
dengan total ekspor senilai US$167,49 miliar dan total impor senilai US$170,73 miliar. Defisit
neraca perdagangan pada tahun tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan tahun 2018 yang
mengalami defisit hingga US$ 8,69 miliar. Menurunnya defisit di tahun 2019 disebabkan oleh
neraca perdagangan nonmigas Indonesia mengalami surplus sebesar US$6,15 miliar, meskipun
neraca perdagangan migas mengalami deficit sebesar US$9,38 miliar. Sedangkan di tahun 2018
neraca perdagangan non migas hanya mampu mencapai surplus sebesar US$3,99 miliar
sementara defisit neraca perdagangan migas cukup dalam hingga US$12,69 miliar. Neraca
perdagangan nonmigas sangat berkontribusi pada perbaikan defisit neraca perdagangan di tahun
2019. Sementara itu tingginya impor migas paling berperan dalam defisit neraca perdagangan.
Untuk mengurangi defisit neraca perdagangan migas, kebijakan pemerintah di tahun 2019 adalah
program B-20 dan pembelian minyak mentah hasil produksi domestik oleh Pertamina.Program
tersebut efektif dalam menekan impor migas

Tabel 6.1 Neraca Perdagangan Indonesia (Juta US$) Tahun 2017-Tw I 2020

Pada awal tahun 2020 di tengah ketidakpastian ekonomi global serta pandemi Covid-19, neraca
perdagangan Indonesia justru memberikan sinyal positif. Pada triwulan I 2020, neraca
perdagangan Indonesia surplus sebesar US$2,59 miliar. Angka tersebut membaik dibandingkan
kondisi triwulan I 2019 yang defisit US$0,63 miliar. Surplus tersebut ditopang oleh baiknya
kinerja ekspor nonmigas yang berpengaruh pada surplus neraca perdagangan nonmigas mencapai
US$5,66 miliar. Sementara itu neraca perdagangan migas mengalami defisit mencapai US$3,07
miliar, diakibatkan oleh menurunnya nilai ekspor dibarengi dengan meningkatnya nilai impor di
sektor tersebut.Peningkatan impor tersebut perlu diwaspadai mengingat kondisi yang sedang
dihadapi Indonesia saat ini.

Ekspor Indonesia terus Merosot

Kondisi perekonomian global yang terus menurun serta belum usainya perang dagang menjadi
pertimbangan Kementerian Perdagangan untuk menetapkan target pertumbuhan ekspor
nonmigas tahun 2019 di kisaran 7,5 persen1. Penetapan target tersebut juga berkaca dari tahun
2018 yang pertumbuhan ekspor nonmigasnya hanya sebesar 6,37 persen,tidak mampu mencapai
target yang telah ditetapkan Kemendag sebesar 11 persen. Di sisi lain, Kemendag juga optimis
terhadap target tersebut dengan adanya prediksi akan menguatnya harga komoditas non migas.
Optimisme Kemendag terus berlanjut dengan adanya revisi target pertumbuhan ekspor
ditingkatkan menjadi 8 persen2. Peningkatan target tersebut dibarengi dengan komitmen
Kemendag untuk mendukung lima sektor prioritas yaitu makanan dan minuman, tekstil dan
pakaian, otomotif, elektronik dan kimia dengan pemanfaatan perkembangan digitalisasi
infrastruktur industri dalam revolusi industri 4.0.

Gambar 6.1 Pertumbuhan Nilai Ekspor (persen) Indonesia Tahun 2017-2019


Kinerja ekspor Indonesia semakin merosot dalam tiga tahun terakhir bahkan menunjukkan
pertumbuhan negatif di tahun 2019. Total ekspor mengalami kontraksi sebesar 6,95 persen
dibandingkan tahun sebelumnya.Kedua sektor (non migas dan migas) juga menunjukkan
kontraksi pertumbuhan nilai ekspor. Ekspor nonmigas mengalami kontraksi sebesar 4,82 persen
dibandingkan tahun 2018. Sedangkan kontraksi yang lebih dalam terjadi pada ekspor migas
mencapai 27,18 persen dibandingkan tahun sebelumnya.Dengan demikian, realisasi
pertumbuhan nilai ekspor pada tahun 2019 lagilagi tidak mampu memenuhi target yang telah
ditetapkan oleh Kemendag.Pertumbuhan negatif tersebut tersebut tidak lepas dari pengaruh
factor eksternal akibat perlambatan ekonomi global. Keadaan tidak hanya dirasakan oleh
Indonesia. Sebagian besar negara di dunia, bahkan negara-negara besar seperti Tiongkok dan
Amerika Serikat juga mengalami pertumbuhan ekonomi negatif di tahun 2019.

Gambar 6.2

Pertumbuhan Nilai Ekspor (persen) Negara-Negara Dunia Tahun 2017-2019

Tantangan perekonomian global di tahun 2020 terus meningkat akibat ketidakpastian


perekomian global serta semakin merebaknya pandemic Covid-19 baik di Indonesia maupun
negara lainnya. Kondisi tersebut diprediksi akan memengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Akan
tetapi, di tengah kondisi tersebut Kemendag masih optimis ekspor nonmigas Indonesia tahun
2020 masih tumbuh positif pada kisaran 5,2 persen3.

Upaya untuk akselerasi peningkatan ekspor nonmigas oleh Kemendag antara lain peningkatan
kemudahan berusaha, relaksasi percepatan kebijakan dan prosedur impor penyediaan bahan
baku/penolong untuk memenuhi kebutuhan industri serta mendorong peningkatan ekspor. Selain
itu akan dilakukan pengamanan ekspor di pasar utama dan perluasan ekspor ke pasar potensial
dengan cara percepatan penyelesaian perjanjian perdagangan dengan mitra dagang, peningkatan
promosi, penyediaan informasi peluang pasar ekspor dan penguatan pendampingan ekspor.

Di sisi lain, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekspor tahun 2020 akan tumbuh
negatif pada kisaran -5,2 hingga -5,6 persen akibat pandemi Covid-19 yang mengakibatkan
terganggunya ketersediaan bahan antara yang diperoleh dari negara lain. Selain itu, melemahnya
pertumbuhan ekonomi global, penurunan volume perdagangan serta harga komoditas yang
rendah diduga BI juga menjadi penyebab kontraksi pertumbuhan ekspor di tahun 2020.
. Tabel 6.2 Nilai Ekspor Indonesia Menurut Migas dan Non-Migas (juta US$)

Nilai ekspor Indonesia pada tahun 2019 mencapai US$167,50 miliar. Angka tersebut
disumbangkan oleh sektor nonmigas senilai US$154,99 miliar dan sektor migas senilai
US$12,50 miliar. Kinerja ekspor di triwulan I tahun 2020 cukup baik, nilainya mencapai
US$41,76 miliar. Angka tersebut mengalami kenaikan tipis 2,83 persen dibandingkan dengan
nilai ekspor triwulan I 2019 sebesar US$40,61 miliar. Kenaikan tersebut ditopang olah kenaikan
ekspor nonmigas khususnya sektor industri yang mencapai US$32,99 miliar (naik 10,08 persen
y-o-y). Di tengah tekanan dampak pandemi Covid-19, nilai ekspor sektor industri masih berhasil
tumbuh positif didominasi oleh industri sector makanan dan minuman, logam dasar, dan industi
bahan kimia serta barang dari bahan kimia.

Ekspor Indonesia dari tahun ke tahun selalu didominasi oleh ekspor non migas. Tercatat sejak
tahun 2017 ekpor non migas memberikan sumbangan pada kisaran 90 persen terhadap total
ekspor Indonesia. Bahkan pada tahun 2019 distribusi ekspor non migas mencapai 92,5 persen
terhadap total ekspor. Berdasarkan sektornya, ekspor non migas mendapatkan kontribusi terbesar
dari sektor industri. Tercatat nilai ekspor sektor industri tahun 2019 berhasil mencapai
US$126,57 miliar, menyumbang 75,56 persen dari total ekspor. Nilai tersebut mengalami
penurunan dibandingkan tahun 2018 yang nilainya mencapai US$130,12 miliar. Meskipun
demikian, sektor industri tetap memegang peranan strategis dalam perekonomian Indonesia.
Pengembangan sektor industri dapat memperkuat struktur ekonomi dengan menggeser
ketergantungan pada sumber daya alam kepada industri yang bernilai tambah tinggi.

Sektor pertanian memperlihatkan pertumbuhan positif di tahun 2019 ditengah menurunnya nilai
ekspor sektor lain. Nilai ekspor sektor pertanian mencapai US$3,61 miliar (tumbuh 5,34 persen
dibanding 2018). Kenaikan tersebut sejalan dengan upaya yang dilakukan Kementerian Pertanian
dalam mendongkrak nilai ekspor pertanian melalui kebijakan untuk mempermudah perizinan
ekspor dengan waktu pengurusan singkat, menjadi kurang lebih 3 jam dari waktu awal sekitar
312 jam (www.pertanian.go.id). Kementan berharap program-program terobosan pertanian dapat
dikembangkan agar nilai ekspor semakin meningkat serta diikuti dengan meningkatnya
kesejahteraan petani.

Sektor migas berkontribusi dibawah 10 persen terhadap total nilai ekspor. Nilai ekspor migas
tahun 2017 dan 2018 sebesar US$15,74 miliar dan US$17,17 miliar yang menyumbang terhadap
total ekspor masing-masing 9,32 persen dan 9,54 persen. Tahun 2019, nilai ekspor migas turun di
angka US$12,5 miliar dan menyumbang 7,46 persen dari total ekspor. Penurunan tersebut salah
satunya akibat kebijakan pemerintah untuk mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan domestik.
Sebagai sektor yang berasal dari sumber daya alam tak terbarukan, perlu penghematan
penggunaan untuk pemenuhan kebutuhan generasi selanjutnya. Selain itu, diperlukan
optimalisasi dalam proses pengembangan diversifikasi energi terbarukan.

Dari komponen ekspor migas, nilai ekspor minyak mentah tahun 2019 tercatat sebesar US$1,72
miliar. Angka tersebut mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun 2018 yang
mencapai US$5,16 miliar. Hal tersebut merupakan dampak dari kebijakan pemerintah melalui
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 42 tahun 2018 tentang prioritas
pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Salah satu konsekuensi
dari peraturan tersebut mengharuskan Pertamina untuk membeli minyak mentah jatah ekspor
dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Sebelumnya, dari total produksi minyak Indonesia
sebesar 800 ribu barel per hari, sekitar 200 ribu hingga 300 ribu barel merupakan hasil produksi
KKKS. Di sisi lain, Pertamina melakukan impor minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri. Pembelian hasil produksi minyak oleh KKKS yang biasanya diekspor tersebut
berdampak pada berkurangnya ekspor minyak mentah sekaligus mengurangi impor
(www.migas.esdm.go.id).

1.Ekspor Komoditas Penting

Sektor non migas sebagai tumpuan perdagangan luar negeri Indonesia diharapkan terus
berkembang dan bersaing di pasar global. Hingga saat ini, komoditas yang berbasis sumber daya
alam masih mendominasi ekspor Indonesia. Komoditas unggulan di sektor pertanian antara lain
kopi, tanaman obat, aromatik dan rempah-rempah serta buah-buahan. Kenaikan nilai ekspor
sektor pertanian pada tahun 2019 ditunjang oleh kenaikan ekspor komoditas kopi, buah-buahan,
biji kakao dan ikan segar/dingin hasil tangkap. Komoditas kopi memberikan sumbangan tertinggi
pada ekspor sektor pertanian. Nilai ekspor kopi tahun 2019, mencapai US$872,4 juta. Nilai
ekspor tersebut menjadikan Indonesia termasuk dalam sepuluh negara eksportir kopi terbesar di
dunia. Penyumbang nilai ekspor sektor pertanian tertinggi kedua adalah komoditas tanaman obat,
aromatik dan rempah-rempah. Nilai ekspor komoditas tersebut pada tahun 2019 sebesar
US$591,6 juta. Angka tersebut menurun dibandingkan tahun 2018 yang mencapai US$601,2
juta.

Tabel 6.3 Nilai Ekspor Indonesia Menurut Komoditas Penting (juta US$)

Komoditas unggulan di sektor industri antara lain minyak kelapa sawit, pakaian jadi (konveksi)
dari tekstil dan hasil industri logam dasar. Di tahun 2019 hampir semua nilai ekspor komoditas di
sektor industri menurun, kecuali komoditas hasil industri logam dasar. Nilai ekspor hasil industri
logam dasar pada tahun 2019 mencapai US$14,38 miliar, naik dibanding tahun 2017 (US$8,76
miliar) dan tahun 2018 (US$11,92 miliar). Komoditas minyak kelapa sawit sebagai komoditas
unggulan penambah devisa Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2019. Nilai ekspor
minyak kelapa sawit tahun 2019 hanya mencapai US$15,55 miliar. Padahal sebelumnya nilai
ekspor komoditas tersebut mampu menembus angka US$20,34 miliar (2017) dan turun pada
tahun 2018 menjadi US$17,89 miliar.

Penyebab turunnya nilai ekspor komoditas andalan minyak kelapa sawit antara lain karena harga
minyak kelapa sawit di pasar internasional yang terus menurun dan peningkatan pajak impor
CPO yang ditetapkan oleh India. Selain itu, hambatan juga datang dari negara-negara Uni Eropa
yang mengeluarkan resolusi Parlemen Eropa yang menuding penggunaan minyak sawit sebagai
penyebab deforestasi. Akibatnya, timbul rencana implementasi Renewable Energy Directived
(RED) II oleh Uni Eropa yang menghapuskan penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku
biodiesel secara bertahap hingga dilarang sama sekali pada 2030. Hambatan-hambatan tersebut
tentunya akan berlanjut menjadi tantangan bagi ekspor komoditas minyak kelapa sawit.

Komoditas batu bara dan bijih tembaga menjadi komoditas unggulan di sektor tambang. Nilai
ekspor komoditas unggulan batu bara pada tahun 2017 sebesar US$17,88 miliar. Angka tersebut
tercatat mengalami kenaikan cukup signifikan pada tahun 2018 menjadi US$20,63 miliar.
Namun, pada tahun 2019 ekspor batu bara turun menjadi US$18,87 miliar. Penurunan nilai
ekspor tersebut akibat lesunya harga batu bara global. Selain itu, kebijakan pembatasan impor
yang dilakukan Tiongkok juga menjadi andil penurunan nilai tersebut. Tidak jauh berbeda
dengan batu bara, ekspor komoditas bijih tembaga juga mengalami penurunan. Penurunan ekspor
komoditas tersebut pada tahun 2019 cukup tajam, hanya mencapai US$1,28 miliar dibandingkan
tahun 2018 yang mampu mencapai US$4,19 miliar. Untuk keterbandingan dengan negara lain,
ekspor digolongkan berdasarkan Standard International Trade Clasiffication (SITC).
Berdasarkan penggolongan tersebut, ekspor Indonesia didominasi oleh Bahan Bakar, Bahan
Penyemir dsb (SITC 3), diikuti oleh Hasil Industri Menurut Bahan (SITC 6) dan Mesin dan Alat
Pengangkutan (SITC 7). Pertumbuhan negatif pada ekspor tahun 2019 hampir terjadi pada
seluruh golongan SITC kecuali SITC 0 (0,56 persen), SITC 6 (0,35 persen), SITC 7 (0,09
persen) dan SITC 9 (74,48 persen). Pertumbuhan negatif tahun tersebut paling dalam terjadi pada
SITC 3 yaitu sebesar -16,88 persen dibandingkan tahun 2018. Termasuk di dalamnya adalah
minyak mentah dan gas yang memang mengalami penurunan ekspor cukup signifikan pada tahun
2019 akibat kebijakan domestik untuk memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dalam negeri
terlebih dahulu.

Tabel 6.4 Nilai ekspor menurut golongaan barang SITC (juta US$))

Tahun 2017-Tw 1 2020

Ekspor menurut golongan barang SITC di triwulan I 2020 masih didominasi oleh Bahan bakar,
Bahan penyemir dsb (SITC 3) yang nilainya mencapai US$ 7,73 miliar. Meskipun demikian,
nilai ekspor untuk SITC 3 mengalami penurunan 18,29 persen dibandingkan triwulan I 2019.
Ekspor Hasil Industri Menurut Bahan (SITC 6) memberikan dominasi kedua dan mengalami
kenaikan sebesar 8,04 persen (y-o-y) menjadi US$ 6,92 miliar. Ekspor Bahan dan Transaksi
Khusus Lainnya (SITC 9) meskipun tidak menyumbangkan nilai yang besar, tetapi mengalami
kenaikan lebih dari dua kali lipat dibandingkan triwulan I 2019. Kenaikan tersebut mencapai
107,72 persen (y-o-y) menjadi US$ 1,72 miliar.

2. Ekspor Menurut Negara Tujuan

Tiga negara yang menjadi pangsa pasar terbesar ekspor produk dari Indonesia adalah Tiongkok,
Amerika Serikat dan Jepang. Ketiga negara tersebut berkontribusi menyerap lebih dari sepertiga
dari total nilai ekspor Indonesia, tepatnya 36,77 persen. Dengan demikian, perkembangan
ekonomi pada ketiga negara tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja ekspor Indonesia.
Ekspor Indonesia ke Tiongkok menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun, melampaui
ekspektasi di tengah kondisi ekonomi global dan isu perang dagang. Tahun 2017 tercatat nilai
ekspor ke Tiongkok mencapai US$23,08 miliar, mengalami peningkatan 17,54 persen menjadi
US$ 27,13 miliar (tahun 2018) dan 2,90 persen menjadi US$27,92 miliar (tahun 2019).
Perbedaan tren ditunjukkan oleh negara pangsa ekspor terbesar lainnya, Amerika Serikat dan
Jepang. Nilai ekspor dengan tujuan kedua Negara tersebut mengalami penurunan pada tahun
2019. Nilai ekspor ke Amerika

Tabel 6.5 Nilai Ekspor Indonesia Menurut Negara tujuan SITC (juta US$)

Tahun 2017-Tw I 2020

Serikat pada 2019 hanya tercatat sebesar US$17,72 miliar turun 3,9 persen dibanding tahun
sebelumnya. Nilai ekspor barang Indonesia ke Jepang tahun 2019 hanya US$15,95 miliar turun
cukup tajam sebesar 18,08 persen dari tahun sebelumnya. Tertekannya nilai ekspor Indonesia ke
Jepang disebabkan oleh perlambatan ekonomi yang dihadapi Jepang yang juga akibat dari
perlambatan ekonomi global.

Nilai ekspor Indonesia ke negara-negara tetangga di Kawasan ASEAN mengalami pertumbuhan


negatif pada tahun 2019. Pada tahun tersebut nilai ekspor tercatat US$41,78 miliar, turun 0,3
persen dari tahun sebelumnya. Negara pangsa pasar utama di Kawasan ASEAN adalah
Singapura, Malaysia dan Thailand. Nilai ekspor ke Malaysia dan Thailand mengalami penurunan
pada tahun 2019, masing-masing sebesar 3,50 persen dan 8,87 persen. Penurunan tersebut tidak
terlepas dari pengaruh situasi global yang lesu. Sementara pertumbuhan nilai ekspor positif
terjadi untuk negara tujuan Singapura. Tahun 2019, nilai ekspor Indonesia ke Singapura naik
sebesar 1,51 persen dibandingkan tahun sebelumnya menjadi US$13,11 miliar.

Pada triwulan pertama 2020, pasar utama ekspor Indonesia tetap negara Tiongkok, Amerika
Serikat dan Jepang. Nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok mencapai US$6,37 miliar, naik sebesar
21,74 persen dibandingkan triwulan I 2019. Angka tersebut berkontribusi sebesar 15,26 persen
terhadap nilai total ekspor. Kenaikan nilai ekspor juga terjadi untuk negara tujuan Amerika
Serikat dan Jepang.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

SARAN

Anda mungkin juga menyukai