1) Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakikatnya
adalah ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.
2) Tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk ikut
serta dalam pertahanan dan keamanan Negara dalam rangka pembelaan negara
dan bangsa.
Selain itu untuk menambah perwujudan wawasan nusantara kita juga harus tahu
semboyan bangsa Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika atau Kesatuan dan
seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Walaupun berbeda-beda tetapi tetap
satu”..
a. Aspek ideologi
Salah satu Distorsi pemahaman dan implementasi yang terjadi saat ini,
dapat kita amati fenomenanya antara lain :
· Persepsi yang dangkal, wawasan yang sempit, beda pendapat yang berujung
bermusuhan, anti terhadap kritik serta sulit menerima perubahan yang pada
akhirnya cenderung anarkhis.
Dalam era globalisasi pada saat ini sangatlah diperlukan keyakinan akan
sebuah ideologi agar selalu berada pada jalur yang terus menuju tujuan bangsa
Indonesia. Banyak sekali yang harus kita lakukan,contohnya adalah memahami
apa arti dari sebuah bangsa dan tidak berbuat perbuatan yang merendahkan
martabat bangsa Indonesia.
b. Aspek politik
b) Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam berbagai
bahasa daerah serta memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan bangsa yang
bulat dalam arti yang seluas-luasnya.
d) Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa dan negara yang
melandasi, membimbing, dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya.
g) Bahwa bangsa Indonesia yang hidup berdampingan dengan bangsa lain ikut
menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial melalui politik luar negeri bebas aktif serta diabdikan
pada kepentingan nasional.
c. Aspek Ekonomi
ü Sistem pengetahuan
ü Bahasa
ü Keserasiaan
Berdasar ciri dan sifat kebudayaan serta kondisi dan konstelasi geografi,
masyarakat Indonesia sangat heterogen dan unik sehingga mengandung potensi
konflik yang sangat besar, terlebih kesadaran nasional masyarakat yang relatif
rendah sejalan dengan terbatasnya masyarakat terdidik.
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang
Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah
bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan
dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.[1]
Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi
objektif di daerah;
Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk
memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk
lebih baik dan maju
Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Provinsi) maupun Dati II
(Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang
calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam
Negeri,[9] untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan berikutnya,[10] dengan hak, wewenang dan kewajiban
sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban memberikan keterangan
pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-
kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya di dalam dan di
luar Pengadilan.[11]
Dari dua bagian tersebut di atas, tampak bahwa meskipun harus diakui bahwa UU
No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam praktiknya yang
terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol dari pusat) yang dominan dalam
perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu
fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah
ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.
Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah
otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, di mana semua kewenangan
pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan
fiskal serta agama dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara
utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Wilayah Provinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari
garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan
wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut provinsi.[14]
Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya
sedang DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi
pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan
bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah administratif
bertanggung jawab kepada Presiden.
Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD
sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh
pejabat yang berwenang.
Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih
bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.
Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada provinsi
otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada provinsi adalah otonomi yang
bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak
efektif dan efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerja sama antar Kabupaten
atau Kota. Misalnya kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum,
kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan tertentu
lainnya dalam skala provinsi termasuk berbagai kewenangan yang belum mampu
ditangani Kabupaten dan Kota.
Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara
membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah
Kabupaten sendiri maupun melalui berkerja sama antar daerah atau dengan pihak
ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki kelembagaan lingkup pemerintah
daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis
Daerah, Lembaga Staf Teknis Daerah, seperti yang menangani perencanaan,
penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan
usaha milik daerah. Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya
diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur, Pembantu Bupati/Wali
Kota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep dihapus.
Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat
meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah
setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.