Anda di halaman 1dari 18

PERTEMUAN 13

PERWUJUDAN WAWASAN NUSANTARA

Implementasi atau penerapan wawasan nusantara harus tercermin pada pola


pikir, pola sikap, dan pola tindak yangsenantiasa mendahulukan kepentingan
bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi atau kelompok. Dengan kata
lain, wawasan nusantara menjadi pola yang mendasari cara berpikir, bersikap,
dan bertindak dalam rangka menghadapi berbagai masalah menyangkut
kehidupan bermayarakat, berbangsa dan bernegara. Implementasi wawasan
nusantara senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayah tanah air
secara utuh dan menyeluruh sebagai berikut :

1. Wawasan Nusantara sebagai Pancaran Falsafah Pancasila

Falsafah Pancasila diyakini sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang


sesuai dengan aspirasinya. Keyakinan ini dibuktikan dalam sejarah perjuangan
bangsa Indonesia sejak awal proses pembentukan Negara Kesatuan Republik
Indonesia sampai sekarang. Dengan demikian wawasan nusantara menjadi
pedoman bagi upaya mewujudkan kesatuan aspek kehidupan nasional untuk
menjamin kesatuan, persatuan dan keutuhan bangsa, serta upaya untuk
mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia.

2. Wawasan Nusantara dalam Pembangunan Nasional

a. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik

Bangsa Indonesia bersama bangsa-bangsa lain ikut menciptakan ketertiban dunia


dan perdamaian abadi melalui politik luar negeri yang bebas aktif. Implementasi
wawasan nusantara dalam kehidupan politik akan menciptakan iklim
penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis. Hal tersebut tampak dalam
wujud pemerintahan yang kuat aspiratif dan terpercaya yang dibangun sebagai
penjelmaan kedaulatan rakyat.

b. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Ekonomi


Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan ekonomi akan menciptakan
tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Di samping itu,
implementasi wawasan nusantara mencerminkan tanggung jawab pengelolaa
sumber daya alam yang memperhatikan kebutuhan masyarakat antar daerah
secara timbal balik serta kelestarian sumber daya alam itu sendiri.

1) Kekayaan di wilayah nusantara, baik potensial maupun efektif, adalah modal


dan milik bersama bangsa untuk memenuhi kebutuhan di seluruh wilayah
Indonesia secara merata.

2) Tingkat perkembangan ekonomi harus seimbang dan serasi di seluruh daerah


tanpa mengabaikan ciri khas yang memiliki daerah masing-masing.

3) Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah nusantara diselenggarakan


sebagai usaha bersama dengan asas kekeluargaan dalam sistem ekonomi
kerakyatan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

c. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial Budaya

Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan sosial budaya akan


menciptakan sikap batiniah dan lahiriah yang mengakui segala bentuk perbedaan
sebagai kenyataan hidup sekaligus karunia Tuhan. Implementasi ini juga akan
menciptakan kehidupan masyarakat dan bangsa yang rukun dan bersatu tanpa
membedakan suku, asal usul daerah, agama, atau kepercayaan,serta golongan
berdasarkan status sosialnya. Budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu
kesatuan dengan corak ragam budaya yang menggambarkan kekayaan budaya
bangsa. Budaya Indonesia tidak menolak nilai-nilai budaya asing asalkan tidak
bertentangan dengan nilai budaya bangsa sendiri dan hasilnya dapat dinikmati.

d. Perwujudan Kepulauan Nusantara Sebagai Satu Kesatuan Pertahanan dan


keamanan

Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan pertahanan dan


keamanan akan menumbuhkan kesadaran cinta tanah air dan bangsa, yang lebih
lanjut akan membentuk sikap bela negara pada tiap warga negara Indonesia.
Kesadaran dan sikap cinta tanah air dan bangsa serta bela negara ini menjadi
modal utama yang akan mengerakkan partisipasi setiap warga negara indonesia
dalam menghadapi setiap bentuk ancaman antara lain :

1) Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakikatnya
adalah ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.

2) Tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk ikut
serta dalam pertahanan dan keamanan Negara dalam rangka pembelaan negara
dan bangsa.

3. Penerapan Wawasan Nusantara

Selain itu untuk menambah perwujudan wawasan nusantara kita juga harus tahu
semboyan bangsa Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika atau Kesatuan dan
seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Walaupun berbeda-beda tetapi tetap
satu”..

Maka untuk menjamin agar kesatuan Indonesia selalu terpelihara, bangsa


Indonesia melahirkan Wawasan Nusantara. Pandangan itu adalah satu konsepsi
geopolitik dan geostrategi yang menyatakan bahwa Kepulauan Nusantara yang
meliputi seluruh wilayah daratan, lautan dan ruang angkasa di atasnya beserta
seluruh penduduknya adalah satu kesatuan ideologi ,politik, ekonomi, sosial
budaya dan pertahanan-keamanan.

a. Aspek ideologi

Manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai naluri,


akhlak dan daya pikir, sadar akan keberadaannya yang serba terhubung dengan
sesama, lingkungan, alam semesta dan dengan Penciptanya.Dengan demikian
nilai-nilai Pancasila sesungguhnya telah bersemayam dan berkembang dalam hati
sanubari dan kesadaran bangsa Indonesia, termasuk dalam menggali dan
mengembangkan Wawasan Nasional

Falsafah Pancasila diyakini sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia


yang sesuai dengan aspirasinya. Keyakinan ini dibuktikan dalam sejarah
perjuangan bangsa Indonesia sejak awal proses pembentukan Negara Kesatuan
Republik Indonesia sampai sekarang. Dengan demikian wawasan nusantara
menjadi pedoman bagi upaya mewujudkan kesatuan aspek kehidupan nasional
untuk menjamin kesatuan, persatuan dan keutuhan bangsa, serta upaya untuk
mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia.

Salah satu Distorsi pemahaman dan implementasi yang terjadi saat ini,
dapat kita amati fenomenanya antara lain :

· Terjadinya kemerosotan (dekadensi) moral, watak, mental dan perilaku/ etika


hidup bermasyarakat dan berbangsa terutama pada generasi muda.

· Gaya hidup yang Hedonistik, materialistik konsumtif dan cenderung melahirkan


sifat ketamakan atau keserakahan, serta mengarah pada sifat dan sikap
individualistik.

· Timbulnya gejala politik yang berorientasi kepada kekuatan, kekuasaan dan


kekerasan, sehingga hukum sulit ditegakkan.

· Persepsi yang dangkal, wawasan yang sempit, beda pendapat yang berujung
bermusuhan, anti terhadap kritik serta sulit menerima perubahan yang pada
akhirnya cenderung anarkhis.

· Birokrasi pemerintahan terlihat semakin arogan berlebihan, cenderung KKN


dan sukar menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat. Pemberan-tasan
korupsi yang berakar pada birokrasi ini yang terasakan amat sulit karena telah
membudaya.

Dalam era globalisasi pada saat ini sangatlah diperlukan keyakinan akan
sebuah ideologi agar selalu berada pada jalur yang terus menuju tujuan bangsa
Indonesia. Banyak sekali yang harus kita lakukan,contohnya adalah memahami
apa arti dari sebuah bangsa dan tidak berbuat perbuatan yang merendahkan
martabat bangsa Indonesia.

b. Aspek politik

Bangsa Indonesia bersama bangsa-bangsa lain ikut menciptakan ketertiban


dunia dan perdamaian abadi melalui politik luar negeri yang bebas aktif.
Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan politik akan menciptakan
iklim penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis. Hal tersebut tampak
dalam wujud pemerintahan yang kuat aspiratif dan terpercaya yang dibangun
sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat.

Konsep politik bangsa Indonesia yang memandang Indonesia sebagai satu


kesatuan wilayah, meliputi tanah (darat), air (laut) termasuk dasar laut dan tanah
di bawahnya dan udara di atasnya secara tidak terpisahkan, yang menyatukan
bangsa dan negara secara utuh menyeluruh. Berdasarkan ide nasionalnya yang
berlandaskan pancasila dan UUD 1945 (Undang-Undang Dasar 1945) yang
merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat, bermartabat
serta menjiwai tata hidup dalam mencapai tujuan perjuangan nasional.
Dalam hal ini Perwujudan Wawasan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik,
dapat di artikan :

a) Bahwa kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya


merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang lingkup, dan kesatuan bagi
seluruh bangsa serta menjadi modal dan milik bersama bangsa.

b) Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam berbagai
bahasa daerah serta memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan bangsa yang
bulat dalam arti yang seluas-luasnya.

c) Secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib


sepenanggungan, sebangsa, dan setanah air, serta mempunyai tekad dalam
mencapai cita-cita bangsa.

d) Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa dan negara yang
melandasi, membimbing, dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya.

e) Bahwa kehidupan politik di seluruh wilayah Nusantara merupakan satu


kesatuan politik yang diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
f) Bahwa seluruh Kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan sistem hukum
dalam arti bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi kepada
kepentingan nasional.

g) Bahwa bangsa Indonesia yang hidup berdampingan dengan bangsa lain ikut
menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial melalui politik luar negeri bebas aktif serta diabdikan
pada kepentingan nasional.

c. Aspek Ekonomi

Aktualisasi wawasan nusantara dalam kehidupan ekonomi bertujuan agar


menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan
peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara merata dan adil.
Disamping itu memncerminkan tanggung jawab pengelolaan sumber daya alam
yang memperhatikan kebutuhan masyarakat antara daerah secara timbal balik
serta kelestarian sumber daya alam itu sendiri. Dalam bidang ekonomi,
implementasi wawasan nusantara akan menciptakan tatanan ekonomi yang
benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat secara adil dan merata.

Di samping itu, juga dapat mencerminkan tanggung jawab pengelolaan


sumber daya alam yang memperhatikan kebutuhan masyarakat antar daerah
secara timbal balik serta kelestarian sumber daya alam itu sendiri.

Prinsip-prinsip implementasi wawasan nusantara dalam bidang ekonomi


yaitu :

1) Kekayaan di wilayah nusantara, baik potensial maupun efektif, adalah modal


dan milik bersama bangsa untuk memenuhi kebutuhan di seluruh wilayah
Indonesia secara merata.
2) Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah
tanpa meninggalkan ciri khas yang dimiliki oleh daerah masing-masing dalam
pengembangan kehidupan ekonominya.

3) Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah nusantara diselenggarakan


sebagai usaha bersama dengan asas kekeluargaan dalam sistem ekonomi
kerakyatan untuk kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya.

Contoh implementasi wawasan nusantara dalam bidang ekonomi yang


perlu kita perhatikan diantaranya yaitu :

§ Wilayah nusantara mempunyai potensi ekonomi yang tinggi, seperti posisi


khatulistiwa, wilayah laut yang luas, hutan tropis yang besar, hasil tambang dan
minyak yang besar, serta memeliki penduduk dalam jumlah cukup besar. Oleh
karena itu, implementasi dalam kehidupan ekonomi harus berorientasi pada
sektor pemerintahan, pertanian, dan perindustrian.

§ Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keadilan dan keseimbangan


antardaerah. Oleh sebab itu, dengan adanya otonomi daerah dapat menciptakan
upaya dalam keadilan ekonomi.

§ Pembangunan ekonomi harus melibatkan partisipasi rakyat, seperti dengan


memberikan fasilitas kredit mikro dalam pengembangan usaha kecil.

d. Aspek Sosial dan Budaya

Budaya/kebudayaan secara etimologis adalah segala sesuatu yang


dihasilkan oleh kekuatan budi manusia. Kebudayaan diungkapkan sebagai cita,
rasa dan karsa (budi, perasaan, dan kehendak). Sosial budaya adalah faktor
dinamik masyarakat yang terbentuk oleh keseluruhan pola tingkah laku lahir batin
yang memungkinkan hubungan sosial diantara anggota-anggotanya.

Secara universal kebudayaan masyarakat Indonesia bersifat heterogen


dengan unsur-unsur :
ü Sistem religi dan upacara keagamaan

ü Sistem masyarakat dan organisasi kemasyarakatan

ü Sistem pengetahuan

ü Bahasa

ü Keserasiaan

ü Sistem mata pencaharian

ü System teknologi dan peralatan

Sesuai dengan sifatnya, kebudayaan merupakan warisan yang bersifat


memaksa bagi masyarakat artinya setiap generasi yang lahir dari suatu
masyarakat dengan serta merta mewarisi norma-norma budaya dari generasi
sebelumnya. Warisan budaya diterima secara emosional dan bersifat mengikat ke
dalam (Cohesivness) sehingga menjadi sangat sensitif.

Berdasar ciri dan sifat kebudayaan serta kondisi dan konstelasi geografi,
masyarakat Indonesia sangat heterogen dan unik sehingga mengandung potensi
konflik yang sangat besar, terlebih kesadaran nasional masyarakat yang relatif
rendah sejalan dengan terbatasnya masyarakat terdidik.

Selain bersifat heterogen adapula yang perlu diperhatikan dalam kehidupan


sosial, yaitu :

o Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat yang


berbeda, dari segi budaya, status sosial, maupun daerah. Contohnya dengan
pemerataan pendidikan di semua daerah dan program wajib belajar harus
diprioritaskan bagi daerah tertinggal.

o Pengembangan budaya Indonesia, untuk melestarikan kekayaan Indonesia,


serta dapat dijadikan kegiatan pariwisata yang memberikan sumber pendapatan
nasional maupun daerah. Contohnya dengan pelestarian budaya, pengembangan
museum, dan cagar budaya.
e. Aspek Pertahanan dan Keamanan

Wawasan Nasional bangsa Indonesia adalah Wawasan Nusantara yang


merupakan pedoman bagi proses pembangunan nasional menuju tujuan nasional.
Sedangkan ketahanan nasional merupakan kondisi yang harus diwujudkan agar
proses pencapaian tujuan nasional tersebut dapat berjalan dengan sukses. Oleh
karena itu diperlukan suatu konsepsi Ketahanan Nasional yang sesuai dengan
karakteristik bangsa Indonesia. Dan dapat dikatakan bahwa Wawasan Nusantara
dan ketahanan nasional merupakan dua konsepsi dasar yang saling mendukung
sebagai pedoman bagi penyelenggaraan kehidupan barbangsa dan bernegara
agar tetap jaya dan berkembang seterusnya.

Wujud pertahanan dan keamanan tercermin dalam kondisi daya tangkal


bangsa yang dilandasi kesadaran bela Negara seluruh rakyat yang mengandung
kemampuan memelihara stabilitas pertahanan dan keamanan Negara,
mengamankan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta mempertahankan
kedaulatan Negara dan menangkal segala bentuk ancaman. Adapula system
pertahanan dan keamanan rakyat semesta yaitu ditandai dengan :

1) Pandangan bangsa Indonesia tentang “Perang dan Damai” : bangsa Indonesia


cinta dan damai dan tidak menghendaki perang. Pertikaian diusahakan
penyelesaiannya secara damai, walaupun demikian bangsa Indonesia lebih cinta
dengan kemerdekaan dan kedaulatannya. Perang adalah usaha terakhir, bila
usaha damai tidak tercapai

2) Penyelenggaraan pertahanan dan keamanan NKRI dilandasi oleh landasan idil


pancasila, landasan konstitusional, UUD 1945, dan landasan visional wawasan
nusantara.

3) Pertahanan dan keamanan Negara merupakan usaha nasional terpadu yang


melibatkan segenap potensi dan kekuatan nasional, dengan semangat tanpa
mengenal menyerah. Dirumuskan dalam Doktrin Pertahanan dan Keamanan
Negara Republik Indonesia.

Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan akan menumbuhkan


kesadaran cinta tanah air dan bangsa yang lebih lanjut . Kesadaran dan sikap cinta
tanah air dan bangsa serta beda Negara ini akan menjadi modal utama yang akan
menggerakan partisipasi setiap warga Negara Indonesia dalam menanggapi setiap
bentuk ancaman seberapa pun kecilnya dan dari manana pun datangnya atau
setiap gejala yang membahayakan keselamatan bangsa dan kedaulatan Negara
dalam pembinaan seluruh aspek kehidupan nasional wawasan nusantara harus
menjadi nilai yang menjiwai segenap perundang-undangan yang berlaku pada
setiap strata diseluruh wilayah Negara.

Disamping itu, wawasan nusantara dapat di implementasikan kedalam


segenap pranatai sosial yang berlaku di masyarakat dalam ulasan kebhinekaan
sehingga mendinamiskan kehidupan sosial yang akrab, peduli, toleran, hormat,
dan tahu hukum. Semua itu menggambarkan sikap, paham, dan semangat
kebangsaan atau nasionalisme yang tinggi sebagai identitas atau jati diri bangsa
Indonesia.

Otonomi daerah di Indonesia

Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah


otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.”

Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:

Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak


mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara
("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan
negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan
pemerintahan; dan

Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang
Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah
bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan
dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.[1]

Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi


di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan
penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat
ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian
kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi
daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II)[2] dengan beberapa dasar
pertimbangan[3]:

 Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan


sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi
federalis relatif minim;
 Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
 Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga
Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.

Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:

 Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi
objektif di daerah;
 Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk
memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
 Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk
lebih baik dan maju

Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan


Otonomi Daerah:

 Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di


Daerah
 Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
 Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah
 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
 Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
 Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,

Pelaksanaan Otonomi Daerah pada Masa Orde Baru

Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu


pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai
landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang
pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan
ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara
perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil
yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang
ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program
pembangunan dari pusat. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik
dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi
Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.[4] Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya
disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas
wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[5]
 Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem
hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:
 Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau
Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya;
[6]
 Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala
Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-
pejabat di daerah;[7] dan

Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan


urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh
Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya
dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.[8]

Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Provinsi) maupun Dati II
(Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang
calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam
Negeri,[9] untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan berikutnya,[10] dengan hak, wewenang dan kewajiban
sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban memberikan keterangan
pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-
kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya di dalam dan di
luar Pengadilan.[11]

Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan


Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang
dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran; mengajukan
pertanyaan bagi masing-masing Anggota; meminta keterangan; mengadakan
perubahan; mengajukan pernyataan pendapat; prakarsa; dan penyelidikan),[12]
dan kewajiban seperti a) mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan
PANCASILA dan UUD 1945; b)menjunjung tinggi dan melaksanakan secara
konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan
yang berlaku; c) bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan
dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah
dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk
melaksanakan peraturan perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan
kepada Daerah; dan d) memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat
kehidupan rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah.
[13]

Dari dua bagian tersebut di atas, tampak bahwa meskipun harus diakui bahwa UU
No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam praktiknya yang
terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol dari pusat) yang dominan dalam
perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu
fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah
ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.

Pelaksanaan Otonomi Daerah setelah Masa Orde Baru

Upaya serius untuk melakukan desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi


dimulai di tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses
pergantian rezim (dari rezim otoritarian ke rezim yang lebih demokratis).
Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim Suharto harus
menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan
dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu[3]:

melakukan pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti


mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah;
pembentukan negara federal; atau

membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.

Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi


yang baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan
memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang mendasar mengenai
otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-undang
sebelumnya antara lain :

Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih


mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak, sedang dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan
daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat melalui
prakarsanya sendiri.

Prinsip yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan


asas dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5
Tahun 1974 tidak dipergunakan lagi, karena kepada daerah otonom diberikan
otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional
diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya
nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di
samping itu, otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi
yang juga memperhatikan keanekaragaman daerah.

Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah


dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan
masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta
meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu,
dalam Undang-undang ini otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah
otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu daerah yang selama ini
berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam Undang-undang ini disebut
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah
otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, di mana semua kewenangan
pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan
fiskal serta agama dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara
utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan


melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedang yang
selama ini disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah
provinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah
administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi
kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.

Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom.


Dalam hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai peringkat
dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi perangkat daerah
kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan dapat diselenggarakan di
daerah provinsi, kabupaten, kota dan desa. Pengaturan mengenai
penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan pada daerah
masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh
pemerintah.

Wilayah Provinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari
garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan
wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut provinsi.[14]

Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya
sedang DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi
pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan
bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah administratif
bertanggung jawab kepada Presiden.
Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD
sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh
pejabat yang berwenang.

Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi


daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan
pertimbangannya lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah,
daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat
dihapus dan atau digabung dengan daerah lain. Daerah dapat dimekarkan
menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan dengan undang-undang.

Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih
bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.

Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan,


pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar,
prosedur yang ditetapkan pemerintah.

Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada provinsi
otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada provinsi adalah otonomi yang
bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak
efektif dan efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerja sama antar Kabupaten
atau Kota. Misalnya kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum,
kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan tertentu
lainnya dalam skala provinsi termasuk berbagai kewenangan yang belum mampu
ditangani Kabupaten dan Kota.

Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara
membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah
Kabupaten sendiri maupun melalui berkerja sama antar daerah atau dengan pihak
ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki kelembagaan lingkup pemerintah
daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis
Daerah, Lembaga Staf Teknis Daerah, seperti yang menangani perencanaan,
penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan
usaha milik daerah. Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya
diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur, Pembantu Bupati/Wali
Kota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep dihapus.

Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat
meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah
setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.

Anda mungkin juga menyukai