MUHAMMAD SOLEH
Pengantar
Dalam rangka menyambut kehadiran bulan Ramadhan, kita dianjurkan merasa bergembira.
Sebagai ungkapan kegembiraanku, aku akan membahas empat kegembiraan ditinjau dari
tiga dimensi personal manusia.
Empat kegembiraan itu adalah: ketika menyambut datangnya Ramadhan, ketika berbuka
puasa, ketika mengakhiri puasa sebulan Ramadhan, dan ketika berjumpa dengan Rabb
pencipta kita. Sedangkan tiga dimensi personal manusia adalah
intra personal, inter personal dan religius spiritual.
Part 3 of 3
Dengan berpuasa secara gembira (dalam artian ikhlas karena didasari iman), maka akan
berdampak pada peningkatan kualitas dimensi personal kita.
a. Aku semakin yakin bahwa dengan kekuatan niat yang tulus, seberapapun kesulitan
itu dapat kita lalui.
b. Aku semakin mampu menjaga keseimbangan antara masukan makanan dan
kapasitas pencernaanku.
c. Aku semakin mampu mengendalikan nafsu kehendak yang berlebihan atau
kehendak terhadap yang dilarang Allah.
d. Aku semakin mampu mengendalikan emosi negatif dan mengubahnya menjadi
positif.
e. Aku semakin teguh memegang prinsip kebenaran, kejujuran, apapun yang
menggodaku.
f. Aku semakin sadar, bahwa hidupku sedang diawasi oleh Penciptaku.
g. Aku semakin merasa disayangi Penciptaku.
Peningkatan kualitas dimensi personal kita itu dirasakan manusia secara bergradasi,
sesuai dengan usaha kita. Ada yang belum merasakan, ada yang sedikit merasakan, ada
yang sesekali merasakan, ada yang senantiasa merasakan.
Pencapaian optimal dari kualitas dimensi personal tersebut telah banyak dikisahkan
dalam sejarah Nabi dan para Pecinta Allah swt.
a. Suatu ketika Rasulullah berteduh di bawah pohon kurma. Datanglah seorang kafir
merampas pedang Nabi sambil berkata: “Nyawamu di tanganku. Siapa yang akan
menolongmu”. “Allah”. Jawab Nabi. Bergetar seluruh tubuh si kafir itu,
pedangnya terjatuh, dan dia terjerembab ke bumi.
Perhatikan kondisi intra personal Nabi. Tidak ada rasa takut, karena rasa takutnya
hanya kepada Allah swt.
b. Suatu ketika, terjadi duel maut antara Ali bin Abi Thalib dengan seorang musuh
dalam suatu peperangan. Sang Kafir sudah jatuh terlentang, sesaat lagi Ali akan
menghunjamkan pedangnya. Tiba-tiba saja Kafir itu meludahi muka Ali, dan Ali
membatalkan ayunan pedangnya. Beliau malahan melepas musuh itu sambil
berputar-putar di atas kudanya mengelilingi Kafir itu. Kafir itu bertanya, mengapa kau
tak jadi membunuhku? Ali menjawab, “Ketika engkau meludahiku, emosiku meluap,
dan aku tidak mau membunuhmu dikarenakan emosiku” Subhanallah.
Perhatikan, betapa kuatnya Ali memilah antara bertindak dengan nafsu atau bertindak
karena Allah. Ia tidak mau bertindak dengan emosi. Maka begitu Kafir itu kembali
menghina Islam, Ia langsung menebas leher Kafir itu. Subhanallah.
c. Perhatikan lagi kisah Bilal, budak hitam dari Habasyi, yang disiksa majikannya,
Umayyah karena Bilal masuk Islam.
Bilal disiksa dengan cambuk yang menghunjam tubuhnya. Bilal dengan kekuatan
syahadatnya mengucapkan Ahad, Ahad, Ahad. Dicambuk lagi tak hentinya, (joke:
mungkin si algojo itu mengartikan ahad = sekali lagi). Jeda sejenak, kemudian ia dibaringkan
di pasir panas yang terbakar matahari gurun, masih ditindih lagi dengan batu besar,
dicambuk lagi. Kekuatan syahadat Bilal menggetarkan bibirnya mengeluarkan suara
Ahad, Ahad, Ahad. Atraksi (doa) Bilal memancar melayang ke kepala Abu Bakar
yang tergerak mendatangi tempat itu, sambil berteriak: Umayah, aku beli budakmu,
berapapun kau minta tebusannya. Allahu Akbar, Bilal bebas merdeka, ditebus Abu
Bakar. Bilal lulus ujian syahadat. Selanjutnya, Allah memberikan rahmat kepadanya
dengan karunia suara yang powerful dan speed control yang bagus, sehingga Bilal
diangkat Nabi sebagai muazzin tidak duanya di masjid Nabawi. Begitu cintanya Bilal
kepada Nabi, -ini syahadat keduanya-, setelah Nabi wafat, Bilal tidak mau lagi
menjadi muazzin. Ia tidak kuat menyuarakan Asyhadu anna Muhammadar rasulullah.
Tangisnya tak tertahankan. Betapa dahsyatnya syahadatain bagi Bilal.
a. Nabi merasa lelah sehabis dikejar dan dilempari batu oleh orang-orang Bani Thaif,
karena mereka tidak suka Nabi menyeru agama Islam di kalangan mereka. Nabi
berteduh di bawah pohon. Datanglah Jibril, utusan Allah, sambil berkata, “Kekasih
Allah, Aku diutus Allah untuk menanyakan kepadamu, sudikah engkau bila aku
angkat gunung itu dan kutimpakan kepada Bani Thaif itu yang telah menyakitimu”.
Nabi menjawab, “Jangan Jibril, mereka belum tahu benar tentang aku, dan aku
berharap nantinya dari keturunan mereka akan ada yang menjadi pembela Islam
yang gigih”
Subhanallah, betapa kuatnya inter personal Nabi, yang tidak mementingkan dirinya,
tetapi beliau mementingkan keturunan Bani Thaif yang akan datang.
b. Suatu ketika, perjuangan menegakkan Islam memerlukan dana yang sangat besar,
Nabi memohon kepada Allah swt, dan Allah menjawabnya dengan firman QS Al-
Baqarah 02:245
من ذا الذي يقرض هللا قرضا حسنا فيضاعفه له أضعافا كثيرة وهللا يقبض ويبسط وإليه ترجعون
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan
dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
c. Pada zaman Nabi Muhammad saw. Pernah terjadi musim kering yang
menyebabkan kesulitan air. Hanya ada satu sumur yang menghasilkan air, sumur
itu kepunyaan orang Yahudi. Datanglah sahabat Nabi, Utsman bin Affan ra
bertransaksi membeli sumur itu. Yahudi itu mau menjual separuhnya, yakni sehari
untuk Usman dan sehari untuk Yahudi, begitu seterusnya. Usman setuju. Pada hari
jatahnya Utsman, dihibahkannya air itu untuk kaum muslimin. Yahudi terkecoh,
dan akhirnya ia jual semua air sumur itu, dan Usman tidak memperdulikan berapa
besar pengeluarannya demi kehidupan umat muslim.
Demikianlah kepekaan sosial (inter personal) yang optimal dapat mengatasi
kepentingan pribadi (intra personal).
a. Ummul Mu’minin, Aisyah ra, tidak tega melihat Nabi shalat malam. Air mata Nabi
membasahi janggutnya, beliau berdiri terlalu lama, sehingga kakinya membengkak.
Aisyah tidak tahan untuk tidak bertanya. Akhirnya ia bertanya juga. ”Mengapa
Engkau terlalu berlebihan dalam beribadah, bukankah Allah sudah menjanjikan,
Engkau sebagai kekasih-Nya, akan mendapat tempat yang paling mulia di sisi-
Nya?”
I
Alangkah sedihnya perasaan dimabuk cinta
Hatinya menggelepar menahan dahaga rindu
Cinta digenggam walau apapun terjadi
Tatkala terputus, ia sambung seperti mula
Lika-liku cinta, terkadang bertemu surga
Menikmati pertemuan indah dan abadi
Tapi tak jarang bertemu neraka
Dalam pertarungan yang tiada berpantai
II
Aku mencintai-Mu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena diri-Mu
Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingat-Mu
Cinta karena diri-Mu, adalah keadaan-Mu mengungkapkan tabir
Hingga Engkau ku lihat
Baik untuk ini maupun untuk itu
Pujian bukanlah bagiku
Bagi-Mu pujian untuk semua itu
III
Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cinta-Mu
Hingga tak ada satupun yang mengganguku dalam jumpa-Mu
Tuhanku, bintang gemintang berkelip-kelip
Manusia terlena dalam buai tidur lelap
Pintu pintu istana pun telah rapat
Tuhanku, demikian malam pun berlalu
Dan inilah siang datang menjelang
Aku menjadi resah gelisah
Apakah persembahan malamku, Engkau terima
Hingga aku berhak mereguk bahagia
Ataukah itu Kau tolak, hingga aku dihimpit duka,
Demi kemahakuasaan-Mu
Inilah yang akan selalu ku lakukan
Selama Kau beri aku kehidupan
Demi kemanusian-Mu,
Andai Kau usir aku dari pintu-Mu
Aku tak akan pergi berlalu
Karena cintaku pada-Mu sepenuh kalbu
IV
Ya Allah, apa pun yang akan Engkau
karuniakan kepadaku di dunia ini,
Berikanlah kepada musuh-musuh-Mu
Dan apa pun yang akan Engkau
karuniakan kepadaku di akhirat nanti,
Berikanlah kepada sahabat-sahabat-Mu
Karena Engkau sendiri, cukuplah bagiku
V
Aku mengabdi kepada Tuhan
bukan karena takut neraka
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi,
Karena cintaku pada-Nya
Ya Allah, jika aku menyembah-Mu
karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
Dan jika aku menyembah-Mu
karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata,
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu
yang abadi padaku
VI
Alangkah buruknya,
Orang yang menyembah Allah
Lantaran mengharap surga
Dan ingin diselamatkan dari api neraka
Seandainya surga dan neraka tak ada
Apakah engkau tidak akan menyembah-Nya?
Aku menyembah Allah
Lantaran mengharap ridha-Nya
Nikmat dan anugerah yang diberikan-Nya
Sudah cukup menggerakkan hatiku
Untuk menyembah-Mu
VII
Sulit menjelaskan apa hakikat cinta
Ia kerinduan dari gambaran perasaan
Hanya orang
yang merasakan dan mengetahui
Bagaimana mungkin
Engkau dapat menggambarkan
sesuatu yang engkau sendiri bagai hilang
dari hadapan-Nya, walau ujudmu
masih ada karena hatimu gembira yang
membuat lidahmu kelu
VIII
Andai cintaku
di sisimu sesuai dengan apa
yang kulihat dalam mimpi
Berarti umurku telah terlewati
Tanpa sedikit pun memberi makna
IX
Tuhan, semua yang aku dengar
di alam raya ini, dari ciptaan-Mu
Kicauan burung, desiran dedaunan
Gemericik air pancuran
Senandung burung tekukur
Sepoian angin, gelegar guruh
Dan kilat yang berkejaran
Kini
Aku pahami sebagai pertanda
atas keagungan-Mu
Sebagai saksi abadi, atas keesaan-Mu
dan
Sebagai kabar berita bagi manusia
Bahwa tak satu pun ada
Yang menandingi dan menyekutui-Mu
X
Bekalku memang masih sedikit
Sedang aku belum melihat tujuanku
Apakah aku meratapi nasibku
Karena bekalku yang masih kurang
Atau karena jauh di jalan yang ‘kan kutempuh
Apakah Engkau akan membakarku
O, tujuan hidupku
Di mana lagi tumpuan harapanku pada-Mu
Kepada siapa lagi aku mengadu?
XI
Ya Allah
Semua jerih payahku
Dan semua hasratku di antara segala
kesenangan-kesenangan
di dunia ini, adalah untuk mengingat Engkau
Dan di akhirat nanti, di antara segala kesenangan
adalah untuk berjumpa dengan-Mu
Begitu halnya dengan diriku
Seperti yang telah Kau katakan
Kini, perbuatlah seperti yang Engkau kehendaki
XII
Ya Tuhan, lenganku telah patah
Aku merasa penderitaan yang hebat atas segala
yang telah menimpaku
Aku akan menghadapi segala penderitaan itu dengan sabar
Namun aku masih bertanya-tanya
Dan mencari-cari jawabannya
Apakah Engkau ridha akan aku
Ya, Ya Allah
O Tuhan, inilah yang selalu mengganggu langit pikiranku
XIII
Ya Allah
Aku berlindung pada Engkau
Dari hal-hal yang memalingkan aku dari Engkau
Dan dari setiap hambatan
Yang akan menghalangi Engkau
Dari aku
XIV
Ya Illahi Rabbi
Malam telah berlalu
Dan siang datang menghampiri
Oh andaikan malam selalu datang
Tentu aku akan bahagia
Demi keagungan-Mu
Walau Kau tolak aku mengetuk pintu-Mu
Aku akan tetap menanti di depannya
Karena hatiku telah terpaut pada-Mu
XV
Tuhanku
Tenggelamkan diriku ke dalam lautan
keikhlasan mencintai-Mu
Hingga tak ada sesuatu yang menyibukkanku
Selain berdzikir kepada-Mu
*****
Dikutip dari:
http://sprahatini.blogspot.com/2013/03/puisi-puisi-sufi-rabiah-al-adawiyah.html
c. Sebagai penutup, saya kutipkan lagi syair kerinduan kepada Ilahi dari Abu Nawas.
F. AKHIRUL KALAM
Semoga hati kita menjadi bersih, sebelum kita menghadap Pencipta kita yang Maha
Suci. Allah yang Maha Suci, hanya bisa didekati dalam keadaan suci. Amin.
Reference
Buku
Website
http://inspontan.blogspot.com/2011/06/abu-nawas-masuk-surga-atau-neraka.html
http://sprahatini.blogspot.com/2013/03/puisi-puisi-sufi-rabiah-al-adawiyah.html
******tammat*****