Anda di halaman 1dari 12

MODUL PERKULIAHAN

HUKUM BISNIS DAN


LINGKUNGAN

HUKUM LINGKUNGAN

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

15
FEB S1.Akuntansi F041700009 Annisa Hakim Z., S.Pd., M.Sc.

Abstract Kompetensi
Menjelaskan tentang hukum lingkungan Mahasiswa mampu menjelaskan tentang
hukum lingkungan
PENGERTIAN HUKUM LINGKUNGAN
Hukum lingkungan dalam bahasa asing adalah “Milieurecht” (Belanda), “environment
Law”(Inggris), “Umwelrecht” (Jerman).

Pada tanggal 11 maret 1982 telah diberlakukan undang undang nomor 4 tahun 1982
tentang ketentuan ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup, di singkat dengan UULH
dan disempurnakan dengan UUPLH, tanggal 19 September 1997.
Menurut penjelasan UULH, istilah “lingkungan hidup” dan “lingkungan” dipakai dalam
pengertian yang sama. Lingkungan hidup bedasarkan pasal 1 angka 1 UULH-UUPLH
adalah: kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk
manusia dan prilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain.

Pengertian Lingkungan Hidup Menurut Para


Ahli:
1.       S. J. McNaughton dan Larry L. Wolf
Lingkungan hidup adalah semua faktor eksternal yang bersifat biologis dan fisika
yang langsung mempengaruhi kehidupan, pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi
organisme.

2.    Prof. Dr. Ir. Otto Soemarwoto


Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang
yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita.

3.       Prof. Dr. St. Munadjat Danusaputro, SH


 Lingkungan hidup adalah semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia
dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan
mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dalam jasad hidup lainnya.

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


2 Annisa Hakim Z., S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN

Hukum lingkungan indonesia telah mulai berkembang semenjak zaman penjajahan


Pemerintahan Hindia Belanda, tetapi Hukum lingkungan pada masa itu bersifat atau
berorientasikan pemakaian. Hukum lingkungan Indonesia Kemudian berubah sifatnya
menjadi hukum yang berorientasikan tidak saja pada pemakaian, tetapi juga pada
perlindungan.
Perubahan ini tidak terlepas dari pengaruh lahirnya hukum lingkungan internasional modern,
yang d tandai dengan lahirnya Deklarasi Stockhom 1972.
Lahirnya Deklarasi Stockhom 1972 sangat mempengaruhi perkembangan hukum
lingkungan modern indonesia. Hal ini terbuki dengan dimasukkannya masalah pengelolaan
lingkungan hidup dalam GBHN 1973-1978 untuk pertama kalinya.

1.      Pengaturan Lingkungan pada masa UUKPLH


UUKPLH diundangkan pada tanggal 11 Maret 1982. Undang Undang ini merupakan
ketentuan payung (umbrella act) bagi perlindungan lingkungan. Konsekuensinya, UUKPLH
tidak memuat aturan-aturan detail tentang penanganan suatu persoalan hukum lingkungan.
UUKPLH hanya memuat aturan hukum tentang pengelolaan lingkungan hidup.

2.      Dari Undang-Undang No.4 tahun 1982 ke Undang-Undang 23 Tahun 1997


Sebagai tanda kepatuhan indonesia kepada norma hukum internasional, pemerintah
mengundangkan Undang-Undang No.4 tahu 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Hidup (UUKPPLH).
Dalam kurun waktu 15 tahun masa berlakunya, UUKPPLH mengalami banyak kendala
dalam penegakan hukum. Diantara kendala tersebut adalah kendala regulatif, institusional,
dan politis.
Atas beberapa kendala tersebut pemerintah mengundang-undang No.23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) untuk menggantikan UUKPLH. UUPLH
berlaku pada saat di undangkan 19 september 1997.

3.      Keharusan penyempurnaan UUPLH


Walaupun umurnya masih lima belas tahun, UUPLH kelihatannya sudah harus
diubah atau disempurnakan. Sejalan dengan Undang-Undang No.22 tahun 1999 yang di
ganti dengan Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan
adanya keinginan komunitas lingkungan hidup di DPR RI, pemerintah kususnya Mentri

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


3 Annisa Hakim Z., S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Negara Lingkungan Hidup, perguruan tinggi dan LSM untuk mengundang-undangkan
tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam (UUPSDA).

PERLINDUNGAN HUKUM DALAM


MENGELOLA LINGKUNGAN

1.      Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat


Bedasarkan Pasal 5 ayat (1) UULH-UULPH hak ini dimiliki setiap orang, yaitu orang
seorang, kelompok orang, atau badan hukum. Walaupun demikian, di samping mempunyai
hak, menurut pasal 5 ayat (2) UULH “setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan
hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemarannya”.
Penuangan hak perseorangan berupa hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak
merupakan hak asasi pada tingkat Undang-Undang Dasar tetapi hanya hak biasa pada
Tingkat Undang-Undang.
2.      Hak Untuk Berperan Serta dalam rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup
Hak ini terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) UULH, berdampingan dengan kewajiban
setiap orang untuk berperanserta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup, mencakup
tahap perencanaan maupun tahap tahap pelaksanaan dan penilaian. Hakekat sebenarnya
dari hak berperanserta adalah dalam prosedur pengambilan keputusan tata usaha negara,
khususnya tentang izin lingkungan.

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN


Penyelesaian Sengketa di Pengadilan digolongkan kepada:
a.       Sengketa Hukum Administratif
b.      Sengketa Hukum Pidana
c.       Sengketa Hukum Perdata
d.      Sengketa Hukum Internasional

A.    Class Action
Istilah Class Action (CA) atau disebut pula dengan actio popularis diartikan dalam
bahasa Indonesia secara beragan di sebut dengan gugatan perwakilan, gugatan kelompok
atau ada juga yang menyebutkan gugatan berwakil.

B.     Peraturan Mahkamah Agung/PERMA No 1 tahun 2002


Memuat beberapa prinsip yaitu:
1.       Persyaratan jumlah anggota kelompok (prinsip numerosity)

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


4 Annisa Hakim Z., S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Perma ini tidak menetapkan kriteria tentang berapa jumlah paling sedikit supaya
disebut gugatan class action.
2.       Prinsip kesamaan fakta, Hukum dan Tipikalis
Prinsip ini merupakan karakter khusus dari class action yang di sebut commonality.
Harus adanya kesamaan masalah, dasar hukum, kesamaan tuntutan dari para
korban dan pembelaan yang dilakukan oleh tergugat.
3.       Prinsip Kelayakan Mewakili (Adequancy of Representation)
Perma menentukan bahwa wakil kelompok haruslah memiliki sifat: kejujuran,
kesungguhan, kemampuan, pendidikan dan status sebagai wakil kelompok
4.       Formal Gugatan
Adanya fakta yang mendasari gugatan(posita) dan inventarisasi tuntutan (petitum)
5.       Posita Gugatan
Mekanisme beracara biasanya di haruskan supaya berisikan data atau identifikasi
fakta-fakta atau peristiwa yang jelas.
6.       Identitas Penggugat
Identitas diharuskan bagi wakil kelompok secara lengkap dan jelas
7.       Surat Kuasa
Dalam perma ini tidak diisyaratkan surat kuasa khusus
8.       Penetapan tentang sah atau tidak Gugatan Perwakilan
Pada awal pemeriksaan di persidangan pengadilan secara wajib memeriksa
mengenai kriteria gugatan perwakilan
9.       Prinsip Pemberitahuan kepada Anggota Kelompok
Apabila hakim telah menyatakan sah mengenai gugatan perwakilan, maka setelah
itu hakim segera memerintahkan penggugat untuk mengajuan usulan model 
pembritahuan kepada kelompoknya.
Dengan cara: langsung, media cetak, media elektronik, pengumuman di kantor
pemerintah.
10.   Pernyataan opt out dan opt in
Opt out yaitu yang menyatakan dirinya secara tegas keluar dari keanggotaan
kelompok. Opt in yaitu yang menyatakan dirinya secara tegas masuk dari
keanggotaan kelompok.
11.   Konsekuensi Putusan terhadap Pernyataan keluar
Konsekuensi putusan class action tidak mengikat para anggota yang keluar (pasal 8
ayat 2). Artinya yang mengajukan pernyataan keluar lepas dari tanggung awab
gugatan secara penuh.
12.   Putusan Hakim

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


5 Annisa Hakim Z., S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dalam pasal 19 putusan hakim mengabulkan gugatan secara class action berisi:
jumlah ganti rugi secara rinci, penentuan kelompok atau sub kelompok yang berhak,
mekanisme pendistribusian ganti rugi, langkah langkah yang wajib di tempuh oleh
wakil kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian.

C.      Legal Standing


Istilah legal standing disebut juga dengan standing, ius standi, persona standi. Bila di
Indonesiakan menjadi hak gugat atau adapula yang menyebutnya dengan
kedudukan gugat, sementara UUPLH 1997 dalam pasal di atas menyebutnya
dengan “hak mengajukan Gugatan”

D.     Citizien Standing/Citizien Law Suit


Citizien Standing/Citizien Law Suit adalah hak gugat yang menyangkut masyarakat,
LSM, Warga Negara, atau orang perorangan.

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN


ADMINISTRASI
TATA RUANG, ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL), PERIZINAN,
SANKSI.

1.       TATA RUANG


Dalam mengelola lingkungan, perlu adanya sistem keterpaduan, yang meliputi
kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan
dan pengendaliannya.
Dasar hukum penataan ruang di Indonesia di mulai dari landasan konstitusi pasal 33
ayat (3) uud 1945 yang mengatur kekuasaan negara atas semua sumber daya alam yang
dimaksudkan untuk kesejahteraan rakyat.
Kemudian UU No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan
bahwa pengelolaan lingkungan berasaskan pelestarian kemampuan lingkungan, yang serasi
dan seimbang, untuk menunjang pembangunan berkelanjutan. Pasal 9 UUPLH 1997
menetapkan bahwa salah satu pokok kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan
lingkungan adalah aspek “Tata Ruang”.

2.       ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL)

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


6 Annisa Hakim Z., S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
AMDAL dipergunakan dengan beberapa istilah asing, yakni Environmental Impact
Analysis, Environmental Impact Assesment, atau Environmental Assesment dan Statement.
Prof Otto Soemarto menggunakan istilah tersebut dengan “Analisis Dampak Lingkungan”
dan berkenaan dengan itu tetapi dalam tekanan lain dengan “ Analisis Manfaat dan Resiko
Lingkungan” (AMRIL). Prof.St. Munadjat Danusaputro mengistilahkannya dengan
“Pernyataan Dampak Lingkugan” sebagai terjemahan dari Environmental Impact Statement.
  Jenis jenis AMDAL:
a.        AMDAL secara tunggal
AMDAL ini dilakukan terhadap satu jenis usaha atau kegiatan. Karena kegiatannya
bersifat tunggal, maka kewenangan pembinaanya berada di bawah satu instansi yang
membidangi usaha atau kegiatan tersebut.
b.       AMDAL sektor
AMDAL ini dapat juga disebut dengan AMDAL sektoral, karena kebijakan tentang
penetapan kewajiban amdalnya ditetapkan oleh Mentri sektoral. Pasal 3 ayat (2) PP Amdal
1999 mengatakan bahwa jenis usaha atau kegiatan yang wajib memiliki amdal ditetapkan
Mentri setelah mendengar dan memperhatikan saran dan pendapat Mentri lain atau
pimpinan LPMD terkait. Dengan demikian, mengenai kewajiban Amdal atas suatu kegiatan,
sifatnya sektoral.
c.        AMDAL Terpadu atau Amdal Multisektor
Bedasarkan pasal 2 ayat (3) PP No 27 tahun 1999 (PP Amdal 99), Mentri /Negara
Lingkungan Hidup telah mengeluarkan peraturan KEPMEN LH No.Kep-57/MENLH/12/1995
tentang Amdal Usaha atau Kegiatan Terpadu/ Multisektor.
Kriteria terpadu demikian meliputi:
a. Proses perencanaan , pengelolaan dan proses produksinya.
b. Jenis jenis usaha atau kegiatan yang Amdalnya menjadi kewenangan berbagai
instansi teknis yang membidanginya.
c. Kegiatan tersebut berada dalam kesatuan hamparan ekosistem.
d. Kegiatan tersebut berada di bawah satu pengelola atau lebih.
e. AMDAL Regional atau Amdal Kawasan
Amdal ini adalah berupa hasil kajian mengenai dampak besar dan penting kegiatan
terhadap lingkugan dalam satu kesatuan hamparan ekosistem zona pengembangan wilayah
atau kawasan sesuai rencana tata ruang wilayah atau kawasan.
Kriterianya meliputi:
a. Berbagai kegiatan yang saling terkait antar satu dengan yang lainnya.
b. Setiap kegiatan menjadi kewenangan lebih dari satu instansi yang bertanggung
jawab.
c. Kegiatan tersebut dimiliki oleh lebih dari satu badan usaha(pemrakarsa).

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


7 Annisa Hakim Z., S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
d. Kegiatan terletak dalam satu zona rencana pengembangan wilayah sesuai RUTR
daerah.
e. Kegiatan tersebut dapat terletak dalam lebih dari satu kesatuan hamparan
ekosistem. 
3.       PENGELOLAAN PERIZINAN LINGKUNGAN
Perizinan di istilahkan dengan license/permit (inggris), vergunning (Belanda).
Izin merupakan alat pemerintah yang bersifat yuridis preventif, dan digunakan sebagai
instrumen hukum administrasi untuk mengendalikan prilaku masyarakat. Selain itu fungsi
izin adalah represif sebagai instrumen untuk menanggulangi masalah lingkungan yang
disebabkan oleh aktivitas manusia.
Di Indonesia, perizinan lingkungan di berikan oleh instansi-instansi yang terkait dengan
pengelolaan lingkungan, yang di sebut izin sektoral.

Sumber/Dasar hukum Perizinan Lingkungan:


a.         Hinder Orodinantie (S.1926)
b.        UUPLH 1997
c.         PP No.20 Tahu 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air
d.        PP No.19 Tahun 1994 jo PP No.12 tahun 1975 tentang pengelolaan limbah B3

Faktor syarat Perizinan


a. Faktor Rencana tata ruang
b. Faktor pendapat masyarakat
c. Faktor pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang (UUPLH 1997
Pasal 9 ayat 1).

PENEGAKAN SANKSI ADMINISTRASI


Sanksi merupakan tindakan hukum(legal action) yang di ambil pejabat tata usaha
negara yang bertanggung jawab atas pengelolaan lingkungan hidup atas pelanggaran
persyaratan lingkungan.
UUPLH memungkinkan Gubernur atau Bupati dan atau Walikota melakukan paksaan
pemerintah. Misalnya, Pasal 25 UU No. 23 Tahun 1997 memungkinkan Gubernur untuk
mengeluarkan paksaan pemerintah untuk mengeluarkan paksaan pemerintah untuk
mencegah dan mengakhiri pelanggaran, untuk menanggulangi akibat dan untuk melakukan
tindakan penyelamatan, penanggulangan dan pemulihan

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


8 Annisa Hakim Z., S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN
PERDATA   
Penyelesaian sengketa terbagi menjadi dua yaitu di dalam pengadilan dan du luar
pengadilan.
A.    Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini bisa dilakukan oleh hanya kedua belah pihak
atau dengan menggunakan pihak ketiga.
Tujuan penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah untuk mencari kesepakatan
tentang bentuk dan besarnya ganti rugi atau menentukan tindakan tertentu yang harus
dilakukan oleh pencemar untuk menjamin bahwa perbuatan ini tidak terjadi lagi di masa
yang akan datang.
B.     Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan ini adalah suatu proses beracara biasa.
Penyelesaian melalui pengadilan ini dapat di tempuh jikapenyelesaian sengketa di luar
pengadilan tidak mencapai kesepakatan.
Korban pencemaran lingkungan dapat secara sendiri-sendiri atau di wakili oleh orang lain
menggugat pencemaran untuk meminta ganti rugi atau  untuk meminta pencemar
melakukan tindakan tertentu.
a.       Hak Gugat (legal standing) secara umum
Artinya secara keperdataan seseorang hanya memiliki hak untuk menggugat apabila ia
memiliki kepentingan yang dirugikan oleh orang lain. Hali ini dapak kita lihat dalam pasal 34
UUPLH.
b.      Hak gugat (legal standing) LSM
Menurut UUPLH pasal 37, LSM memiliki locus standi atau legal standing untuk mengajukan
gugatan atas nama masyarakat.
c.       Gugatan ganti rugi acara biasa
Bedasarkan UUPLH, korban pencemaran lingkungan dapat meminta civil remedy berupa
ganti rugi(compensation). Ada dua macam tanggung jawab perdata (civil liability) yang di
atur dalam UUPLH, yaitu tanggung jawab bedasarkan kesalahan (liabilty based on fauly)
UUPLH Pasal 34 jo Pasal 1365 KUH Perdata dan tanggung jawab seketika (strict liabilty)
UUPLH Pasal 35 ayat 1.
d.      Gugatan Perwakilan Kelas (class action)
Bedasarkan UUPLH Pasal 37 memberi kemungkinan pada masyarakat untuk mengajukan
gugatan perwakilan (class action) dalam kejadian atau pencemaran lingkungan hidup.
Menurut pasal ini, masyarakat banyak sebagai sebagai anggota kelas (class members)

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


9 Annisa Hakim Z., S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dapat diwakili oleh sekelompok kecil orang yang disebut perwakilan kelas (class
representative).

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN


PIDANA

A.    Pendahuluan
Penegakan hukum pidana ini dapat menimbulkan faktor penjera (detterant factor) yang
sangat efektif. Penegakan hukum pidana merupakan ultimum remendium atau upaya hukum
terakhir karena tujuannya adalah untuk menghukum pelaku dengan degan hukuman penjara
atau denda.
B.     Delik Lingkungan dan Ancaman Hukuman
UUPLH mengatur hal-hal yang tidak di atur dalam UU No.4 tahun 1982, seperti tanggung
jawab perusahaan, delik formil, dan hukuman tata tertib.
Ada dua macam tindak pidana yang diperkenalkan dalam UUPLH yaitu delik materiil, dan
delik formil. Delik materiil adalah perbuatan melawan hukum yang menyebabkan
pencemaran atau perusakan lingkungan hidup. Delik formil adalah perbuatan melanggar
aturan-aturan hukum administrasi.
C.     Tindakan Tata Tertib
Tindakan tata tertib merupakan hukuman tambahan selain denda yang dapat digolongkan
sebagai berikut:
a.       Perampasan keuntungan yang diperoleh dati tindak pidana
b.      Peutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan
c.       Perbaikan akibat tindak pidana
d.      Mewajibkan mengerjakan apa yang dilakukan tanpa hak
e.       Meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak
f.       Menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga (3) tahun
D.    Kejahatan Korporasi (Corporate Crime)
Dalam perkembangan pertanggungjawaban Pidana di Indonesia, yang dipertanggung
jawabkan tidak hanya manusia tetapi juga korporasi. Perumusan yang di tempuh oleh
pembuat Undang-undang adalah sebagai berikut:
a. Yang dapat melakukan tindak pidana yang dapat dipertanggungjawabkan adalah
orang.

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


10 Annisa Hakim Z., S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
b. Yang dapat melakukan tindak pidana adalah orang dan atau korporasi, tetapi yang
dipertanggungjawabkan hanyalah orang. Dalam hal korporasi melakukan tindak
pidana, maka yang dipertanggungjawabkan adalah pengurus korporasi.
c. Yang dapat melakukan tindak pidana dan yang dapat dipertanggungjawabkan
adalah orang dan atau korporasi. Rumusan ini terdapat dalam UU Tindak Pidana
Ekonomi, Narkotika, dan UUPLH.
Menurut Mardjono Reksodiputro ada tiga sistem pertanggungjawaban pidana korporasi
sebagai subjek tindak pidana yakni:
a.       Pengurus korporasi sebagai pembuat, maka penguruslah yang bertanggung jawab
b.      Korporasi sebagai pembuat, maka penguruslah yang bertanggung jawab
c.       Korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggung jawab

Pertanggungjawaban Pidana Lingkungan


Konsepsi pertanggungjawaban pidana, dalam arti pembuat ada beberapa syarat yang harus
di penuhi yaitu; 1)adanya perbuatan pidana, 2)ada pembuat yang mampu bertanggung
jawab, 3) ada unsur kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan, 4)tidak ada alasan
pemaaf
a.        Elemen Perbuatan Pidana
Maksudnya adalah semua perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan
perbuatan pidana tersebut merupakan perbuatan jahat, yang apabila di langgar akan
mendapatkan ganjaran berupa sanksi pidana sebagaimana di atur dalam hukum pidan
materiil.
Terdapat 5 unsur
a)      Kelakuan dan akibat
b)      Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan
c)      Keadaan tambahan yang memberatkan pidana
d)     Unsur yang melawan hukum objektif
e)      Unsur melawan hukum yang subjektif

b.       Elemen Barangsiapa


Maksudnya adalah siapa saja sebagai subjek hukum, sebagai pendukung hak dan
kewajiban dan kepadanya tidak diberlakukan pengecualian hukum seperti yang ditentukan
oleh pasal 44, 48, 49, dan 50 KUHP.

c.       Elemen Kesengajaan atau Kealpaan


Menurut teori Hukum pidana ada tiga bentuk kesengajaan yaitu:
1. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk)

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


11 Annisa Hakim Z., S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Merupakan suatu tindakan untuk melakukan atau untuk tidak melakukan sesuatu
yang bertentangan dengan hukum, dimana perbuatan itu di ingini atau diketahui
oleh pelaku perbuatan
2. Kesengajaan sebagai keharusan (opset bij noodzakelijk heids)
Merupakan suatu tindakan untuk melakukan/tidak melakukan sesuatu perbuatan
yang bertntangan dengan hukum, dimana pelakunya mengisyafi bahwa akibat
perbuatan tersebut merupakan suatu kepastian atau keharusan.
3. Elemen tidak adanya unsur pemaaf
Berkaitan dengan jika suatu keadaan dimana pelaku berada dalam suatu
tekanan. Jika pelaku berada dalam tekanan majikan maka dia sebagai operator
dapat di bebaskan dari tuntutan hukuman dan bahkan pertanggungjawaban
pidananya dapat dikenakan terhadap majikannya.

           

DAFTAR PUSTAKA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN

Badrulzaman, Mariam Darus. Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni, 1994

Fuady, Munir. Pengantar Hukum Bisnis, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002

Muhammad, Abdulkadir. Perjanjian Baku Dalam Praktek Pemisahan Perdagangan,


Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992

Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Grasindo, 2000

Subekti. Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1990

Syawali, Husni, dan Nani Sri Imaniyati. Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung: Mandar
Maju, 2000

Subekti, R. dan Tjitrosudibyo,R. (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burglijk Wethoek),


Jakarta: Gramedia Pustaka, 2001

________, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2001

________, Undang-Undang Tentang Perlinungan Konsumen, UU No. 8 LN, No. 42 Tahun


1999, TLN. No. 3821

2019 HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN


12 Annisa Hakim Z., S.Pd., M.Sc.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai