Anda di halaman 1dari 4

Nama : Novia Era Faiza

Prodi : Ilmu Al Qur’an Dan Tafsir

Mata Kuliah : Metodologi Penelitian Sosial

Dosen : Ir. Ahmad Jubaeli M.Pd

Tugas : Individu

PERAN PUBLIK PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF TAFSIR AL MISBAH

Dalam tugas ini saya akan mendeskripsikan mengenai peran publik perempuan dalam
Perspektif Tafsir Al Misbah.

A. Pengertian Peran Publik Perempuan

Kata Perempuan dalam bahasa Arab yaitu Mar'ah, imra'ah, Misa dan unsa. Kata Nisa adalah
bentuk jamak dari kata Mar'ah dan imra'ah, namun ada juga yang mengatakan bahwa kata Nisa ini
merupakan bentuk derivasi dari kata nasiya yang artinya lupa disebabkan karena lemahnya akal.
adapun dari masing-masing kata diatas sudah jelas memiliki perbedaan, kata Nisa dikalangan ilmu
keislaman sering diartikan sebagai perempuan.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, definisi perempuan adalah orang yang mempunyai puki, dapat
menstruasi, Hami, melahirkan anak dan menyusui. Adapun pengertian peran publik adalah posisi atau
keadaan seseorang dalam suatu kelompok sosial atau masyarakat yang berkaitan dengan hak dan
kewajibannya. Setiap individu dalam masyarakat memiliki status sosial masing-masing, oleh karena
itu, status merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban individu dalam tingakah lakunya, sttaus
sosial sering disebut sebagai kedudukan atau posisi, peringkat seseorang dalam masyarakat

Posisi perempuan dalam masyarakat muslim adalah topik kontroversial dari banyak perdebatan
dan literatur yang luas. Kaitannya dengan ini peran publik perempuan/posisi perempuan sering
diperdebatkan dikalangan masyarakat karena adat istiadat menetapkan tempat terhormat perempuan
adalah berada didalam rumah dan tidak layak bagi perempuan untuk bergerak bebas seperti laki-laki.
Di sisi lain posisi karir perempuan seringkali bergeser disebabkan adanya pemenuhan pada sektor
publik peran perempuan sehingga disini saya ingin mengungkap bagaimana peran publik perempuan
dalam perspektif tafsir al misbah. Secara umum perempuan diperbolehkan berkarier dengan syarat
membutuhkan dan dibutuhkan oleh pekerjaan, mampu menjaga diri dari kesuciannya dan tidak
melanggar ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Perempuan juga memiliki sifat kodrati yang
tidak bsa dialihkan kepada laki-laki atau kepada lembaga tertentu. Melihat sifat-sifat kodrati
perempuan yang memiliki kelebihan untuk melahirkan, menyusui dan merawat anak-anak sehingga
tidak sepenuhnya perempuan mampu berkiprah pada sektor publik. Dengan ini melahirkan kajian
khusus dengan mempertimbangkan bagian dari peran domestik perempuan sebagai istri, ibu dan
manager keuangan untuk tetap berkiprah pada sektor publik

Dalam sejarah manusia, perempuan sering mendapatkan tempat kedudukan dibawah laki-laki.
dalam pandangan berbagai agama, perempuan mendapatkan deskriminasi yang dibentuk oleh ketidak
adilan struktural sebagai akibat dari pandangan biasa gender di masyarakat. Al Qur’an berbicara
tentang perempuan dalam berbagai ayat, pembicaraan tersebut menyangkut berbagai sisi kehidupa
salah satunya membicarakan tentang keseteraan gender. Secara umum surat An-Nisa 4 ;32
menunjukkan kepada keseteraan lakai-laki dan perempuan dan juga berprestasi sebagaimana firman
Allah dalam Al Qur’an surah An-Nisa 4:32

Artinya : “ Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian
kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain karena bagi orang laki-laki ada bahagian dari apa
yang mereka usahakan, dan bagi para wanita pun ada bahagian dari apa yanaga mereka usahakan
dan moohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya, sesungguhnya Allah amaha mengetahui
segala sesuatu ( QS An-Nisa 4:32 )

Ayat ini berpesan agar tidak berangan-angan dan berkeinginan yang dapat mengantar kepada
pelanggaran-pelanggaran ketentuan Allah menyangkut pembagian waris dimana lakai-laki mendapat
warisan lebih banyak dari perempuan.Islam datang untuk menempatkan kedudukan peran
perempuan pada posisi yang layak, mengangkat derajat kemanusiaan yang sempurna, islam juga
melindungi melindungi wanita dari permainan syahwat pada dirinya. Islam juga menjadikan wanita
sebagai salah satu unsur yang turut berperan dalam membangun masyarakat.

Peran perempuan dalam masyarakat antara aspek reproduksi, ekonomi, sosial, politik, dan
kepemimpinan Islam menempatkan perempuan sebagai anggota dalam kegiatan atau organisasi
masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya perempuan yang aktif berorganisasi dan tidak
seberani laki-laki. Karena itu, hanya sedikit usulan mereka yang diterima dan diimplementasikan ke
dalam dunia politik yang ada. Faktor yang mempengaruhi keterlibatan perempuan dalam masyarakat
adalah tingkat pendidikannya. Semua tugas yang dipercayakan kepada perempuan dapat diemban
karena pendidikannya. Artinya ada relevansi antara tugas dan pendidikan.

Dalam masyarakat patriarkhi kedudukan perempuan merupakan bagian dari kedudukan tipe
pertama, sebab sejak lahirnya kedudukan perempuan selalu berada di bawah laki-laki, setinggi
apapun pendidikan yang diperoleh perempuan tidak dapat menduduki posisi yang lebih tinggi dari
laki-laki. Kedudukan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat patriarkhi selalu tidak setara.
Kedudukan laki-laki selalu lebih tinggi dari perempuan. Antara kedudukan dan peran saling
bergantung satu dengan yang lain, tidak dapat dipisahkan. Setiap orang memiliki macam-macam
peran yang berasal dari pergaulan hidupnya. Hal ini berarti bahwa peranan menentukan apa yang
dilakukan bagi masyarakat serta kesempatan apa yang yang diberikan masyarakat kepadanya. Jadi
dapat dikatakan peran adalah bagaimana seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukan dalam masyarakat. Hal ini mengakibatkan dalam masyarakat patriarkhi kedudukan
perempuan selalu tersubordinasi. Hal ini terjadi karena masyarakat telah menetapkan kedudukan
masing-masing individu. Kedudukan dan peran yang sudah dilekatkan dalam masyarakat patriarkhi
harus dilakukan, apabila masyarakat ingin tetap mempertahankan struktur yang masih ada. Interaksi
yang terjadi dalam masyarakat sangat tergantung pada kedudukan yang dimiliki setiap individu.
Untuk menjaga tatanan yang ada.

Berikut Diantara Peran Perempuan Dallam Tafsir Al Misbah

1. Hak perempuan dalam Bidang Politik

Salah satu ayat yang sering muncul ketika dibahas masalah hak politik adalah yang tertera di dalam
Al-Qur‟an surat At-Taubah ayat 71. Secara umum ayat tersebut menggambarkan tentang kewajiban
wanita dan pria atau suami istri atau antar sesama lelaki untuk bekerja sama dalam berba gai bidang
kehidupan yang menyuruh untuk mengerjakan yang baik dan mencegah yang hal yang buruk.
Sebagaimana surat ini di tafsirkan ke dalam Tafsir Al-Mishbāh sebagai berikut:
Allah SWT berfirman
‫هّٰللا‬
َ َ‫الص< ٰلوةَ َوي ُْؤتُ<<وْ نَ ال َّزكٰ وةَ َويُ ِط ْي ُع<<وْ ن‬
َّ َ‫َر َويُقِ ْي ُموْ ن‬ ِ ْ‫ْض ۘ يَأْ ُمرُوْ نَ بِا ْل َم ْعرُو‬
ِ ‫ف َويَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُم ْنك‬ ٍ ‫ضهُ ْم اَوْ لِيَٓا ُء بَع‬ ُ ‫َوا ْل ُم ْؤ ِمنُوْ نَ َوا ْل ُم ْؤ ِم ٰن‬
ُ ‫ت َب ْع‬
‫َز ْي ٌز َح ِك ْي ٌم‬ ‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬ ٓ ٰ
َ ِ‫َو َرسُوْ لَهٗ ۗ اُولئ‬
ِ ‫ك َسيَرْ َح ُمهُ ُم ُ ۗ اِ َّن َ ع‬
"Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi
sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar,
melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi
rahmat oleh Allah swt. Sungguh, Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

(QS. At-Taubah 9: Ayat 71)

2. Wanita Bekerja di Luar Rumah dalam Tafsir Al-Mishbah

 .Nafkah

Nabi saw. banyak memberi perhatian serta pengarahan kepada perempuan agar menggunakan waktu
sebaik-baiknya dan mengisinya dengan pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat. Jadi perempuan itu
diperbolehkan untuk bekerja untuk mencari nafkah, agar bisa membantu suami untuk menghidupi
keluarganya. Islam tidak melarang wanita bekerja di dalam atau di luar rumahnya, secara mandiri
ataubersama-sama, dengan swasta atau pemerintah, siang atau malam, Selama pekerjaan itu
dilakukannya dalam suasana terhormat, serta selama mereka dapat memelihara tuntunan agama serta
dapat menghindarkan dampak-dampak negatif dari pekerjaan yang dilakukannya itu terhadap diri dan
lingkungannya. Bekerja dapat menjadi wajib bagi wanita jika keadaan membutuhkannya, seperti jika
ada seorang yang melahirkan dan tidak ada bidan yang membantunya kecuali dia, ataukah yang dia
selaku pekerja membutuhkannya, demi memelihara kelangsungan hidupnya atau menghidupi anak-
anaknya. Sekian banyak wanita pada zamn Nabi saw. dan sahabat-sahabat beliau yang bekerja, baik
mandiri maupun tidak, guna membantu suami yang tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk
memberi nafkah keluarga. Pada zaman Nabi dan sahabat beliau dikenal antara lain Ummu Salim binti
Malhan sebagai perias pengantin, Qilat Ummi

 Kepemimpinan rumah tangga

Harus diakui bahwa ada sementara ulama‟ yang menjadikan kaum laki-laki adalah pemimpin
perempuan-perempuan.Sebagaimana bukti tidak bolehnya perempuan terlibat dalam persoalan politik.
Akan tetapi kenyataan sejarah menunjukkan sekian banyak antara kaum wanita yang terlibaat dalam
soal-soal politik Kepemimpinan untuk setiap unit merupakan suatu yang mutlak, lebih-lebih bagi
setiap keluarga, karena mereka selalu bersama dan merasa memiliki pasangan dan keluarganya.
Persoalan yang di hadapi suami istri, seringkali muncul dari sikap jiwa yang tercermin dalam
keceriaan wajah atacemberutnya sehingga persesuaian dan perselisihan dapat muncul seketika, tapi
boleh jadi juga sirna seketika. Kondisi seperti ini membutuhkan adanya seorang pemimpin, melebihi
kebutuhan satu perusahaan yang bergelut dengan angka-angka, bahkan dengan perasaan, .

 Hak Perempuan dalam Mengurus Anak

Para perempuan harusnya tetap memperhatikan kemaslahatan anak dalam hal menyusukan seperti
firman Allah dalam Al-Qur‟an surat Al-Ba qarah/2:233

Yang Artinya: “Para ibu menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. Dan menjadi kewajiban atas bayi itu yang dilahirkan untuknya (ayah
sang bayi), membei (rezeki) makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan waris pun
berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) berdasarkan
kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin
anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Melihatapa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Baqarah /2:233)

Anda mungkin juga menyukai