Anda di halaman 1dari 2

TK3105 – Pengendalian Lingkungan Industri Kimia

Tugas Ringkasan Kuliah Tamu 9 November 2020

Dr. Fujii Minoru (National Institute for Environmnetal Studies) – Integrated Solution for Adressing
Waste and Untreated Wastes in Indonesia

Tiga pilar masyarakat de-karbonisasi yakni memanfaatkan sumber daya alternatif, meningkatkan
efisiensi, dan bahan pengganti. Sumber daya alternatif yaitu memanfaatkan limbah dan bahan
terbarukan, meningkatkan efisiensi yaitu mengembangkan efisiensi energi dan bahan pengganti
yaitu pengasingan karbon / mencari bahan bahan substitusi karbon.

Dr. Remi Chandran (Remote Sensing Technology Center of Japan) – Monitoring Plastic Waste
Opportunities ang Challenges

Negara-negara di bumi bagian selatan merupakan mayoritas negara yang menghasilkan limbah
plastik dengan pengolahan yang salah. Sampah plastik adalah masalah lingkungan skala global.
Negara-negara berkembang menghadapi tantangan dalam mengelola pertumbuhan volume plastik
yang drastis. Isu utama adalah buruknya sistem pengolahan sampah di berbagai belahan dunia.
Relatif terhadap sampah rumah tangga dan organik, sampah plastik terurai dari lima ratus hingga
lima ribu tahun. Plastik dapat diproduksi dalam skala masif dalam waktu yang singkat dan masa
penggunaan plastik juga relatif cepat sehingga berpotensi terakumulasi terus menerus di lingkungan.
Pertumbuhan massa plastik yang dihasilkan tumbuh secara eksponensial dari tahun ke tahun dan
pada 2020 jumlahnya hampir menyamai emisi karbon. Kebanyakan dari sampah plastik yang ada di
lautan dibawa aliran sungai. Sejumlah dua puluh sungai terbesar menyumbang 67% dari sepuluh
jenis sampah plastik paling banyak yang ditemui di lautan. Sungai-sungai tersebut mencakup 90%
dari sungai-sungai yang mengalirkan sampah plastik ke lautan. Meski adanya ketaktelitian sehingga
perlu adanya observasi lebih lanjut, dapat dipahami bahwa air merupakan pembawa sampah plastik
yang berpengaruh. Bukti paling nyata dampak sampah plastik adalah akibatnya terhadap mahkluk
hidup dan terumbu karang di lautan. Salah satu teknologi pelacakan sampah plastik adalah “remote
sensing technology”. Tantangan pada teknologi ini adalah kebanyakan sampah plastik di laut
berukuran submeter dan tersebar di lautan, dasar laut, dan pantai-pantai. Potongan-potongan
sampah tersebut sulit untuk dipetakan dari wahana-wahana yang ada. Terbatasnya kemampuan
sistem resolusi tinggi (optik, radar, sensor hiperspektral) untuk membedakan antara sampah plastik
dengan air. Pengamatan dasar laut hanya memungkinkan dengan peralatan yang dikontrol dari jarak
jauh seperti kapal selam atau kapal selam berawak yang dapat mengamati plastik dasar laut atau
mengambil inti atau sampel permukaan untuk mendeteksi mikroplastik. Gerakan GEO “Oceans and
Society: Blue Planet” berkontribusi dalam pengembangan indikator dari pelacakan plastik di laut.
Secara garis besar jenis indikator-indikator tersebut:

1. Berdasarkan pengendapan: serpih plastik mengendap pada pantai, serpih plastik pada kolom
air, serpih plastik dasar laut, plastik terkonsumsi biota.
2. Berdasarkan sumber: serpihan plastik di sungai (termasuk dari hulu hingga muara), serpihan
plastik dari aktivitas laut (perkapalan, perikanan, penambangan), serpihan plastik dari
bencana pesisir.

Berdasarkan sejumlah sumber, peralatan perikanan yang tertinggal menyumbang 46% sampah
plastik di lautan. Bencana di pesisir menyumbang sejumlah besar serpihan plastik. Tujuan-tujuan
utama dalam pengelolaan plastik adalah mencegah dan mengurangi secara signifikan sampah dan
mikroplastik di lautan, pembangunan infrastruktur dan manajemen sistem, serta memperkuat
komitmen global, nasional, dan kawasan, untuk mencegah sampah laut. Pengamatan sampah plastik
perlu sistem informasi terintegrasi seperti peralatan penunjang, analisis mahadata, penandaan
burung-burung rentan. Langkah-langkah yang diperlukan yaitu pertama pemetaan spasiotemporal,
pemodelan dinamika plastik, dan pengembangan aplikasi serta website.

Anda mungkin juga menyukai